BAB III ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN PENGADAAN
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengadaan Barang / Jasa
pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik.Artinya kedua belah pihak pengangkut maupun pengirim barang masing-masing mempunyai kewajiban sendiri. Hal - hal yang berhubungan dengan perjanjian jual - beli pada dasarnya meliputi kewajiban pihak penjual maupun pihak pembeli.
Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadapsatu orang atau lebih.Suatu perjanjian dapat menimbulkan perikatan antara pihak – pihak dalam perjanjian. Sementara itu, perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak didalam lapangan harta kekayaan, dimana yang satu pihak (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak lain (debitur) berkewajiban memenuhi pretasi.
Lazimnya suatu perjanjian adalah timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak - hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban - kewajiban yang merupakan kebalikannya dari hak - hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban - kewajiban juga memperoleh hak - hak yang dianggap sebagai kewajiban - kewajiban yang dibebankan kepadanya.54
Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan atau melaksanakan prestasi kepada kreditur. Kewajiban debitur untuk memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian disebut dengan schuld. Selain schuld, debitur juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu haftung, maksudnya adalah bahwa debitur itu mempunyai berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaan diambil oleh pihak kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutang tadi apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut.55
Salah satu unsur perikatan adalah prestasi (prestatie, performance). Prestasi adalah kewajiban harus dipenuhi seorang debitur. Istilah lain dari prestasi ini adalah utang56
54R. Surbekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 29.
55 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 9.
56 R. Subekti, Op.Cit., hal. 30.
. Utang bermakna sebagai kewajiban yang harus dipenuhi debitur.Debitur sendiri adalah orang yang melakukan suatu prestasi dalam suatu perikatan.Setiap debitur berhak atas prestasi, untuk itu kreditur mempunyai hak menagih prestasi tersebut dari debitur.Di dalam hukum perdata, selain hak menagih (vorderings-recht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utang, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur, sebesar piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht).
Schuld dan haftung itu dapat dibedakan, tetapi hakekatnya tidak dapat
dipisahkan.Asas pokok dari haftung ini terdapat dalam pasal 1131 KUH Perdata.
Pihak dalam perjanjian terjadi antara dua orang atau lebih, yang mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi. Menurut pasal 1234 KUH Perdata prestasi itu dibedakan atas :
1. Memberikan sesuatu 2. Berbua sesuatu 3. Tidak berbuat sesuatu
Di dalam kontrak atau perjanjian, prestasi adalah kewajiban kontraktual (contractual obligation). Kewajiban kontraktual tersebut dapat berasal dari :57
1. Kewajiban yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban kontraktual yang pertama dapat berasal dari peraturan
perundang-undangan. Misalnya kontrak kerjasama yang didasarkan pada kontrak bagi hasil di bidang minyak dan gas bumi, selain kewajiban para pihak ditentukan oleh kontrak dimaksud, tetapi juga kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (saat ini yang masih berlaku adalah UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi).
2. Kewajiban yang diperjanjikan para pihak dalam perjanjian atau kontrak.
Dengan kata lain, prestasi tersebut berasal dari kewajiban yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Sehubungan hal tersebut, Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
57Hak dan Kewajiban dalam Kontrak,
http://id.m.qickey.com/prestasidanwanprestasidalamkontrak, diakses pada 10 november 2016.
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Selanjutnya Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau berdasar alasan - alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu.
3. Kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan.
Berkaitan dengan hal ini Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk halhal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undangundang. Misalnya A memiliki tanah beserta rumah yang ada di atasnya, dan bermaksud menjualnya. Untuk maksud itu A memberikan kuasa kepada B untuk menjualkan tanah dan rumah tersebut. Pada waktu A memberikan kuasa kepada B, tidak ada komitmen dari A memberikan upah atau “komisi”
kepada B apabila tanah dan rumah dimaksud. Berdasarkan kepatutan dan kebiasaan yang terjadi di masyarakat, apabila kuasa yang diberikan tanpa disertai penentuan upah ataukomisi, pemberi kuasa harus memberikan upah atau “komisi” sebesar 2,5 % dari nilai transaksi. Kewajiban pemberi untuk memberi upah atau komisi yang demikian ditentukan oleh kepatutan dan kebiasaan.
Kemungkinan lainnya adalah apabila ada dua orang mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah, perjanjian secara lisan, di dalam kesepakatan hanya diatur
mengenai jangka waktu sewa dan harga sewa.58
1. Kewajiban yang diperjanjikan para dalam perjanjian atau kontrak
Dalam keadaan demikian, pengaturan prestasi atau kewajiban kontraktual selain yang disepakati para pihak, demi hukum pengaturan kewajiban dan hak yang timbul dari perjanjian sewa menyewa tersebut tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata.Ini dapat terjadi karena sebagian besar isi ketentuan Buku III KUH Perdata adalah bersifat hukum pelengkap. Dengan kata lain, sepanjang para pihak tidak mengatur lain atau tidak mengatur secara lengkap hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian dimaksud, maka demi hukum perjanjian itu tunduk pada Buku III KUH Perdata :
2. Kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan
Pada umumnya seorang debitur mempunyai unsur schuld ataupun hafting sekaligus, akan tetapi dalam hal – hal tertentu tidak selalu melekat unsur tersebut pada dirinya. Keberadaan schuld atau haftung pada seorang debitur, berbagai kemungkinan dapat terjadi yaitu sebagai berikut :59
1. Schuld dan haftung
Seperti telah disebutkan bahwa pada umumnya, setiap debitur pada suatu kontrak atau perjanjian terdapat baik unsur schuld maupun unsur hafting sekaligus.Dengan demikian pada si debitur mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasinya, tetapi dia juga mempunyai tanggung jawab yuridis sehingga hukum dapat memaksakannya untuk melaksanakan prestasinya, misalnya dengan melelang barang – barang yang
58 Hak dan Kewajiban dalam Kontrak, Loc.Cit.
59 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya, Bandung, 2007, hal 25.
dimilikinya, baik lewat pasal 1331 KUH Perdata, ataupun karena perbuatan hukum lain, misalnya adanya jaminan hutang.
2. Schuld tanpa hafting
Adanya bagi debitur mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasinya, tetapi bila dial alai dalam memenuhi prestasinya, maka hukum tidak dapat memaksanya. Dengan demikian pada debitur terdapat schuld tetapi tidak ada haftung.Contoh schuld dan haftung ini adalah
ikatan yang timbul dari perikatan wajar (naturlijke verbintennis).Dalam hal ini debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar hutangnya karena ridak ada haftung.Akan tetapi hutang sudah dibayar, dia tidak dapat meminta kembali pembayarannya itu karena ada haftung.
3. Haftung tanpa schuld
Dapat juga terjadi terhadap debitur tertentu tidak terdapat kewajiban untuk melaksanakan prestasi (jika tidak ada schuld), tetapi terdapat tanggung jawab hukum jika hutang tidak dibayar (haftung) berupa pelelangan harta bendanya.Dalam hal ini dikatakan bahwa terhadap debitur tersebut tidak terdapat schuld tetapi tidak ada haftung.Akan teapi yang jelas, tidak mungkin ada haftung tanpa schuld sama sekali, yang ada hanyalah ada haftung tanpa schuld pada satu orang, tetapi schuldnya berbedapada orang lain.
4. Haftung dengan schuld pada orang lain 5. Schuld dengan haftung terbatas
Dalam hal ini pada seseorang debitur terdapat schuld.Disamping itu kepada dia dibebankan juga haftung secara terbatas.Misalnya ahli waris yang mempunyai kewajiban pendaftaran, berkewajiban membayar hutang - hutang pewaris tetapi hanya sebatas hartanya pewaris yang sudah diwariskan tersebut.
Pada dasasarnya wanprestasi secara umum adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan ridak menurtu selayaknya.Seseorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi apabila debitur melaksanakan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang telah ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak sepatutnya.
Tindakan debitur yang melaksanakan kewajiban dengan tidak tepat waktu atau tidak sepatutnya jelas merupakan pelanggaran bagi hak kreditur.Wanprestasi sebagai suatu perbuatan yang dapat merugikan kreditur, dapat hilang dengan alas an adanya sesuatu keadaan memaksa (overmacht).Suatu keadaan dalam suatu perjajian dikatakan sebagai keadaan memaksa apabila keadaan tersebut benar - benar tidak dapat diperkirakan oleh si debitur. Namun, debitur harus membuktikan akan adanya keadaan memaksa di luar perhitungan atau kemampuannya.60
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi dan dilakukannya.
Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam :
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
60 R. Setiawan, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Cetakan Ketiga, Putra Abadin, Bandung, 2000, hal. 17.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Seseorang baru dikatakan wanprestasi apabila dia telah memperoleh pernyataan lalai berupa surat teguran dari pihak kreditur. Hal ini merupakan perwujudan itikad baik untuk menyelesaikan masalah tanpa harus melalui pengadilan. Apabila surat teguran ini tidak diperdulikan oleh debitur, maka kreditur berhak membawa persoalan ini ke pengadilan. Tindakan wanprestasi membawa dampak terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Apabila debitur dalam keadaan wanprestasi maka kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan, sebagaimana disebutkan pasal 1267 KUH Perdata yaitu :
1. Dapat menuntut pembatalan / pemutusan perjanjian.
2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.
3. Dapat menuntut penggantian kerugian.
4. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
5. Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian.
Bilamana kreditur hanya menuntut ganti kerugian, ia dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan dan pembatalan perjanjian, sedangkan kalau kreditur hanya menuntut pemenuhan perikatan tuntutan ini sebenarnya bukan sebagai sanksi atau kelalaian, Karena pemenuhan perjanjian
merupakan kesanggupan debitur untuk melaksanakannya. Mengenai hal terjadinya wanprestasi, suatu perjanjian dapat terus berjalan, tetapi kreditur juga berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan pelaksanaan prestasi disebabkan kreditur seharusnya akan mendapatkan keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.
Tidak setiap kerugian yang diderita oleh kreditur harus diganti oleh debitur.
Dalam pasal 1246 KUH Perdata menyatakan bahwa debitur hanya wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang memenuhi dua syarat yaitu :
1. Kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu perjanjian dibuat.
2. Kerugian yang merupakan akibat langsung dana serta merta daripada ingkar janji.
Tujuan dari gugatan wanprestasi adalah untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian tersebut terpenuhi. Ganti rugi dalam gugatan wanprestasi adalah sejumlah kehilangan keuntungan yang diharapkan atau dikenal dengan expectation loss.Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan melawan hukum, hukum perjanjian tidak begitu membedakan apakah suatu perjanjian tidak dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibatnya, umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan – perhitungan tertentu, kecuali tidak dilaksanakan perjanjian tersebut karena alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi.61
61Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Jual Beli, http://gumilar.69.blogspot.co.id/HakDan
Force majeure arau yang sering diterjemahkan sebagai keadaan memaksa
merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak atau perjanjian, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur, sementara debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk. Pasal 1244 KUH Perdata menyatakan bahwa :
“Jika ada alas an untuk itu, si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakanya dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”
Dalam hal ini, kejadian – kejadian yang merupakan force majeure tersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya. Sebab, jika para pihak sudah menduga sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka sudah seharusnya hal tersebut harus sudah dinegosiasi diantara para pihak. Dengan demikian, bahwa peristiwa yang merupakan force majeure tersebut tidak termasuk ke dalam asumsi dasar dari para pihak ketika perjanjian tersebut dibuat.
Wanprestasi berupa tidak sempurnanya memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum perjanjian walaupun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah melaksanakan substansial performance terhadap perjanjian yang bersangkutan, maka tidak berlaku lahi doktrin execption non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan bahwa apabila salah
KewajibanParaPihakDalamJualBeli, diakses pada 10 november 2016.
satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain dapat juga melaksanakan prestasinya.
Dalam perjanjian pengadaan barang / jasa juga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyedia serta pengguna barang / jasa seperti pada debitur serta kreditur dalam sebuah kontrak yang mengikat kedua belah pihak.
Hak dan tanggung jawab dari masing-masing pihak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah adalah diatur sebagai berikut :
1. Setelah penandatanganan kontrak, apabila diperlukan para pihak dapat melakukan pemeriksaan kondisi lapangan dan hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara. Apabila dalam pemeriksaan bersama mengakibatkan perubahan isi kontrak, maka harus dituangkan dalam agenda kontrak
2. Penyedia barang jasa dapat menerima uang muka dari pengguna
barang/jasa dengan jumlah setinggi tingginya 30% untuk usaha kecil dan 20% untuk usaha selain kecil dan penyedia jasa konsultansi dengan memperhitungkan angsuran uang muka pada setiap angsuran berikutnya).
3. Penyedia barang / jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mengontrakkan kepada pihak lain
4. Penyedia barang / jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apa pun, kecuali disubkontrakkan kepada penyedia barang / jasa spesialis.
5. Terhadap pelanggaran atas larangan sebagaimana mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mengontrakkan kepada pihak lain, maka dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang / jasa, sedangkan Unit Layanan Pelayanan (ULP) adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang / jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.62
Dengan kewenangan yang diberikan oleh menteri atau institusi lain kepada Unit Layanan Pelayanan sebagai unit layanan pengadaan, maka proses pengadaan barang mulai dari persiapan sampai kepada penetapan pemenang merupakan kewenangan Unit Layanan Pelayanan (ULP). Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai dengan kewenangannya menetapkan dan menandatangani kontrak. Dari mekanisme pembagian kewenangan tersebut, yang menjadi permasalahan adalah tidak dilibatkannya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proses pengadaan, yang dapat menimbulkan kerawanan dan rentan menjadi sumber tindak pidana korupsi, apalagi dengan naiknya nilai dan jenis pengadaan langsung, ataupun dalam hal proses pengadaan barang/jasa lainnya.
Oleh karena itu sebelum menetapkan dan menandatangani kontrak perlu kiranya dipikirkan membuat semacam surat pernyataan tanggung jawab mutlak atas
62 Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.Op.cit.
proses penetapan pemenang walaupun sudah ada fakta integritas, digunakan sebagai rujukan apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran hukum.
Sebelum dilakukan menandatanganan kontrak, tentu isi dari pasal - pasal umumnya sudah mencakup hak dan kewajiban para pihak.Namun dalam hal pejabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani kontrak harus tahu hak dan kewajibannya. Bagaimana mungkin dapat memutuskan apa yang harus dilaksanakan jika tidak diketahui apa yang telah diperjanjikan diantara para pihak (khususnya pengguna barang / jasa).
Berdasarkan ketentuan pasal 1313 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa perjanjian, mengikat para pihak dan kesepakatan yang tercapai dari (pernyataan) kehendak para pihak yang menentukan terbentuknya perjanjian.Selanjutnya pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Selanjutnya, berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata menentukan syarat mutlak dalam perjanjian, sehingga apabila salah satu tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan atau batal demi hukum.Oleh karena itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) haruslah dipastikan bahwa perbuatan hukum tersebut memenuhi sekurang-kurangnya keempat unsur perjanjian.
Dikaitkan dengan kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di satu sisi dan Unit Layanan Pelayanan (ULP) di sisi lain yang mempunyai hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban, maka setelah pemenangnya di tetapkan oleh Unit Layanan Pelayanan (ULP), maka bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memastikan bahwa suatu perbuatan hukum adalah perjanjian.
Langkah selanjutnya adalah memeriksa keabsahan dari perjanjian tersebut.Sah atau tidaknya perjanjian dapat dipastikan dengan mengujikannya terhadap 4 (empat) syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata seperti tersebut di atas.
Namun dalam konteks pengadaan barang / jasa ini, dikaitkan dengan pasal 1320 KUH Perdata, salah satu unsur dari sahnya perjanjian yaitu suatu hal tertentu.Apa yang dimaksud suatu hal tertentu tidak lain adalah apa yang menjadi kewajiban penyedia barang / jasa dan apa yang menjadi hak dari pengguna barang/jasa. Oleh karena itu para pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada waktu membentuk perjanjian harus sudah secara terperinci menyatakan apa yang menjadi hak / kewajiban masing - masing.
C. Prosedur Pembentukan Perjanjian Pengadaan Barang Berdasarkan Hukum oleh CV. Mas Ayu Lestari Kepada Pihak Usaha Dagang
Pengadaan barang / jasa di Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :63
63Ibid., Pasal 4 ayat (1)
1. Menggunakan penyedia barang / jasa
Yaitu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak penyedia barang / jasa setelah melalui proses pemilihan penyedia barang / jasa dengan metode pemilihan yang ditentukan
2. Swakelola
Yaitu pekerjaan yang dilaksanakan sendiri oleh pengguna barang / jasa, atau dikuasakan kepada instansi pemerintah bukan penanggung jawab anggaran / kelompok masyarakat / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Metode pemilihan penyedia barang / jasa terdapat 7 (tujuh) metode, yakni sebagai berikut :64
adalah metode pemilihan penyedia barang / jasa yang dilakukan secara terbatas (karena jumlah penyedia barang / jasa yang diyakini mampu terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks) dengan pengumuman secara luas sekurang - kurangnya di satu surat kabar nasional atau satu surat kabar provinsi dengan mencantumkan penyedia barang / jasa yang telah diyakini a. Pelelangan Umum
adalah metode pemilihan penyedia barang / jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas sekurang - kurangnya di satu surat kabar nasional atau satu surat kabar provinsi.
b. Pelelangan Sederhana
aitu metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa lainnya untuk pengadaan yang tidak kompleks dan bernilai paling tinggi Rp.200.000.000,- (dalam draft perubahan Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi Rp5.000.000.000).
c. Pelelangan Terbatas
64Cara Pemilihan Pengadaan Barang / Jasa, http://ahmad.wikia.com/wiki/Pengadaan_
Barang/Jasa_Pemerintah/Metode/Cara_Pemilihan_Pengadaan, diakses pada 10 november2016.
mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang / jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
d. Pemilihan Langsung
Merupakan metode pemilihan yang membandingkan sebanyak - banyaknya penawaran dan sekurang - kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang / jasa yang telah lulus prakualifikasi. Metode ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang bernilai di antara Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta) sampai Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
e. Penunjukan Langsung
Metode ini langsung menunjuk 1 (satu) penyedia barang / jasa dengan cara melakukan negosiasi teknis maupun harga. Biasanya digunakan dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus. Termasuk apabila nilai pengadaan dibawah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) penunjukan langsung juga merupakan dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) penyedia barang / jasa. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus pemilihan penyedia barang / jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
f. Pengadaan Langsung
Yaitu pengadaan barang / jasa langsung kepada penyedia barang / Jasa, tanpa melalui pelelangan / seleksi / penunjukan langsung dan dapat dilakukan terhadap pengadaan barang / pekerjaan konstruksi / jasa lainnya
yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,-(dalam draft perubahan Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi Rp200.000.000)
g. Kontes / Sayembara
Kontes / sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan penyedia barang / jasa lainnya yang merupakan hasil industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
Pengadaan pupuk yang dilakukan oleh CV. Mas Ayu Lestari kepada pihak usaha dagang di daerah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara memiliki berbagai proses serta perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak. CV.
Mas Ayu Lestari sebagai pihak distributor dari PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) selaku produsen memiliki perjanjian pengadaan pupuk bahwasanya dalam perjanjian tersebut PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) telah menunjuk CV. Mas Ayu Lestari sebagai distributor dari PT. Pupuk Iskandar Muda itu sendiri.
Sehingga CV. Mas Ayu Lestari dapat melaksanakan perjanjian pengadaan pupuk
Sehingga CV. Mas Ayu Lestari dapat melaksanakan perjanjian pengadaan pupuk