• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi Kasus di SMA Negeri Karangpandan)

SKRIPSI

Oleh:

Erma Susilowati

NIM K1208085

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi Kasus di SMA Negeri Karangpandan)

Oleh:

ERMA SUSILOWATI

K1208085

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

(5)

commit to user

(6)

commit to user

vi

ABSTRAK

Erma Susilowati. K1208085. PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS di SMA NEGERI KARANGPANDAN). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2012.

Tujuan Penelitian adalah untuk mendeskripsikan perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pementasan drama, dan kendala-kendala serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan.

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal. Sumber data yang digunakan adalah tempat dan peristiwa berkaitan dengan lokasi dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas, informan, dan dokumen. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan

teknik analisis dokumen, teknik observasi, dan teknik wawancara. Validitas data

diperoleh melalui triangulasi data, triangulasi metode, dan review informan.

Teknik analisis data menggunakan model interaktif yang terdiri dari empat tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil temuan penelitian tentang pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri Karangpandan diperoleh simpulan: (1) Perencanaan pembelajaran apresiasi drama (silabus dan RPP) yang disusun oleh masih terdapat kekurangan, dalam RPP guru belum mencantumkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai peserta didik. (2) Pelaksananaan pembelajaran apresiasi drama, guru menjelaskan materi dengan metode inovatif, media yang digunakan guru laptop, LCD,

proyektor, speaker, papan tulis dan spidol. Evaluasi yang dilakukan oleh guru

dalam pembelajaran apresiasi drama terdapat dua jenis, yaitu evaluasi proses dan hasil. (3) Pelaksanaan pementasan drama berwujud rekaman drama yang dimuat dalam CD. (4) Kendala yang dihadapi guru (a) peserta didik yang malu-malu/takut serta kurang rasa percaya diri dan tidak mengerjakan tugas; (b) belum memiliki fasilitas yang lengkap; (c) waktu yang terbatas; (d) kurangnya bahan dan materi ajar. Upaya yang dilakukan guru (a) guru memberikan motivasi, semangat, menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari materi sekaligus praktik dalam apresiasi drama, guru memberikan kelonggaran waktu untuk menyelesaikan tugas dan bila terjadi berkai-kali guru memberikan sanksi; (b) mengajak peserta didik untuk belajar di ruangan yang memiliki fasilitas lengkap, seperti di laboratorium fisika; (c) guru menjelaskan materi drama dengan singkat, padat, dan jelas, memberikan kepercayaan penuh kepada peserta didik untuk bermain drama dengan kelompoknya masing-masing; (d) mengupayakan mencari

tambahan materi ajar dari sumber lain, salah satunya buku Terampil Bermain

Peran karya Asul Wiyanto atau dari sumber-sumber lain di internet yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, serta menambahkan materi tentang pengeditan sebuah film dalam pembelajaran TIK.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Pengalaman adalah segalanya yang aku miliki

Aku pernah jatuh, lalu bangkit kembali

Dan aku yakin bahwa pengalamanlah yang membantuku kembali kuat untuk

berdiri”

Carl Chirul

”Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Rasa syukur selalu ku panjatkan pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

 Ayah dan Ibu

Doa restu darimu mengalir tiada hentinya demi kelancaran dan

kesuksesanku

 Nur Syarohmawati

Adikku yang selalu menghibur kala susah dan memotivasiku

 Edy Setiyawan, S. Psi dan Uning Intan Fittriawati, S.E

Dukungan moralmu membuatku untuk selalu berpikir positif dan optimis.

 FACEL

Fira, Ardhy, Colin, Erma, Lina, lima bersaudara selamanya....

 Teman-teman tercinta

Wahyu Purwanto, Nita Nur’aini, Aditya Permana. S., Muhari Widi, Dwi, Wahyudi, Ummi, dan seluruh teman-teman Bastind ’08.

 Bapak/Ibu Dosen PBS

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan untuk

memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa

Indonesia. Peneliti menyadari banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak

akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu dengan segenap kerendahan

hati perkenankan peneliti menghaturkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberi izin penulisan skripsi.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi.

3. Dr. Kundharu Saddhono, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi.

4. Prof. Dr. Herman. J Waluyo, M. Pd., dan Drs. Purwadi, selaku Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan positif kepada

peneliti hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

dengan tulus membagikan ilmunya kepada peneliti.

6. Drs. Amin Suryadi, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri Karangpandan yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di sana.

7. Dra. Ami Rahayu, selaku guru bahasa Indonesia SMA Negeri Karangpandan

yang telah memberikan informasi yang peneliti butuhkan dalam menyusun

skripsi.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah Swt.

Akhirnya peneliti berharap skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan dunia pendidikan, khususnya pendidikan bahasa Indonesia.

Surakarta, Juli 2012

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGAJUAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

MOTTO ….. ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

(11)

commit to user

xi

A. Kajian Teori ... 7

1. Hakikat Pembelajaran ... 7

2. Hakikat Drama ... 13

3. Hakikat Apresiasi Drama ... 23

4. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama ... 26

B. Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 44

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 44

C. Data dan Sumber Data ... 45

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Uji Validitas Data ... 47

G. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Temuan ... 50

1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 50

2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 58

(12)

commit to user

xii

4. Kendala-kendala dan Upaya yang Dilakukan Guru dalam

Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA

Negeri Karangpandan ... 68

B. Pembahasan ... 72

1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 72

2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 77

3. Pelaksanaan Pementasan Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 80

4. Kendala-kendala dan Upaya yang Dilakukan Guru dalam Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri Karangpandan ... 82

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ... 85

A. Simpulan ... 85

B. Implikasi ... 87

C. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ... 43

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Format Penilaian Pribadi ... 37

Tabel 2.2. Format Penilaian Proyek ... 38

Tabel 3.1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ... 44

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 Catatan Lapangan Hasil Pengamatan ... 94

Lampiran 02 Catatan Lapangan Hasil Analisis Data ... 103

Lampiran 03 Catatan Lapangan Hasil Wawancara ... 106

Lampiran 04 Silabus Materi Pembelajaran Apresiasi Drama ... 115

Lampiran 05 RPP Apresiasi Drama ... 118

Lampiran 06 Materi Pembelajaran Apresiasi Drama ... 136

Lampiran 07 Daftar Nama Peserta Didik Kelas XI IPS 1 ... 153

Lampiran 08 Contoh Naskah Drama yang Ditulis Peserta Didik ... 154

Lampiran 09 Foto-foto Pembelajaran Apresiasi Drama dan Pengambilan Adegan Drama Peserta Didik ... 162

Lampiran 10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri Karangpandan ... 164

Lampiran 11 Surat Keterangan Permohonan Izin Penelitian di SMA Negeri Karangpandan ... 165

Lampiran 12 Surat Keterangan Permohonan Menyusun Skripsi ... 166

Lampiran 13 Surat Keputusan Dekan FKIP ... 167

(16)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra di sekolah sesungguhnya sangat menyenangkan bagi

peserta didik. Pembelajaran sastra dapat membimbing peserta didik agar memiliki

wawasan tentang sastra, mampu mengapresiasi sastra, bersikap positif terhadap

sastra, dan dapat mengembangkan kemampuan dirinya guna kepentingan

pendidikan. Sunaryo (2011:156) berpendapat bahwa pembelajaran sastra dapat

benar-benar membimbing peserta didik apabila mampu mengolah aspek

kemanusian peserta didik, yang sekaligus dapat memperkokoh jati dirinya sebagai

manusia Indonesia. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa peserta didik lulusan sekolah lanjutan diharapkan dapat terlibat dalam

berbagai kegiatan apresiasi di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Kegiatan

apresiasi tersebut antara lain: mendengarkan, membaca hasil karya sastra,

mengadakan pementasan, mendiskusikan hasil sastra, maupun menulis kritik

sastra sebagai sarana untuk memperkokoh jati dirinya.

Pembelajaran sastra dalam mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menikmati, menghayati, dan

memahami karya sastra. Namun, kegiatan bersastra belum dapat berkembang secara

maksimal yang dikarenakan kemampuan dan kebiasaan membaca dan menulis masih

relatif rendah. Temuan Ismail (dalam Suryaman, 2011: 3) menyebutkan bahwa

peserta didik tidak membaca karya sastra alias nol judul buku per tahun, padahal

mereka diwajibkan untuk membaca karya sastra minimal sebanyak lima belas judul

buku karya sastra. Selain itu, implementasi pembelajaran sastra di kelas selama ini

dimungkinkan peserta didik mahir dan terbiasa membaca dan menulis saja. Dalam

pembelajaran sastra guru dan peserta didik relatif menghabiskan banyak waktu untuk

keterampilan seperti bahasan kosakata, hubungan huruf-bunyi, dan jawaban terhadap

pertanyaan secara tertulis. Hal ini berbanding terbalik bahwa guru dan peserta didik

sedikit waktu yang digunakan untuk membaca prosa, menyimak cerita yang dibaca

(17)

commit to user

Pendramatisasian/pertunjukan drama termasuk salah satu pembelajaran

sastra yang terdapat di Sekolah Menengah Atas. Pembelajaran drama di Sekolah

Menengah Atas memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik

dalam mengapresiasi drama. Hal ini berarti peserta didik harus mampu mengenal,

memahami, mengahayati dan menghargai drama sebagai karya sastra secara

kreatif. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu mengkomunikasikan hasil

kegiatan mengapresiasi bentuk sastra tersebut kepada orang lain, baik secara lisan

maupun tulis dan dapat mendorong keberanian menuangkan gagasan,

pengalaman, dan perasaannya dalam bentuk drama. Pelaksanaan pembelajaran

drama, dan sastra pada umumnya masih menyatu atau merupakan dari pelajaran

bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kurikulum mata pelajaran bahasa

Indonesia dari dulu hingga sekarang. Dalam kaitanya dengan kepentingan

pembelajaran bahasa Indonesia, sastra dan pembelajaran sastra Indonesia sangat

membantu pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga

penyajiannya dalam pendidikan formal bahasa Indnesia dan sastra tidak dapat

dipisahkan.

Pembelajaran apresiasi drama dianggap masih belum memenuhi sasaran.

Di sekolah-sekolah pembelajaran drama terkadang tidak berjalan sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mengingat alokasi waktu yang tidak

sebanding dengan banyaknya materi yang harus disampaikan membuat materi

terkesan dipaksakan, terkadang ada materi yang tercecer dan tidak dapat diajarkan

pada peserta didik. Akibatnya peserta didik menjadi kurang akrab dengan

apresiasi drama itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari hasil apresiasi drama peserta

didik masih rendah. Minimnya ketersediaan bahan ajar dan contoh teks-teks

drama juga menjadi penghambat tercapainya kompetensi yang diharapkan.

Kegiatan drama secara apresiatif tidak akan terwujud apabila peserta didik tidak

diperkenalkan secara langsung dengan teks drama maupun pementasan yang

kemudian membahasnya. Selain itu, minat peserta didik yang kurang antusias

pada pembelajaran drama di sekolah. Dibuktikan dengan hasil penelitian Yus

Rusyana (dalam Waluyo, 2003:1) menyatakan bahwa minat peserta didik dalam

(18)

commit to user

kemudian drama. Hal ini disebabkan karena ketika menghayati naskah drama

yang berbentuk dialog, peserta didik kurang teliti dibandingkan dengan

memahami prosa atau puisi terlebih lagi kurangnya rasa percaya didri dalam

menentukan gerak dan karakter dari pemain dalam naskah drama tersebut.

Hal lain yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran drama adalah

faktor guru. Guru sebagai salah satu komponen pembelajaran adalah orang yang

bertindak dan bertanggung jawab langsung pada pengelolaan kelas. Peran serta

peserta didik secara aktif atau pasif dalam pembelajaran drama sangat tergantung

dengan cara guru mengajar. Sebagai pengelola seorang guru diharapkan dapat

membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu, guru mata

pelajaran bahasa Indonesia harus mampu menyusun RPP secara matang dan

mampu melaksakan secara optimal dan sesuai dengan RPP yang telah dibuat, agar

kompetensi dasar yang terkait dengan pembelajaran drama dapat diraih dengan

baik. Menurut Mulyasa (2007:222) seorang guru dalam menyusun RPP paling

tidak harus mencakup beberapa aspek agar proses belajar dapat terkendali dengan

baik, yaitu (1) mengisi kolom identitas; (2) menentukan alokasi waktu yang

dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan; (3) menentukan standar

kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang akan digunakan yang

terdapat pada silabus yang telah disusun; (4) merumuskan tujuan pembelajaran

berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,serta indikator yang telah

ditentukan; (5) mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi

pokok/pembelajaran dalam silabus; (6) menetukan metode yang tepat dalam

pembelajaran yang akan digunakan; (7) merumuskan langkah-langkah

pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir; (8) menentukan

sumber belajar yang digunakan; (9) menyusun kriteria penilaian, lembar

pengamatan, contoh soal, dan teknik penskoran. Pada saat pembuatan RPP,

hendaknya guru memilih metode yang akan digunakan dalam penyampaian materi

dengan inovatif, tidak monoton sehingga pesera didik tidak merasa jenuh dan

bosan. Pemilihan media yang kurang tepat atau kurang mendukung juga dapat

menghambat proses penyampaian materi kepada peserta didik. Kurangnya

(19)

commit to user

pengetahuan yang diterima dari guru selain itu kurang memenuhinya buku teks

yang dipakai dalam pembelajaran apresiasi drama.

Dalam sebuah pembelajaran, berbagai pendukung atau komponen

diperlukan agar pembelajaran dapat terlaksana dengan lancar dan tujuan yang

diharapkan dapat tercapai semaksimal mungkin. Sejalan dengan pendapat

Hamalik (2003:10) bahwa pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan

prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Begitu

pula dengan pembelajaran drama, diperlukan beberapa unsur yang dapat

menunjang pembelajaran drama agar berjalan dengan baik dan lancar. Beberapa

unsur tersebut antara lain: guru yang berpengalaman, peserta didik yang aktif dan

kreatif, fasilitas yang menunjang pembelajaran, perlengkapan yang memadai, dan

prosedur yang sistematis. Guru yang berpengalaman dalam pembelajaran

apresiasi drama harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan

bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan

kemampuannya secara aktif dan kreatif dalam pembelajaran apresiasi drama.

Fasilitas dan perlengkapan pembelajaran dalam apresiasi drama yang minim

menjadikan proses petransferan ilmu menjadi terhambat. Pada saat proses

penyampaian materi kebanyakan guru masih susah dalam pengelolaan fasilitas

terutama pada penggunaan media yang mendukung. Di SMA Negeri Karangpadan

fasilitas yang ada belum memenuhi kebutuhan peserta didiknya. Dalam

pembelajaran apresiasi drama guru masih terbatasi dengan media LCD dan

pengeras suara/speaker yang jumlahnya sedikit. Sehingga dalam memberikan

contoh pementasan drama guru harus meminjam laboratorium fisika untuk

memutarkan contoh drama pentas tersebut dikarenakan belum mempunyai

(20)

commit to user B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,

permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan

pembelajaran apresiasi drama kelas XI di SMA Negeri Karangpandan, secara

lebih terperinci dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran apresiasi drama yang dilakukan

guru di kelas XI SMA Negeri Karangpandan (silabus dan RPP)?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang dilakukan

guru di kelas XI SMA Negeri Karangpandan (guru, peserta didik, tujuan,

materi, metode, media, dan evaluasi)?

3. Bagaimanakah guru melaksanakan pementasan drama di kelas XI SMA

Negeri Karangpandan (pembentukan kelompok, penulisan naskah, proses

latihan, dan proses perekaman drama)?

4. Apakah kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama dan

bagaimanakah upaya yang dilakukan guru untuk mengatasinya di kelas XI

SMA Negeri Karangpandan (peserta didik, fasilitas,waktu, bahan ajar)?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang dikemukaan, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui.

1. Perencanaan pembelajaran apresiasi drama yang dilakukan oleh guru di

kelas XI SMA Negeri Karangpandan (silabus dan RPP).

2. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang dilakukan oleh guru di

kelas XI SMA Negeri Karangpandan (guru, peserta didik, tujuan, materi,

metode, media, dan evaluasi).

3. Pementasan drama yang dilakukan oleh guru di kelas XI SMA Negeri

Karangpandan (pembentukan kelompok, penulisan naskah, proses latihan,

dan proses perekaman drama).

4. Kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama dan upaya yang

dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui di

(21)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat bagi yang

membacanya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian yang hendak dilakukan diharapkan dapat

memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran

apresiasi drama di SMA Karangpandan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan kreativitas dalam

diri peneliti terkait dengan aspek pembelajaran apresiasi drama dan

sekaligus dapat menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di

lapangan.

b. Bagi Guru

Memberikan gambaran mengenai pembelajaran apresiasi sastra pada

umumnya, pada apresiasi drama khususnya sehingga dapat menjadi

alternatif pemecahan masalah dan memunculkan kreativitas serta

inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama.

c. Bagi Sekolah

Memberi masukan dan pertimbangan untuk meningkatan mutu

pembelajaran apresiasi sastra, khususnya pada pembelajaran

apresiasi drama.

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti lain

lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan

pembelajaran apresiasi sastra, pada pembelajaran apresiasi drama

(22)

commit to user BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pembelajaran

Sebelum membahas mengenai hakikat pembelajaran, terlebih dahulu

disinggung sedikit tentang arti belajar. Belajar menurut Witherington (dalam

Sukmadinata, 2009:155) merupakan perubahan dalam kepribadian, yang

dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru dengan bentuk

keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Senada dengan

pendapat di atas belajar diartikan sebagai suatu proses di mana suatu perilaku

muncul atau berubah karena adanya respons terhadap situasi (Hilgrad dalam

Sukmadinata, 2009:156). Lain halnya dengan pendapat Hamalik (2003:37)

memberikan pengertian bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku

individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang

disebut dengan belajar adalah proses yang berkaitan dengan kegiatan/aktivitas

yang menghasilkan suatu perubahan, baik berupa penambahan informasi

(pengetahuan) maupun berupa perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan

lingkungannya. Belajar merupakan suatu kegiatan penambahan informasi atau

perubahan tingkah laku. Belajar tidak hanya dapat dilakukan oleh anak kecil saja

tapi bisa dilakukan oleh setiap individu tanpa memandang umur. Kegiatan belajar

sendiri tidak hanya bisa dilakukan di bangku sekolah saja tetapi juga bisa di jalan,

di lingkungan keluarga dan masyarakat, juga berbagai tempat lainnya yang dapat

dijadikan sebagai penambah informasi dan pengalaman hidup bagi manusia.

Belajar sangat erat kaitannya dengan istilah pembelajaran. Istilah ini

sama dengan kata intruction atau pengajaran. Pengajaran merupakan interaksi

belajar dan mengajar (Hamalik, 2003:54). Seiring dengan perkembangan

(23)

commit to user

kurikulum pendidikan istilah pengajaran bergeser padaistilah pembelajaran yang

dapat diartikan sebagai suatu proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk

mengubah perilaku peserta didik kearah yang positif dan lebih baik sesuai dengan

potensi dan perbedaanyang dimiliki peserta didik (Sanjaya, 2008:77-78)

Menurut Hamalik (2003:57-64), pembelajaran merupakan suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Beliau juga mengemukakan bahwa ada lima pengertian

pembelajaran berdasarkan teori belajar.

a. Pembelajaran adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik.

b. Pembelajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui

lembaga pendidikan sekolah.

c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan

kondisi belajar bagi peserta didik

d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi

warga masyarakat yang baik.

e. Pembelajaran adalah suatu proses membantu peserta didik mengahadapi

kehidupan masyarakat sehari-hari.

Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas, dapat

dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang di dalamnya ada interaksi

antara guru dan peserta didik dengan mengoptimalkan faktor internal maupun

eksternal untuk mencapai tujuan berupa perubahan yang dialami oleh peserta

didik, perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Komponen dalam pembelajaran berdasarkan pendapat Hamalik

(2003:57) yang terdiri dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur. Hal ini dapat dijabarkan unsur manusiawi terdiri dari

peserta didik, guru, dan tenaga pendidikan lainnya. Unsur material dapat berupa

sumber belajar. Unsur fasilitas dan perlengkapan meliputi ruang kelas, media.

Prosedur meliputi metode, tujuan pembelajaran, isi pelajaran dan teknik evaluasi.

(24)

commit to user

a. Siswa/Peserta didik

Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan

penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Lain halnya

menurut UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

disebutkan bahwa istilah siswa berganti dengan istilah peserta didik yang

berarti anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu.

b. Guru

Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan

belajar mengajar, katalisator belajar mengajar, dan peranan lainnya yang

memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Seperti halnya dengan pengertian dan istilah peserta didik, guru pun memiliki

istilah lain dalam UU no 20 tahun 2003 yaitu pendidik. Pendidik adalah

tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain

yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan.

Lebih lanjut diuraikan bahwa sebagai tenaga profesional yang

memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan, diantaranya: sebagai

sumber belajar, sebagai fasilitator, sebagai manajer, sebagai demonstrator,

sebagai administrator, sebagai motivator, sebagai organisator, dan sebagai

evaluator (Sanjaya, 2008:147). Peran guru tersebut selaras dengan pendapat

Soedomo (2005:23) yang secara ringkas mengelompokkan tugas seorang

guru pada dasarnya meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional

(mendidik), (2) tugas instruksional (mengembangkan kemampuan afektif,

kognitif, dan psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan

kegiatan belajar).

c. Tujuan

Tujuan merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku yang

(25)

commit to user

mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup perubahan kognitif,

psikomotor, dan afektif. Hamalik (2003:73) menjelaskan bahwa tujuan

pengajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan

tercapai oleh peserta didik setelah berlangsung pengajaran. Tujuan belajar

merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pengajaran. Lebih lanjut

Beliau menjelaskan bahwa suatu tujuan pengajaran terdiri dari tiga

komponenn yakni: (1) tingkah laku terminal, (2) kondisi-kondisi tes, dan (3)

standar (ukuran).

d. Isi pelajaran

Isi atau materi pelajaran yakni segala informasi berupa fakta, prinsip,

dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bahan pengajaran adalah

bagian integral. Rahmanto (2004:27-33) menyebutkan tiga aspek yang tidak

boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu:

1) bahasa, agar pengajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu

mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran

yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didik;

2) psikologis, dalam memilih materi pengajaran sastra hendaknya guru

memperhatikan tahap ini karena sangat besar pengaruhnya terhadap

minat dan keengganan peserta didik dalam banyak hal. Tahap

perkembangan psikologis ini sangat besar pengaruhnya bagi daya ingat,

kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkina

pemecahan masalah yang dihadapi; dan

3) latar belakang budaya, masalah-masalah yang ditampilkan oleh suatu

karya seyogyanya mendekati dengan apa yang dihadapi oleh para

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

e. Metode

Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi intruksional.

Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi

pelajaran. Dalam usaha pemudahan ini guru memerlukan cara-cara (metode)

tertentu. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang baik tentunya

(26)

commit to user

pembelajaran yang baik dapat terealisasikan. Menurut Yamin (2006:147)

metode pembelajaran berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan,

memberi contoh, dan memberi latihan kepada peserta didik untuk mencapai

tujuan tertentu, tapi tidak setiap metode pembelajaran sesuai digunakan untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

Selanjutnya Yamin (2006:148-152) menjelaskan beberapa

pertimbangan yang seharusnya dilakukan oleh pengajar dalam memilih

metode pengajaran secara tepat dan akurat, meliputi:

1) tujuan pembelajaran,

2) pengetahuan awal peserta didik,

3) bidang studi/pokok bahasan/aspek,

4) alokasi waktu dan sarana penunjang,

5) jumlah peserta didik, dan

6) pengalaman dan kewibawaan pengajar.

f. Media

Media merupakan bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang

digunakan untuk menyajikan informasi kepada peserta didik agar mereka

dapat mencapai tujuan. Suatu media yang digunakan tidak mungkin cocok

untuk semua peserta didik. Marshall Mcluhan (dalam Hamalik, 2003:201)

menjelaskan bahwa media adalah ekstensi manusia yang memungkinkan

mempengaruhi orag lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia.

William Burton (dalam Usman, 2005:32) memberikan petunjuk bahwa

dalam memilih media yang akan digunakan dalam pembelajaran, hendaknya

perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman

peserta didik serta perbedaan individual dalam kelompok,

2) alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan,

3) harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu,

4) penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya, seperti dengan diskusi,

analisis, dan evaluasi, dan

(27)

commit to user

g. Evaluasi

Evaluasi yakni suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana peserta

didik telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar

dan mengajar (Hamalik, 2003:157). Wand dan Brown (dalam Sanjaya,

2008:181) mendefinisikan evaluasi sebagai “… refer to the act process to

determining the value of something”. Evaluasi mengacu kepada suatu proses

untuk menentukan nilai suatu yang dievaluasi. Beliau juga menyebutkan

karakteristik evaluasi, yakni suatu proses berhubungan dengan pemberian nilai

atau arti.

Keberhasilan pembelajaran juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya:

1) Minat Belajar

Minat, artinya kecenderungan yang agak menetap, mempengaruhi si

subjek agar merasa tertarik dan senang berkecimpung dalam kegiatan suatu

bidang.

2) Motivasi Belajar

Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan

guna mencapai tujuan tertentu.

3) Bahan Belajar

Bahan atau materi yang digunakan dalam pembelajaran harus

disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik, dan harus

sesuai dengan karakteristik peserta didik agar diminati oleh peserta didik.

4) Alat Bantu Belajar

Alat bantu belajar adalah semua alat yang digunakan dalam kegiatan

belajar-mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran

dari sumber belajar (guru) kepada penerima (peserta didik). Dalam memilih

alat bantu belajar harus mempertimbangkan kesesuaian alat bantu belajar itu

dengan tujuan belajar, kemampuan peserta didik, bahan yang dipelajari, dan

(28)

commit to user

5) Suasana Belajar

Suasana belajar merupakan situasi dan kondisi yang ada dalam

lingkungan tempat proses pembelajaran yang berlangsung.

6) Kondisi Peserta didik yang Belajar

Kondisi peserta didik adalah keadaan peserta didik pada saat kegiatan

belajar-mengajar berlangsung, baik fisik maupun psikis.

7) Kemampuan Guru

Kemampuan guru yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan

guru dalam menyampaikan materi, dalam mengelola kelas, serta dalam

mengatasi berbagai masalah yang mungkin terjadi selama proses

belajar-mengajar berlangsung.

8) Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran merupakan cara yang dipilih oleh guru untuk

meyampaikan materi kepada peserta didik.

2. Hakikat Drama

Secara etimologis kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu draomai

yang memiliki arti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Menurut Moulton

(dalam Tarigan, 1991: 70) drama adalah kehidupan yang ditampilkan dengan

gerak (life presentedin action). Kemudian Sudjiman (dalam Siswanto, 2008: 163)

menyatakan bahwa drama merupakan karya sastra yang bertujuan

menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat

lakuan dan dialog.

Selanjutnya, Waluyo (2006: 2) menyatakan bahwa drama memiliki arti

luas apabila ditinjau dari genre sastra atau cabang kesenian mandiri, yaitu drama

naskah dan drama pentas. Drama naskah merupakan genre sastra yang

disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan drama pentas merupakan kesenian

mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik,

tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan sebagainya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:342) “drama” memiliki beberapa

(29)

commit to user

kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan;

(2) cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus

disusun untuk pertunjukan teater; (3) kejadian yang menyedihkan. Subrata dalam

kamus Webster’s New World Dictionary (1989) akan menjumpai entri “drama”

(hlm. 413) yang menyatakan:

“a literary composition that tell a story, usually of human conflict, by means of dialogue and action, to be performed by actors

Kalimat di atas mempunyai makna bahwa drama merupakan suatu

karangan yang mengisahkan suatu cerita yang mengandung konflik yang disajikan

dalam bentuk dialog dan laga, dan dipertunjukkan oleh para aktor di atas pentas.

Kemudian Wijanto (dalam Dewojati, 2010: 8) menyimpulkan yang dimaksud

drama dalam arti luas adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita

yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, drama adalah

kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung,

disajikan dalam bentuk dialog dan gerak dalam bentuk naskah, didukung tata

panggung, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana.

Dari beberapa definisi dan pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan drama adalah sebuah bentuk karya sastra yang

menceritakan konflik kehidupan, dipertunjukkan oleh para aktor yang memiliki

karakter ditunjukkan lewat dialog dan tingkah dalam sebuah pementasan lengkap

dengan unsur-unsur pembangunnya.

Drama sering disebut dengan istilah “sandiwara” atau “teater”. Kata

“sandiwara” sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu “sandi” yang berarti rahasia

dan “warah” yang berarti ajaran. Sandiwara berarti ajaran ayng disampaikan secara rahasia atau tidak terang-terangan. Hal ini karena pada hakikatnya setiap

sandiwara memiliki/mengandung pesan/ajaran (terutama ajaran moral) bagi

penontonnya. Kata “teater” berasal dari bahasa Inggris theater yang berarti

“gedung pertunjukkan” atau “dunia sandiwara”. Kata tersebut ternyata sebenarnya

berasal dari bahasa Yunani yaitu theatron yang artinya pertunjukan atau dunia

sandiwara yang spektakuler, Wiyanto dan Soemanto dan Padmodarmaya (dalam

(30)

commit to user

yang hampir sama, tetapi tetap memiliki perbedaan yang mampu membedakan

ketiganya.

Setelah dipaparkan beberapa pengertian dari drama, akan dijelaskan

pengklasifikasian drama. Drama diklasifikasikan atas dasar jenis stereotip

manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Drama dalam

Waluyo (2003:38) diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu:

a. Tragedi

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang

besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar.

Dengan kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar

penonton memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang

dilukiskan berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan

sering kali mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan

sesuatu yang sempurna atau yang paling baik di dunia ini.

b. Melodrama

Melodrama adalah lakon/cerita yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita

yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama

adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi).

Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seseorang

seringkali merendahkan martabat orang tersebut, karena dianggap

berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya.

c. Komedi

Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog

kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan

yaitu disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi,

tetapi hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik

dari komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce)

yang mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan

mencari kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol,

atau tokoh bijaksana tetapi lucu. Brockett dalam Waluyo (2003:43)

(31)

commit to user

(2)komedi karakter/watak, (3) komedi pengembangan gagasan, (4) komedi

sosial, (5) komedi gaya, dan (6) komedi romantik.

d. Dagelan

Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut

dengan komedi murahan atau komedi picisan. Sering pula disebut tontonan

konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan,

alurnya tersusun berdasarkan arus situasi, dan tidak berdasarkan

perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita sang tokoh. Isi

cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika melodrama

berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan

komedi.

Wiyanto (2002:7-12) juga membagi beberapa jenis drama, yaitu

berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sasaran, dan berdasarkan keberadaan

naskah.

Bedasarkan penyajian, lakon (cerita) dapat di katagorikan menjadi

delapan jenis yaitu;

a. drama tagedi (duka cerita) adalah drama yang penuh kesedihan,

b. drama komedi (suka cerita) adalah drama penggeli hati. Drama ini penuh

kelucuan yang menimbulkan tawa penonton,

c. drama targekomedi adalah perpaduan antara drama tagedi dan komedi. Isi

lakonnya penuh kesedihan, tetapi juga menggandung hal-hal yang

menggembirakan dan menggelitik hati. Sedih dan gembira silih berganti,

d. drama opera adalah drama yang dialognya dinyanyikan dengan iringan

musik. Lagu yang dinyanyikan pemain satu berbeda dengan lagu yang

dinyanyikan pemain lain. Demikian pula irama musik pengiringgnya.

Drama jenis ini memang mengutamakan nyanyian dan musik, sedangkan

lakonnya sebagai sarana. Opera yang pendek namanya operet,

e. drama melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dengan iringan

melodi atau musik. Tentu saja cara mengucapkannya sesuai dengan musik

pengiringnya. Bahkan kadang-kadang pemain tidak berbicara apa-apa.

(32)

commit to user

sepenuhnya dagelan. Cerita berpola komedi. Gelak tawa dimunculkan

lewat kata dan perbuatan,

f. drama tablo adalah jenis drama yang mengutamakan gerak. Para

pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan

gerakan-gerakan. Jalan cerita dapat diketahui lewat gerakan-gerakan itu, dan

g. drama sendratari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Para

pemain adalah penari-penari berbakat. Rangkaian peristiwa diwujudkan

dalam bentuk tari yang diringi musik. Tidak ada dialog hanya

kadang-kadang dibantu narasi singkat agar penonton mengetahui peristiwa yang

sedang dipentaskan.

Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan

kepada penonton, drama dibedakan menjadi 6 jenis, yaitu:

a. drama panggung dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukan.

Penonton berada di sekitar panggung dan dapat menikmati secara

langsung dengan melihat perbuatan para aktor, mendengarkankan dialog,

bahkan dapat meraba kalau mau dan boleh,

b. drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan

oleh penikmat,

c. drama televisi dapat didengar dan dilihat (meskipun hanya gambar).

Hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya, drama televisi tak

dapat diraba. Drama televisi dapat ditayangkan langsung, dapat pula

direkam dulu lalu ditayangkan kapan saja sesuai dengan program mata

acara televisi,

d. drama film hampir sama dengan drama televisi. Bedanya, drama film

menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukan di bioskop. Namun,

drama film dapat pula ditanyangkan dari studio televisi sehingga penonton

dapat menikmati di rumah masing-masing,

e. drama wayang ciri khas tontonan drama adalah ada cerita dialog. Karena

itu, semua bentuk tontonan yang mengandug cerita disebut juga drama,

(33)

commit to user

tokoh digambarkan dengan wayang atau golek (boneka kecil) yang

dimainkan oleh dalang, dan

f. drama boneka hampir sama dengan wayang. Perbedaanya, dalam drama

boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh

beberapa orang. bahkan, kalau bonekanya besar (di dalamnya ada orang)

boneka itu dapat bermain sendiri tanpa dimainkan dalang.

Berdasarkan ada atau tidaknya naskah yang digunakan, drama dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) drama tradisional, dan (2) drama modern.

Dalam Endraswara (2011: 20-24) membagi struktur baku sebuah drama,

antara lain:

a. Babak yang biasanya kalau dalam prosa disebut episode. Suatu babak

dalam naskah drama merupakan bagian dari naskah drama itu sendiri yang

merangkum semua peristiwa yang terjadi di satu tempat pada urutan waktu

tertentu.

b. Adegan yaitu bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan

peristiwa berhubung datangnya atau perginya seorang atau lebih tokoh ke

atas pentas

c. Dialog ialah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu

tokoh dengan yang lain. Dialog memainkan peranan yang penting karena

menjadi pengarah lakon drama. Ini berarti, cerita dari sebuah drama dapat

diketahui oleh penonton dengan mudah dan cepat lewat dialog yang

mereka ucapkan. Dalam pengucapan dialog diperlukan penjiwaan

emosional agar dialog yang diucapkan tidak membosankan dan hambar.

Selain memerlukan penjiwaan, pelafalan yang jelas dan volume suara

juga perlu diperhatikan agar suara yang dihasilkan jelas terdengar oleh

semua penonton baik dari bagian depan sampai bagian paling belakang.

d. Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal.

Prolog berisi jalan cerita, perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, serta

konflik-konflik yang akan terjadi di panggung. Selain itu, prolog juga bisa

(34)

commit to user

e. Epilog merupakan kata penutup yang mengakhiri pementasan. Epilog

berisi kesimpulan atau ajaran yang bisa diambil dari tontonan drama yang

disaksikan yang biasanya dibacakan oleh pembawa acara atau announcer.

Unsur-unsur lakon (cerita) suatu drama dalam Wiyanto (2002:23-30)

meliputi delapan hal.

a. Tema

Tema adalah pikiran pokok yang mendasari cerita dalam drama. Pikiran

pokok dikembangkan sampai menjadi cerita yang menarik. Seorang

penulis cerita harus menentukan lebih dahulu tema yang akan diangkat

dalam cerita tersebut. Waluyo (2003:24) menyatakan bahwa tema

merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema tersebut

berhubungan dengan premis dari drama itu sendiri yang berhubungan pola

dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang

dikemukakan oleh pengarangnya. Dialog yang diucapkan oleh para tokoh

menjadi pengejawantahan tema dari cerita drama.

b. Amanat

Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada

pembaca naskah atau penonton drama. Pesan moral tersebut tidak

disampaikan sacara langsung tetapi bisa lewat cerita dalam naskah drama

tersebut. Rampan (1995:72) berpendapat bahwa amanat adalah peristiwa

yang melahirkan kejadian-kejadian yang membuat sebuah cerita menjadi

hidup, yang berkaitan dan berkesinambungan.

c. Plot

Ali Ahmad dalam Rampan menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan

aksi-aksi yang berkembang dan berhubungan satu sama lain,

perkembangan ini dimungkinkan oleh adanya perlawanan antara satu

kuasa dengan satu kuasa yang lain (1995:60). Wahyuningtyas dan Wijaya

membagi alur berdasarkan kriteria urutan waktu menjadi tiga jenis: (1)

alur garis lurus (progersif); (2) alur sorot balik (regersif) ; dan (3) alur

(35)

commit to user

Dalam usaha mengembangkan suatu alur, pengarang juga

memiliki kebebasan untuk berkreativitas. Namun sebaik apapun buah

pikiran pengarang, kalau pembaca atau penonton tidak tertarik kepada

karya yang diciptanya berarti karya tersebut belum bisa diterima.

Pengarang hendaknya memperhatikan unsur-unsur dalam plot. Menurut

Endraswara (2011: 27-28) terdapat tiga unsur plot yang paling utama,

yaitu (1) ketegangan (suspense) adalah plot yang akan menimbulkan

ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui kemampuannya

untuk menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan kepenasaran

penonton dari awal hingga akhir cerita; (2) dadakan (surprise) ialah plot

yang akan mengagetkan penonton dengan cerita yang sedang dinikmatinya

mengakibatkan penonton terus menduga-duga ceritanya; (3) ironi dramatik

(dramatic irony) merupakan plot yang membuat pembaca atau penonton

meramalkan apa yang akan terjadi kemudian.

Plot dalam drama berkembang secara bertahap, mulai dari konflik

yang sederhana, konflik yang kompleks, sampai pada penyelesaian

konflik. Secara rinci, Gustaf dalam Waluyo, (2006: 9-14) menjelaskan

perkembangan plot drama ada lima tahap, yaitu:

1) Exposition atau pelukisan awal cerita

Pembaca diperkenalkan dengan semua tokoh dalam drama dengan

watak masing-masing agar pembaca memperoleh gambaran tentang

cerita yang dibaca.

2) Komplikasi atau pertikaian awal

Dalam tahap ini pengen

alan terhadap para pelaku sudah menjurus pada pertikaian, sehingga

konflik pun mulai menanjak.

3) Klimaks atau titik puncak cerita

Konflik yang meningkat pada tahap komplikasi akan meningkat terus

sampai mencapai puncak atau klimaksnya.

(36)

commit to user

Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Konflik tokoh hampir

selesai atau memperoleh pemecahan/penyelesaiannnya.

5) Catastrophe atau denoument atau keputusan

Dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan sebentar lagi

cerita selesai.

d. Karakter

Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh

dalam cerita drama. Karakter diciptakan penulis cerita untuk diwujudkan

oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu. Pemain harus memahami

benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama, agar dapat

mewujudkannya. Dalam kaitannya dengan karakter ada yang dinamakan

penokohan. Menurut Waluyo penokohan perwatakan memiliki hubungan

yang sangat erat, tokoh-tokoh yang memiliki watak menyebabkan

terjadinya konflik-konflik yang kemudian dapat menghasilkan sebuah

cerita (2009:27). Beliau juga mengklasifikasikan tokoh-tokoh dalam

drama seperti pengklasifikasian berdasarkan peranannya terhadap jalan

cerita, meliputi tiga jenis tokoh (2006:16).

1) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada

satu atau dua figur tokoh protagonis utama yang dibantu oleh para

tokoh lainnya.

2) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang

tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang

ikut menentang cerita.

3) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu baik untuk tokoh protagonis

maupun untuk tokoh antagonis.

Pengklasifikasian berdasarkan perananya dalam lakon (cerita) serta

fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut:

1) tokoh sentral, yaitu tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Dalam

hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan antagonis,

2) tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral.

(37)

commit to user

3) tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap atau

tambahan dalam suatu cerita.

Watak para tokoh dalam cerita dapat digambarkan dalam tiga

dimensi (watak dimensional), yaitu penggambaran berdasarkan fisik,

psikis, dan sosial. Menurut Waluyo (2003:19-20) cara pengarang untuk

menggambarkan watak tokohnya ada beberapa cara yaitu: 1) phisical

descriptionr; penggambaran watak pelaku cerita melalui pemerian

(deskripsi) bentuk lahir atau temperamen pelaku; 2) portrayal of thought

stream or of conscious thought, yaitu pengarang melukiskan jalan pikir

pelaku atau apa yang terlintas dalam pikirannya; 3) reaction to events,

yaitu pengarang melukiskan bagaimana reaksi pelaku terhadap peristiwa

tertentu; 4) direct author analiysis, yaitu pengarang secara langsung

manganalisis atau melukiskan watak pelaku; 5) discussion of environment,

pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku, sehingga pembaca dapat

menyimpulkan watak pelaku tersebut; 6) reaction of others to character,

pengarang melukiskan pandangan-pandangan tokoh atau pelaku lain

dalam suatu cerita tentang pelaku cerita; dan 7) conversation of other

character, yaitu melalui dialog antar tokoh. Beberapa cara pelukisan

watak tersebut, maka perwatakan memiliki hubungan yang sangat erat,

tokoh-tokoh yang memiliki watak menyebabkan terjadinya konflik-konflik

yang kemudian dapat menghasilkan sebuah cerita .

e. Dialog

Ciri khas suatu drama adalah naskah dalam drama tersebut berbentuk

dialog atau cakapan. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama

adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis.

f. Setting

Setting adalah tempat dan suasana terjadinya suatu adegan. Setting

biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Menurut

Waluyo latar merupakan tempat kejadian cerita, tempat kejadian dapat

berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis (2009:34).

(38)

commit to user

dan plot dalam sebuah cerita, karena merupakan tempat kejadian cerita

(Rampan, 1995:43).

Waluyo (2003:23) juga menjelaskan bahwa setting atau latar

biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu. Setting

tempat tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan waktu dan

ruang. Setting waktu berarti waktu terjadinya cerita yaitu siang, pagi, sore,

atau malam hari. Settting ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau luar

rumah. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah sebuah tempat untuk melukiskan berlangsungnya sebuah

peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang atau pun waktu.

g. Bahasa

Dalam hubungannya dengan drama, bahasa adalah segala-galanya, karena

bahasa ini yang mengantarkan ide dan pikiran dari penulis naskah drama.

Bahasalah yang membantu penulis untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaan lewat kata-kata. Bahasa yang digunakan dalam penulisan naskah

adalah bahasa yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act

(Endraswara, 2011:38).

h. Interpretasi

Drama sebagai tiruan (mimetik) terhadap kehidupan, berusaha memotret

kehidupan secara nyata. Drama sebagai interpretasi dalam kehidupan

mempunyai kekayaan batin. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama

dalam cerita disentuh atau dimasuki berbagai hal agar sesuai dengan

kehidupan nyata.

3. Hakikat Apresiasi Drama

Kata apresiasi secara etimologis berasal dari bahasa Latin apreciatio

yang berarti “menghargai”. Dalam bahasa Inggris appreciation berarti pemahaman, pengenalan, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang berisi

evaluasi, Hornby (dalam Waluyo dan Nugraheni, 2009:43). Kata apresiasi dalam

bahasa Indonesia memilliki makna yang sejajar dengan kata apreciato (Latin),

(39)

commit to user

karya sastra sebagai sesuatu yang layak diterima dan menerima nilai-nilai sastra

sebagai suatu kebenaran. Dengan demikian berarti apresiasi tidak hanya

membutuhkan aspek afektif dan psikomotor tetapi juga aspek kognitif.

Kegiatan apresiasi bisa dilakukan dari tingkat yang paling rendah atau

sederhana yaitu tingkat membaca karya sastra, kemudian naik ke tingkatan yang

paling tinggi yaitu upaya untuk melakukan tindakan atau kegiatan. Dalam sebuah

kegiatan apresiasi drama misalnya, maka kegiatan awal yang paling mudah adalah

membaca naskah drama dan memahaminya, kemudian berlanjut ketingkat yang

paling sulit atau tinggi yaitu pada waktu memainkan peran suatu tokoh sesuai

dengan sifat dan karakter tokoh di atas sebuah panggung.

Secara lebih rinci, Abdul Rozak Z. (Waluyo dan Nugraheni, 2009:44)

menjelaskan bahwa apresiasi adalah penghargaan atas karya sastra sebagi hasil

pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan atas karya sastra tersebut

dengan didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung di

dalam karya sastra tersebut.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

apresiasi drama adalah sebuah kegiatan yang berkaitan dengan perihal memahami,

menghayati, dan menghargai karya drama dengan jalan mendengarkan, membaca,

menyaksikan, memerankan bahkan sampai pada mementaskan drama serta

membuat resensi drama.

Dalam mengapresiasi drama diperlukan kecerdasan, kehalusan perasaan,

dan daya khayal yang cukup lincah, demikan juga untuk mementaskannya. Hal itu

karena kita harus menangkap makna drama dari dialog-dialog yang

kadang menggunakan bahasa yang bukan bahasa sehari-hari, bahkan

kadang-kadang dengan bahasa yang berkadar estetika atau filosofis tinggi (Waluyo,

2003:194).

Fowler (dalam Waluyo, 2006:202) menjelaskan bahwa apresiasi drama,

khususnya pementasan drama dan prosa dapat dibagi atas empat tingkat apresiasi.

a. Pembaca yang telah dapat merasakan karya sastra itu sebagai sesuatu yang

hidup, dengan pelakunya-pelakunya yang mengagumkan. Mereka dapat

(40)

commit to user

tertawa, menangis, membeci seseorang pelaku dan sebagainya. Jadi, mereka

telah menggemari karya yang dibaca atau ditontonnya.

b. Pembaca drama yang telah dapat melihat dalamnya perasaan manusia atau jika

mereka telah dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para pelaku suatu

drama telah selangkah lebih maju dari pembaca di atas. Pada tingkat ini

pembaca drama tidak saja minikmati kejadian-kejadian dalam drama secara

badaniah, tetapi lebih banyak pada apa yang terjadi dalam pikiran pelaku,

tingkat ini juga dinamakan tingkat menikmati.

c. Pembaca drama yang telah dapat membandingkan satu drama dengan yang

lain dapat memberi pendapatnya mengenai satu karya, telah dapat membaca

karya yang lebih sulit dengan kenikmatan. Tingkat ini dapat dikatakan tingkat

ketiga apresiasi drama, di mana telah dapat reaksi.

d. Pada tingkat keempat apresiasi drama, pembaca telah dapat melihat keindahan

susunan dialog, setting simbolis pemakaian kata-kata yang berirama yang

disajikan oleh sastrawan. Mereka telah mampu memberi respon pada daya

sastra yang merangsang mereka berpikir, diteruskan dengan memberi respon

pada seni yang disajikan sastrawan dan juga mereka telah dapat menghasilkan

karya sendiri. Tingkat ini disebut tingkat kreatif. Kegiatan apresiasi drama ini

menyebabkan seseorang memahami drama secara mendalam, mampu

merasakan apa yang ditulis oleh dramawan (penulis naskah drama), mampu

menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam drama, menghargai drama

sebagai karya seni dengan kekurangan dan kelebihannya.

Dissick (dalam Waluyo dan Nugraheni, 2009:44), menjelaskan ada 4

tingkatan apresiasi, yaitu: (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3)

tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Seseorang baru pada tingkat

menggemari, maka keterlibatan batinnya lebih kuat. Pada tingkat ini, seseorang

akan senang jika membaca dan mendengarkan karya sastra. Setelah sampai pada

tingkat menikmati keterlibatan batin akan semakin mendalam. Penikmat akan ikut

sedih, terharu, bahagia, dan sebagainya jika menikmati karya sastra. Kemudian

pada tingkat mereaksi, sikap kritis pembaca terhadap sastra lebih menonjol karena

(41)

commit to user

sebuah sastra. Penikmat mampu menunjukkan letak keindahan sastra dan

kekurangan sastra. Pada tingkat memproduksi, seoseorang mampu untuk

membuat sastra, atau membuat resensi sastra.

4. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama

Di awal sudah dijelaskan bahwa drama merupakan salah satu bagian dari

karya sastra, oleh karena itu, untuk mempelajari drama kita tidak dapat

sepenuhnya lepas dari pembelajaran sastra secara umum, sehingga sebelum

membahas secara lebih rinci mengenai pembelajaran apresiasi drama, kita akan

membahasa terlebih dahulu pembelajaran apresiasi sastra pada umumnya.

Sastra adalah wujud dari gagasan seseorang yang dinyatakan dalam

sebuah tulisan yang berbentuk puisi, prosa, cerpen dan sejenisnya. Karya sastra

biasanya merupakan hasil dari pengalaman batin penulis, kejadian disekitar

lingkungan penulis, dan bisa juga hasil imajinasi penulis. Wellek dan Austin

Warren mengatakan, sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni

(1995:3). Mereka juga mendefinisikan sastra merupakan segala sesuatu yang

tertulis dan tercetak (1995:11).

Dari definisi sastra tersebut, kita tahu bahwa sastra memang sebuah

kegiatan kreatif dari sebuah seni. Hal ini bisa terjadi karena seseorang yang

membuat sebuah karya sastra berarti dia sedang mengembangkan daya

kreatifitasnya untuk merangkai kata, memilih kata, ataupun menyusun kata–kata

menjadi indah dan bernilai. Sastra dikatakan seni karena sastra merupakan salah

satu perwujudan dari seni.

Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada

peserta didik nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak

peserta didik ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan.

Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia bertujuan mengembangkan kepada

peserta didik terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai

keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri, atau gabungan keseluruhan,

(42)

commit to user

Pembelajaran drama tercakup dalam pembelajaran apresiasi sastra,

karena di dalamnya peserta didik tidak hanya diajari teori semata, tetapi juga

menemukan hubungan antara proses dan hasil yang nantinya akan dicapai. Drama

merupakan salah satu jenis karya sastra yang menjadi bahan ajar pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat Sekolah Menengah Atas. Drama

merupakan bentuk karya sastra yang bersifat dialogis, karena berwujud

percakapan atau dialog antar tokoh. Pembelajaran apresiasi drama merupakan

bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Moody (dalam Rahmanto, 2004: 16-25)

mengungkapkan bahwa pembelajaran apresiasi sastra dapat membantu pendidikan

secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu:

a. Membantu keterampilan berbahasa

Dengan pengajaran apresiasi sastra, peserta didik dapat melatih

keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang

dibacakan oleh guru, teman, atau pita rekaman. Peserta didik dapat melatih

keterampilan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu drama. Peserta didik

dapat juga meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi

atau prosa cerita. Peserta didik dapat mendiskusikannya dan kemudian

menuliskan hasilnya sebagai latihan keterampilan menulis.

b. Meningkatkan pengetahuan budaya

Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk

menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi setiap peserta didik. Salah

satu tugas yang utama pengajaran adalah memperkenalkan peserta didik

dengan sederetan kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia tanpa

merusak kebanggaan atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Begitu pula

dengan pengajaran apresiasi sastra, jika dilaksanakan dengan bijaksana, dapat

mengantar peserta didik berkenalan dengan pribadi-pribadi dan

pemikir-pemikir besar dunia serta pemikir-pemikiran-pemikir-pemikiran utama dari zaman ke zaman.

c. Mengembangkan cipta dan rasa

Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan

adalah kecakapan yang bersifat indra, penalaran, efektif, sosial, dan religius.

Gambar

Gambar 3.1. Analisis Interaktif (Miles& Hubermen)  ......................................
Tabel 3.1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian  ................................
Gambar 2.1. Alur Kerangka Bepikir commit to user
Tabel 3.1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan teknologi JDBC, aplikasi bisnis dan perusahaan tidak terpaku pada arsitektur tertentu, dan dapat menggunakan database yang telah ada sebelumnya tanpa

Efektivitas Penggunaan Media Lagu Berbahasa Jepang Terhadap Motivasi Belajar Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu..

© www.arithmetic4kids.com Sign up at: www.kizmath.com.

Langsung (SP2HL) atas seluruh pendapatan hibah langsung yang bersumber dari luar negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersunber

Langkah pertama sebagai acuan dasar perbandingan dengan heat exchanger rancang ulang, maka dilakukan terlebih dahulu perhitungan untuk heat exchanger yang

Tujuan khusus dalam penelitian ini, antara lain (1) Mengidentifikasi ketersediaan makanan jajanan di warung sekolah; (2) Mengidentifikasi karakteristik siswa dan

Yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja (Pokja) Pemagaran Gedung Kantor Pengadilan Agama Tanjung Selor, pada hari ini RABU , tanggal TIGA bulan JUNI¸ tahun DUA

[r]