• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HUKUM JAMINAN FIDUSIA

C. Hak Kebendaan Pada Fidusia

Fidusia mempunyai sifat kebendaan (zakelijkrecht), yang disebut dengan droite de suite, artinya hak-hak yang melekat pada benda itu mengikuti dimanapun benda itu berada dan dapat dipertahankan terhadap siapa saja, dan dalam tangan siapapun benda itu berada. Demikian seperti yang terkandung di dalam Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal 1198 KUH Perdata.

Hak kebendaan (zakelijkrecht) berbeda dengan hak perseorangan (persoonlijkrecht), perbedaan tersebut adalah :

1. Hak kebendaan itu adalah hak absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan kepada setiap orang. Hak perorangan adalah hak relatif, artinya hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, ia hanya dapat dipertahankan melakukan terhadap debitur itu saja.

2. Hak kebendaan mempunyai sifat droite de suite, artinya hak itu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu berada. Dalam hak perorangan sebaliknya mempunyai kekuatan yang sama atas hak-hak lainnya, tanpa memperhatikan saat kelahirannya.

3. Hak kebendaan memberian wewenang yang luas kepada pemiliknya, hak itu dapat dialihkan, diletakkan sebagai jaminan, disewakan atau dipergunakan sendiri. Hak perorangan memberikan wewenang terbatas kepada pemiliknya. Ia hanya dapat menikmati apa yang menjadi miliknya. Dan tidak dapat dialihkan kecuali dengan persetujuan pemiliknya.

terbatas.

Selanjutnya dalam praktek pembedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan itu tidak mutlak lagi. Dengan kata lain sifat-sifat yang bertentangan itu tidak tajam lagi. Pada tiap-tiap hak kita mendapatkan adanya hak kebendaan dan hak perorangan, bahwa titik beratnya saja yang berlainan. Mungkin pada hak kebendaan atau sebaliknya.33

Tetapi karena kebutuhan masyarakat yang begitu mendesak akan adanya suatu bentuk jaminan barang bergerak yang tetap dapat dikuasai oleh siberutang, yaitu barang-barang yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan, maka akhirnya fidusia ini diberikan legalitas.

Begitu sukarnya memperjuangkan kedudukan fidusia ini sebagai suatu hak kebendaan (yaitu suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan berlaku terhadap setiap orang terutama memberikan potensi kepada seorang kreditur di atas kreditur lainnya), disebabkan dalam hukum perdata sudah lama dianut suatu sistem bahwa hak kebendaan itu terbatas jumlahnya dan hanya dapat diciptakan oleh undang-undang, berlainan dengan suatu perikatan atau hak perorangan yang hanya memberikan hak-hak terhadap suatu pihak tertentu saja, yang tidak dibatasi jumlahnya karena diserahkan kepada kebebasan para pihak.

34

33

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, I, Op.Cit, hal. 27.

34

R. Subekti, III, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Fidusia Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1982, hal. 76.

Dengan demikian sifat kebendaan yang terdapat dalam fidusia maka dalam pemenuhan akan pembayaran hutang-hutang maka ia tidak lebih diutamakan atau didahulukan pemenuhannya dari piutang-piutang yang lain (druite de preference), ini disebutkan dalam Pasal 1133 KUH Perdata ”Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa dari gadai dan hipotik”.

Pasal 1134 ayat (2) “ Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya”.

Jadi jelasnya perjanjian dengan jaminan hak kebendaan lebih menguntungkan dibandingkan dengan jaminan lainnya.

Hak mendahulu ini juga diatur di dalam Bab IV Pasal 27 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang lengkapnya berbunyi :

(1) Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.

(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

(3) Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.

Mariam Darus mengatakan, bahwa pemilik fidusia mempunyai hak preferen. Jika pemberi jaminan secara fiducia berhak menjual benda fidusia untuk pelunasan hutangnya.35

35

Jika kita kembali menelusuri bahwa fidusia tercipta karena masyarakat menuntut, lembaga yang sedemikian adanya seperti fidusia ini, dimana kepercayaan merupakan faktor utamanya untuk penjaminan hutang. Dan hal pengaturannyapun tidak ada ditemui dalam undang-undang.

Jadi berlakunya hak preferen pada lembaga fidusia ini tidak seperti yang kita lihat pada lembaga jaminan hak tanggungan dan gadai yang jelas-jelas diatur di dalam perundang-undangan.

Kembali kepada lembaga fidusia ini, dimana akan memberikan contoh antara dua orang yang membuat perjanjian, yaitu :

Si A meminjam uang kepada si B, dalam hal ini si A menjaminkan alat-alat usahanya sebagai jaminan hutangnya secara fidusia yaitu secara kepercayaan. Dimana barang-barang yang dijadikan jaminan oleh si A tetap dipegang oleh si A karena kepentingan usahanya.

Hal perjanjian antara si A dan si B di atas tidak kita temui dalam perundang-undangan. Seharusnya benda jaminan tersebut berada di tangan si B, tetapi karena perundang-undangan dan kebutuhan akan si A maka hal tersebut dapat terjadi. Jelaslah di dalam perjanjian fidusia bukan menciptakan hak milik tetapi jaminan saja.

Kreditur dalam hal ini dapat mengadakan pengawasan terhadap benda-benda yang dijadikan jaminan oleh debitur. Kreditur sebagai pemegang fidusia mempunyai kedudukan sebagai pemegang jaminan, sedang kewenangannya sebagai pemilik yang dipunyainya ialah kewenangan yang masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri, oleh karena itu, dikatakan pula kewenangannya sebagai pemilik terbatas.

Jika pemilik fidusia pailit, benda fidusia tidak termasuk ke dalam boedel pailit. Kurator kepailitan tidak berhak menuntut benda fidusia dari kekuasaan pemberi fidusia.

Benda fidusia hanya dapat dilelang dalam batas-batas sebagai benda jaminan untuk melunasi hutang pemberi fidusia kepada pemilik fidusia.

fidusia mempunyai hak preferen. Yang sebagaimana terdapat di dalam gadai dan hak tanggungan. Dan dengan alasan yang lebih kuat lagi bahwa fidusia bukan diadakan oleh undang-undang tetapi oleh kebiasaan dan kebutuhan akan lembaga fidusia itu sendiri. Tetapi dengan keluarnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka setiap pengikatan jaminan fidusia harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan ini. Selain bersifat preferen fidusia juga memiliki sifat accesoir.

Fidusia adalah perjanjian jaminan yang tidak berdiri sendiri, tetapi bersifat accesoir, artinya hak fidusia ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri, akan tetapi adanya hapusnya tergantung pada perjanjian pokok.

Misal perjanjian dengan jaminan fidusia.

A meminjam uang kepada bank dengan menjamin mobilnya, dalam hal ini pada saat perjanjian akan dibuat sampai berakhirnya perjanjian, maka benda yang difiduciakan harus dalam keadaan utuh, artinya yaitu yang menjadi kepatutan atas mobil itu harus ada, misalnya lampu mobil, roda, knalpot dan lain-lain.

Dalam perjanjian dengan cara fidusia, dapat dilakukan terhadap benda-benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak, disini pihak debitur tetap menguasai benda yang difidusiakan, tetapi hanya sebagai pemakai saja bukan sebagai pemilik.

Hal yang membedakan fidusia dengan hak tanggungan adalah bahwa selama perjanjian hak tanggungan belum hapus debitur tidak dapat memakai atau memanfaatkannya untuk tujuan produktif atau menghasilkan.

Pada jaminan dengan fidusia tidak disyaratkan harus dibuat dengan akte autentik, apabila tidak dibuat dengan akte autentik, fidusia ini adalah tetap sah.

Tetapi biasanya fidusia untuk kredit-kredit dalam jumlah besar diikat dalam akte autentik.

BAB IV

JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN LEASING YANG DIDAFTARKAN

Dokumen terkait