• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran konsiderasi terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat: kuasi eksperimen pada konsep pencemaran di SMK Islam Ruhama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran konsiderasi terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat: kuasi eksperimen pada konsep pencemaran di SMK Islam Ruhama"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONSIDERASI

TERHADAP SIKAP SISWA

PADA POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT

(Kuasi Eksperimen Pada Konsep Pencemaran di SMK Islam Ruhama)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

G USTIN I

NIM :105016100497

PROG RA M STUD I PEN D ID IKA N BIO LO G I

JURUSA N PEN DID IKA N ILM U PENG ETA HUA N A LA M

FA KULTA S ILM U TA RBIYA H D A N KEG URUA N

UNIV ERSITA S ISLA M NEG ERI SYA RIF HID A YA TULLA H

JA KA RTA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI

Skripsi berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi Terhadap Sikap Siswa Pada Pola Hidup Bersih dan Sehat, yang disusun oleh Gustini, NIM : 105016100497, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Biologi telah melalui bimbingan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, Juni 2010

Yang Mengesahkan

Pembimbing I

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si NIP. 19540310 198803 1001

Pembimbing II

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Skripsi yang berjudul ”PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONSIDERASI TERHADAP SIKAP SISWA PADA POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT (Kuasi Eksperimen Pada Konsep Pencemaran Lingkungan di SMK Islam Ruhama)” disusun oleh Gustini, NIM 105016100497, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dinyatakan LULUS pada Ujian Munaqosah tanggal 8 Maret 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada bidang Pendidikan Biologi.

Jakarta, 8 Maret 2011

Panitian Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda tangan Ketua (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc. NIP. 19700209 200003 2 001

... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.pd. NIP. 19790510 200604 2001

... ... Penguji I

Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA NIP. 19520609 198103 1 004

... ...

Penguji II

Eny S. Rosyidatun, MA NIP. 19750924 200604 2 001

... ...

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(4)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONSIDERASI

TERHADAP SIKAP SISWA PADA POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT

(Kuasi Eksperimen Pada Konsep Pencemaran Lingkungan

di SMK Islam Ruhama)

Gustini

105016100497

Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh model konsiderasi terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas berupa model konsiderasi (X) dan variabel terikat berupa sikap siswa pada kesehatan (Y). penelitian ini dilaksanakan di SMK Islam Ruhama-Cirendeu pada bulan Mei tahun 2010 dengan menggunakan metode kuasi eksperimen. Jumlah sampel yang digunakan adalah 47 siswa, 23 siswa di kelas eksperimen dan 24 siswa di kelas kontrol. Analisis data menggunakan teknik statistik parametrik dengan uji hipotesanya menggunakan uji t. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 dengan thitung sebesar 2,06 dan ttabel sebesar 2,02 pada df 45. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu model pembelajaran konsiderasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat.

(5)

THE CONSIDERATION MODEL INFLUENCE ON STUDENT

ATTITUDE TOWARDS HEALTHY AND CLEAN LIFE STYLE

(Quasi Experiment in Environmental Pollution Concept

at Islamic Vocational High School Ruhama)

Gustini

105016100497

Biology Discipline Science Department

Faculty of Tarbiyah and Education

State Islamic University Syarif Hidayatullah

Jakarta

ABSTRACT

This research aim to measure the consideration model influence on student attitude towards healthy and clean life style. This research included two variables. The consideration model is independent variable (X) and the attitude toward healthy and clean life style is dependent variable (Y). This research has been done at SMK Islam Ruhama Cirendeu in May 2010, using quasi experimental method with subject posttest only design. The sum of sample that was used is 47 person, 23 person in experiment class and 24 person in control class. The data analysis technique used statistic parametric with t test to proof of hypothesis was done at significant level 0,05, to = 2,06 and ttable = 2,02 with df = 45. The conclusion of this research is that consideration model influences student attitude positively and significantly on student attitude toward healthy and clean life style.

(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi Terhadap Sikap Siswa Pada Pola Hidup Bersih dan Sehat”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi

4. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi

5. Bapak Irwan Taka, SE., selaku Kepala Sekolah SMK Islam Ruhama atas izinnya memperbolehkan penulis melakukan penelitian

6. Umi, Bapak, Liyah, Nabil yang tercinta atas semua kasih sayang, dukungan moril maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis

7. Suamiku, Ir. Untung Zulkarnaen yang tercinta atas dukungan moril maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis

8. Siswa-siswi kelas XI Smk Islam Ruhama tahun ajaran 2009/2010 serta tata usaha SMK Islam Ruhama

(7)

ii

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Ciputat, Januari 2011

(8)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi teoretis ... 6

1. Model Pembelajaran Konsiderasi ... 6

a. Model Pembelajaran ... 6

b. Latar Belakang Model Pembelajaran Konsiderasi 10

c. Tujuan Model Pembelajaran Konsiderasi ... 12

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Konsiderasi... 12

e. Kriteria Keberhasilan Penerapan Model Pembelajaran Konsiderasi ... 13

2. Hakekat Sikap ... 14

a. Pengertian Sikap ... 14

b. Komponen Sikap ... 16

c. Ciri-ciri Sikap ... 18

d. Jenis Sikap ... 19

(9)

iv

f. Pengukuran sikap ... 27

3. Hakekat Pola Hidup Bersih dan Sehat ... 31

4. Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi Terhadap Sikap Siswa Pada Pola Hidup Bersih dan Sehat ... 34

5. Penelitian Yang Relevan ... 35

B. Kerangka Pikir ... 37

C. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

B. Metode dan Desain Penelitian ... 40

C. Populasi dan Sampel ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Kalibrasi Instrumen Angket ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Hipotesis Statistik ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi data………. . 47

2. Pengujian Persyaratan Analisis………... 50

3. Analisis Uji Hipotesis………. . 52

4. Hasil Wawancara……… . 53

5. Hasil Observasi Penerapan Model Pembelajaran Konsiderasi………. . 53

6. Hasil Catatan Lapangan... 54

(10)

v

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 58

B. Saran……….. 59

DAFTAR PUSTAKA ... . 60

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Visualisasi Pengertian Model Pembelajaran ... 8 Gambar 2.2. Diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi ... 24 Gambar 2.3. Kerangka pikir pengaruh model pembelajaran konsiderasi pada

konsep pencemaran lingkungan terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat... 38 Gambar 4.1. Persentase Sikap Kelas Eksperimen Terhadap Pola Hidup

Bersih dan Sehat ... 48 Gambar 4.2. Persentase Sikap Kelas Kontrol Terhadap Pola Hidup Bersih

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 40

Tabel 3.2. Pedoman kategorisasi sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat ... 45

Tabel 4.1. Data skor sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat ... 47

Tabel 4.2. Persentase kategori sikap kelas eksperimen ... 48

Tabel 4.3. Persentase kategori sikap kelas kontrol ... 49

Tabel 4.4. Perbandingan persentase sikap siswa pada kelas kontrol dan eksperimen ... 49

Tabel 4.5. Hasil uji kai-kuadrat kelas eksperimen ... 50

Tabel 4.6. Hasil uji kai-kuadrat kelas kontrol ... 50

Tabel 4.7. Hasil uji Fisher ... 51

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP kelas eksperimen ... 67

Lampiran 2. RPP kelas kontrol ... 87

Lampiran 3. Kisi-kisi instrumen ... 102

Lampiran 4. Angket sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat ... 104

Lampiran 5. Pedoman wawancara siswa ... 107

Lampiran 6. Pedoman pengamatan pelaksanaan model pembelajaran konsiderasi (pertemuan I) ... 108

Lampiran 7. Pedoman pengamatan pelaksanaan model pembelajaran konsiderasi (pertemuan II) ... 113

Lampiran 8. Pedoman pengamatan pelaksanaan model pembelajaran konsiderasi (pertemuan III) ... 118

Lampiran 9. Validitas angket sikap siswa pada pola hidup bersih dan Sehat ... 123

Lampiran 10. Reliabilitas angket sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat ... 124

Lampiran 11. Hasil wawancara ... 125

Lampiran 12. Skor angket sikap kelas kontrol ... 129

Lampiran 13. Skor angket sikap kelas eksperimen ... 130

Lampiran 14. Distribusi frekuensi dan uji normalitas kelas kontrol ... 131

Lampiran 15. Distribusi frekuensi dan uji normalitas kelas eksperimen ... 132

Lampiran 16. Perhitungan Uji Homogenitas ... 133

(14)

1 A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya1.

Saat ini terdapat lima fenomena utama yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan-perubahan pada dinamika kependudukan yang mendorong lahirnya transisi demografi dan epidemiologi. Kedua, temuan-temuan ilmu dan teknologi (IPTEK) kedokteran yang

membuka wawasan baru. Ketiga, tantangan global sebagai akibat kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat dan upaya

kesehatan. Kelima, demokratisasi, yang menuntut pemberdayaan dan kemitraan.2 Pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian kepada fenomena keempat, yaitu perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat dan upaya kesehatan.

Menurut data departemen kesehatan tahun 2003, ada sepuluh penyakit utama di rumah sakit di Indonesia yang terkait dengan lingkungan dan menyebabkan pasien harus menjalani rawat jalan, yaitu infeksi saluran nafas bagian atas (8,5%), tuberkulosis paru (3,7%), diabetes mellitus (3,4%), penyakit kulit (2,9%), Diare dan gastroentritis infeksi tertentu (Colitis infekasi) (2,7%), cedera YDT, YTT dan daerah badan multipel (2,4%), hipertensi esensial (2,3%), gastritis duodentis (1,7%), penyakit pulpa dan periaptikal (1,6%), dispesia (1,5%). Rendahnya kesadaran akan kebersihan dan kesehatan, menyebabkan berbagai penyakit dengan mudahnya muncul dan

1

Supratman Sukowati, Shinta, Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Mengubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih dan Sehat (Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor 2 Tahun 2003), h. 31

2

(15)

2

menyebar. Tentu hal ini pun mendapat perhatian dari dunia pendidikan, khususnya sekolah, agar siswa-siswi sekolah dapat lebih peduli akan kesehatan diri dan lingkungannya.

Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong-menolong. Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.3

Untuk mewujudkan perilaku Indonesia sehat 2010 yang bersifat proaktif tersebut tentu tidak lepas dari peran pendidikan. Di sekolah, siswa mendapat pengetahuan dan dididik agar bersikap dan berperilaku baik.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4

Rumusan tujuan pendidikan di atas, sarat dengan pembentukan sikap. Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu. Sikap erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki individu.5 Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Sikap yang dimiliki individu disebabkan nilai yang dimiliki individu tersebut.6 Sikap inilah yang berperan dalam pembentukan perilaku yang proaktif, baik dalam bidang kesehatan, lingkungan, maupun yang lainnya.

3 Ibid

4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana, 2010), h. 273

5

ibid. h. 71

6

(16)

Tetapi dalam praktiknya hingga saat ini, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu

pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.7

Secara konseptual maupun empirik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.8

Praktik pendidikan formal saat ini, dapat dikatakan memenuhi kriteria banking system of education, yang tidak dapat membebaskan peserta didik

dari ketertindasan. Pendidikan pada tingkat dasar dan menengah, misalnya, cenderung berorientasi pada pengajaran yang mengutamakan penguasaan materi pelajaran (content oriented) dari pada kebutuhan perkembangan siswa (student oriented) (Mulyana, 2004:116)9

Model pembelajaran yang hanya mementingkan aspek kognitif dengan mengabaikan aspek nilai afektif mengakibatkan peserta didik kurang memiliki kemandirian dan kepedulian (self awareness) serta tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan lingkungan fisik dan sosial. Dampak negatif yang lain dari ketidakseimbangan dan ketidakstabilan dalam pengembangan

7

(17)

4

potensi peserta didik akan membahayakan tidak saja bagi peserta didik sendiri, akan tetapi pada masyarakat secara keseluruhan.10

Suyanto (2001:154) mengatakan bahwa pengabaian kawasan afektif merugikan perkembangan peserta didik secara individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Tendensi yang ada ialah peserta didik tahu banyak tentang sesuatu, namun mereka kurang memiliki sikap, minat, sistem nilai, maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang mereka ketahui. Hasil akhirnya ialah mereka tidak dapat menunjukkan kinerja ataupun perilaku sesuai dengan apa yang mereka ketahui secara kognitif dalam kapasitas optimal.11

Salah satu model yang mentitik beratkan sisi afektif sebagai hasil belajar yaitu model konsiderasi. Mc. Phail dan C. Rogers menciptakan model pembelajaran konsiderasi dengan tujuan ingin mengembangkan kepribadian anak menjadi manusia yang otentik dan kreatif, sehingga anak menjadi lebih peduli.12 Dilihat dari tujuannya tersebut, model pembelajaran konsiderasi dapat diterapkan pada konsep-konsep yang berhubungan dengan kepedulian siswa baik pada diri sendiri, masyarakat ataupun lingkungan. Salah satu konsep yang menuntut kepedulian siswa yaitu pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan dapat berdampak pada manusia dan lingkungan, sehingga menuntut kepedulian siswa kepada diri dan lingkungannya.

Dengan penerapan model konsiderasi pada konsep pencemaran lingkungan diharapkan agar siswa tidak hanya tinggi pengetahuannya pada konsep pencemaran lingkungan, tetapi juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sehingga para siswa dapat menjaga kesehatan secara proaktif dalam upaya kesehatan dan Indonesia sehat 2010 dapat tercapai dengan baik.

Untuk itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi Pada Konsep Pencemaran lingkungan

Terhadap Sikap Siswa Pada Pola Hidup Bersih dan Sehat”

(18)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang ada, maka peneliti berusaha mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Banyak terdapat model pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain model think pare share, two stay two stray, inquiry, contextual learning, konsiderasi, dll.

b. Sikap siswa terkait dengan pola hidup bersih dan sehat dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup, pembiasaan anak, lingkungan sekolah, pendidikan di rumah dan sekolah, bahkan segi ekonomi.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, yang akan diteliti hanya model pembelajaran konsiderasi dan sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat yang dipengaruhi kebiasaan siswa baik di lingkungan sekolah maupun di rumah

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: "Apakah model pembelajaran konsiderasi pada konsep pencemaran lingkungan berpengaruh terhadap sikap siswa pada pola hidup bersih dan sehat?"

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(19)

6 BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretis

1. Model Pembelajaran Konsiderasi

a. Model Pembelajaran

Istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Sunarwan (1991) dalam Sobry Sutikno (2004:15) mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata1 dan Dewi Salma Prawiradilaga mengartikan model sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran.2

Dengan demikian, model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual berupa tampilan grafis atau prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran atau model mengajar juga diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran.3 Hal ini serupa dengan pendapat Soekamto dkk dalam Trianto 2007 yang mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

1 Suprayetkti, Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata Pelajaran IPA di SD

(tersedia: http://www.teknologipendidikan.net.2005). 29 mei 2009

2

Dewi Salma Prawiradilaga. Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta:Kencana, 2007), h. 33

3

(20)

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”4

Kemudian Joyce (1992) dalam Trianto (2007) menambahkan, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.5

Sedangkan Arends (1997) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its

goals, syntax, environment, and management system.” Maksudnya,

istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.6

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola pembelajaran yang menggambarkan kegiatan pembelajaran yang di dalamnya terkandung tujuan, aktifitas, pendekatan dan seluruh perangkat pembelajaran yang ada. Jika dihubungkan dengan pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran, penulis sependapat dengan Akhmad Sudrajat yang mengemukakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

4

Ibid. h. 5

5

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 5

6

(21)

8

Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.7 Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Visualisasi Pengertian Model Pembelajaran Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Menurut Kardi dan Nur (2000), ciri-ciri tersebut ialah:

1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, maksudnya bahwa istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh.

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya.

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai8

7

Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran (tersedia: http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran.2008), 28 April 2009

8

(22)

Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut Nieveen (1999) dalam Trianto (2007), suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu: (1) apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoretik yang kuat; dan (2) apakah terdapat konsistensi internal. 2. Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika: (1) para ahli

dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan tersebut telah diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.

3. Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.9

Menurut Khabibah (2006) dalam Trianto (2007), bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang dikembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan efektivitas diperlukan suatu perangkat pembelajaran untuk melaksanakan model pembelajaran yang dikembangkan. Sehingga untuk melihat kedua aspek ini perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topik tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu dikembangkan pula instrumen penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.10

(23)

10

b. Latar Belakang Model Pembelajaran Konsiderasi

Model konsiderasi (The Consideration Model) diciptakan oleh Mc. Phail dan C. Rogers yang ingin mengembangkan kepribadian anak menjadi manusia yang otentik dan kreatif. Mereka dengan tegas berkeberatan terhadap pendidikan moral yang terlampau rasional dan kognitif. Moralitas dipandangnya lebih bersifat sebagai gaya kepribadian daripada gaya berpikir. Moralitas ialah hidup bersama dalam keharmonisan dengan sesama. Pembelajaran etika/moral bertujuan untuk membantu siswa agar mempedulikan dan mengindahkan orang lain, memperhatikan perasaan dan pribadi orang lain.11

Model konsiderasi dapat digolongkan ke dalam rumpun model ”kepedulian moral”. Kepedulian (caring) melibatkan emosi, apabila kita mempedulikan seseorang, kita akan merasa perlu memahami dan membantunya. Dengan demikian, kepedulian ini lebih dari sekedar perasaan hangat dan spirit kasih sayang, di dalamnya terlibat suatu kualitas pemikiran dan penilaian seberapa jauh kita peduli dalam situasi tertentu, akan tergantung pada seberapa jauh kita memahami makna pengalaman orang lain dan seberapa mungkin tindakan bantuan sebagai wujud aksi kepedulian dan pemahaman kita.12

Model ini dikembangkan oleh Mc. Phail atas dasar penelitiannya terhadap 800 orang siswa menengah pertama yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling penting adalah bergaul dengan baik dengan orang lain, untuk mencintai dan dicintai. Asumsi yang mendasarinya antara lain:

1. Pendidikan moral harus memperhatikan kepribadian secara menyeluruh, khususnya yang berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain, perilaku atau etika kita.

11 Yusri Pangabean, dkk, Strategi, Model, dan Evaluasi (Bandung:Bina Media Informasi,

2007), h.84

12

(24)

2. Siswa-siswa menghargai orang dewasa yang memperagakan model standar pertimbangan (konsiderasi) moral yang tinggi. Siswa lebih banyak belajar moralitas dari ”bagaimana” guru berperilaku dan siapa guru itu sebagai seorang pribadi, daripada ”apa” yang diajarkannya.

3. Moralitas tidak dapat diajarkan melalui bujukan terhadap siswa secara rasional untuk menganalisis konflik nilai-nilai dalam membuat keputusan. Kepada siswa harus diajarkan melalui peragaan (modeling).13

Sejalan dengan Dani Rahmadani, Puspa Djuwita pun mengemukakan asumsi yang mendasari model konsiderasi, yaitu: (1) perilaku moral merupakan penguatan diri (self-reinforcing), (2) pendidikan moral harus ditujukan kepada kepribadian secara utuh (the total personality), (3) siswa menghargai orang dewasa yang

menjadikan dirinya ”tauladan kepedulian” (consideration), (4) siswa terbuka terhadap belajar, tetapi membenci otoritarianisme, dominasi, kekangan, (5) remaja secara bertahap berkembang ke arah kematangan dalam hubungan sosial (kemampuan mempedulikan dan membantu orang lain).14

Atas dasar asumsi di atas, guru harus menjadi model di dalam kelas dalam memperlakukan setiap siswa dengan rasa hormat, menjauhi sikap otoriter. Guru perlu menciptakan kebersamaan, saling membantu, saling menghargai, dan lain sebagainya.

13

Dani Rahmadani, Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) (Disertasi Program Pascasarjana UPI, 2005), h. 90-91

14

(25)

12

c. Tujuan Model Pembelajaran Konsiderasi

Jika dilihat dari nama model ini, tujuan yang diharapkan ialah agar kita menaruh “konsiderasi” atau pertimbangan, dalam arti tertentu dapat juga disebut kepedulian atau “tepo seliro” terhadap orang lain.15 Dani Rahmadani dalam disertasinya mengemukakan bahwa tujuan model konsiderasi adalah membantu membentuk perilaku siswa menjadi matang, melaksanakan hubungan-hubungan sambil mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.16 Sehingga dengan penerapan model pembelajaran konsiderasi ini dalam penelitian, tujuan yang diharapkan peneliti adalah siswa menjadi lebih peduli dengan kesehatan baik kesehatan diri maupun kesehatan lingkungannya.

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Konsiderasi

Tahapan dalam penerapan model pembelajaran konsiderasi adalah sebagai berikut:

1. Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan situasi “seandainya siswa ada dalam masalah tersebut”

2. Meminta siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.

3. Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaannya sendiri sebelum ia mendengar respon orang lain untuk dibandingkan.

4. Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa.

15

Yusri Pangabean, dkk, Strategi, Model, dan Evaluasi (Bandung:Bina Media Informasi, 2007), h. 84

16

(26)

5. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya. Guru perlu menjaga agar siswa dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta dapat saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar perbedaan pendapat tumbuh denganbaik sesuai dengan titik pandang yang berbeda.

6. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

7. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai benar atau salah atas pilihan siswa. Yang diperlukan adalah guru dapat membimbing mereka menentukan pilihan yang lebih matang sesuai dengan pertimbangannya sendiri.17

e. Kriteria Keberhasilan Penerapan Model Konsiderasi

Indikator keberhasilan penerapan model pembelajaran konsiderasi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya minat siswa dalam belajar biologi, dilihat dari keseriusan dan gairah siswa pada saat pembelajaran berlangsung 2. Meningkatnya keterlibatan siswa, dilihat dari keaktifan siswa pada

saat diskusi antar siswa, siswa dengan guru, pada saat tanya jawab antara guru dan siswa

3. Internalisasi nilai dilihat dari perubahan sikap serta tingkah laku siswa di kelas dan di lingkungan sekolah.18

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana, 2010), h. 280-281

18

(27)

14

2. Hakekat Sikap

a. Pengertian Sikap

Secara sederhana dapat diuraikan bahwa sikap adalah cara seseorang melihat ‘sesuatu’ secara mental (dari dalam hati) yang mengarah pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, objek maupun kelompok tertentu. Sikap juga merupakan cerminan jiwa seseorang. Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain (melalui perilaku). Jika perasaan seseorang terhadap ‘sesuatu’ adalah positif maka akan terpancar pula perilaku positif dari individu bersangkutan menyikapi ‘sesuatu’ yang dihadapinya itu, dan sebaliknya.19 Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa alternatif.20

Menurut Bruno (1987) dalam Muhibbin Syah (2007), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara yang baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.21 Pendapat serupa dikemukakan oleh Ngalim Purwanto yang menjelaskan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.22 Reaksi yang timbul bisa berupa penerimaan atau penolakan tehadap suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik.

Sedangkan menurut Mar’at (1981) dalam Sholahuddin (2002), sikap tidak hanya sebagai suatu kecenderungan untuk bereaksi atau bertindak tetapi juga sebagai kesiapan dan kesediaan untuk bertindak terhadap suatu objek tertentu sebagai hasil interaksi sosial.23

19

Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian (Jakarta:Indeks, 2007) h. 51

20

Wina Sanjaya, op. cit. h. 277

21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru ( Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 120

22

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 141

23

(28)

Hal serupa diungkapkan Gordon Allport dalam Vanda Rossdiana (2005), sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu,24 yang sependapat dengan Azjen yang menyatakan “An attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to an object, person, institution or

event25.

Sedangkan Eagly dan Chaiken dalam Inge Hutagalung berpendapat bahwa sikap merupakan sebuah kecenderungan psikologis yang cepat dalam penilaian suatu fakta yang sungguh-sungguh ada dengan beberapa persetujuan secara positif ataupun negatif. Pernyataan ini didukung oleh Myers yang menyatakan “Attitude is favourable or unfavourable evaluative reaction toward something or someone,

exhibited in one’s belief, feeling or intended behavior26. Maksud dari

kedua pendapat ahli tersebut sama, bahwa sikap merupakan suatu penilaian.

Pendapat lain lagi dikemukakan Ellis S. Robert dalam Ngalim Purwanto yang menyatakan bahwa sikap meliputi pengetahuan dan situasi. Bagaimanapun, aspek yang mendasar dari suatu sikap yaitu berdiri di atas fakta seperti karakteristik perasaan atau emosi yang cenderung bereaksi dalam pergaulan.27

Dari berbagai pendapat tentang pengertian sikap tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kesediaan, kesiapan dan kecenderungan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu objek tertentu, reaksi tersebut bisa secara negatif (penolakan) atau pun positif (peneriamaan). Dengan demikian, sikap terhadap kesehatan merupakan respons (kesediaan, kesiapan dan kecenderungan) seseorang untuk bereaksi terhadap suatu objek (dalam penelitian ini kesehatan) yang

24

(29)

16

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

b. Komponen Sikap

Sears, Freeman dan Peplau menyatakan tiga komponen sikap, yaitu: (1). cognition, (2). affection, dan (3). behavior, sejalan dengan pendapat Krech, Krutcfield, dan Ballachey, yang mengemukakan bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu: (1). komponen kognitif, (2). perasaan, (3). kecenderungan bertindak (action tendency). Dengan adanya tiga komponen tersebut, Malim dan Birch yang dikutip oleh Nento menyatakan bahwa, respon seseorang terhadap suatu obyek disebabkan pula oleh tiga macam, yaitu: (1). Respon kognitif, yaitu persepsi tentang sesuatu atau kepercayaan, (2). Respon afektif, yaitu perasaan atau motivasi yang diarahkan terhadap suatu obyek, (3). Respon konatif atau behavioral, yaitu respon perilaku yang berkaitan dengan obyek atau perhatian perilaku lainnya.28

Ketiga komponen sikap tersebut diuraikan dalam Ikhwan Luthfi dkk sebagai berikut:

a. Komponen kognitif

Mann (1969, dalam Azwar) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.

c. Komponen konasi atau psikomotor

Komponen ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

28

(30)

Komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.29

Pendapat serupa dikemukakan Inge Hutagalung yang menjelaskan bahwa sikap mengandung tiga bagian, yaitu kognitif (keyakinan, kesadaran), afektif (perasaan), konatif (perilaku).30 Komponen kognitif adalah komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan seseorang mengenai objek sikap tertentu-fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Pendapat ini didukung oleh Roger Giner-Sorolla yang menyatakan “the affective component consist of emotions and feelings associated with the objek, as apposed either to overall

evaluation”,31 Seung Lee Do dan Diane Lemonnier Schallert menambahkan bahwa sikap mencakup emosi, suasana hati dan beberapa aspek dari proses motivasi.32 Sedangkan komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat. Dengan mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka akan dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya.33 Sehingga ketika pengetahuan dan perasaan siswa sudah baik, maka perilaku kesehatannya diharapkan akan baik pula.

29 Ikhwan Luthfi, dkk, Psikologi Sosial (Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

h. 60-61

30

Inge Hutagalung. Op. Cit. h. 53

31

Roger Giner-Sorolla, Guilty Pleasures and Grim Necessities: Affective Attitudes in Dilemmas of Self-Contol (Jurnal of Personality and Social Psychology 2001, vol. 80. No. 2. 206-221)

32

Seung Lee Do dan Diane Lemonnier Schallert, Emotions and Classroom talk: Toward a Model of the Role of Affect in Students’ Experiences of Classrom Discussions (Jurnal of Educational Psychology 2004, vol 96. No. 4. 619-634)

33

(31)

18

c. Ciri-ciri Sikap (Attitude)

Menurut W.A. Gerungan (2004), ciri-ciri attitude, diantaranya: 1). Attitude tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau

dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya

2). Attitude dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang; atau sebaliknya, attitude-attitude dapat dipelajari sehinnga attitude-attitude dapat berubah pada seseorang bila terdapat

keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.

3). Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, attitude terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkaitan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas

4). Objek attitude dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5). Attitude mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan attitude dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.34

Pendapat serupa juga dikemukakan Sarwono dalam Neneng Laila Hasanah (2007), yang menyatakan ciri-ciri sikap sebagai berikut, yaitu:

1) Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek . obyek.

2) Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.

3) Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat yang berbeda-beda.

4) Dalam sikap tersangkut juga faktor-faktor motivasi dan perasaan. 5) Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.

34

(32)

6) Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacammacam sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.35

Pendapat lain dikemukakan Inge Hutagalung yang menyatakan ciri khas sikap adalah (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, benda, dll) dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).36

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat kita ketahui bahwa sikap dapat berubah-ubah, bisa positif maupun negatif, dan sikap dapat dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Sehingga ketika siswa mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan, kemudian dibantu dengan proses pembelajaran yang mengedepankan nilai kesehatan, maka sikap siswa akan berubah menjadi lebih peduli terhadap kesehatan.

d. Jenis Sikap

Sikap dapat dibedakan atas bentuknya menjadi sikap positif dan sikap negatif.

1). Sikap Positif

Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang memperhatikan hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan daripada kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Sesuatu yang indah dan membawa seseorang untuk selalu dikenang, dihargai, dihormati oleh orang lain. Untuk menyatakan sikap positif, seseorang tidak hanya mengekspresikannya melalui wajah, tetapi juga dapat melalui bagaimana cara ia berbicara, berjumpa dengan orang lain, dan cara menghadapi masalah.37

35

Neneng Laila Hasanah, Op.Cit. h. 14

36

Inge Hutagalung. Op. Cit. h. 52

37

(33)

20

Usaha yang dapat dilakukan untuk menuju sikap positif adalah (1) tumbuhkan pada diri sendiri suatu motif yang kuat. Selalu mengingatkan diri bahwa sesuatu yang positif akan diperoleh dari kebiasaan baru, 92) jangan biarkan perkecualian sebelum kebiasaan baru mengakar di kehidupan pribadi, (3) berlatih dan berlatih terus dalam setiap kesempatan, tanpa rasa jenuh dan bosan.38

2). Sikap Negatif

Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat. Sesuatu yang menunjukkan ketidakramahan, ketidak menyenangkan, dan tidak memiliki kepercayaan diri.39

Untuk menghilangkan sikap negatif adalah (1) belajar mengenali sifat diri, bersikap jujur terhadap diri atau tanyalah pada seseorang yang dipercaya dan dihormati mengenai sifat negatif diri, (2) akui bahwa sikap negatif itu memang dilakukan.40

e. Pembentukan dan Perubahan Sikap

Setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing. Faktor tersebut adalah perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan situasi lingkungan.41

Di dalam kehidupan manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Peranan pendidikan dalam pembentukan sikap pada anak didik adalah sangat penting. Menurut Ellis, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan ialah: kematangan (maturation), keadaan fisik siswa,

38

Ibid.

39

Inge Hutagalung. op. cit. h. 56-57

40

Inge Hutagalung. op. cit. h. 57

41

(34)

pengaruh keluarga, lingkungan sosial, kehidupan sekolah, pendidik, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar42

Menurut W.A. Gerungan, dalam pembentukan dan perubahan attitude itu terdapat faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.

Faktor internal di dalam diri manusia yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya. Sedangkan faktor eksternal antara lain sifat, isi pandangan baru yang ingin diberikannya itu, siapa yang mengemukakannya dan siapa yang menyokong pandangan baru tersebut, dengan cara bagaimana pandangan itu diterangkan, dalam dalam situasi bagaimana attitude baru itu diperbincangkan (situasi interaksi kelompok, situasi orang sendirian, dan lain-lain).43

Menurut Inge Hutagalung, sikap terbentuk melalui proses pembiasaan (conditioning). Lebih sering kebiasaan dilakukan, semakin melekat dan bertambah sulit untuk dihilangkan. Usaha untuk mengembangkan kebiasaan baru dapat dilakukan dengan (1) tumbuhkan pada diri sendiri suatu motif yang kuat untuk merubah kebiasaan buruk, (2) setiap kali akan bertindak, pikirkan untung-ruginya, (3) antusias-positive thinking, (4) belajar meyakini diri sendiri, (5) kurangi rasa khawatir diri, meragukan diri, iri hati, tidak bisa membuat diri senang dalm situasi dan kondisi yang dihadapi, (6) tingkatkan kemampuan untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan diri, (7) berlatih, berlatih dan berlatih pada setiap kesempatan.44

Pendapat tersebut didukung oleh Wina Sanjaya yang menyatakan bahwa proses pembentukan sikap dapat dilakukan melalui pola kebiasaan dan modeling

42

M. Ngalim Purwanto, op. cit. h. 142

43

W.A. Gerungan. op.cit. h. 167-168

44

(35)

22

1). Pola Pembiasaan

Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya, perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut; dan perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah.4 5

Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operant conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan Skinner. Pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik, diberikan penguatan (reinforcement) dengan memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama-kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.46

2). Modeling

Proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan (imitasi). Prinsip peniruan ini yang dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.47

(36)

Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.48

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap: 1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dalam objek psikologi.

2. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan

3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Others)

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

4. Media massa

Media massa berupa media cetak dan elektronik Media massa Media massa berupa media cetak dan elektronik. massa, adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

48

(37)

24

6. Faktor Emosional49

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).

Berikut ini disajikan diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo:50

Gambar 2.2. Diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi Berdasarkan diagram di atas, sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Tetapi sikap tertutup tersebut dapat berubah menjadi tingkah laku yang terbuka. Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama.

Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap. 1. Pengetahuan (kognitif)

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Penelitian ini mengukur sikap siswa pada kesehatan sehingga akan disampaikan indicator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

49

Neneng Laila Hasanah, Op.cit. h. 18-19

50

(38)

a) pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya

b) pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi: jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya, pentingnya olah raga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba dan sebagainya, pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan dan sebagainya

c) pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi:, manfaat air bersih, cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan dan sebagainya. 2. Sikap (afektif)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit), proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni

a) Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya. b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

(39)

26

makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatan.

c) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.

3. Praktik atau tindakan (konatif)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Oleh sebab itu indicator praktik kesehatan juga mencakup hal-hal di atas (pengetahuan dan sikap), yakni:

a) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup: a. pencegahan penyakit, misalnya: mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada waktu bekerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya, dan b. penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya.

b) Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Tindakan atau perilaku ini mencakup: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olah raga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya.

c) Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

(40)

menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya.51

Secara teori memang perubahan perilaku atau afektif itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui proses perubahan kognitif – afektif – konatif. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses perubahan sikap tidak selalu seperti teori.

f. Pengukuran Sikap

Sikap tidak dapat dilihat secara langsung. Untuk mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap objek sikap tertentu, haruslah melihat melalui ketiga komponen sikap, yaitu pengetahuan (kognisi), perasaan (afeksi), dan perilaku (konasi).

Menurut Inge Hutagalung, teknik mengukur sikap ada beberapa jenis, yaitu:

1). Teknik Perbandingan Fisik (Judgement Technique)

Teknik ini masih menggunakan perbandingan fisik untuk menentukan sikap terhadap objek sikap tertentu (misalnya, A lebih berat dari B, X lebih keras dari Y, dan sebagainya). Menurut Thurstone, penilaian (judgement) orang sebagai hasil memperbandingkan ini dapat diukur dalam bentuk skala.52

2). Teknik Psikologi (Method of Summated Ratings)

Teknik pengukuran ini sepenuhnya psikologik. Yaitu, teknik yang tidak menggunakan perbandingan fisik yang dianggap terlalu rumit. Dasar dari teknik ini adalah bahwa evaluasi seseorang terhadap sebuah objek sikap dapat diskalakan tanpa harus membuat perbandingan fisik terlebih dahulu. Caranya adalah dengan mengumpulkan sejumlah pernyataan tentang suatu sikap. Pernyataan-pernyataan ini terdiri atas pernyataan positif maupun negatif dan meliputi komponen kognitif (misalnya, X adalah sesuatu yang bermanfaat, X memudahkan saya melakukan Y, X

51

Ibid. h. 128-131

52

(41)

28

berbahaya jika dalam keadaan Z, dan sebagainya), komponen afektif (misalnya, saya suka X, atau saya tidak senang Y), dan komponen konatif (misalnya, saya berusaha mendapatkan X, atau saya menghindari Y). selanjutnya, melalui prosedur tertentu, dari sejumlah pernyataan tertentu itu dipilih mana yang valid, dan mana yang tidak valid. Butir-butir pernyataan yang valid dirangkai dalam suatu alat ukur. Hasil pengukuran adalah skor rata-rata dari jawaban subjek terhadap setiap pernyataan. Makin tinggi skor, makin positif sikapnya dan makin kecil skornya, makin negatif sikapnya. Teknik ini dikembangkan oleh Likert (1932) dan dinamakan method of summated ratings.53

3). Teknik Skala Jarak Sosial (Social Distance Scale)

Gabungan dari pengukuran fisik dan psikologik terdapat pada skala Bogardus. Teknik yang dikembangkan dalam ilmu sosiologi ini dinamakan skala jarak sosial, yang dimaksud disini adalah skala untuk mengukur sikap antar ras. Misal, orang pribumi di Indonesia diajukan pertanyaan apakah yang bersangkutan setuju bahwa orang Arab menjadi warga negara Indonesia, apakah ia mau bekerja satu kantor dengan orang Arab. Makin banyak jawaban ’ya’ yang diberikan, makin dekat jarak sosial antara subjek dengan orang Arab. Makin dekat jarak sosial, makin positif sikap seseorang terhadap ras yang dimaksud.54

4). Teknik Skala Guttman

Penilaian sikap dengan menggunakan pengukuran fisik dan psikologik juga dilakukan oleh Guttman. Teknik ini dinamakan skala Guttman dengan dasar pemikiran bahwa sejumlah perilaku terhadap sebuah objek sikap dapat disusun dalam peringkat. Sebuah perilaku pada peringkat paling bawah dilakukan oleh hampir semua orang. Perilaku pada peringkat lebih atas dari peringkat sebelumnya akan dilakukan oleh lebih sedikit orang. Demikian seterusnya, makin tinggi peringkat makin sedikit yang

53

Ibid. h. 58-59

54

(42)

melakukannya, dan pada peringkat tertinggi hanya sebagian kecil orang yang melakukan. Sikap seseorang dapat dilihat pada peringkat mana perilakunya berada terhadap objek sikap tertentu.55

Sedangkan Ikhwan Luthfi dkk menguraikan metode pengukuran sikap sebagai berikut:

a. Observasi Perilaku

Untuk dapat mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator setiap individu. Pengukuran dengan metode ini dilakukan dengan mengamati tindakan yang ditampilkan. Teknik observasi yang dapat dilakukan adalah observasi secara langsung maupun tidak langsung.

b. Pertanyaan Langsung

Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung untuk mengungkap sikap adalah bahwa individu adalah pihak yang paling tahu mengenai dirinya sendiri

c. Pengukuran terselubung

Metode pengukuran terselubung sebenarnya berorientasi ke metode observasi perilaku, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak disadari dan disengaja dilakukan seseorang tetapi reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang tersebut

d. Pengungkapan langsung

Dalam hal ini responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju, penyajian dan pemberian respon yang dilakukan diusahakan untuk individu menyetakan sikap secara lebih jujur dengan cara tidak perlu menuliskan nama dan identitasnya. Ada beberapa bentuk yang dikembangkan teknik ini, pengukuran dengan teknik ini menggunakan bentuk skala, yaitu alat pengukuran yang disusun dengan teknik ilmiah.

55

(43)

30

1. Self-rating scale. Skala ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan evaluative terhadap suatu topik tertentu. Untuk masing-masing pertanyaan disediakan juga jawaban sedemikian rupa sehingga responden tinggal memilih satu kemungkinan jawaban yang tersedia.

2. Skala likert. Skala yang diperkenalkan oleh Rensis Likert pada tahun 1932. Model ini juga menyediakan pilihan jawaban bagi subjek yang akan diukur sikapnya. Perbedaannya terletak pada tipe jawaban yang tersedia, yaitu terbatas pada tingkat persetujuan terhadap pernyataan yang ada.

3. Bedaan semantik (semantik-differential). Dengan menggunakan model ini, responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai dua kata berlawanan. Menurut Osgood, skala bipolar ini mengandung tiga unsur, yaitu unsur evaluasi, unsur potensi, dan unsur aktifitas dari objek atau konsep yang diukur.

4. Jarak sosial (social distance). Skala ini digunakan untuk menentukan lemungkinan perlakuan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda (baik secara etnik, gender, ras, agama maupun hal lainnya).56

Diantara alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, yang lebih sering digunakan dalam kuisioner respon tertutup seperti rating scale atau kuisioner tipe likert. Pengukuran tipe likert lebih sering digunakan untuk memperoleh informasi dengan cepat, tipe likert juga mudah digunakan untuk menilai dan jika digunakan untuk keperluan yang sudah terbukti, tipe likert dapat menyelesaikan tugasnya dengan tepat sebagaimana yang diharapkan.

56

(44)

3. Hakekat Pola Hidup Bersih dan Sehat

Hidup bersih dan sehat dapat diartikan sebagai hidup di lingkungan yang memiliki standar kebersihan dan kesehatan serta menjalankan pola/perilaku hidup bersih dan sehat. PHBS adalah singkatan Pola Hidup Bersih dan Sehat adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan norma-norma kesehatan untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal untuk menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo, perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain:

a. Makan dengan menu seimbang (approprieate diet). Menu seimbang di sini dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih). Secara kualitas, di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat sehat lima sempurna.

b. Olah raga teratur, yang juga mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. c. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan

berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia seolah-olah sudah membudaya. Hampir 50 % penduduk Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari hasil penelitian, sekitar 15 % remaja telah merokok.

d. Tidak minum minuman keras dan narkoba.

e. Istirahat cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga kurang waktu untuk istirahat. Hal ini juga dapat membahayakan kesehatan.

(45)

32

hindari, maka yang penting agar stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau mengelola stress dengan kegiatan-kegiatan yang positif.

g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.57

Sedangkan indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi indikator PHBS tatanan rumah tangga dan indikator PHBS tatanan institusi pendidikan.

1. Indikator PHBS tatanan rumah tangga

Indikator PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada 10 indikator PHBS yang terdiri dari enam indikator perilaku dan empat indikator lingkungan. Dengan rincian sebagai berikut:

a. Ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan b. Ibu hanya memberikan ASI kepada bayinya

c. Keluarga mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPKM) d. Anggota keluarga tidak merokok

e. Olah raga atau melakukan aktifitas fisik secara teratur

f. Makan dengan menu gizi seimbang (makan sayur dan buah setiap hari)

g. Tersedia air bersih h. Tersedia jamban

i. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni j. Lantai rumah bukan dari tanah

57

(46)

2. Indikator PHBS tatanan institusi pendidikan

Sasaran PHBS tatanan institusi pendidikan adalah sekolah dan siswa dengan indikator:

a. Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa b. Tersedia air bersih atau air keran yang mengalir di setiap kelas c. Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang

bersih dan serasi

d. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik e. Siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM)

f. Siswa pada umumnya (60%) kukunya pendek dan bersih g. Siswa tidak merokok

h. Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah (minimal 10 orang)58

PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :

1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun 2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat 4. Olahraga yang teratur dan terukur

5. Memberantas jentik nyamuk 6. Tidak merokok di sekolah

7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan 8. Membuang sampah pada tempatnya59

58

Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Makasar: Subdin Promosi dan Kesehatan Masyarakat, 2006), h. 29-30

59

Gambar

Gambar 2.2. Diagram proses terbentuknya sikap dan reaksi ............................    24
Tabel 3.2. Pedoman kategorisasi sikap siswa pada
Gambar 2.3. Kerangka pikir pengaruh model pembelajaran konsiderasi pada
Tabel 3.1. Desain penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ada perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen yang menggunakan Model Pembelajaran Advance Organizer dengan kelas kontrol yang menggunakan Model

Efektivitas Penerapan Metode Kooperatif Model Tgt (Team – Game – Tournament) Dalam Pembelajaran Menulis Argumentasi (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMKN 1 Cimahi 3)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta melalui penerapan model pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan peningkatan pemahaman konsep siswa antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) sikap siswa kelas X dalam penerapan keselamatan kesehatan kerja pembelajaran praktik Boga Dasar di SMK Muhammadiyah 1

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah diantara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan peta konsep, model pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penggunaan model pembelajaran siklus belajar deskriptif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) pada materi kesetimbangan kimia yang bertujuan untuk mengetahui