2.1.4.1Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Program
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Kata tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi
“evaluasi” (Arikunto dan Cepi Safruddin, 2008: 1).
Untuk mengetahui keberhasilan sebuah program pendidikan dilakukan tahap evaluasi. Evaluasi merupakan upaya penilaian secara sistematis untuk melihat sejauhmana efisiensi suatu program masukan (input) untuk memaksimalkan keluaran (output), evaluasi juga digunakan untuk mencapai tujuan dari program pencapaian hasil atau afektifitas, dan kesesuaian program kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga termasuk salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan. Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.
Sedangkan menurut pengertian istilah
untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk
memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009: 50). Lebih lanjut menurut Arikunto (2008 : 1) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Menurut Stufflebeam (dalam Lababa, 2008: 75), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Masih (dalam Lababa, 2008: 25), Worthen dan Sanders
mendefinisikan “evaluasi sebagai usaha mencari
sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur
tertentu”. Lebih lanjut Danim (2002: 14) mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil
pelaksanaan yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai.
2.1.4.2 Tujuan evaluasi program
Tujuan diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto, 2008: 18). Lebih lanjut menurut Arikunto (2008: 19), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
Implementasi program harus senantiasa dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi
serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
2.1.4.3Model-model Evaluasi Program
Dalam menentukan apakah sebuah model tepat bagi suatu jenis program, maka perlu dianalisis masing-masing pihak yang akan dipasangkan. Dalam hal ini yang dipasangkan adalah program dengan jenisnya dan model evaluasi. Ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun antara satu dengan yang lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program. Menurut Isaac (dalam Arikunto dan Jabar, 2008: 40), menyebutkan 4 macam model evaluasi, yaitu (1) berorientasi pada tujuan program (good oriented), (2) berorientasi pada keputusan (decision oriented), (3) berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya (transactional oriented), (4)
berorientasi pada pengaruh dan dampak program (research oriented).
Beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program adalah stufflebeam, Metfessel, Michael Sriven, Stake, dan Glaser. Model-model evaluasi antara lain yaitu: 1. Model Goal Oriented Evaluation, adalah model
evaluasi yang dikemukakan oleh Tyler, yaitu goal oriented evaluation atau evaluasi yang berorientasi pada tujuan, yaitu sebuah model evaluasi yang menekankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Model evaluasi yang berorietasi pada tujuan cocok diterapkan untuk mengevaluasi program yang jenisnya pemrosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas keterlaksanaan tujuan, dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Lebih jelasnya model ini akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2.Model Goal Free Evaluation, model evaluasi dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler. Dalam model Goal Free Evaluation Model (evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan.
3.Formatif-Sumatif Evaluation Model. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek evaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evalusi sumatif).
4. Countenance Evaluation Model, model ini dikembangkan oleh Stake. Model Stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments).
5.CSE-UCLA Evaluation Model. CSE merupakan
singkatan dari Center for the study of evaluation, UCLA merupakan singkatan dari University of california in los angeles. Ciri dari model CSE_UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.
6.CIPP Evaluation Model. Model CIPP ini
dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu 1) context evaluation: evaluasi terhadap konteks, 2) Input Evaluation : evaluasi terhadap masukan, 3) Procces Evaluation: evaluasi terhadap proses, 4) Product evaluation: evaluasi terhadap hasil.
Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
7. Discrepancy Model. Model ini menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen.
2.1.4.4Evaluasi Model Goal Oriented
Model Goal Oriented Evaluation ini merupakan model yang muncul paling awal, yang dikembangkan oleh Tyler. Objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mengecek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana didalam proses pelaksanaan program (Arikunto, 2008: 52). Goal oriented evaluation atau evaluasi yang berorientasi pada tujuan, merupakan sebuah model evaluasi yang menekankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Model evaluasi yang berorientasi pada tujuan cocok diterapkan untuk mengevaluasi program yang jenisnya pemrosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas
keterlaksanaan tujuan, dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (Arikunto, 2008: 53).
Stephen Isaac dan Willian B. Michael (dalam Arikunto, 2008: 75) Dalam model Goal Oriented Evaluation ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (discrepancy) yang ada dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai.
Pada tahap perencanaan dalam PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal, peneliti melakukan pantauan terhadap proses perencanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Peneliti mengecek secara terus menerus ketercapaian tujuan perencanaan dalam pembelajaran, dengan maksud untuk mengetahui apakah perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan standar baku perencanaan ataukah belum, serta untuk
mengetahui target dan tujuan perencanaan pembelajaran apakah sudah sesuai dengan tujuannya ataukah belum. Pengecekan ini dilakukan oleh peneliti secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga diketahui ketercapaian tujuan perencanaan program pembelajaran PAKEM.
Pada tahap pelaksanaan dalam PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal, peneliti melakukan pantauan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru di kelas. Peneliti melakukan pengecekan secara terus menerus ketercapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran PAKEM. Pengecekan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran PAKEM yang diterapkan oleh guru sudah sesuai dengan standar baku pembelajaran ataukah belum. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui ketercapaian target dan tujuan pembelajaran apakah sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran ataukah belum. Pengecekan ini dilakukan oleh peneliti secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga diketahui ketercapaian tujuan pelaksanaan program pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja.
Pada tahap evaluasi dalam PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal, peneliti secara terus menerus dan berkesinambungan melakukan pantauan terhadap evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru seusai pembelajaran, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil belajar. Peneliti melakukan pengecekan secara terus menerus ketercapaian tujuan evaluasi pembelajaran PAKEM. Pengecekan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah evaluasi pembelajaran PAKEM yang diberikan oleh guru sudah sesuai dengan tujuan evaluasi pembelajaran ataukah belum. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui ketercapaian target dan tujuan evaluasi pembelajaran apakah sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran ataukah belum. Pengecekan evaluasi pembelajaran dilakukan oleh peneliti secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga diketahui ketercapaian tujuan evaluasi program pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja antara yang distandarkan secara ideal dengan kondisi riil yang telah terjadi.
Evaluasi jenis Goal Oriented Evaluation memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.
a. Keunggulan :
1) Sistematis-simple, masuk akal, rasional. 2)Menggunakan pendekatan ilmiah.
3) Dibedakan konsep pengukuran dan evaluasi. 4)Dilegitimasi tidak hanya dari metoda
pengumpulan data konvensional.
5) Yang disajikan satu kurikulum/program, perbaikannya dipusatkan untuk evaluasi. 6)Mudah untuk dipahami dan dilaksanakan
meski oleh guru kelas. b. Kelemahan
1)Tidak ada pendapat yang konsisten mengenai siapa yang berhak memilih sasaran, atau sasaran mana yang dipilih. 2)Meskipun tujuan dapat didefinisi-kan dari
segi pelaksanaan, masalah untuk mendapatkan hasil pengukuran jauh dari yang diharapkan.
3)Tidak semua pelaksana kurikulum setuju tentang perlunya menetapkan tujuan terlebih dahulu.
4)Mengarah pada tidak adanya penilaian tegas/eksplisit paling tidak dalam pemberian imbalan merasakan.
5)Gagal untuk menyediakan cara mengevaluasi sasaran program.
6)Gagal untuk menyediakan cara memperoleh standard untuk menilai perbedaan kinerja dan sasaran.
7) Gagal untuk menyediakan cara menilai kekuatan dan kelemahannya.
8)Konvergen-konvergen pada hakekatnya: penutup prematur, kreativitas dimatikan semangatnya, dikunci pada sasaran sasaran. 9)Fokus didesain pre-post.