• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS

D. Hakikat Boarding School

1. Pengertian Boarding School

Boarding school terdiri dari dua kata yaitu boarding dan school. Boarding

berarti asrama, dan school berarti sekolah. Boarding school adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu.Maksudin mendefinisikan bahwa boarding school adalah sekolah yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan oleh sekolah.25

Boarding school adalah sekolah yang memiliki asrama, di mana para

siswa hidup; belajar secara total di lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan oleh sekolah.

Ada beberapa pendapat mengenai boarding school diantaranya adalah sebagai berikut:

Menurut Nuryana, dilingkungan boarding school, guru mengawasi dan memfasilitasi kondisi dinamik siswanya, bukan guru BP yang bekerja ekstra keras membuat pemetaan kerawanan siswa. Boarding school memberikan pendidikan dan pembelajaran bisa lebih fokus karena selama 24 jam, pendidik dan peserta didik bersinergi bukan saja mendewasakan bagaimana cara berpikir, tapi juga bagaimana cara bertindak dan bertanggung jawab.26

Jadi selama 24 jam siswa bisa lebih fokus dalam belajar misalnya saja pada siang hari siswa bisa belajar dikelas seperti layaknya siswa yang sekolah

24Ibid

25

Maksudin,Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar(Hasil Penelitian Untuk Disertasi),(Yogyakarta2006). hlm 8

26

Damanhuri Zuhri, Cetak SDM Unggul melalui Boarding School (Republika , Jumat 21 November 2008) hlm. 3

formal dan jika malam hari bisa belajr ilmu agama dan melakukan kegiatan yang di adakan di asrama.

Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S. H, M.Hum., MSi, Rektor President University Cikarang Jawa Barat mengungkapkan, memilih pergi ke boarding

school, bukanlah keputusan yang mudah bagi orang tua maupun anak. Sedikitnya

ada tiga alasan:

a. anak perlu beradaptasi dengan lingkungan baru. b. Secara pisik anak berpisah dengan orang tua c. Biaya juga menjadi hal yang menentukan27

Tidak semua siswa itu bisa masuk boarding school pada kenyataannya banyak orang tua yag tidak bisa menyekolahkan anaknya di boading school karena faktor biaya.

2. Jenis-jenis Boarding School28

a) Menurut Sistem Bermukim Siswa

No Tipe Boarding School Keterangan

1 All Boarding School Seluruh siswa tinggal di asrama kampus atau sekolah.

2 Boarding day School Mayoritas siswa tinggal di sekolah dan sebagian lagi

dilingkungan sekitar kampus atau sekolah.

3 Day boarding Mayoritas tidak tinggal di kampus meskipun ada

sebagian yang tetap tinggal di kampus atau sekolah.

b) Menurut Jenis Siswa

No Tipe Boarding School Keterangan

1 Junior Boarding School Sekolah yang menerima murid dari tingkat SD dan

SMP, namun biasanya hanya SMP saja. Contohnya Umul Qu’ro di Bogor

2 Co-educational School Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan

27Ibid

. hlm.3

28

Muh. Nurkhamid, SMU ISLAM BERASRAMA (Senior High Islamic Boarding School),/1.04.02.008.

perempuan.

Contohnya SMA Dwiwarna Boarding School Bogor

3 Boys School Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja.

Contohnya MTs Rafah Ranca Bungur Bogor

4 Girl School Sekolah yang menerima siswa perempuan saja.

Contohnya SMP Khadijah Islamic School

5 Pre-professional arts School Sekolah khusus untuk seniman.

6 Religius School Sekolah yang kurikulumnya mengacu pada agama

tertentu. Contohnya SMA Kristen 2 Binsus Tomohon, khusus agama Kristen

7 Special needs Boarding School Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan

sekolah biasa.

c) Menurut Sistem Sekolah

No Tipe Boarding School Keterangan

1 Military School Sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya

menggunakan seragam khusus.

2 Five dayBoarding School Sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal di

asrama dan atau pulang di akhir pekan.

C. Perbedaan Sekolah Umum dan Sekolah Berasrama

No Kriteria Sekolah Umum Boarding School

1 Fasilitas Fasilitas standar sekolah umum

Dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah dan rekreasi).

2 Kegiatan

Harian

Jadwal kegiatan terbatas pada KBM.

Jadwal kegiatan harian teratur.

3 Sistem

Pendidikan

Pengajaran formal di kelas dan kegiatan

Pengajaran formal, ekstrakurikuler, pendidikan khusus atau informal

ekstrakurikuler. (keagamaan, kedisiplinan).

4 Aktivitas Siswa dating (sekolah) untuk belajar kemudian pulang.

Siswa belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah.

5 Kurikulum Kurikulum standar

Nasional.

Kurikulum standar Nasional, kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School.

6 Karakter

Arsitektur

Terdiri dari satu atau beberapa masa yang kompak.

Banyak masa yang menyebar dengan masa hunian umumnya mengelilingi masa hunian.

7 Pemanfaatan

Waktu

Waktu sangat terbatas pada KBM.

Tidak terbatas pada jam belajar, juga di jam pelajaran.

8 Proses

Pendidikan

Perhatian guru tidak

optimum, karena

keterbatasan waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru yang relatif besar.

Perhatian lebih optimum, karena waktu interaksi yang dimiliki lebih banyak, perbandingan siswa dan guru lebih kecil.

9 Jumlah siswa 40-45 orang. Minimal 18 orang, maksimal 30 orang.

10 Konsep Sekuler (memisahkan

agama dan ilmu

pengtahuan, dan

penerapan dalam

kehidupan sehari-hari).

Islam Integrated (hal ini berdasar konsep ajaran agama Islam yang meliputi bidang sosial, budaya, politik, science).

11 Nuansa

religious

Hampir tidak tampak. Sangat kental, terlihat dari segi berpakaian dan kebiasaan yang diterapkan di sekolah (seperti puasa sunah, salat berjamaah, tutur kata, attitude).

12 Pembagian kelas

Putra/putri satu kelas Putra/putri masing-masing dalam kelas terpisah, untuk meminimalisir ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan), sesuai yang dianjurkan ajaran Islam.

13 Fungsi masjid Hanya untuk shalat dan acara keagamaan pada hari-hari besar.

Aktif untuk salat berjamah setiap hari, sebagai tempat belajar dan diskusi, seperti tahfiz, dan mentoring, serta sangat aktif untuk acara keagamaan.

D. Perbedaan Secara Arsitektural

No Kriteria Sekolah Umum Boarding School

1. Kurikulum Tidak membutuhkan ruang belajar khusus

Membutuhkan ruang belajar khusus untuk tahfiz dan tarik Islam.

2. Jumlah anak

didik

Ruang kelas berukuran minimum 90 m2 (kapasitas 45 orang).

Ruang kelas 72 m2 (kapasitas 30 orang) dan ruang kelas 30 m2 (kapasitas 18 orang).

3. Konsep Bebas Lingkungan sekolah Islami

(membang-kitkan penghayatan terhadap nilai-nilai Islam), bangunan sebagai sarana pembe-lajaran Islam.

4. Nuansa

religious

Arsitektur tidak harus

mendukung terjadinya

pengalaman spiritual.

Arsitektur sangat mendukung (mende-katkan manusia, alam dan Tuhan), menggunakan keteraturan pola (order) dan beradaptasi dengan alam untuk kete-nangan, menghubungkan ruang dalam dan ruang luar.

5. Pembagian kelas

Jumlah ruang kelas

berdasarkan jumlah murid

Jumlah ruang kelas berdasarkan jumlah seluruh siswa putra dan putri.

secara keseluruhan

6. Fungsi masjid Peletakan masjid tidak menjadi fokus perancangan.

Masjid aktif (material

easy-maintenance), menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.

3. Faktor-faktor Berkembangnya Boarding School

Keberadaan boarding school adalah suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Dijelaskan sebagai berikut:

a. Lingkungan sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar. Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga telah lama bergeser ke arah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan perkembangan anak.

b. Keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima oleh orang tuanya.

c. Cara pandang religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke

arah yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan alternatif.29

4. Karakteristik Boarding School

Secara embrional, boarding school telah mengembangkan aspek-aspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat menekankan kepada moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan sejenisnya.30

Karakteristik pendidikan boarding school, diantaranya adalah:

a. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.

b. Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.

c. Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara

29

Profil Boarding school SMAN 1 Surakarta,

dalamhttp://boardingschool.wordpress.com/sekilas-boarding-school

30

Diolah dari berbagai sumber: Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, hal.251-253.

keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal saleh.31

5. Peranan Boarding SchoolTerhadap Pengembangan Pendidikan Islam

Islam adalah agama yang sangat mementingkan bahkan mewajibkanpenganutnya untuk selalu menuntut ilmu. Islam menyamakan menuntut ilmu dengan ibadah, dan memberikan pujian yang sangat tinggi pada orang yang berilmu serta mengangkat derajat mereka diantara diantara manusia lain. Secara konteks, perintah itu tidak terbatas pada ilmu agama dan ibadah saja, melainkan diperintahkan pula untuk menguasai semua cabang-cabang keilmuan, seperti ilmu psikologi, sains, social, alam, politik, dan sebagainya. 32

Konsep boarding school bukan sesuatu yang baru dalam system pendidikan Indonesia. Karena sejak lama konsep boarding school dikenal dengan konsep pondok pesantren. Pondok Pesantren ini adalah cikal bakal boarding

school di Indonesia. Dalam lembaga ini diajarkan secara intensif ilmu-ilmu

keagamaan dengan tingkat tertentu sehingga produknya bisa menjadi “Kiyai atau Ustad” yang nantinya akan bergerak dalam bidang dakwah keagamaan dalam masyarakat.

Kehadiran boarding school telah memberikan alternatif pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka baik makannya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah pendidikanya yang sempurna.

Selain itu program boarding school merupakan salah satu jawaban atas kegelisahan masyarakat akan rendahnya daya saing madrasah aliyah dalam persaingan merebutkan kursi PTN umum ternama baik melalui jalur beasiswa

31Ibid .

hlm.253

32

Ginandjar Kartasasmita, Peran Pondok Pesantren dalam Membangun Sumber Daya Manusia Indonesia yang Berkualitas, dalam www.ginandjar.com

maupun jalur tes. Program boarding school selain menekankan ilmu-ilmu keagamaan juga memperhatikan materi-materi dasar keilmuan, seperti matematika, biologi, fisika, kimia, bahasa Inggris dan computer.33

6. Problem Sekolah Berasrama

Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama masih banyak memiliki persoalan yang belum dapat diatasi sehingga banyak sekolah berasrama yang tutup. Adapun Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:

a. Ideologi Boarding School yang Tidak Jelas

Term ideology digunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak

sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau

frameideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis,

tidak mengadopsi pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara

kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama.

Sementara yang nasionalis-religius dalam praktik sekolah berasrama masih belum jelas formatnya.

b. Dikotomi Guru Sekolah VS Guru Asrama (Pengasuhan)

Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Sekolah-sekolah tinggi keguruan (IKIP dan

Mantan IKIP) tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara

33

Khusnul Khotimah, Islam dan Globalisasi: Sebuah Pandangan Tentang Universitas Islam, (Komunika, Vol.3 No.1 Januari-Juni 2009 pp.114-132)

soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama. Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan antara guru sekolah dengan guru asrama.

c. Kurikulum Pengasuhan yang Tidak Baku

Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum akademiknya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk Depdiknas dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan lokal. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer (disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negatif. Pola militer melahirkan siswa yang berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar siswa mempermainkan peraturan.

d. Sekolah dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi

Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama.34

34

Sutrisno, Problem dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School), 8 september 2008, dalam http://sutris02.wordpress.com/author/sutris02/.

Dokumen terkait