• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak dan Kewajiban Negara Pantai A Hak Negara Panta

DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

1. Syarat-syarat bagi Kapal Asing yang Melakukan Lintas Di Laut Teritorial dan Perairan Kepulauan

2.2. Hak dan Kewajiban Negara Pantai A Hak Negara Panta

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996, hak negara pantai diatur dalam beberapa Pasal sebagai berikut :

Pasal 13 ayat (1), berbunyi : Pemerintah Indonesia dapat menangguhkan sementara lintas damai segala jenis kapal asing dalam daerah tertentu di laut teritorial atau perairan kepulauan, apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya, termasuk keperluan latihan senjata.

Pasal 13 Ayat (2), Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku hanya setelah dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal lain yang mengatur tentang hak negara pantai adalah Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi : Apabila diperlukan dengan memperhatikan keselamatan navigasi, Pemerintah Indonesia menetapkan alur laut dan skema pemisah lalu lintas di laut teritorial dan perairan kepulauan.

Selain itu dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan : Pemerintah Indonesia menentukan alur laut, termasuk rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan oleh kapal dan pesawat udara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan juga dapat menetapkan skema pemisah lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui alur laut.

Pasal 19 ayat (2), Alur laut dan rute penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan dengan suatu rangkaian garis sumbu yang bersambungan mulai dan tempat masuk rute hingga tempat ke luar melalui perairan kepulauan dan laut teritonal yang berhimpitan dengannya.

Pasal 19 ayat (3), apabila diperlukan, setelah diadakan pengumuman sebagaimana mestinya, alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang telah ditetapkan sebelumnya dapat diganti dengan alur laut dan skema pemisah lalu lintas lainnya.

Pasal 19 ayat (5), Pemerintah menentukan sumbu-sumbu alur laut dan skema pemisah lalu lintas dan menetapkannya pada peta-peta yang diumumkan.

Hak negara pantai juga diatur dalam Pasal 21 ayat (1) yang berbunyi : Apabila diperlukan dengan memperhatikan keselamatan navigasi, Pemerintah Indonesia dapat menetapkan alur laut dan skema pemisah lalu lintas untuk pelayaran di lintas transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Selain itu hak negara pantai juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 dalam beberapa Pasalnya antara lain: Dalam Pasal 12 ayat (1), Untuk keselamatan pelayaran dalam Alur Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah dapat menetapkan skema pemisah lalu lintas.

Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (1), Untuk keselamatan pelayaran di selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, Menteri yang lingkup dan tanggung jawabnya awabnya meliputi bidang perhubungan dapat menetapkan Alur Laut di Perairan Kepulauan untuk digunakan sebagai bagian dari skema pemisah lalu lintas dalam rangka pelaksanaan lintas transit melalui selat tersebut.

Selanjutnya pada Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 yang berisi ketentuan mengenai penangguhan Lintas damai yang berisi sebagai berikut : Pasal 14 ayat (1), Penangguhan sementara Lintas Damai kapal asing dalam daerah tertentu di Laut Teritorial atau Perairan Kepulauan karena sangat diperlukan untuk perlindungan keamanan atau untuk keperluan latihan senjata dilakukan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 14 ayat (2), Penangguhan sementara Lintas Damai kapal asing dalam wilayah daerah tertentu di Laut Teritorial atau Perairan Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberitahukan oleh Departemen Luar Negeri kepada negara-negara asing melalui saluran diplomatik dan diumumkan melalui Berita Pelaut Indonesia setelah

memperoleh penetapan mengenai daerah dan jangka waktu berlakunya penangguhan sementara tersebut dari Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 14 ayat (3), Penangguhan sementara Lintas Damai kapal asing dalam daerah tertentu di Laut Teritorial atau Perairan Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mulai berlaku paling cepat 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Ketentuan tersebut di atas ternyata sesuai dengan ketentuan dalam Pasal-pasal Konvensi Hukum Laut 1982 tentang hak negara pantai yang diatur dalam beberapa Pasal yaitu : Pasal 21 ayat (1) Konvensi yang berisi negara pantai dapat menetapkan peraturan-peraturan sesuai dengan ketentuan Konvensi dan ketentuan atau aturan hukum internasional sehubungan dengan hak lintas damai pada laut teritorial dalam hal-hal yang meliputi :

a. keselamatan navigasi dan aturan lalu lintas maritim;

b. proteksi alat-alat dan fasilitas navigasi dan fasilitas lain atau instalasi; c. proteksi kabel-kabel dan pipa;

d. konservasi dan sumber-sumber hayati lautan;

e. pencegahan pelanggaran peraturan penangkapan ikan negara pantai;

f. penjagaan masalah lingkungan, pencegahan dan pengawasan polusi;

g. riset ilmiah kelautan dan survey hydrografis;

h. pencegahan terhadap pelanggaran peraturan douane, pajak, imigrasi dan sanitasi.

Selanjutnya pada Pasal 52 Konvensi yang mengatur tentang penangguhan lintas bagi kapal asing bila dirasa perlu bagi negara pantai untuk melindungi kepentingannya.

Konvensi Hukum Laut 1982 juga memberikan hak bagi negara pantai untuk menentukan alur-alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang harus dilalui oleh kapal asing yang melakukan hak lintas damai (Pasal 22 ayat (1).

Konvensi juga memberi wewenang bagi negara pantai untuk mengharuskan kapal tanker dan kapal nuklir untuk menggunakan alur- alur laut pada saat melintas (Pasal 22 ayat (2).

Hak negara pantai yang diatur dalam Konvensi termasuk juga di dalamnya adalah mengenai tagihan terhadap kapal asing, yang diatur dalam Pasal 26 Konvensi. Sedangkan Pasal 25 Konvensi berisi tentang hak perlindungan negara pantai.

B. Kewajiban Negara Pantai

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 menetapkan beberapa kewajiban negara pantai dalam Pasal-pasal sebagai berikut :

Pasal 19 ayat (4), Dalam menentukan atau mengganti alur laut atau skema pemisah lalu lintas, Pemerintah Indonesia harus mengajukan usul kepada organisasi internasional nternasional yang berwenang untuk mencapai kesepakatan bersama.

Pasal 22 ayat (1), apabila suatu bagian dari perairan kepulauan Indonesia terletak di antara dua bagian wilayah suatu negara tetangga yang langsung berdampingan, Indonesia menghormati hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentingan sah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh negara yang bersangkutan di perairan tersebut melalui suatu perjanjian bilateral.

Pasal 22 ayat (2), Pemerintah Indonesia menghormati pemasangan kabel laut dan mengizinkan pemeliharaan dan penggantian kabel yang sudah ada dengan pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana, mestinya.

Lebih jauh Pasal 23 ayat (1) menjelaskan pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 23 ayat (2), Administrasi dan yurisdiksi, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 23 ayat (3), Apabila diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Dalam Pasal 24 ayat (1), disebutkan penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Konvensi hukum internasional lainnya, dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24 ayat (2), yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum internasional lainnya, dan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 24 ayat (3), apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Mengenai kewajiban negara pantai, bila kita bandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi juga telah tercapai kesesuaian, hal ini dapat dilihat dalam beberapa Pasal dalam Konvensi yaitu : Pasal 21 ayat (3) Konvensi yang menyatakan bahwa peraturan- peraturan yang telah dibuat harus diumumkan oleh negara pantai.

Ketentuan lain yaitu, negara pantai juga berkewajiban untuk menunjukkan dengan jelas adanya alur laut dan skema pemisah lalu lintas dalam peta yang diumumkan (Pasal 22 ayat (24).

Dalam hal menentukan alur-alur dan skema pemisah, negara pantai harus memperhatikan ketentuan berdasarkan rekomendasi

organisasi internasional yang kompeten, atau alur tersebut merupakan alur yang biasa digunakan untuk pelayaran internasional internasional (Pasal 22 ayat (3)).

Negara pantai juga tidak diperbolehkan menghalangi lalu lintas damai kapal asing melalui laut teritorialnya kecuali sesuai dengan ketentuan konvensi Pasal 24 ayat (1) a dan (1) b), dan Pasal 24 ayat (2).

C. Kesimpulan dan Saran