• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

A. Kajian Teori

2. Hakikat Drama

Secara etimologis kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu draomai yang memiliki arti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Menurut Moulton (dalam Tarigan, 1991: 70) drama adalah kehidupan yang ditampilkan dengan gerak (life presentedin action). Kemudian Sudjiman (dalam Siswanto, 2008: 163) menyatakan bahwa drama merupakan karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog.

Selanjutnya, Waluyo (2006: 2) menyatakan bahwa drama memiliki arti luas apabila ditinjau dari genre sastra atau cabang kesenian mandiri, yaitu drama naskah dan drama pentas. Drama naskah merupakan genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan drama pentas merupakan kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:342) “drama” memiliki beberapa arti, yaitu (1) komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan

commit to user

kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; (2) cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus

disusun untuk pertunjukan teater; (3) kejadian yang menyedihkan. Subrata dalam

kamus Webster’s New World Dictionary (1989) akan menjumpai entri “drama”

(hlm. 413) yang menyatakan:

“a literary composition that tell a story, usually of human conflict, by means of dialogue and action, to be performed by actors

Kalimat di atas mempunyai makna bahwa drama merupakan suatu karangan yang mengisahkan suatu cerita yang mengandung konflik yang disajikan dalam bentuk dialog dan laga, dan dipertunjukkan oleh para aktor di atas pentas.

Kemudian Wijanto (dalam Dewojati, 2010: 8) menyimpulkan yang dimaksud drama dalam arti luas adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung, disajikan dalam bentuk dialog dan gerak dalam bentuk naskah, didukung tata panggung, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana.

Dari beberapa definisi dan pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan drama adalah sebuah bentuk karya sastra yang menceritakan konflik kehidupan, dipertunjukkan oleh para aktor yang memiliki karakter ditunjukkan lewat dialog dan tingkah dalam sebuah pementasan lengkap dengan unsur-unsur pembangunnya.

Drama sering disebut dengan istilah “sandiwara” atau “teater”. Kata

“sandiwara” sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu “sandi” yang berarti rahasia

dan “warah” yang berarti ajaran. Sandiwara berarti ajaran ayng disampaikan secara rahasia atau tidak terang-terangan. Hal ini karena pada hakikatnya setiap sandiwara memiliki/mengandung pesan/ajaran (terutama ajaran moral) bagi

penontonnya. Kata “teater” berasal dari bahasa Inggris theater yang berarti

“gedung pertunjukkan” atau “dunia sandiwara”. Kata tersebut ternyata sebenarnya

berasal dari bahasa Yunani yaitu theatron yang artinya pertunjukan atau dunia

sandiwara yang spektakuler, Wiyanto dan Soemanto dan Padmodarmaya (dalam Endraswara, 2011:12). Kedekatan tiga kata tersebut memang memiliki makna

commit to user

yang hampir sama, tetapi tetap memiliki perbedaan yang mampu membedakan ketiganya.

Setelah dipaparkan beberapa pengertian dari drama, akan dijelaskan pengklasifikasian drama. Drama diklasifikasikan atas dasar jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Drama dalam Waluyo (2003:38) diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu:

a. Tragedi

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar penonton memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang dilukiskan berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan sering kali mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan sesuatu yang sempurna atau yang paling baik di dunia ini.

b. Melodrama

Melodrama adalah lakon/cerita yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali merendahkan martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya.

c. Komedi

Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan yaitu disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik

dari komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce)

yang mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan mencari kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tetapi lucu. Brockett dalam Waluyo (2003:43) merinci pembagian drama komedi menjadi 6 yaitu: (1) komedi situasi,

commit to user

(2)komedi karakter/watak, (3) komedi pengembangan gagasan, (4) komedi sosial, (5) komedi gaya, dan (6) komedi romantik.

d. Dagelan

Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut

dengan komedi murahan atau komedi picisan. Sering pula disebut tontonan konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya tersusun berdasarkan arus situasi, dan tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan komedi.

Wiyanto (2002:7-12) juga membagi beberapa jenis drama, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sasaran, dan berdasarkan keberadaan naskah.

Bedasarkan penyajian, lakon (cerita) dapat di katagorikan menjadi delapan jenis yaitu;

a. drama tagedi (duka cerita) adalah drama yang penuh kesedihan,

b. drama komedi (suka cerita) adalah drama penggeli hati. Drama ini penuh

kelucuan yang menimbulkan tawa penonton,

c. drama targekomedi adalah perpaduan antara drama tagedi dan komedi. Isi

lakonnya penuh kesedihan, tetapi juga menggandung hal-hal yang menggembirakan dan menggelitik hati. Sedih dan gembira silih berganti,

d. drama opera adalah drama yang dialognya dinyanyikan dengan iringan

musik. Lagu yang dinyanyikan pemain satu berbeda dengan lagu yang dinyanyikan pemain lain. Demikian pula irama musik pengiringgnya. Drama jenis ini memang mengutamakan nyanyian dan musik, sedangkan lakonnya sebagai sarana. Opera yang pendek namanya operet,

e. drama melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dengan iringan

melodi atau musik. Tentu saja cara mengucapkannya sesuai dengan musik pengiringnya. Bahkan kadang-kadang pemain tidak berbicara apa-apa. drama farce adalah drama yang menyerupai dalegan, tetapi tidak

commit to user

sepenuhnya dagelan. Cerita berpola komedi. Gelak tawa dimunculkan lewat kata dan perbuatan,

f. drama tablo adalah jenis drama yang mengutamakan gerak. Para

pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan. Jalan cerita dapat diketahui lewat gerakan-gerakan itu, dan

g. drama sendratari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Para

pemain adalah penari-penari berbakat. Rangkaian peristiwa diwujudkan dalam bentuk tari yang diringi musik. Tidak ada dialog hanya kadang-kadang dibantu narasi singkat agar penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan.

Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan kepada penonton, drama dibedakan menjadi 6 jenis, yaitu:

a. drama panggung dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukan.

Penonton berada di sekitar panggung dan dapat menikmati secara langsung dengan melihat perbuatan para aktor, mendengarkankan dialog, bahkan dapat meraba kalau mau dan boleh,

b. drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan

oleh penikmat,

c. drama televisi dapat didengar dan dilihat (meskipun hanya gambar).

Hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya, drama televisi tak dapat diraba. Drama televisi dapat ditayangkan langsung, dapat pula direkam dulu lalu ditayangkan kapan saja sesuai dengan program mata acara televisi,

d. drama film hampir sama dengan drama televisi. Bedanya, drama film

menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukan di bioskop. Namun, drama film dapat pula ditanyangkan dari studio televisi sehingga penonton dapat menikmati di rumah masing-masing,

e. drama wayang ciri khas tontonan drama adalah ada cerita dialog. Karena

itu, semua bentuk tontonan yang mengandug cerita disebut juga drama, termasuk tontonan wayang kulit (Jawa) atau wayang golek (Sunda). Para

commit to user

tokoh digambarkan dengan wayang atau golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang, dan

f. drama boneka hampir sama dengan wayang. Perbedaanya, dalam drama

boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang. bahkan, kalau bonekanya besar (di dalamnya ada orang) boneka itu dapat bermain sendiri tanpa dimainkan dalang.

Berdasarkan ada atau tidaknya naskah yang digunakan, drama dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) drama tradisional, dan (2) drama modern.

Dalam Endraswara (2011: 20-24) membagi struktur baku sebuah drama, antara lain:

a. Babak yang biasanya kalau dalam prosa disebut episode. Suatu babak

dalam naskah drama merupakan bagian dari naskah drama itu sendiri yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di satu tempat pada urutan waktu tertentu.

b. Adegan yaitu bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan

peristiwa berhubung datangnya atau perginya seorang atau lebih tokoh ke atas pentas

c. Dialog ialah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu

tokoh dengan yang lain. Dialog memainkan peranan yang penting karena menjadi pengarah lakon drama. Ini berarti, cerita dari sebuah drama dapat diketahui oleh penonton dengan mudah dan cepat lewat dialog yang mereka ucapkan. Dalam pengucapan dialog diperlukan penjiwaan emosional agar dialog yang diucapkan tidak membosankan dan hambar. Selain memerlukan penjiwaan, pelafalan yang jelas dan volume suara juga perlu diperhatikan agar suara yang dihasilkan jelas terdengar oleh semua penonton baik dari bagian depan sampai bagian paling belakang.

d. Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal.

Prolog berisi jalan cerita, perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, serta konflik-konflik yang akan terjadi di panggung. Selain itu, prolog juga bisa berisi beberapa keterangan pengarang tentang cerita yang akan disajikan.

commit to user

e. Epilog merupakan kata penutup yang mengakhiri pementasan. Epilog

berisi kesimpulan atau ajaran yang bisa diambil dari tontonan drama yang

disaksikan yang biasanya dibacakan oleh pembawa acara atau announcer.

Unsur-unsur lakon (cerita) suatu drama dalam Wiyanto (2002:23-30) meliputi delapan hal.

a. Tema

Tema adalah pikiran pokok yang mendasari cerita dalam drama. Pikiran pokok dikembangkan sampai menjadi cerita yang menarik. Seorang penulis cerita harus menentukan lebih dahulu tema yang akan diangkat dalam cerita tersebut. Waluyo (2003:24) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema tersebut berhubungan dengan premis dari drama itu sendiri yang berhubungan pola dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya. Dialog yang diucapkan oleh para tokoh menjadi pengejawantahan tema dari cerita drama.

b. Amanat

Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama. Pesan moral tersebut tidak disampaikan sacara langsung tetapi bisa lewat cerita dalam naskah drama tersebut. Rampan (1995:72) berpendapat bahwa amanat adalah peristiwa yang melahirkan kejadian-kejadian yang membuat sebuah cerita menjadi hidup, yang berkaitan dan berkesinambungan.

c. Plot

Ali Ahmad dalam Rampan menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan aksi-aksi yang berkembang dan berhubungan satu sama lain, perkembangan ini dimungkinkan oleh adanya perlawanan antara satu kuasa dengan satu kuasa yang lain (1995:60). Wahyuningtyas dan Wijaya membagi alur berdasarkan kriteria urutan waktu menjadi tiga jenis: (1) alur garis lurus (progersif); (2) alur sorot balik (regersif) ; dan (3) alur campuran (2011:6-7)

commit to user

Dalam usaha mengembangkan suatu alur, pengarang juga memiliki kebebasan untuk berkreativitas. Namun sebaik apapun buah pikiran pengarang, kalau pembaca atau penonton tidak tertarik kepada karya yang diciptanya berarti karya tersebut belum bisa diterima. Pengarang hendaknya memperhatikan unsur-unsur dalam plot. Menurut Endraswara (2011: 27-28) terdapat tiga unsur plot yang paling utama,

yaitu (1) ketegangan (suspense) adalah plot yang akan menimbulkan

ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui kemampuannya untuk menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan kepenasaran

penonton dari awal hingga akhir cerita; (2) dadakan (surprise) ialah plot

yang akan mengagetkan penonton dengan cerita yang sedang dinikmatinya mengakibatkan penonton terus menduga-duga ceritanya; (3) ironi dramatik

(dramatic irony) merupakan plot yang membuat pembaca atau penonton meramalkan apa yang akan terjadi kemudian.

Plot dalam drama berkembang secara bertahap, mulai dari konflik yang sederhana, konflik yang kompleks, sampai pada penyelesaian konflik. Secara rinci, Gustaf dalam Waluyo, (2006: 9-14) menjelaskan perkembangan plot drama ada lima tahap, yaitu:

1) Exposition atau pelukisan awal cerita

Pembaca diperkenalkan dengan semua tokoh dalam drama dengan watak masing-masing agar pembaca memperoleh gambaran tentang cerita yang dibaca.

2) Komplikasi atau pertikaian awal Dalam tahap ini pengen

alan terhadap para pelaku sudah menjurus pada pertikaian, sehingga konflik pun mulai menanjak.

3) Klimaks atau titik puncak cerita

Konflik yang meningkat pada tahap komplikasi akan meningkat terus sampai mencapai puncak atau klimaksnya.

commit to user

Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Konflik tokoh hampir selesai atau memperoleh pemecahan/penyelesaiannnya.

5) Catastrophe atau denoument atau keputusan

Dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan sebentar lagi cerita selesai.

d. Karakter

Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam cerita drama. Karakter diciptakan penulis cerita untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu. Pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama, agar dapat mewujudkannya. Dalam kaitannya dengan karakter ada yang dinamakan

penokohan. Menurut Waluyo penokohan perwatakan memiliki hubungan

yang sangat erat, tokoh-tokoh yang memiliki watak menyebabkan terjadinya konflik-konflik yang kemudian dapat menghasilkan sebuah cerita (2009:27). Beliau juga mengklasifikasikan tokoh-tokoh dalam drama seperti pengklasifikasian berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, meliputi tiga jenis tokoh (2006:16).

1) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada

satu atau dua figur tokoh protagonis utama yang dibantu oleh para tokoh lainnya.

2) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang

tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita.

3) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu baik untuk tokoh protagonis

maupun untuk tokoh antagonis.

Pengklasifikasian berdasarkan perananya dalam lakon (cerita) serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut:

1) tokoh sentral, yaitu tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Dalam

hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan antagonis,

2) tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral.

commit to user

3) tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap atau

tambahan dalam suatu cerita.

Watak para tokoh dalam cerita dapat digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional), yaitu penggambaran berdasarkan fisik, psikis, dan sosial. Menurut Waluyo (2003:19-20) cara pengarang untuk

menggambarkan watak tokohnya ada beberapa cara yaitu: 1) phisical

descriptionr; penggambaran watak pelaku cerita melalui pemerian

(deskripsi) bentuk lahir atau temperamen pelaku; 2) portrayal of thought

stream or of conscious thought, yaitu pengarang melukiskan jalan pikir

pelaku atau apa yang terlintas dalam pikirannya; 3) reaction to events,

yaitu pengarang melukiskan bagaimana reaksi pelaku terhadap peristiwa

tertentu; 4) direct author analiysis, yaitu pengarang secara langsung

manganalisis atau melukiskan watak pelaku; 5) discussion of environment,

pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku, sehingga pembaca dapat

menyimpulkan watak pelaku tersebut; 6) reaction of others to character,

pengarang melukiskan pandangan-pandangan tokoh atau pelaku lain

dalam suatu cerita tentang pelaku cerita; dan 7) conversation of other

character, yaitu melalui dialog antar tokoh. Beberapa cara pelukisan watak tersebut, maka perwatakan memiliki hubungan yang sangat erat, tokoh-tokoh yang memiliki watak menyebabkan terjadinya konflik-konflik yang kemudian dapat menghasilkan sebuah cerita .

e. Dialog

Ciri khas suatu drama adalah naskah dalam drama tersebut berbentuk dialog atau cakapan. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis.

f. Setting

Setting adalah tempat dan suasana terjadinya suatu adegan. Setting

biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Menurut Waluyo latar merupakan tempat kejadian cerita, tempat kejadian dapat

berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis (2009:34).

commit to user

dan plot dalam sebuah cerita, karena merupakan tempat kejadian cerita (Rampan, 1995:43).

Waluyo (2003:23) juga menjelaskan bahwa setting atau latar

biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu. Setting

tempat tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan waktu dan

ruang. Setting waktu berarti waktu terjadinya cerita yaitu siang, pagi, sore,

atau malam hari. Settting ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau luar

rumah. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah sebuah tempat untuk melukiskan berlangsungnya sebuah peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang atau pun waktu.

g. Bahasa

Dalam hubungannya dengan drama, bahasa adalah segala-galanya, karena bahasa ini yang mengantarkan ide dan pikiran dari penulis naskah drama. Bahasalah yang membantu penulis untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan lewat kata-kata. Bahasa yang digunakan dalam penulisan naskah

adalah bahasa yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act

(Endraswara, 2011:38).

h. Interpretasi

Drama sebagai tiruan (mimetik) terhadap kehidupan, berusaha memotret kehidupan secara nyata. Drama sebagai interpretasi dalam kehidupan mempunyai kekayaan batin. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama dalam cerita disentuh atau dimasuki berbagai hal agar sesuai dengan kehidupan nyata.

Dokumen terkait