PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEREMPUAN
4.2 Hak Perempuan dalam CEDAW
Pada tanggal 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB meng-adopsi Convention on The Elimination of All Forms of
Discrimi-4 Ibid, hlm. 41-42
nation Against Women (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan). Konvensi tersebut dinyatakan berlaku sebagai suatu perjanjian internasional pada tanggal 3 Sep-tember 1981 setelah 20 negara meratifikasinya. Hingga kini sudah 178 negara, atau lebih dari 90 persen negara anggota PBB, merati-fikasi atau menyetujui Konvensi tersebut. Diantara perjanjian HAM internasional, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan merupakan konvensi tentang perlindungan dan penegakan hak perempuan yang paling komprehensif, dan sangat penting karena menjadikan segi kemanusiaan perempuan, yang me-rupakan lebih dari sebagian jumlah penduduk dunia, sebagai fokus dari keprihatinan HAM. Jiwa dari konvensi tersebut berakar dalam tujuan dari Piagam PBB, yaitu penegasan kembali kepercayaan pada HAM, harkat dan martabat setiap diri manusia dan persamaan hak laki-laki dan perempuan. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan secara komprehensif mem-berikan rincian mengenai arti persamaan hak perempuan dan laki-laki, dan langkah tindak yang diperlukan untuk mewujudkannya.5
Dengan keluarnya CEDAW atau biasa disebut Konvensi Wanita, dan telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, merupakan langkah maju bagi perlindungan dan penegakan HAM perempuan. Peme-rintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk menuangkan prinsip-prinsip dari Konvensi Wanita dalam peraturan perundang-undangan.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh Konvensi Perempuan perlu dipahami untuk dapat menggunakannya :6
1. Sebagai alat untuk advokasi
2. Sebagai kerangka untuk merumuskan strategi pemajuan dan penegakan hak perempuan
5 Ibid, hlm. 129-130
6 Ibid, hlm. 135
3. Sebagai alat untuk menguji apakah suatu kebijakan, aturan atau ketentuan mempunyai dampak dalam jangka pendek atau jangka panjang, yang merugikan perempuan.
Prinsip-prinsip itu terjalin secara konseptual dalam Pasal 1-16 Konvensi Perempuan. Konvensi Perempuan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :7
1. Prinsip Persamaan (keadilan dan kesetaraan) Substantif, yaitu persamaan hak, kesempatan, akses, dan penikmatan manfaat.
2. Prinsip Non-Diskriminasi 3. Prinsip Kewajiban Negara
Prinsip-prinsip tersebut yang berasaskan kemanusiaan yang adil dan beradab, saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Secara ringkas, prinsip persamaan substantif yang dianut Kon-vensi Perempuan adalah :8
1. Langkah tindak untuk merealisasi hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitas/
kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan.
2. Langkah tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesetaraan dalam kesempatan dan akses dengan laki-laki serta menikmati manfaat yang sama.
3. Konvensi Perempuan mewajibkan negara mendasarkan kebijakan dan langkah-langkah pada prinsip-prinsip : (a) kesetaraan dalam kesempatan bagi perempuan dan laki, (b) kesetaraan dalam akses bagi perempuan dan laki-laki, (c) perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.
4. Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki (i) dalam kewarganegaraan, (ii) dalam perkawinan dan hubu-ngan hubuhubu-ngan keluarga, (iii) dalam perwalian anak.
7 Ibid
8 Ibid, hlm.136
5. Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
Prinsip Non Diskriminasi, definisi mengenai diskriminasi terhadap perempuan dimuat dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan:9
“Untuk tujuan Konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap perempuan” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan penga-kuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status per-kawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan pe-rempuan”.
Definisi diskriminasi yang dijelaskan pada Konvensi Perempuan, menjadi pedoman atau tolak ukur untuk menilai apakah kebijakan atau peraturan disebuah negara bersifat diskriminatif atau tidak terhadap perempuan.
Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar Kewajiban Negara meliputi hal-hal sebagai berikut :10
1. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.
2. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-langkah atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan akses perempuan pada peluang yang ada.
3. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasi hak perempuan
4. Tidak saja menjamin secara de jure tetapi juga secara de facto.
5. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya
9 Ibid, hlm.137
1 0Ibid
di sektor publik, tetapi juga melaksanakannya terhadap tin-dakan orang-orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.
Substansi Konvensi Perempuan :11
1. Konvensi menetapkan bahwa perempuan memiliki hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya, yang harus dinikmati oleh perempuan atas dasar persamaan dengan laki-laki terlepas dari status perkawinan mereka (Pasal 1).
2. Konvensi menegaskan bahwa diskriminasi terhadap perem-puan merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
3. Konvensi mewajibkan Negara untuk melindungi, memaju-kan, dan memenuhi hak asasi perempuan (Pasal 2).
4. Memasukkan prinsip persamaan antara perempuan dan laki-laki dalam sistem hukum.
5. Menegakkan perlindungan hukum terhadap perempuan dari setiap tindakan diskriminasi, melalui peradilan nasional yang kompeten dan institusi publik lainnya.
6. Menjamin penghapusan segala perlakuan diskriminatif terhadap perempuan oleh orang, organisasi atau perusahaan.
7. Mencabut semua aturan dan kebijakan dan praktek yang diskriminatif terhadap perempuan.
8. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskrimi-natif terhadap perempuan.
9. Konvensi mewajibkan Negara melakukan langkah tindak proaktif disemua bidang, khususnya dibidang politik, sosial, ekonomi, budaya, serta menciptakan lingkungan dan kondisi yang menjamin pengembangan dan kemajuan perempuan (Pasal 3).
10. Konvensi mewajibkan Negara untuk melakukan langkah tindak atau tindakan khusus sementara untuk mempercepat kesetaraan dalam perlakuan dan kesempatan perempuan dan
11 Ibid, hlm.140-141
laki-laki (Pasal 4(1)) Peraturan dan tindakan khusus yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak dianggap sebagai diskriminatif (Pasal 4(2)).
11. Konvensi mewajibkan Negara untuk menghapus pola ti-ngkah laku sosial dan budaya berdasarkan inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin (Pasal 5(1)).
12. Konvensi menegaskan bahwa kehamilan merupakan fungsi sosial dan pengasuhan anak sebagai tugas bersama laki-laki dan perempuan (Pasal 5(2)).
13. Konvensi mewajibkan Negara untuk menghapus perdaga-ngan perempuan dan eksploitasi pelacuran (Pasal 6).
Konvensi mewajibkan Negara mewujudkan persamaan sub-stantif antara perempuan dan laki-laki dalam bidang-bidang:12
1. Kehidupan politik dan publik (Pasal 7)
2. Mewakili Negara ditingkat internasional dan berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi internasional (Pasal 8).
3. Memperoleh, mengubah atau mempertahankan kewargane-garaannya (Pasal 9).
4. Pendidikan, termasuk turut serta dalam kurikulum dan ujian yang sama, serta staf pengajar, gedung, dan peralatan se-kolah dengan mutu yang sama (Pasal 10).
5. Ketenagakerjaan, termasuk bekerja sebagai hak asasi ma-nusia, hak atas kesempatan kerja yang sama, secara bebas memilih profesi dan pekerjaan, upah yang sama termasuk tunjangan dan perlakuan yang sama sehubungan dengan pe-kerjaan yang sama nilainya, maupun hak atas jaminan sosial, perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja, dan perlindungan fungsi reproduksi (Pasal 11).
6. Pemeliharaan kesehatan, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan keluarga berencana, ke-hamilan dan menyusui (Pasal 12).
1 2Ibid, hlm.142
7. Hak atas tunjangan keluarga, pinjaman bank dan bentuk-bentuk lain kredit permodalan, kegiatan rekreasi, olah raga, dan lain-lain (Pasal 13).
8. Perkawinan dan keluarga, termasuk hak untuk memasuki jenjang perkawinan, memilih pasangan, serta hak dan kewa-jiban yang sama sebagai orangtua dalam urusan yang berkaitan dengan anak-anak mereka (Pasal 16).
9. Konvensi memberikan perhatian pada masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan pedesaan dan meng-hapus diskriminasi terhadap perempuan di daerah pedesaan sehingga mereka dapat turut serta dalam, dan menikmati man-faat dari pembangunan desa (Pasal 14).
10. Menjamin persamaan hak perempuan dan laki-laki dimuka hukum, kecakapan hukum yang sama, dan menghormati mo-bilitas orang-orang serta pilihan tempat tinggal dan domisili (Pasal 15).
Ada beberapa langkah tindak yang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan laki-laki:13
Substansi Hukum dan Kebijakan :
1. Mengintegrasikan prinsip persamaan substantif antara laki-laki dan perempuan dalam sistem hukum.
2. Menghapus peraturan perundang-undangan yang diskrimi-natif dan menetapkan peraturan baru yang melarang diskri-minasi terhadap perempuan.
3. Menerapkan norma dan standar yang ditetapkan dalam Kon-vensi Perempuan dalam menyusun kebijakan, perencanaan, melaksanakan, dan memantau pelaksanaan kebijakan di tingkat nasional maupun lokal untuk melindungi, mening-katkan, dan memenuhi hak asasi perempuan.
13 Ibid
Struktur dan proses institusional :
1. Mengembangkan kapasitas lembaga yang melaksanakan atau menegakkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan baru yang non diskriminatif.
2. Menetapkan mekanisme kelembagaan untuk memantau perkembangan pemenuhan hak asasi perempuan dan mem-berikan laporan publik mengenai hasil-hasilnya.
Budaya :
Meningkatkan kesadaran dan komitmen Negara (Eksekutif, Yudikatif, Legislatif, dan seluruh masyarakat) akan persamaan hak asasi perempuan dan laki-laki seperti yang dijamin dalam Kon-vensi Perempuan.