• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan pengukuran konsentrasi pewarna hijau dalam sampel minuman dengan analisis pola serapan dan indeks bias menggunakan detektor emission spectrometer dan refraktometer.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi dan pengukuran konsentrasi pewarna hijau dalam sampel minuman dengan analisis pola serapan dan indeks bias menggunakan detektor emission spectrometer dan refraktometer."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA HIJAU DALAM SAMPEL MINUMAN DENGAN ANALISIS POLA SERAPAN DAN INDEKS BIAS MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER

DAN REFRAKTOMETER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

Edward Arung

NIM: 121424014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Hasil karya dan perjuanganku, kupersembahkan untuk :

Ayahku, Hendrik Arung

Ibuku, Bertha Manik

Adikku, Leonaldi dan Intan Papuana

(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA HIJAU DALAM SAMPEL MINUMAN DENGAN ANALISIS POLA SERAPAN DAN INDEKS BIAS MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER

DAN REFRAKTOMETER

Telah dilakukan penelitian identifikasi dan penentuan konsentrasi pewarna hijau dalam sampel minuman dengan menggunakan Emission Spectrometer dan Refraktometer. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan pola serapan dari larutan sampel dengan pola serapan larutan standar. Pewarna hijau Tartrazin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090 digunakan sebagai larutan standar. Pola serapan diperoleh menggunakan Detektor Emission Spectrometer. Detektor Emission Spectrometer mengukur intensitas dari sumber cahaya pada panjang gelombang 320

– 900 nm dengan interval 1 nm. Penentuan konsentrasi dilakukan dengan analisa indeks bias sampel dengan menggunakan grafik hubungan antara indeks bias terhadap konsentrasi larutan standar. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan menggunakan Refraktometer. Hasil penelitian menunjukkan adanya kandungan pewarna standar pada masing – masing sampel S1 sebesar (46,3 ± 2,9) mL/L, sampel S2 sebesar (96,3 ± 6,0) mL/L, sampel S3 sebesar (77,5 ± 4,8) mL/L, dan sampel S4 sebesar (65,0 ± 4,1) mL/L.

(8)

ABSTRACT

IDENTIFICATION AND CONCENTRATION MEASUREMENT OF GREEN

DYE IN A DRINK SAMPLE BASED SPECTRUM ABSORBTION AND

REFRACTIVE INDEX USING EMISSION SPECTROMETER AND REFRACTOMETER

The identification and concentration measurement of the green dye in sample using Emission Spectrometer and Refractometer has been invetigated. The identification based on absorbtion spectrum. The sample absorbtion spectrum was compared with standart. The green dye Tartrazin CI 19140 and Briliant Blue FCF CI 42090 spectrum absorbtion is used as a standart. The spectum absorbtion is measured using Emission Spectrometer. The Emission Spectrometer is a portable spectrometer designed to measure the intensity of variety light sources. The Emission Spectrometer can work on 320–900 nm wavelength range with interval 1 nm. The concentration of the green dye in sample can be determinated by analized the refraction index of sample. The refraction index is measured using Refractometer. The result show that sample S1 containing (46,3 ± 2,9) mL/L, sample S2 containing (96,3 ± 6,0) mL/L, sample S3 containing (77,5 ± 4,8) mL/L, and sampel S4 containing (65,0 ± 4,1)mL/L of green dye standart.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan berkatNya yang begitu melimpah dan cinta yang begitu luar biasa. Berkat kasih-Nya yang luar biasa melimpah, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena cintanya pula skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN

KONSENTRASI PEWARNA HIJAU DALAM SAMPEL MINUMAN

DENGAN ANALISIS POLA SERAPAN DAN INDEKS BIAS

MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER DAN

REFRAKTOMETERdapat berjalan dengan baik dan terselesaikan dengan baik. Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan untuk Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan.

Penulisan dan penelitian ini bisa terselesaikan dengan baik bukan hanya karena penulis saja, melainkan banyak pihak yang senantiasa membantu serta memberi dukungan kepada penulis. Ucapan terimakasih yang begitu dalam diucapkan kepada :

1. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S, selaku dosen pembimbing yang senantiasa dengan tulus hati membimbing, meluangkan waktu, memotivasi, mengarahkan, mendengarkan kesulitan yang dialami tentang penelitian ini serta memberikan solusi terbaiknya.

2. Petrus Ngadiono selaku laboran yang selalu membantu dalam pengadaan alat, memberi saran terhadap kesulitan dalam pemilihan alat.

3. Ibu Sri Agustini dan bapak Severinus Domi selaku DPA yang selalu membimbing dan memantau perkembangan skripsi mahasiswanya serta ucapan terimakasih untuk dosen-dosen Pendidikan Fisika atas segala bimbingannya dalam membantu kelancaran penelitian.

4. Dosen-dosen Pendidikan Fisika yang telah membantu saya dalam perkuliahan selama 4 tahun ini.

5. Bapak dan Ibu tercinta di rumah, Hendrik Arung dan Bertha Manik yang selalu mendoakan serta memberikan kasih sayangnya dalam memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... xiv

BAB IPENDAHULUAN ... 1

F. Sistematika penelitian ... 6

BAB II DASAR TEORI ... 8

A. Teori Atom ... 8

B. Teori Molekul ... 15

C. Emission Spectrometer ... 16

D. Indeks Bias ... 17

E. Pewarna Hijau ... 19

F. Teknik Pengenceran ... 20

(12)

A. Persiapan Alat ... 21

B. Persiapan Bahan ... 25

C. Prosedur Percobaan ... 26

D. Analisa Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Eksperimen ... 30

B. Pembahasan ... 37

BAB V PENUTUP ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 43

(13)

HALAMAN DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sampel minuman berwarna hijau yang didapatkan dari berbagai

tempat ... 26

Tabel 4.2 Nilai indeks bias n untuk berbagai konsentrasi c (mL/L) larutan

standar (Tartrazin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090). ... 33

Tabel 4.3 Nilai indeks bias sampel dan konsentrasi pewarna standar (Tartrazin

(14)

HALAMAN DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar 2.1 Interaksi inti dan atom ... 3

Gambar 2.2 Peristiwa deeksitasi ... 13

Gambar 2.3 Peristiwa eksitasi ... 14

Gambar 2.4 Sketsa tingkat tenaga molekul: tingkat tenaga elektronik, tingkat

tenaga vibrasi, tingkat tenaga rotasi ... 15

Gambar 2.5 Bagan analisa kualitatif menggunakan detektor Emission

Spectrometer ... 16

Gambar 2.6 Struktur kimia Tartrazin CI 19140 ... 19

Gambar 2.7 Struktur kimia Biru Berlian FCF CI 42090 ... 19

Gambar 3.1 Susunan alat eksperimen untuk mengidentifikasi pewarna hijau

dalam sampel ... 22

Gambar 3.2 Susunan alat eksperimen untuk menentukan konsentrasi pewarna

hijau pada sampel ... 25

Grafik 4.1 Hubungan intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan

standar (Tartrazin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090), pada konsentrasi 2

(15)

Grafik 4.2Hubungan intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan

pewarna standar (Tartrazin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090) pada

konsentrasi 10 mL/L ... 32

Grafik 4.3 Hubungan indeks bias terhadap konsetrasi (mL/L) pada larutan

standar (Tartrazin Cl 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090) ... 34

Grafik 4.4Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan

standar Tartrasin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090 pada konsentrasi

10 mL/L, sampel minuman S1 pada konsentrasi 1/5x mL/L ... 35

Grafik 4.5Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan

standar Tartrasin CI 19140 dan Biru Berlian FCF 42090 pada konsentrasi 10

mL/L (-), sampel minuman S2 pada konsentrasi 1/5x mL/L ... 47

Grafik 4.6 Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan

standar Tartrasin CI 19140 dan Biru Berlian FCF 42090 pada konsentrasi 10

mL/L (-), sampel minuman S3 pada konsentrasi 1/5x mL/L ( - ) ... 47

Grafik 4.6 Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan

standar Tartrasin CI 19140 dan Biru Berlian FCF 42090 pada konsentrasi 10

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seperti cabang ilmu Sains lainnya, Fisika didasarkan pada pengamatan

eksperimen dan pengukuran kuantitatif. Tujuan utama fisika adalah untuk

menemukan hukum dasar yang mengatur fenomena alam dan

menggunakannya untuk mengembangkan teori-teori yang dapat memprediksi

hasil dari percobaan berikutnya. Hukum dasar yang digunakan dalam

pengembangan teori disajikan dalam bahasa matematika, alat yang

menyediakan jembatan antara teori dan eksperimen. Fisika merupakan cabang

ilmu Sains yang fundamental dan tidak terlepas dari cabang ilmu sains lainnya

seperti Kimia. Sifat fisis dari zat kimia dapat dijelaskan dengan ilmu Fisika.

Sebagai contoh kandungan molekul dalam suatu minuman dapat ditentukan

dengan mengamati gejala – gejala fisisnya.

Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu yang diukur dengan

alat ukurnya dan kemudian menerakan angka menurut sistem aturan tertentu.

Dalam kehidupan sehari – hari, pengukuran ini menjadi hal penting karena

dapat digunakan untuk melakukan pengecekan, misalnya pengukuran

(17)

Minuman sirup atau minuman dalam kemasan sering dijumpai di daerah

pasar ataupun di pinggiran jalan. Berbagai varian rasa dan warnanya menjadi

daya tarik tersendiri bagi masyarakat, khususnya kalangan anak – anak, untuk

membeli minuman tersebut. Untuk menarik minat konsumen, pedagang

biasanya menggunakan tambahan zat pewarna pada minuman. Namun,

terkadang kandungan kadar pewarna pada minuman sering diabaikan. Hal ini

dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai batasan kandungan

pewarna dalam suatu larutan. Adanya kandungan pewarna yang berlebih

dalam suatu minuman dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar

pewarna yang ada dalam suatu minuman.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mengatur tentang

penggunaan bahan tambahan pada makanan. Pewarna sintetik merupakan

salah satu bahan tambahan pada makanan. Kadar maksimal dari pewarna

sintetik dalam suatu minuman sebesar 70 mg/L, untuk pewarna tunggal atau

campuran dengan warna lain, pada produk minuman yang siap konsumsi

[Permenkes RI, 1998]. Kadar ini menjadi acuan sebagai batas aman

penggunaan suatu pewarna pada minuman – minuman siap konsumsi. Salah

satu pewarna yang sering digunakan pada minuman yang dijual di pinggiran

jalan yaitu pewarna hijau. Minuman berwarna hijau didapatkan dengan

(18)

dampak buruk bagi kesehatan, seperti asma, kerusakan pada ginjal, dan juga

dapat memicu kanker.

Identifikasi dan penentuan konsentrasi suatu larutan sampel telah

dilakukan sebelumnya, yaitu identifikasi dan pengukuran konsentrasi pewarna

merah dalam suatu larutan sampel dengan menggunakan Emission

Spectrometer dan Colorimeter [Jerry, 2016]. Penelitian ini menggunakan

analisa absorbansi larutan terhadap cahaya dengan panjang gelombang

tertentu. Analisa ini tentu memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai

fisika lanjut. Nilai konsentrasi pewarna yang didapatkan juga memiliki ralat

relatif yang cukup tinggi.

Penelitian dalam tulisan ini akan membahas tentang identifikasi dan

penenentuan konsentrasi pewarna hijau dalam beberapa sampel minuman.

Sama seperti penelitian sebelumnya, identifikasi dilakukan dengan

menggunakan alat Emission Spectrometer. Tetapi, dalam menentukan

konsentrasi pewarna pada sampel akan digunakan analisa indeks bias. Materi

mengenai indeks bias tentu sudah tidak asing lagi bagi kalangan pelajar

tingkat SMA ataupun tingkat universitas, sehingga diharapkan dapat

membantu dalam memahami mengenai penentuan konsentrasi suatu larutan

yang ditinjau dari segi Fisika.

Penelitian ini akan menyajikan metode eksperimen yang sederhana

(19)

tentang jenis serta kadar pewarna yang ada pada minuman – minuman siap

konsumsi yang banyak dijual di daerah sekitar wilayah Maguwoharjo.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana cara mengidentifikasi keberadaan pewarna hijau dalam larutan

sampel?

2. Bagaimana cara menentukan konsentrasi pewarna hijau dalam larutan

sampel?

3. Berapa konsentrasi pewarna hijau dalam larutan sampel?

C. Batasan masalah

Penelitian ini terbatas pada identifikasi keberadaan dan penentuan

konsentrasi dari pewarna hijau dalam larutan sampel minuman. Pewarna

standar yang digunakan merupakan pewarna hijau yang merupakan kombinasi

dari pewarna kuning Tartrazin Cl 19140 dan Biru Berlian FCF Cl 42090.

Sampel merupakan minuman yang berwarna hijau siap komsumsi yang

(20)

D. Tujuan penelitian

1. Mengetahui cara mengidentifikasi keberadaan pewarna hijau dalam

larutan sampel.

2. Mengetahui cara menentukan konsentrasi pewarna hijau dalam larutan

sampel.

3. Dapat menetukan konsentrasi pewarna hijau dalam larutan sampel.

E. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi peneliti,

1. mengetahui cara mengidentifikasi keberadaan pewarna hijau dalam larutan

sampel;

2. mengetahui cara menentukan konsentrasi pewarna hijau dalam larutan

sampel;

3. menunjukkan bahwa konsentrasi suatu larutan tergantung pada niali

indeks bias dari larutan tersebut; dan

4. meningkatkan pengetahuan mengenai metode untuk menentukan

(21)

Bagi pembaca,

1. memberi informasi mengenai keterkaitan indeks bias terhadap penentuan

konsentrasi suatu larutan;

2. mengembang metode eksperimen yang dapat diterapkan pada tingkat

SMA ataupun Perguruan Tinggi;

3. meningkatkan pengetahuan mengenai jenis minuman yang mengandung

pewana hijau; dan

4. mengetahui konsentrasi pewarna hijau pada beberapa sampel yang dijual

di pinggiran jalan.

F. Sistematika penelitian

1. Bab I Pendahuluan

Bab I ini akan mengarahkan kita pada latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, rumusan masalah, batasan masalah dalam penelitian ini,

manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

2. Bab II Dasar Teori

Bab II akan menunjukkan teori yang digunakan dalam penelitian ini.

Dalam hal ini, Bab II berisi teori yang mendukung penelitian yaitu

mengenai medan magnet, Fluks medan magnet, hukum Lenz, dan gerak

magnet di atas konduktor.

(22)

Bab III mengarahkan prosedur penelitian yang digunakan serta

bagaimana cara menganalisa data yang telah didapatkan.

4. Bab IV Hasil dan Analisa

Bab IV menyajikan data yang telah didapatkan serta membahas data yang

telah dianalisa sebelumnya yang kemudian dicocokan dengan teori yang

digunakan.

5. Bab V Penutup

(23)

BAB II

DASAR TEORI

A. Teori Atom

Atom merupakan bagian terkecil dari suatu materi yang tidak dapat

dibagi lagi. Teori tentang atom mulai berkembang pesat sejak abad ke-19.

Model struktur atom pertama dikemukaan oleh J.J Thomson pada tahun 1897

dengan keberhasilannya mencirikan elektron dan mengukur nisbah muatan

terhadap massa (e/m) elektron. Menurut J.J Thomson elektron bermuatan

negatif dan berada dalam atom, namun secara keseluruhan atom bermuatan

netral. Dia mengusulkan bahwa atom merupakan bola pejal yang terdiri dari

elektron dan materi bermuatan positif tersebar secara merata yang dikenal

sebagai model roti kismis. Model ini disebut model atom plum pudding

[Krane, 1992].

Pada tahun 1911, Rutherford bersama kedua muridnya Hans Geiger dan

Ernest Marsden melakukan eksperimen tentang “Hamburan Sinar Alfa”.

Percobaan hamburan tersebut dilakukan dengan menembakan seberkas

pertikel � menuju selembar emas tipis. Hasil eksperimen menunjukkan

adanya ketidaksesuaian dengan model atom J.J Thomson. Partikel � (

bermuatan positif) tidak bergerak lurus menembus lempeng emas, namun

terhambur dengan berbagai sudut. Rutherford mengoreksi model Thomson

(24)

yang terkonsentrasi pada suatu daerah kecil yang disebut inti dan dikelilingi

oleh elektron. Interaksi antara inti dengan elektron dikenal sebagai gaya

coulomb. Interaksi antara inti dan tiap elektron ditunjukan pada gambar 2.1

berikut [Krane, 1992].

Besarnya gaya coulomb antara inti dengan elektron mengikuti

persamaan 2.1 berikut:

= �� (2.1)

dengan,

Fc : Gaya Coulomb

: muatan listrik

: jarak antara dua muatan yang saling berinteraksi

� : permitivitas ruang hampa

(25)

Elektron dapat bergerak mengelilingi inti karena mengalami gaya

sentripetal. Besar gaya sentripetal mengikuti persamaan 2.2 berikut:

= � (2.2)

dengan, : Gaya sentripetal.

: massa elektron.

� : kecepatan elektron.

: jarak antara elektron terhadap inti.

Berdasarkan persamaan 2.1 dan persamaan 2.2 diperoleh persamaan 2.3

sebagai berikut:

� = ��

0 2

(2.3)

Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan bahwa atom mirip sistem

planet mini, dengan elektron-elektron beredar mengelilingi inti atom seperti

halnya planet-planet beredar mengelilingi matahari. Bohr mempostulatkan

bahwa elektron hanya dapat bergerak dalam orbit yang diperkenankan. Orbit

stabil ini disebut sebagai keadaan stasioner. Elektron bergerak pada orbit yang

(26)

meradiasi tenaga dalam bentuk gelombang elektromagnetik jika elektron

berpindah dari keadaan stasioner ke keadaan stasioner lain yang lebih rendah.

Untuk atom Hidrogen dengan jari-jari orbit r dan massa elektron m,

tenaga total sistem merupakan tenaga kinetik elektron ditambah tenaga

potensial Coloumb [Halliday, 1978]. Tenaga total sistem sebesar:

= + (2.4)

dengan tenaga kinetik elektron sebesar:

�= �� (2.5)

tenaga potensial elektron sebesar,

� = − �� (2.6)

sehingga tenaga total elektron menjadi,

= −8��2

0

(2.7)

Bohr menyatakan bahwa momentum sudut orbital elektron bernilai

kelipatan bulat dari ħ. Momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom bernilai bilangan bulat dikalikan konstanta Planck dibagi dengan 2�

yang ditunjukkan dengan persamaan 2.8.

(27)

Elektron hanya berada pada orbit yang diperkenankan, dimana jari-jari

orbit menurut Bohr [Krane, 1992]:

= �� ħ = (2.9)

dengan, : jari-jari orbit elektron

ħ : tetapan Planck

: merupakan bilangan bulat 1,2,3, ...

∶ ,

Berdasarkan persamaan 2.9 dan persamaan 2.7 diperoleh

= − 2024 ħ2 2 (2.10)

Bilangan bulat n merupakan bilangan kuantum utama. Persamaan 2.10

dapat disederhanakan mengikuti persamaan 2.11 berikut.

= − 2,6 eV (2.11)

Elektron dapat berpindah dari suatu orbit ke orbit yang lain. Bila

elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga ) ke orbit akhir (tingkat

(28)

Proses deekitasi memancarkan tenaga mengikuti persamaan 2.12

berikut:

∆ = − � (2.12)

dengan,

∆ : selisih tenaga ( eV )

� : tingkat tenaga awal ( eV )

: tingkat tenaga akhir ( eV )

Tenaga dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik

mengikuti persamaan 2.13 :

ℎ� = − (2.13)

(29)

dengan,

h : tetapan Planck sebesar 6,63 x 10-34 J.s

v : frekuensi gelombang elektromagnetik ( Hz )

Sebaliknya, elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga ) ke orbit

akhir (tingkat tenaga ) dengan < seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.

Proses eksitasi menyerap tenaga mengikuti persamaan 2.14 berikut:

∆ = − � (2.14)

(30)

B. Teori Molekul

Molekul dapat menyerap dan memancarkan tenaga seperti pada atom.

Molekul memiliki tiga tingkat tenaga yaitu tenaga elektronik, tenaga rotasi,

dan tenaga vibrasi mengikuti persamaan 2.15 berikut ini [Beiser, 1982]:

= � + �� �+ � (2.15)

Molekul selalu berusaha mencapai keadaan ke tingkat tenaga yang stabil

dengan menyerap dan melepaskan tenaga sebesar [Krane,1992]:

∆ = ℎ� = ℎ (2.16)

Dengan, ∆ : tenaga yang diserap ( eV )

c : laju cahaya sebesar 3 x 108 m.s-1

� : panjang gelombang ( m )

Karena setiap molekul memiliki tingkat tenaga molekuler yang berbeda,

Gambar 2.4 Sketsa tingkat tenaga molekul : tingkat tenaga elektronik, tingkat tenaga vibrasi, dan tingkat tenaga rotasi

Tingkat tenaga rotasi Tingkat tenaga vibrasi

Tingkat tenaga elektronik keadaan eksitasi

Tingkat tenaga rotasi

Tingkat tenaga vibrasi

(31)

dapat dimanfaatkan dalam menentukan molekul yang terkandung dalam suatu

sampel.

C. Emission Spectrometer

Detektor Emission Spectrometer adalah detektor yang dirancang untuk

mengukur intensitas dari berabagai sumber cahaya. Detektor bekerja pada

panjang gelombang mulai dari 320 nm sampai dengan 900 nm dengan interval

1 nm. Detektor Emission Spectrometer digunakan untuk analisa kualitatif.

Analisa kualitatif dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terkandung

dalam sampel yang akan diteliti. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan pola

serapan sampel. Analisa kualitatif dilakukan dengan menyusun detektor

Emission Spectrometer [Jerry, 2016] mengikuti gambar 2.6 berikut:

Analisa kualitatif menggunakan Detektor Emission Spectrometer

Setiap molekul memerlukan tenaga untuk melakukan transisi dari

tingkat awal ( ) ke tingkat tenaga akhir ( ) yang lebih tinggi. Tenaga ini

disebut tenaga eksitasi. Sinar datang dari sumber radiasi memiliki berbagai

panjang gelombang. Hal ini menunjukkan tenaga yang dibawa oleh sinar

datang juga bervariasi. Jika tenaga yang dibawa oleh sinar datang sama

Sumber Radiasi

Kuvet Dektektor Perekam dan

penampil data

(32)

dengan tenaga yang diperlukan oleh molekul untuk melakukan eksitasi maka

akan terjadi proses penyerapan tenaga. Tenaga yang dibawa oleh sinar

datang akan diserahkan kepada molekul untuk melakukan eksitasi.

Misalnya, untuk transisi molekul memerlukan cahaya dengan panjang

gelombang �, maka cahaya dari sumber dengan panjang gelombang � inilah

yang akan diserap oleh molekul. Hal ini merupakan peristiwa penyerapan

tenaga. Serapan ditunjukkan dengan berkurangnya intensitas pada panjang

gelombang tertentu. Berkurangnya intensitas pada panjang gelombang

cahaya akan menghasilkan pola tertentu. Pola inilah yang disebut sebagai

pola serapan. Pola serapan tergantung molekul penyerapnya. Pola serapan

menjadi dasar untuk mengidentifikasi molekul yang terkandung dalam

sampel. Setelah sampel dipastikan mengandung molekul yang diinginkan,

proses analisa dilanjutkan dengan analisa kuantitatif yaitu menentukan

konsentrasi molekul yang terkandung dalam sampel.

D. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan cepat rambat cahaya pada ruang

hampa dengan cepat rambat cahaya pada medium tertentu. Kecepatan cahaya

dilambangkan dengan c sebesar 2,997 × 108 m/s pada ruang hampa. Pada

medium yang lain, nilainya akan lebih kecil dari nilai tersebut. Indeks bias

menunjukkan seberapa besar kecepatan cahaya yang berkurang pada medium

(33)

= (2.17)

n : indeks bias

c : kecepatan cahaya pada ruang hampa

v : kecepatan cahaya pada suatu medium

Cepat rambat cahaya pada suatu medium tergantung pada medium itu

sendiri, suhu, dan panjang gelombang. Karena kebergantungan terhadap

panjang gelombang maka penelitian sering dilakukan dengan menggunakan

sinar monokromatik. Indeks bias menurut pengertian fisis adalah kemampuan

cahaya merambat dalam suatu zat berdasarkan molekul – molekul penyusun

zat tersebut. Larutan merupakan salah satu medium yang dapat dilalui oleh

cahaya. Kerapatan dari suatu larutan tergantung pada konsentrasi larutan

tersebut. Konsentrasi menunjukkan seberapa besar jumlah zat terlarut dalam

zat pelarut. Nilai konsentrasi ditunjukkan oleh kepekatan dari suatu larutan.

Semakin pekat suatu larutan maka indeks biasnya akan semakin besar

[Hidayanto, 2013; Sarojo, 2011]. Berdasarkan katerkaitan ini maka nilai

konsentrasi suatu larutan dapat ditentukan dengan menganalisa nilai indeks

(34)

E. Pewarna Hijau

Pewarna hijau merupakan perpaduan dari pewarna kuning Tartrazin Cl

19140 dan Biru Berlian FCF Cl 42090. Tartrazin merupakan pewarna kuning

sintetis yang umum digunakan sebagai pewarna makanan. Karena

kelarutannya dalam air, tartrazin umum digunakan sebagai bahan pewarna

minuman. Absorbansi maksimal senyawa ini dalam air berada pada panjang

gelombang (427±2) nm [Rajeev Jain,2003]. Tartrazin memiliki rumus empiris

C16H9N4Na3O9S2 dengan struktur kimia seperti pada gambar 2.6. Biru Berlian

adalah bahan pewarna yang dapat diberi pada makanan dan substansi lainnya

untuk mengubah warna. Zat pewarna yang memiliki rumus empiris

C37H34N2Na2O9S3 ini termasuk pewarna golongan trifenil metan, yang

merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila pewarna ini dilarutkan

dalam air akan menghasilkan warna hijau kebiruan. Struktur kimia dari Biru

berlian seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.6. Struktur kimia Tartrazin Cl 19140

(35)

F. Teknik Pengenceran

Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan variasi konsentrasi dari

suatu pewarna minuman. Larutan diencerkan dengan menggunakan

persamaan 2.22 berikut [Brady, 1994]:

. � = . � (2.22)

dengan, : konsentrasi larutan induk (mL/L)

� : volume larutan induk yang diambil (mL)

: konsentrasi larutan yang diinginkan (mL/L)

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

konsentrasi pewarna hijau Tartrazin Cl 19140 dan Biru Berlian FCF Cl 42090

pada larutan sampel berwarna hijau. Penelitian ini dilakukan berdasarkan

beberapa tahapan. Tahap pertama adalah persiapan alat dan sampel. Tahap

kedua adalah pengambilan data

A. Persiapan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian.

1. Identifikasi Pewarna Hijau

Alat yang digunakan untuk mengindentifikasi keberadaan pewarna

minuman terdiri dari beberapa komponen, antara lain:

a. Sumber cahaya.

Sumber cahaya yang digunakan merupakan lampu pijar dengan

daya sebesar 40 watt.

b. Kuvet

(37)

berinteraksi dengan larutan. Kuvet yang digunakan dapat

menampung sampel dengan ketebalan 10 mm. Kuvet berisi larutan

standar sebagai acuan atau sampel.

c. Detektor

Detektor yang digunakan adalah Emissions Spectrometer buatan

Vernier. Detektor Emissions Spectrometer bekerja pada panjang

gelombang 320 nm sampai 900 nm dengan interval 1 nm.

d. Komputer

Komputer digunakan untuk merekam, menampilkan, dan

menganalisa data. Komputer dilengkapi dengan Software Logger Pro

version 3.12.

Alat dirangkai seperti gambar 3.1 berikut.

A

C

B

PC E

(38)

Keterangan gambar

A : sumber cahaya lampu pijar D : Komputer

B : kuvet E : Ruang gelap

C : detekor Emission Spectrometer

Sebuah lampu pijar A dengan daya 40 watt, kuvet B, dan

detektor Emission Spectrometer D disusun seperti pada gambar 3.1.

Ruang gelap E digunakan untuk mengatasi pengaruh cahaya luar.

Sehingga berkas cahaya yang sampai ke detektor merupakan berkas

cahaya dari sumber cahaya. Cahaya dengan panjang gelombang �

memiliki intensitas awal . Berkas cahaya ditembakkan menuju kuvet

yang berisi larutan standar. Setelah melewati larutan, berkas cahaya ini

langsung menuju detektor. Detektor mengukur intensitas cahaya setelah

melewati larutan. Serapan akan ditunjukkan dengan berkurangnya

intensitas cahaya setelah melewati larutan pada panjang gelombang �.

Berkurangnya intensitas cahaya pada panjang gelombang � akan

menghasilkan pola serapan. Pola serapan digunakan untuk

mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna hijau dalam sampel. Detektor

dihubungkan ke komputer PC dengan menggunakan kabel penghubung

USB. Untuk pengambilan dan perekaman data digunakan PC yang

(39)

2. Penentuan konsentrasi Pewarna Hijau

Alat yang digunakan untuk menentukan konsentrasi pewarna hijau

pada larutan sampel terdiri :

1. Pipet Tetes

Pipet tetes digunakan untuk memindahkan sampel dalam volume yang

kecil.

2. Gelas Ukur

Gelas ukur yang digunakan memiliki resolusi 0,5 mL.

3. Lampu Penerang

Lampu penerang yang digunakan merupakan lampu LED dari

smartphone Hi-Max.

4. Refraktometer

Refraktometer yang digunakan dapat mengukur indeks bias cairan

dengan indeks bias 1,300 – 1,700 dengan ketelitian 0,001 dan

presentase padatan 0 – 95%.

Alat dirangkai seperti pada gambar berikut 3.2.

A

B

(40)

Keterangan gambar:

Persiapan bahan dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan pengenceran

larutan standar dan persiapan sampel.

1. Larutan Standar

Larutan standar merupakan pewarna hijau yang didapatkan dari

kombinasi pewarna kuning Tartrazin CI 19140 dan biru berlian FCF CI

42090. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 100

mL/L, 80 mL/L, 60 mL/L, 40 mL/L, dan 20 mL/L. Larutan standar

dengan konsentrasi 80 mL/L sebanyak 10 ml diperoleh dengan cara

mengambil larutan induk dengan konsentrasi 100 mL/L sebanyak 8 ml

yang ditambahkan aquades hingga volume menjadi 10 ml. Larutan

standar dengan konsentrasi 60 mL/L sebanyak 10 ml diperoleh dengan

cara mengambil larutan induk dengan konsentrasi 100 mL/L sebanyak 6

ml kemudian ditambah aquades hingga volume menjadi 10 ml dan

seterusnya. Larutan standar dengan konsentrasi berbeda untuk pewarna

(41)

2. Persiapan Sampel

Sampel merupakan minuman siap konsumsi yang didapatkan dari

pedagang di tempat yang berbeda.

Tabel 3.1 sampel minuman berwarna hijau yang didapatkan dari berbagai

tempat.

Sampel Keterangan

S1 Sampel didapatkan dari sekitar Pasar Stan

S2 Sampel didapatkan dari sekitar Jl. Kanigoro

S3 Sampel didapatkan dari daerah di depan Stadion

Maguwoharjo

S4 Sampel didapatkan dari daerah di depan Stadion

Maguwoharjo

S5 Sampel didapatkan dari daerah di Jl. Tasura

C. Prosedur Percobaan

Eksperimen dilaksanakan dalam dua tahap sebagai berikut:

1. Penentuan pola serapan sampel menggunakan Emission Spectrometer

a. Menempatkan larutan standar atau sampel ke dalam kuvet

b. Meletakkan kuvet yang berisi larutan standar atau sampel di antara

sumber cahaya dan detektor Emission Spektrometer.

c. Mengatur posisi lampu pijar, kuvet, dan detektor menjadi satu garis

(42)

d. Melakukan perekaman data menggunakan PC yang sudah dilengkapi

dengan software Logger Pro 3.12.

e. Membandingkan pola serapan sampel dengan pola serapan larutan

standar pewarna hijau. Pola serapan ditunjukkan dengan nilai

intensitas yang melewati larutan sampel pada panjang gelombang 320

nm sampai 900 nm dengan interval panjang gelombang 1 nm.

2. Pengukuran indeks bias sampel menggunakan Refraktometer

a. Meneteskan sampel pada plan kaca refraktometer

b. Mengatur posisi lampu penerang sehingga berada di depan

Refraktometer.

c. Mencatat nilai indeks bias yang diukur dengan Refraktometer.

d. Menganalisa nilai konsentrasi pewarna hijau dengan grafik hubungan

antara indeks bias terhadap konsentrasi pewarna hijau.

D. Analisa Data

1. Identifikasi Pewarna Hijau

Identifikasi pewarna hijau dalam larutan sampel dilakukan dengan

analisa kualitatif. Analisa ini dilakukan dengan membandingkan pola

serapan larutan standar dengan pola serapan sampel. Adanya penyerapan

ditandai dengan penurunan intensitas cahaya pada panjang gelombang

(43)

menggunakan Emission Spectrometer. Pola serapan larutan standar

didapatkan dengan mengukur intensitas cahaya yang dilewatkan pada

larutan standar. Pola serapan sampel didapatkan dengan mengukur

intensitas cahaya yang dilewatkan pada larutan sampel. Pola serapan

didapatkan dalam bentuk grafik hubungan antara intensitas terhadap

panjang gelombang. Sampel dikatakan mengandung pewarna standar jika

pola serapannya sama atau mengikuti pola serapan yang dihasilkan oleh

larutan standar.

2. Penentuan Konsentrasi Pewarna Hijau

Penentuan konsebtrasi pewarna hijau dalam sampel dilakukan dengan

analisa kuantitatif. Nilai indeks bias larutan standar akan diukur pada

berbagai nilai konsentrasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan

refraktometer. Hasil pengukuran dibuat dalam bentuk grafik hubungan

antara indeks bias terhadap konsentrasi larutan standar. hubungan antara

indeks bias terhadap konsentrasi pewarna standar mengikuti hubungan

(44)

persamaan (3.1) dijadikan dasar perhitungan untuk menentukan nilai

konsentrasi pewarna hijau pada sampel.

Nilai indeks bias untuk setiap sampel akan diukur dengan

refraktometer. Nilai indeks bias kemudian dianalisa dengan persamaan

(3.1). Analisa kuantitatif ini dapat berlaku jika sampel telah teridentifikasi

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Eksperimen

Pewarna hijau standar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kombinasi

pewarna kuning Tartrazin Cl 19140 dan Biru Berlian FCF Cl 42090.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan pewarna standar

dalam suatu larutan sampel. Setelah dilakukan idenfikasi, penentuan

konsentrasi dapat dilakukan dengan analisa data.

1. Penentuan Pola Serapan Standar Pewarna Hijau

Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan pola serapan yang dihasilkan

oleh pewarna hijau standar. Pola serapan ditunjukkan dengan grafik

hubungan antara intensitas cahaya setelah melewati larutan terhadap

panjang gelombang. Pengukuran intensitas cahaya setelah melewati

larutan dilakukan pada panjang gelombang 320 nm sampai dengan 900

nm. Hasil pengukuran intensitas larutan standar pewarna hijau standar

dengan konsentrasi 10 mL/L, 8 mL/L, 6 mL/L, 4 mL/L, dan 2 mL/L

terdapat pada tabel lampiran 1.

Nilai intensitas cahaya pada panjang gelombang 320 nm sampai 900

(46)

Grafik 4.1. Hubungan intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan pewarna

hijau standar pada konsentrasi 2 mL/L (-), 4 mL/L (-), 6 mL/L (-), 8 mL/L (-), dan 10

mL/L (-).

Grafik 4.1 menunjukkan adanya penurunan nilai intensitas pada

rentang panjang gelombang tertentu. Berkurangnya nilai intensitas ini

menunjukkan adanya serapan yang terjadi pada cahaya setelah melalui

pewarna standar. Untuk tiap larutan standar terlihat bahwa terjadi serapan

pada rentang panjang gelombang tertentu. Semakin besar konsentrasi

larutan standar maka rentang panjang gelombang serapannya makin besar.

Adanya wilayah serapan ini yang kemudian disebut sebagai pola serapan.

Salah satu pola serapan dijadikan sebagai pola standar atau acuan

sebagai pembanding untuk menganalisa pola serapan pada sampel. pola

(47)

Grafik 4.2. Hubungan intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan pewarna

hijau standar pada konsentrasi 10 mL/L (-).

Grafik ini merupakan dasar untuk mengidentifikasi sampel. Sampel

dikatakan mengandung jenis pewarna hijau standar jika pola serapannya

mengikuti pola serapan pewarna standar.

2. Pengukuran Indeks Bias Larutan Standar Pewarna Hijau standar

untuk Berbagai Konsentrasi

Pengukuran indeks bias terhadap larutan standar dilakukan dengan

menggunakan Refraktometer. Pengukuran nilai indeks bias untuk berbagai

konsentrasi larutan standar digunakan untuk melihat hubungan antara nilai

indeks bias terhadap konsentrasi larutan standar. Berdasarkan hubungan

(48)

Tabel 4.2 Nilai indeks bias n untuk berbagai nilai konsentrasi c (mL/L) larutan pewarna

hijau standar .

Hasil pengukuran nilai indeks bias untuk berbagai konsentrasi sejalan

dengan keterkaitan antara kepekatan larutan dan nilai indeks bias. Tabel

4.2 menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi larutan pewarna

standar maka semakin besar pula nilai indeks biasnya

Dari tabel 4.2 diperoleh grafik hubungan antara indeks bias terhadap

konsentrasi seperti pada grafik 4.2 berikut ini.

No Konsentrasi C ( mL/L ) Indeks Bias n

1 20 1,334

2 40 1,337

3 60 1,340

4 80 1,343

(49)

Grafik 4.3. Hubungan indeks bias terhadap konsetrasi (mL/L) pada larutan pewarna hijau

standar .

Persamaan grafik hubungan indeks bias terhadap konsentrasi tersebut

mengikuti persamaan (3.1). Grafik 4.3 digunakan untuk menentukan

konsentrasi pewarna hijau standar dalam larutan sampel. Grafik ini dapat

digunakan pada jangkauan nilai indeks bias antara 1,334 – 1,347. Untuk

nilai ideks bias sampel yang lebih besar atau di luar jangkauan, perlu

dilakukan pengenceran sehingga nilai indeks biasnya berada pada

jangkauan. Nilai konsentrasinya dapat ditentukan dengan persamaan

n = 1,6 × 10-4 c + 1,3306 (4.2)

3. Hasil Pengukuran Sampel

Identifikasi dilakukan dengan membandingkan pola serapan sampel

hasil pengukuran dengan pola serapan standar. Serapan terhadap cahaya

ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai intensitas pada pajang

(50)

gelombang tertentu setelah melalui larutan. Pengukuran pola serapan

sampel dilakukan menggunakan Emission Spectrometer. Untuk

mendapatkan pola serapan yang mengikuti pola serapan larutan standar,

dilakukian pengenceran terhadap sampel sehingga didapatkan pola

serapan sampel yang sesuai.

Hasil identifikasi pola serapan pada sampel S1 dibandingkan dengan

pola serapan pada larutan standar ditunjukkan pada grafik 4.4.

Grafik 4.4 Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan pewarna hijau standar pada konsentrasi 10 mL/L (-), sampel minuman S1 pada konsentrasi 1/5x mL/L ( - ).

Pola serapan sampel S1 didapatkan setelah melakukan pengenceran

terhadap sampel S1. Sampel S1 sebanyak 1 mL diencerkan dengan

pelarut aquades sehingga volumenya menjadi 5 mL/L. Pada Grafik 4.4

terlihat pola serapan sampel S1 hasil pengenceran (-) mengikuti pola

(51)

menggunakan persamaan (2.22) dapat ditentukan nilai konsentrasi

pewarna hijau standar yang terkandung dalam sampel sebesar 50 mL/L.

Perhitungan ini berlaku jika pola serapan larutan standar berhimpit

dengan pola serapan yang dihasilkan oleh sampel. Dalam penelitian ini,

pengukuran konsentrasi dilakukan dengan analisa indeks bias pada

larutan sampel.

Pengukuran nilai konsentrasi pada larutan sampel dilakukan secara

langsung tanpa melakukan pengenceran. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan refraktometer. Hasil pengukuran nilai indeks bias untuk

sampel minuman S1 adalah 1,338. Berdasarkan hasil perhitungan

menggunakan persamaan (3.1), diperoleh nilai konsentrasi pewarna hijau

standar yang terkandung dalam minuman S1 adalah

c = (46,3 ± 2,9) mL/L

Nilai konsentrasi pewarna hijau standar yang terkandung dalam

sampel dengan menggunakan persamaan (2.22) dan persamaan (3.1)

menunjukkan nilai yang hampir sama. Pola serapan yang dihasilkan oleh

sampel tidak selalu berhimpit dengan pola serapan larutan standar. Untuk

pola serapan yang tidak berhimpit tetapi mengikuti pola larutan standar,

perhitungan konsentrasi didapatkan dengan analisa indeks bias

(52)

Pengukuran selanjutnya dilakukan untuk sampel minuman yang

berbeda, masing – masing sampel S2, S3, dan S4 dengan cara yang sama

seperti pengukuran pola serapan dan konsentrasi. Hasil pengukuran pola

serapan dapat dilihat pada lampiran 1. Nilai hasil pengukuran konsentrasi

untuk tiap sampel ditunjukkan dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3. Nilai indeks bias dan konsentrasi pewarna hijau standar pada tiap sampel.

No Sampel Indeks Bias (n) Konsentrasi

(mL/L)

1 S1 1,338 (46,3 ± 2,9)

2 S2 1,346 (96,3 ± 6,0)

3 S3 1,343 (77,5 ± 4,8)

4 S4 1,341 (65,0 ± 4,1)

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan

konsentrasi pewarna hijau standar dalam larutan sampel. Analisa yang

digunakan adalah analisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya jenis pewarna hijau standar yang

(53)

adalah warna hijau yang dihasilkan dari kombinasi Tartrasin CI 19140 dan

Biru Berlian FCF 42090. Sampel merupakan minuman berwarna hijau siap

konsumsi yang dijual di pinggiran jalan. Warna hijau pada minuman belum

dapat menjamin ada tidaknya pewarna hijau standar dalam larutan sampel.

Analisa kualitatif digunakan untuk memastikan keberadaan pewarna hijau

tersebut. Analisa kuantitatif dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pewarna

standar yang terkandung dalam sampel.

Analisa kualitatif dilakukan dengan menggunakan Detektor Emission

Spectrometer. Detektor ini dapat mengukur nilai intensitas setelah melewati

suatu larutan pada panjang gelombang cahaya tertentu. Detektor bekerja

berdasarkan serapan tenaga yang mengikuti persamaan (2.16). Detektor akan

menerima cahaya setelah melewati sampel. Hasilnya merupakan grafik

hubungan antara intensitas cahaya terhadap panjang gelombang.

Berkurangnya intensitas cahaya setelah melewati larutan ini disebabkan

adanya proses serapan tenaga. Proses serapan tenaga dilakukan oleh

molekul-molekul penyusun warna hijau pada sampel untuk melakukan transsisi

mengikuti persamaan (2.16). Hasil pengukuran intensitas cahaya terhadap

panjang gelombang akan membentuk pola tertentu. Pola ini dinamakan

sebagai pola serapan.

Pola serapan digunakan untuk melakukan identifikasi jenis pewarna

(54)

yang digunakan sebagai pembanding adalah pola serapan larutan standar pada

konsentrasi 10 mL/L yang ditunjukkan grafik 4.2. Pola inilah yang menjadi

standar sebagai pembanding untuk pola serapan sampel.

Hasil identifikasi pola serapan pada sampel dengan pembanding pola

serapan larutan standar masing – masing ditunjukkan pada garfik 4.3 untuk

sampel S1, grafik 4.4 untuk sampel S2, grafik 4.5 untuk sampel S3, dan grafik

4.6 untuk grafik S4. Untuk mendapatkan pola serapan sampel, dilakukan

pengenceran sehingga didapatkan pola yang paling sesuai dengan pola

serapan standar. Tiap grafik menunjukkan adanya kesesuaian dengan pola

serapan larutan standar sehingga dapat dikatakan terdapat larutan standar pada

sampel minuman.

Analisa kuantitatif dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pewarna

standar yang ada di dalam sampel. Analisa kuantitatif dilakukan dengan

mengukur indeks bias dari larutan sampel. Sebelumnya, dilakukan

pengukuran nilai indeks bias untuk berbagai konsentrasi larutan standar. Dari

hasil pengukuran didapatkan adanya hubungan linear antara nilai indeks bias

terhadap konsentrasi pewarna standar yang mengikuti persamaan (4.2).

persamaan (4.2) menjadi dasar untuk perhitungan nilai konsentrasi pewarna

hijau yang terkandung dalam sampel. Pengukuran indeks bias sampel

dilakukan secara langsung tanpa melalui pengenceran. Hasil pengukuran

(55)

Grafik ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi pewarna standar

pada larutan sampel jika indeks bias sampel berada pada nilai 1,334 – 1,347.

Nilai konsentrasi larutan dapat ditentukan dengan memasukkan nilai indeks

bias tiap sampel pada persamaan (4.2).

Pola serapan dari sampel yang ditunjukkan oleh grafik 4.4, 4.5, 4.6,

4.7, mengikuti pola serapan yang dihasilkan pewarna standar. Hal ini berarti

pada sampel S1, S2, S3, dan S4 terdapat kandungan pewarna hijau standar.

Nilai konsentrasi dari pewarna standar pada masing – masing sampel

kemudian dapat ditentukan dengan analisa kuantitatif. Hasil pengukuran

konsentrasi dari masing – masing sampel ditunjukkan oleh tabel 4.3.

Berdasarkan data pada tabel 4.3, diketahui bahwa sampel S1 yang didapatkan

dari dari Pasar Stan dan sampel S4 yang didapatkan dari Jl. Kanigoro

tergolong tidak aman karena melebihi takaran yang sudah ditentukan oleh

pemerintah. Sedamgkan sampel S2 dan S3 yang didapatkan dari sekitar

Stadion Maguwoharjo tergolong aman karena konsentrasinya berada di bawah

batas yang dianjurkan pemerintah.

Nilai konsentrasi pewarna hijau dalam sampel ditunjukkan dalam tabel

4.3. Nilai ini memiliki rata – rata ralat relatif sebesar 6%. Ketidakpastian ini

dapat diminimalkan dengan persamaan garis hubungan antara indeks bias

terhadap konsentrasi yang lebih baik. Artinya, dibutuhkan data konsentrasi

(56)

didapatkannya konsentrasi pewarna standar yang makin teliti. Tetapi,

pengukuran indeks bias dengan selisih konsentrasi 10 mL dengan

menggunakan refraktometer yang tersedia belum dapat menunjukkan

perbedaan nilai indeks bias. Hal ini mengakibatkan pengukuran indeks bias

berbagai konsentrasi larutan standar dilakukan untuk setiap kenaikan 20 mL

konsentrasi.

Penelitian ini juga memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan.

Penelitian ini menyajikan metode yang sederhana dan masih jarang dilakukan

secara umum. Metode ini diharapkan dapat membantu pelajar untuk dapat

memahami tentang pengukuran konsentrasi yang ditinjau secara optis. Selain

itu, penggunaan perangkat berbasis komputer lebih memudahkan penelitian

sehingga dapat diterapkan untuk pelajar di tingkat SMA. Penggunaan alat

seperti ini diharapkan dapat menarik minat para pelajar dalam mempelajari

(57)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan konsentrasi

pewarna hijau standar dalam sampel minuman. Penelitian dilakukan dengan

analisa pola serapan menggunakan Detektor Emission Spectrometer dan

analisa indeks bias larutan dengan menggunakan Refraktometer. Berdasarkan

eksperimen dan hasil yang diperoleh diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Identifikasi jenis pewarna hijau standar dilakukan dengan cara

membandingkan pola serapan yang dihasilkan sampel dengan pola

serapan yang dihasilkan oleh larutan pewarna standar standar. Pola

serapan dihasilkan oleh detektor Emission Spectrometer.

2. Sampel S1, S2, S3, dan S4, mengandung pewarna hijau standar.

3. Kosentrasi pewarna hijau standar yang digunakan pada sampel dapat

ditentukan dengan menganalisa indeks bias sampel menggunakan

perhitungan berdasarkan persamaan grafik yang diperoleh dengan

mengukur nilai indeks bias pewarna standar untuk berbagai konsentrasi.

(58)

maupun pada larutan standar dengan sumber cahaya lampu LED

Smartphone Hi Max.

4. Hasil pengukuran kosentrasi pewarna hijau pada sampel sebagai berikut:

Tabel 4.3. Nilai indeks bias dan konsentrasi pewarna hijau standar pada tiap sampel.

No Sampel Indeks Bias (n) Konsentrasi

(mL/L)

1 S1 1,338 (46,3 ± 2,9)

2 S2 1,346 (96,3 ± 6,0)

3 S3 1,343 (77,5 ± 4,8)

4 S4 1,341 (65,0 ± 4,1)

B. Saran

Beberapa hal dalam penelitian ini yang perlu diperbaiki untuk

kepentingan penelitian selanjutnya sehingga dapat semakin meningkatkan

kualitas penelitian ini. Penulis menyarankan kepada pembaca yang ingin

melanjutkan penelitian selanjutnya untuk :

1. Memperluas wilayah pengambilan sampel dan mencoba

(59)

berbeda. Hal ini dapat dilakukan untuk melakukan konfirmasi

terhadap penelitian ini.

2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat membantu siswa

tingkat SMA atau Universitas untuk mempermudah dalam

melakukan pengukuran konsentrasi pewarna minuman. Selain itu,

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, C. Jerry. 2016. Identifikasi dan Pengukuran Konsentrasi Pewarna Merah

dalam Sampel Minuman Menggunakan Emission Spectrometer dan

Colorimeter. Skripsi FMIPA Universitas Sanata Dharma.

Beiser, Arthur. 1982. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan RI. 1998. Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

tentang bahan tambahan makanan (BTM).

Doebelin, Ernest O. 1992. Sistem Pengukuran Edisi ketiga (jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Halliday dan Resnick. 1978. Fisika jilid 2 diterjemahkan oleh Pantur Silaban dan

Erwin Sucipto. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hidayanto, Eko. 2013. Analisis Korelasi Indeks Bias dengan Konsentrasi Sukrosa

Beberapa Jenis Madu Menggunakan Portable Brix Meter. Youngster Physics

Journal vol.1, no. 5. hal 191 – 198.

Krane, K.S, 1992. Fisika Modern diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik. Jakarta :

Penerbit Universitas Indonesia.

(61)

Sasmoko, Y. Hari. 2008. Pengukuran Konsentrasi Carmoizine dalam Sampel

Minuman menggunakan UV-Vis Spektrofotometer SP8-400. Skripsi FST

Universitas Sanata Dharma.

Tipler. Paul A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Wenninger, John A. Canterbery, Renar C. Ewen, Mc. G. N. Jr. 2000. International

(62)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Grafik 4.5 Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan pewarna hijau standar pada konsentrasi 10 mL/L (-), sampel minuman S2 pada konsentrasi 1/5x mL/L ( - ).

(63)
(64)

Lampiran 2

(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)

Lampiran 3

Perhitungan untuk menentukan konsentrasi pewarna hijau standar pada larutan sampel berdasarkan indeks bias sampel yang diukur dengan Refraktometer dengan sumber cahaya LED Smartphone Hi Max.

Untuk data no.1 pada tabel 4.3 besarnya konsentrasi pewarna hijau Tartrazin Cl 19140 dan Biru Berlian FCF Cl dalam larutan sampel

1. Nilai indeks bias pada sampel: 1,338

2. Persamaan garis hubungan antara indeks bias larutan standar terhadap konsentrasi larutan standar

n = (1,6 ± 0,1 ) x 10-4 c + (1,3306 ± 0,0003) 3. Konsentrasi pewarna pada sampel

= , 8− ,, 6 6= , �/�

4. Perhitungan ralat

∆ = , 8− ,, 6 √ ,, 6 + ,, 6 ∆ = ,

5. Konsentrasi pewarna hijau standar dalam sampel

(87)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA HIJAU DALAM SAMPEL MINUMAN DENGAN ANALISIS POLA SERAPAN DAN INDEKS BIAS MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER

DAN REFRAKTOMETER

Telah dilakukan penelitian identifikasi dan penentuan konsentrasi pewarna hijau dalam sampel minuman dengan menggunakan Emission Spectrometer dan Refraktometer. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan pola serapan dari larutan sampel dengan pola serapan larutan standar. Pewarna hijau Tartrazin CI 19140 dan Biru Berlian FCF CI 42090 digunakan sebagai larutan standar. Pola serapan diperoleh menggunakan Detektor Emission Spectrometer. Detektor Emission Spectrometer mengukur intensitas dari sumber cahaya pada panjang gelombang 320

– 900 nm dengan interval 1 nm. Penentuan konsentrasi dilakukan dengan analisa indeks bias sampel dengan menggunakan grafik hubungan antara indeks bias terhadap konsentrasi larutan standar. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan menggunakan Refraktometer. Hasil penelitian menunjukkan adanya kandungan pewarna standar pada masing – masing sampel S1 sebesar (46,3 ± 2,9) mL/L, sampel S2 sebesar (96,3 ± 6,0) mL/L, sampel S3 sebesar (77,5 ± 4,8) mL/L, dan sampel S4 sebesar (65,0 ± 4,1) mL/L.

(88)

ABSTRACT

IDENTIFICATION AND CONCENTRATION MEASUREMENT OF GREEN

DYE IN A DRINK SAMPLE BASED SPECTRUM ABSORBTION AND

REFRACTIVE INDEX USING EMISSION SPECTROMETER AND REFRACTOMETER

The identification and concentration measurement of the green dye in sample using Emission Spectrometer and Refractometer has been invetigated. The identification based on absorbtion spectrum. The sample absorbtion spectrum was compared with standart. The green dye Tartrazin CI 19140 and Briliant Blue FCF CI 42090 spectrum absorbtion is used as a standart. The spectum absorbtion is measured using Emission Spectrometer. The Emission Spectrometer is a portable spectrometer designed to measure the intensity of variety light sources. The Emission Spectrometer can work on 320–900 nm wavelength range with interval 1 nm. The concentration of the green dye in sample can be determinated by analized the refraction index of sample. The refraction index is measured using Refractometer. The result show that sample S1 containing (46,3 ± 2,9) mL/L, sample S2 containing (96,3 ± 6,0) mL/L, sample S3 containing (77,5 ± 4,8) mL/L, and sampel S4 containing (65,0 ± 4,1)mL/L of green dye standart.

Gambar

Tabel 4.3 Nilai indeks bias sampel dan konsentrasi pewarna standar (Tartrazin
Grafik 4.6 Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)larutan
Gambar 2.1 Interaksi inti dengan elektron .
Gambar 2.2. peristiwa deeksitasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar betakaroten dan sifat organoleptik pada minuman daun pegagan hijau instan dengan penambahan konsentrasi gula pasir yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi antara konsentrasi dekstrin dan pH terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami daun katuk

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan produk minuman fermentasi sari kacang hijau yang memiliki nilai fungsional dan memiliki sifat organoleptik yang dapat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pengaruh CMC terhadap minuman sari kacang hijau dan sari kacang tunggak menghasilkan uji deskriptif tidak berbeda nyata