• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN

2. Hakekat Sikap

Secara sederhana dapat diuraikan bahwa sikap adalah cara seseorang melihat ‘sesuatu’ secara mental (dari dalam hati) yang mengarah pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, objek maupun kelompok tertentu. Sikap juga merupakan cerminan jiwa seseorang. Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain (melalui perilaku). Jika perasaan seseorang terhadap ‘sesuatu’ adalah positif maka akan terpancar pula perilaku positif dari individu bersangkutan menyikapi ‘sesuatu’ yang dihadapinya itu, dan sebaliknya.19 Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa alternatif.20

Menurut Bruno (1987) dalam Muhibbin Syah (2007), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara yang baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.21 Pendapat serupa dikemukakan oleh Ngalim Purwanto yang menjelaskan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.22 Reaksi yang timbul bisa berupa penerimaan atau penolakan tehadap suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik.

Sedangkan menurut Mar’at (1981) dalam Sholahuddin (2002), sikap tidak hanya sebagai suatu kecenderungan untuk bereaksi atau bertindak tetapi juga sebagai kesiapan dan kesediaan untuk bertindak terhadap suatu objek tertentu sebagai hasil interaksi sosial.23

19

Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian (Jakarta:Indeks, 2007) h. 51

20

Wina Sanjaya, op. cit. h. 277

21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru ( Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 120

22

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 141

23

Sarifudin, Pembelajaran Biologi Dalam Pembentukan Sikap Positif dan Etika Lingkungan (Jurnal Pendidikan Nilai, Tahun 9, Nomor 1, Mei 2002)

Hal serupa diungkapkan Gordon Allport dalam Vanda Rossdiana (2005), sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu,24 yang sependapat dengan Azjen yang menyatakan “An attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to an object, person, institution or event25.

Sedangkan Eagly dan Chaiken dalam Inge Hutagalung berpendapat bahwa sikap merupakan sebuah kecenderungan psikologis yang cepat dalam penilaian suatu fakta yang sungguh-sungguh ada dengan beberapa persetujuan secara positif ataupun negatif. Pernyataan ini didukung oleh Myers yang menyatakan “Attitude is favourable or unfavourable evaluative reaction toward something or someone, exhibited in one’s belief, feeling or intended behavior26. Maksud dari kedua pendapat ahli tersebut sama, bahwa sikap merupakan suatu penilaian.

Pendapat lain lagi dikemukakan Ellis S. Robert dalam Ngalim Purwanto yang menyatakan bahwa sikap meliputi pengetahuan dan situasi. Bagaimanapun, aspek yang mendasar dari suatu sikap yaitu berdiri di atas fakta seperti karakteristik perasaan atau emosi yang cenderung bereaksi dalam pergaulan.27

Dari berbagai pendapat tentang pengertian sikap tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kesediaan, kesiapan dan kecenderungan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu objek tertentu, reaksi tersebut bisa secara negatif (penolakan) atau pun positif (peneriamaan). Dengan demikian, sikap terhadap kesehatan merupakan respons (kesediaan, kesiapan dan kecenderungan) seseorang untuk bereaksi terhadap suatu objek (dalam penelitian ini kesehatan) yang

24

Vanda Rossdiana, Program Intervensi Sosial untuk Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Siswa Kelas IV SDN Pulorejo Mojokerto (Tesis Fakultas Psikologi UI, 2005), h. 40

25

Inge Hutagalung. Op. Cit. h. 52

26

Ibid

27

16

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

b. Komponen Sikap

Sears, Freeman dan Peplau menyatakan tiga komponen sikap, yaitu: (1). cognition, (2). affection, dan (3). behavior, sejalan dengan pendapat Krech, Krutcfield, dan Ballachey, yang mengemukakan bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu: (1). komponen kognitif, (2). perasaan, (3). kecenderungan bertindak (action tendency). Dengan adanya tiga komponen tersebut, Malim dan Birch yang dikutip oleh Nento menyatakan bahwa, respon seseorang terhadap suatu obyek disebabkan pula oleh tiga macam, yaitu: (1). Respon kognitif, yaitu persepsi tentang sesuatu atau kepercayaan, (2). Respon afektif, yaitu perasaan atau motivasi yang diarahkan terhadap suatu obyek, (3). Respon konatif atau behavioral, yaitu respon perilaku yang berkaitan dengan obyek atau perhatian perilaku lainnya.28

Ketiga komponen sikap tersebut diuraikan dalam Ikhwan Luthfi dkk sebagai berikut:

a. Komponen kognitif

Mann (1969, dalam Azwar) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.

c. Komponen konasi atau psikomotor

Komponen ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

28

Neneng Laila Hasanah, Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Mikrobiologi Dengan Sikap terhadap Kesehatan Siswa MAN Leuwiliang Bogor (Skripsi:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007) h. 15

Komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.29

Pendapat serupa dikemukakan Inge Hutagalung yang menjelaskan bahwa sikap mengandung tiga bagian, yaitu kognitif (keyakinan, kesadaran), afektif (perasaan), konatif (perilaku).30 Komponen kognitif adalah komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan seseorang mengenai objek sikap tertentu-fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Pendapat ini didukung oleh Roger Giner-Sorolla yang menyatakan “the affective component consist of emotions and feelings associated with the objek, as apposed either to overall evaluation”,31 Seung Lee Do dan Diane Lemonnier Schallert menambahkan bahwa sikap mencakup emosi, suasana hati dan beberapa aspek dari proses motivasi.32 Sedangkan komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat. Dengan mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka akan dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya.33 Sehingga ketika pengetahuan dan perasaan siswa sudah baik, maka perilaku kesehatannya diharapkan akan baik pula.

29 Ikhwan Luthfi, dkk, Psikologi Sosial (Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

h. 60-61

30

Inge Hutagalung. Op. Cit. h. 53

31

Roger Giner-Sorolla, Guilty Pleasures and Grim Necessities: Affective Attitudes in Dilemmas of Self-Contol (Jurnal of Personality and Social Psychology 2001, vol. 80. No. 2. 206-221)

32

Seung Lee Do dan Diane Lemonnier Schallert, Emotions and Classroom talk: Toward a Model of the Role of Affect in Students’ Experiences of Classrom Discussions (Jurnal of Educational Psychology 2004, vol 96. No. 4. 619-634)

33

18

c. Ciri-ciri Sikap (Attitude)

Menurut W.A. Gerungan (2004), ciri-ciri attitude, diantaranya: 1). Attitude tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau

dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya

2). Attitude dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang; atau sebaliknya, attitude-attitude dapat dipelajari sehinnga attitude-attitude dapat berubah pada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.

3). Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, attitude terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkaitan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas

4). Objek attitude dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5). Attitude mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan attitude dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.34

Pendapat serupa juga dikemukakan Sarwono dalam Neneng Laila Hasanah (2007), yang menyatakan ciri-ciri sikap sebagai berikut, yaitu:

1) Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek . obyek.

2) Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.

3) Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat yang berbeda-beda.

4) Dalam sikap tersangkut juga faktor-faktor motivasi dan perasaan. 5) Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.

34

6) Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacammacam sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.35

Pendapat lain dikemukakan Inge Hutagalung yang menyatakan ciri khas sikap adalah (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, benda, dll) dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).36

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat kita ketahui bahwa sikap dapat berubah-ubah, bisa positif maupun negatif, dan sikap dapat dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Sehingga ketika siswa mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan, kemudian dibantu dengan proses pembelajaran yang mengedepankan nilai kesehatan, maka sikap siswa akan berubah menjadi lebih peduli terhadap kesehatan.

d. Jenis Sikap

Sikap dapat dibedakan atas bentuknya menjadi sikap positif dan sikap negatif.

1). Sikap Positif

Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang memperhatikan hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan daripada kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Sesuatu yang indah dan membawa seseorang untuk selalu dikenang, dihargai, dihormati oleh orang lain. Untuk menyatakan sikap positif, seseorang tidak hanya mengekspresikannya melalui wajah, tetapi juga dapat melalui bagaimana cara ia berbicara, berjumpa dengan orang lain, dan cara menghadapi masalah.37

35

Neneng Laila Hasanah, Op.Cit. h. 14

36

Inge Hutagalung. Op. Cit. h. 52

37

20

Usaha yang dapat dilakukan untuk menuju sikap positif adalah (1) tumbuhkan pada diri sendiri suatu motif yang kuat. Selalu mengingatkan diri bahwa sesuatu yang positif akan diperoleh dari kebiasaan baru, 92) jangan biarkan perkecualian sebelum kebiasaan baru mengakar di kehidupan pribadi, (3) berlatih dan berlatih terus dalam setiap kesempatan, tanpa rasa jenuh dan bosan.38

2). Sikap Negatif

Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat. Sesuatu yang menunjukkan ketidakramahan, ketidak menyenangkan, dan tidak memiliki kepercayaan diri.39

Untuk menghilangkan sikap negatif adalah (1) belajar mengenali sifat diri, bersikap jujur terhadap diri atau tanyalah pada seseorang yang dipercaya dan dihormati mengenai sifat negatif diri, (2) akui bahwa sikap negatif itu memang dilakukan.40

e. Pembentukan dan Perubahan Sikap

Setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing. Faktor tersebut adalah perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan situasi lingkungan.41

Di dalam kehidupan manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Peranan pendidikan dalam pembentukan sikap pada anak didik adalah sangat penting. Menurut Ellis, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan ialah: kematangan (maturation), keadaan fisik siswa,

38

Ibid.

39

Inge Hutagalung. op. cit. h. 56-57

40

Inge Hutagalung. op. cit. h. 57

41

pengaruh keluarga, lingkungan sosial, kehidupan sekolah, pendidik, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar42

Menurut W.A. Gerungan, dalam pembentukan dan perubahan attitude itu terdapat faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal di dalam diri manusia yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya. Sedangkan faktor eksternal antara lain sifat, isi pandangan baru yang ingin diberikannya itu, siapa yang mengemukakannya dan siapa yang menyokong pandangan baru tersebut, dengan cara bagaimana pandangan itu diterangkan, dalam dalam situasi bagaimana attitude baru itu diperbincangkan (situasi interaksi kelompok, situasi orang sendirian, dan lain-lain).43

Menurut Inge Hutagalung, sikap terbentuk melalui proses pembiasaan (conditioning). Lebih sering kebiasaan dilakukan, semakin melekat dan bertambah sulit untuk dihilangkan. Usaha untuk mengembangkan kebiasaan baru dapat dilakukan dengan (1) tumbuhkan pada diri sendiri suatu motif yang kuat untuk merubah kebiasaan buruk, (2) setiap kali akan bertindak, pikirkan untung-ruginya, (3) antusias-positive thinking, (4) belajar meyakini diri sendiri, (5) kurangi rasa khawatir diri, meragukan diri, iri hati, tidak bisa membuat diri senang dalm situasi dan kondisi yang dihadapi, (6) tingkatkan kemampuan untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan diri, (7) berlatih, berlatih dan berlatih pada setiap kesempatan.44

Pendapat tersebut didukung oleh Wina Sanjaya yang menyatakan bahwa proses pembentukan sikap dapat dilakukan melalui pola kebiasaan dan modeling

42

M. Ngalim Purwanto, op. cit. h. 142

43

W.A. Gerungan. op.cit. h. 167-168

44

22

1). Pola Pembiasaan

Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya, perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut; dan perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah.4 5

Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operant conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan Skinner. Pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik, diberikan penguatan (reinforcement) dengan memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama-kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.46

2). Modeling

Proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan (imitasi). Prinsip peniruan ini yang dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.47

Proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan.

45

Wina Sanjaya. Op. Cit. H. 277-278

46

Ibid. h. 278

47

Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.48

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap: 1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dalam objek psikologi.

2. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan

3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Others)

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

4. Media massa

Media massa berupa media cetak dan elektronik Media massa Media massa berupa media cetak dan elektronik. massa, adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

48

24

6. Faktor Emosional49

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).

Berikut ini disajikan diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo:50

Gambar 2.2. Diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi Berdasarkan diagram di atas, sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Tetapi sikap tertutup tersebut dapat berubah menjadi tingkah laku yang terbuka. Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama.

Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap. 1. Pengetahuan (kognitif)

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Penelitian ini mengukur sikap siswa pada kesehatan sehingga akan disampaikan indicator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

49

Neneng Laila Hasanah, Op.cit. h. 18-19

50

Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003), h. 125 Stimulus rangsangan Proses stimulus Sikap (tertutup) Reaksi Tingkah laku (terbuka)

a) pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya

b) pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi: jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya, pentingnya olah raga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba dan sebagainya, pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan dan sebagainya

c) pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi:, manfaat air bersih, cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan dan sebagainya. 2. Sikap (afektif)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit), proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni

a) Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya. b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Yang dimaksud disini adalah pendapat atau penilaian terhadap

26

makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatan.

c) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.

3. Praktik atau tindakan (konatif)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Oleh sebab itu indicator praktik kesehatan juga mencakup hal-hal di atas (pengetahuan dan sikap), yakni:

a) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup: a. pencegahan penyakit, misalnya: mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada waktu bekerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya, dan b. penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya.

b) Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Tindakan atau perilaku ini mencakup: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olah raga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya.

c) Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban (WC), membuang sampah di tempat sampah,

menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya.51

Secara teori memang perubahan perilaku atau afektif itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui proses perubahan kognitif – afektif – konatif. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses perubahan sikap tidak selalu seperti teori.

f. Pengukuran Sikap

Sikap tidak dapat dilihat secara langsung. Untuk mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap objek sikap tertentu, haruslah melihat melalui ketiga komponen sikap, yaitu pengetahuan (kognisi), perasaan (afeksi), dan perilaku (konasi).

Menurut Inge Hutagalung, teknik mengukur sikap ada beberapa jenis, yaitu:

1). Teknik Perbandingan Fisik (Judgement Technique)

Teknik ini masih menggunakan perbandingan fisik untuk menentukan sikap terhadap objek sikap tertentu (misalnya, A lebih berat dari B, X lebih keras dari Y, dan sebagainya). Menurut Thurstone, penilaian (judgement) orang sebagai hasil memperbandingkan ini dapat diukur dalam bentuk skala.52

2). Teknik Psikologi (Method of Summated Ratings)

Teknik pengukuran ini sepenuhnya psikologik. Yaitu, teknik yang tidak menggunakan perbandingan fisik yang dianggap terlalu rumit. Dasar dari teknik ini adalah bahwa evaluasi seseorang terhadap sebuah objek sikap dapat diskalakan tanpa harus membuat perbandingan fisik terlebih dahulu. Caranya adalah dengan mengumpulkan sejumlah pernyataan tentang suatu sikap. Pernyataan-pernyataan ini terdiri atas pernyataan positif maupun negatif dan meliputi komponen kognitif (misalnya, X adalah sesuatu yang bermanfaat, X memudahkan saya melakukan Y, X

51

Ibid. h. 128-131

52

28

berbahaya jika dalam keadaan Z, dan sebagainya), komponen afektif (misalnya, saya suka X, atau saya tidak senang Y), dan komponen konatif (misalnya, saya berusaha mendapatkan X, atau saya menghindari Y). selanjutnya, melalui prosedur tertentu, dari sejumlah pernyataan tertentu itu dipilih mana yang valid, dan mana yang tidak valid. Butir-butir pernyataan yang valid dirangkai dalam suatu alat ukur. Hasil pengukuran adalah skor rata-rata dari jawaban subjek terhadap setiap pernyataan. Makin tinggi skor, makin positif sikapnya dan makin kecil skornya, makin negatif sikapnya. Teknik ini dikembangkan oleh Likert (1932) dan dinamakan method of summated ratings.53

3). Teknik Skala Jarak Sosial (Social Distance Scale)

Gabungan dari pengukuran fisik dan psikologik terdapat pada skala Bogardus. Teknik yang dikembangkan dalam ilmu sosiologi

Dokumen terkait