i
IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA MERAH DALAM SAMPEL MINUMAN MENGGUNAKAN DETEKTOR
EMISSION SPECTROMETER DAN COLORIMETER SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
Cosmas Jerry Anggoro NIM: 121424016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Hasil karya dan perjuanganku, kupersembahkan untuk : Bapak Ambrosius Sarjono Ibu Lusia Luveniasmi Kakaku Dimas Adi Setiawan (DIMAS REGAL) Teman-teman pendidikan Fisika 2012
v
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Cosmas Jerry Anggoro Nim : 121424016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA MERAH DALAM SAMPEL MINUMAN MENGGUNAKAN DETEKTOR
EMISSION SPECTROMETER DAN COLORIMETER”
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dilihat di Yogyakarta
Pada tanggal: 26 Agustus 2016 Yang menyatakan,
vii ABSTRAK
IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA MERAH DALAM SAMPEL MINUMAN MENGGUNAKAN DETEKTOR
EMISSION SPECTROMETER DAN COLORIMETER
Telah dilakukan penelitian untuk identifikasi dan pengukuran konsentrasi jenis pewarna merah dalam sampel minuman menggunakan Detektor Emission Spectrometer dan Colorimeter buatan Vernier. Pewarna merah Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 digunakan sebagai acuan. Identifikasi dilakukan berdasarkan pola serapan. Pola serapan sampel dibandingkan dengan pola serapan larutan standar pewarna merah. Pola serapan diperoleh menggunakan Detektor Emission Spectrometer. Detektor Emission Spectrometer merupakan detektor yang dirancang untuk mengukur intensitas dari berbagai sumber cahaya. Detektor bekerja pada panjang gelombang mulai dari 320 nm sampai dengan 900 nm dengan interval 1 nm. Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan Detektor Colorimeter. Detektor Colorimeter memiliki kemampuan untuk mengukur absorbansi dengan range 0,05 sampai 1,0 dan transmittans sampel dengan range 10% sampai 90%. Detektor Colorimeter bekerja dengan panjang gelombang cahaya 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Konsentrasi pewarna merah sampel diperoleh dari hasil analisa absorbansi sampel menggunakan persamaan grafik absorbansi pewarna merah standar terhadap kosentrasi pada panjang gelombang selektif dan sensitifnya.
Kata kunci : Pola serapan, pewarna merah, detektor Emission Spectrometer, detektor Colorimeter, software logger pro.
viii ABSTRACT
THE IDENTIFICATION AND MEASUREMENT OF THE CONCENTRATION RED DYE IN SAMPLE USING EMISSION
SPECTROMETER AND COLORIMETER DETECTOR
The identification and measurement of the concentration red dye in sample using Emission Spectrometer and Colorimeter detector has been invetigated. Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 red dye is used a reference. The identification is based on spectrum of absorbance. The absorbance spectrum is compared with the red dye standart absorbance spectrum. The absorbance spectrum is analyzed using spectrometer detector. The Emission Spectrometer is a portable spectrometer designed to measure the intensity of variety light sources. The Emission Spectrometer can work on 320–900 nm wavelength range with interval 1 nm. The absorbance is measured using Colorimeter detector. The Colorimeter has the ability to measure absorbance with 0,05-1,0 range absorbance and 10% - 90% range transmittance. The Colorimeter measures the amount of light transmitted through a sample at a user-selectable wavelength; 430 nm, 470 nm, 565 nm, 635 nm. The concentration of red dye samples is obtained from the analysis of the sample absorbance using graphing equations absorbance to concentration of standard red dye at the wavelength selective and sensitive.
Key words: Absorbance spectrum, red dye, Emission Spectrometer detector, Colorimter detector, logger pro software.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan berkatNya yang begitu melimpah dan cinta yang begitu luar biasa. Berkat kasihNya yang luar biasa melimpah, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena cintanya pula skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA MERAH DALAM SAMPEL MINUMAN
MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER DAN
COLORIMETER” dapat berjalan dengan baik dan terselesaikan dengan baik.
Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan untuk Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan.
Penulisan dan penelitian ini bisa terselesaikan dengan baik bukan hanya karena penulis saja, melainkan banyak pihak yang senantiasa membantu serta memberi dukungan kepada penulis. Ucapan terimakasih yang begitu dalam diucapkan kepada :
1. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S, selaku dosen pembimbing yang senantiasa dengan tulus hati membimbing, meluangkan waktu, memotivasi, mengarahkan, mendengarkan kesulitan yang dialami tentang penelitian ini serta memberikan solusi terbaiknya.
2. Petrus Ngadiono selaku laboran yang selalu membantu dalam pengadaan alat, memberi saran terhadap kesulitan dalam pemilihan alat.
3. Ibu Sri Agustini dan bapak Severinus Domi selaku DPA yang selalu membimbing dan memantau perkembangan skripsi mahasiswanya serta ucapan terimakasih untuk dosen-dosen Pendidikan Fisika atas segala bimbingannya dalam membantu kelancaran penelitian.
4. Dosen-dosen Pendidikan Fisika yang telah membantu saya dalam perkuliahan selama 4 tahun ini.
5. Bapak dan Ibu tercinta dirumah, Ambrosius Sarjono dan Lusia Luveniasmi yang selalu mendoakan serta memberikan kasih sayangnya dalam memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
6. Kakaku tercinta Dimas Adi Setiawan yang selalu mengingatkanku untuk pantang menyerah, memberikan pengalaman, dan memberikan dukungan serta motivasi.
7. Veronika Adventa Dewi yang telah memberi semangat untuk berjuang menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Sahabatku Gregorius Agung Rendra Prasastyo yang membantu memberi komentar setiap kalimat dalam tulisan ini sehingga menjadi lebih baik.
x
9. Ignatius Mayo Aquino Pang dan Edward Arung, orang yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi tentang penelitian.
10. Anastasia Susi Murwaningsih dan Timotius Vivid Nugroho sahabat terbaik selama kuliah, memberi saran satu sama lain untuk memperbaiki penelitian ini maupun penelitian yang mereka kerjakan.
11. Blasius Trisna Hermawan, Bartolomius Delfian Wicaksono, Paskalis seggrafiare, Fransiskus lima yang selalu menyemangati saya dan menjadi teman sekaligus sahabat terbaik saya.
12.
13. Teman Seperjuanganku yang selalu membantuku saat bimbingan yaitu Natalia Peni Suharyanti dan Lusia Sandra Oey.
14. Teman-teman Pendidikan Fisika 2012 yang selalu saling mendukung, mengingatkan serta memberikan semangat.
15. Angeline yang telah membantu dalam penyusunan abstrak dalam bahasa Inggris.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai tahap yang sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 26 Agustus 2016 Penulis
xi DAFTAR ISI
IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN KONSENTRASI PEWARNA MERAH DALAM SAMPEL MINUMAN MENGGUNAKAN DETEKTOR EMISSION SPECTROMETER DAN COLORIMETER . i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
HALAMAN DAFTAR TABEL... xiii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiv
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Batasan Masalah ... 7 D. Tujuan penelitian ... 7 E. Manfaat penelitian ... 8 F. Sistematika penulisan ... 9 BAB II ... 10 DASAR TEORI ... 10 A. Teori Atom ... 10 B. Teori Molekul ... 17 C. Hukum Beer-Lambert ... 18 D. Emission Spectrometer ... 20
xii E. Colorimeter ... 22 F. Pewarna Merah ... 23 G. Teknik Pengenceran ... 25 BAB III ... 26 EKSPERIMEN ... 26 A. Persiapan Alat ... 26 B. Persiapan Bahan ... 31 C. Prosedur percobaan ... 34 D. Analisa Data ... 35 BAB IV ... 37
HASIL EKSPERIMEN DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Hasil Eksperimen ... 37
1. Penentuan Pola Serapan Standar Pewarna Merah Eritrosine, Eritrosine-Carmoisine, Eritrosine-Carmoisine, dan Ponceau 4R. ... 37
2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Perwana Merah Eritrosine, Eritrosine-Carmoisine, Eritrosine-Carmoisine, dan Ponceau 4R dengan Variasi Konsentrasi. ... 43
3. Hasil pengukuran sampel. ... 50
B. Pembahasan ... 58 BAB V ... 63 PENUTUP ... 63 A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN ... 68
xiii
HALAMAN DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Hubungan Absorbansi A terhadap konsentrasi C ( ml/L ) larutan
standar Carmoisine CI 14720 pada panjang gelombang 470 nm ... 44 Tabel 4.2 : Persamaan garis pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm,
565 nm, dan 635 nm untuk pewarna merah Carmoisine CI 14720 ... 45 Tabel 4.3 : Persamaan garis pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm,
565 nm, dan 635 nm untuk pewarna merah Eritrosine CI 16035 ... 48 Tabel 4.4 : Persamaan garis pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm,
565 nm, dan 635 nm untuk pewarna merah Eritrosine CI
16035-Carmoisine CI 14720 ... 49 Tabel 4.5 : Persamaan garis pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm,
565 nm, dan 635 nm untuk pewarna merah Ponceau 4R CI 16255 ... 49 Tabel 4.6 : Besar konsentrasi pewarna merah dalam sampel yang mengandung
Carmosine CI 14720. ... 58 Tabel 4.7 : Besar kosentrasi pewarna merah dalam sampel yang mengandung
xiv
HALAMAN DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Interaksi inti dengan elektron ... 11 Gambar 2.2 : Peristiwa Deeksitasi ... 15 Gambar 2.3 : Peristiwa Eksitasi ... 16 Gambar 2.4 : Sketsa tingkat tenaga molekul : tingkat tenaga elektronik, tingkat
tenaga vibrasi, dan tingkat tenaga rotasi ... 17 Gambar 2.5 : Proses serapan yang terjadi ketika cahaya datang menuju suatu
sampel ... 19 Gambar 2.6 : Bagan analisa kualitatif menggunakan detektor Emission Spectrometer .. 21 Gambar 2.7 : Struktur kimia pewarna Eritrosine CI 16035 ... 24 Gambar 2.8 : Struktur kimia pewarna Carmoisine CL 14720 ... 24 Gambar 2.9 : Struktur kimia pewarna Ponceau 4R CI 16255 ... 24 Gambar 3.1 : Susunan alat eksperimen untuk mengidentifikasi pewarna merah
dalam sampel ... 27 Gambar 3.2 : Susunan alat eksperimen untuk menentukan konsentrasi pewarna
merah minuman dalam sampel ... 30 Gambar 4.1 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Eritrosine CI 16035 pada konsentrasi 10 ml/l,
8 ml/l, 6 ml/l, 4 ml/l, dan 2 ml/l ... 38 Gambar 4.2 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720 pada
xv
Gambar 4.3: Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Carmoisine CI 14720 pada konsentrasi 10 ml/l,
8 ml/l, 6 ml/l, 4 ml/l, dan 2 ml/l ... 39 Gambar 4.4 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Ponceau 4R CI 16255 pada konsentrasi 10 ml/l,
8 ml/l, 6 ml/l, 4 ml/l, dan 2 ml/l ... 40 Gambar 4.5 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 pada konsentrasi 8ml/l. ... 41 Gambar 4.6 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Tartrasine CI 19410 pada konsentrasi 8 ml/l. ... 42 Gambar 4.7 : Grafik hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
larutan standar Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 pada konsentrasi 8 ml/l dan larutan standar Tartrasine CI 19410 pada
konsentrasi 8 ml/l ... 42 Gambar 4.8 : Grafik Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada
panjang gelombang 470 nm untuk larutan standar Carmoisine
CI 14720 ... 44 Gambar 4.9 : Grafik Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada
xvi
larutan standar Carmoisine CI 14720 ... 45 Gambar 4.10 : Grafik Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada
panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm untuk larutan standar Eritrosine CI 16035 ... 47 Gambar 4.11 : Grafik Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada
panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm untuk larutan standar Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI ... 47 Gambar 4.12 : Grafik Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada
panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm untuk larutan standar Ponceau 4R CI ... 48 Gambar 4.13 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel minuman Panter pada konsentrasi x ml/l ... 50 Gambar 4.14 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel minuman Panter pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l ... 51 Gambar 4.15 : Grafik Perbandingan Hubungan Intensitas terhadap panjang
gelombang (nm) larutan standar Carmoisine CI 14720dengan konsentrasi 10 ml/L, 8 ml/L, 6 ml/L, 4 ml/L, dan 2 ml/L dengan sampel minuman panter pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/ l ... 52 Gambar 4.16 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel minuman Fanta pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l ... 54 Gambar 4.17 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel minuman Sirup Freiss pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l .... 54 Gambar 4.18 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
xvii
sampel minuman sirup Nikisari pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l . 55 Gambar 4.19 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel Pamela 1 pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l ... 55 Gambar 4.20 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel Pamela 2 pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l ... 56 Gambar 4.21 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
sampel USD 1 pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l ... 56 Gambar 4.22 : Grafik Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm)
xviii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) untuk larutan standar pewarna merah Carmoisine CI 14720 pada konsentrasi 10 ml/L, 8 ml/L, 6ml/L, 4 ml/L, dan 2 ml/L.
Lampiran 2 : Tabel hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 pada konsentrasi 8 ml/l dan larutan standar Tartrasine CI 19410pada konsentrasi 8 ml/l.
Lampiran 3 : Tabel Perbandingan Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Carmoisine CI 14720 dengan konsentrasi 10 ml/L, 8 ml/L dengan sampel minuman panter pada konsentrasi x ml/l, 8/10x ml/l.
Lampiran 4 : Cara menentukan nilai konsentrasi pewarna merah dalam sampel berdasarkan nilai absorbansi dari hasil pengukuran menggunakan detektor Colorimeter dan cara menentukan ralat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala alam. Fisika berhubungan dengan pengamatan, pemahaman, dan dugaan fenomena alam termasuk sifat-sifat sistem buatan manusia [Gadgrave, 2009]. Fisika mempelajari perilaku dan sifat materi atau benda dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Fisika merupakan ilmu dasar atau fundamental karena hukum fisika diterapkan di cabang ilmu lain seperti kimia yang mempelajari jenis materi tertentu. Suatu zat kimia yang ditentukan oleh sifat molekul penyusunnya dapat dijelaskan dengan ilmu fisika. Salah satu contohnya adalah keberadaan molekul dalam pewarna makanan dan minuman.
Warna minuman tergantung molekul-molekul penyusun dari pewarna yang digunakan. Minuman berwarna hijau dapat dihasilkan dengan menggunakan pewarna Tartrazine CI 19140, kuning menggunakan Kuning kuinolin CI 47005, biru menggunakan Biru berlian FCF CI 42090, sedangkan untuk warna merah dapat menggunakan Citrus Red CI 12156, Rhodamine B 45170, Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, 16035-Carmoisine CI 14720, Ponceau 3R 16155, Ponceau SX 14700, dan Ponceau 4R CI 16255 [Menkes RI, 1998]. Pewarna minuman beredar luas di pasar, namun masyarakat tidak bisa mengetahui molekul apa saja yang terkandung dalam perwarna tersebut. Beberapa
2
pewarna tersebut bisa saja membahayakan kesehatan, misalnya alergi, asma, kerusakan sistem urin, bahkan memicu kanker. Pemerintah telah menetapkan pewarna minuman merah yang diperbolehkan terbuat dari Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 [Wenninger et all, 2000; Menkes RI, 1998].
Pewarna merah dalam minuman dapat diketahui jenis dan konsentrasinya dengan melakukan penelitian. Penelitian dikatakan ideal bila alat yang digunakan mampu membedakan molekul pewarna merah satu dengan lainnya. Alat dapat memastikan bahwa molekul yang diteliti merupakan pewarna merah jenis tertentu, bukan molekul lain. Selain itu, alat memiliki kepekaan dan tidak mengubah kondisi sampel yang diukur. Hal ini mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran pewarna merah yang diperoleh. Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen yang selektif dan sensitif agar mengurangi gangguan saat pengukuran [Doebelin, 1992].
Penelitian untuk mengetahui jenis larutan dalam suatu sampel telah dilakukan sebelumnya, yaitu pengukuran rotasi optik spesifikasi larutan glukosa, fruktosa, dan laktosa dengan menggunakan polarimeter. Polarimeter merupakan alat yang bekerja berdasarkan prinsip polarisasi cahaya. Laser HeNe digunakan sebagai sumber cahaya. Beam Spliter merupakan pemecah berkas untuk menghasilkan dua berkas cahaya dari satu sumber cahaya. Penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya perputaran bidang getar cahaya terpolarisasi tergantung jenis larutan
3
[Atmajati, 2014]. Pengukuran acuan dan sampel dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini terbatas pada larutan yang berifat optis aktif. Pengukuran sudut rotasi optik sangat tergantung pada keadaan lingkungan seperti suhu dan cahaya yang digunakan. Selain itu, pengaruh panjang gelombang cahaya terhadap sudut rotasi optik belum dilakukan penelitian lebih lanjut.
Penelitian untuk pengukuran konsentrasi Carmosine CI 14720 dalam minuman menggunakan UV-Vis Spektrofotometer SP8-400 telah dilakukan. Panjang gelombang selektif optimal yang digunakan untuk mengukur nilai konsentrasi carmoisine dalam sampel adalah 515 nm. Analisa kualitatif penelitian ini membandingkan grafik absorbansi sampel terhadap panjang gelombang dengan grafik absorbansi carmoisine terhadap panjang gelombang. Analisa kuantitatif berdasarkan persamaan grafik absorbansi terhadap kosentrasi carmoisine untuk menentukan nilai konsentrasi sampel. Penelitian ini menggunakan detektor PMT (Photo Multiplyer Tube). Detektor PMT merupakan tabung pengganda fotoelektron yang terlepas dari katoda hasil penembakan dengan cahaya monokromatis. Amplifier memperkuat dan mengubah elektron yang sampai ke anoda menjadi arus listrik [Sasmoko, 2001]. Penelitian ini terbatas pada pewarna merah carmoisine. Analisa kualitatif pada penelitian ini berdasarkan grafik hubungan absorbansi terhadap konsentrasi carmoisine. Susunan alat yang digunakan pada penelitian ini cukup rumit.
4
Penelitian berbasis komputer telah banyak dilakukan, antara lain pengukuran konstanta dielektrikum kertas menggunakan bantuan Software LogerPro [Murwaningsih dan Santosa, 2015], pengukuran gaya interaksi antar dipol magnet dengan Software LogerPro [Arung dan Santosa, 2015], dan pengukuran medan magnet di sekitar kumparan berarus listrik menggunakan Software LogerPro [Anggoro dan Santosa, 2015]. Software Loger Pro dilengkapi dengan berbagai program terkait dengan hukum-hukum fisika bahkan pada bidang ilmu yang lain seperti kimia dan biologi. Software LogerPro juga dilengkapi dengan fasilitas fitting data yang mempermudah peneliti dalam pengambilan dan analisa data.
Detektor Vernier Colorimeter adalah detektor yang digunakan untuk menentukan konsentrasi dengan analisis intensitas cahaya buatan vernier. Detektor Colorimeter dilengkapi sumber cahaya dengan empat panjang gelombang. Panjang gelombang cahaya yang digunakan adalah 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Colorimeter memiliki kemampuan untuk mengukur absorbansi sampel dengan range 0,05 sampai 1,0 dan transmittans sampel dengan range 10% sampai 90%. Fitur seperti identifikasi sensor otomatis dan kalibrasi hanya dengan satu langkah menjadikan sensor mudah untuk digunakan. Detektor terhubung dengan komputer menggunakan interface LabPro. Pengambilan dan perekaman data menggunakan Software LogerPro [www.vernier.com]. Detektor Colorimeter dapat digunakan untuk analisa kuantitatif, namun tidak untuk analisa kualitatif. Detektor Colorimeter tidak dapat digunakan untuk
5
mengetahui senyawa dalam sampel yang akan diukur. Detektor Colorimeter dapat digunakan jika senyawa dalam sampel yang akan diukur telah diketahui.
Detektor Emission Spectrometer adalah detektor yang dirancang untuk mengukur intensitas dari berbagai sumber cahaya. Intensitas yang terukur ditampilkan mulai dari 0 sampai dengan 1. Detektor bekerja pada panjang gelombang mulai dari 320 nm sampai dengan 900 nm dengan interval 1 nm [www.vernier.com]. Detektor Emission Spectrometer dapat digunakan untuk analisa kualitatif. Analisa kualitatif yaitu mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam sampel.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi jenis pewarna merah dan mengetahui berapa konsentrasi pewarna merah dalam sampel minuman. Penelitian secara garis besar dilakukan menjadi dua tahap. Tahap pertama mengidentifikasi keberadaan pewarna merah jenis tertentu dengan menggunakan detektor Emission Spectrometer. Tahap kedua yaitu menentukan besar konsentrasi pewarna merah menggunakan Colorimeter. Detektor ini dapat mengukur absorbansi dan transmittans yang dihasilkan oleh suatu larutan secara bersamaan. Software Logger Pro digunakan untuk membantu dan mempermudah menganalisa data.
Penelitian ini menunjukkan adanya peristiwa serapan tenaga pada panjang gelombang tertentu oleh molekul-molekul penyusun suatu senyawa. Eksperimen ini dapat meningkatkan pembelajaran di SMA pada
6
materi fisika atom dan molekul. Hal ini dikarenakan penjelasan materi fisika atom kurang mendalam dan jarang dilakukan praktikum pada pembelajaran di SMA.
Penelitian ini juga memberikan informasi kepada masyarakat terkait pewarna yang diperbolehkan untuk digunakan pada minuman dan makanan. Eksperimen menunjukkan jenis pewarna merah yang digunakan dan besar konsentrasi pewarna merah dalam sampel minuman yang diambil dari beberapa jenis minuman di beberapa tempat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang maka dapat dirumuskan menjadi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengidentifikasi keberadaan pewarna merah jenis tertentu dalam sampel minuman menggunakan Detektor Emission Spectrometer?
2. Bagaimana cara mengukur konsentrasi pewarna merah dalam sampel minuman menggunakan Detektor Colorimeter?
3. Berapa konsentrasi pewarna merah minuman dalam sampel diukur menggunakan Detektor Colorimeter?
7 C. Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah dan pengukuran konsentrasi pewarna merah yang terkandung dari suatu sampel minuman berwarna merah mencolok. Standar yang digunakan merupakan pewarna merah Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255. Sampel merupakan minuman berwarna merah mencolok yang dijual dipasaran dalam bentuk cairan. Pewarna makanan berwana hijau Tartazine CI 19140 digunakan sebagai pembanding untuk menunjukkan pola serapan pewarna merah dengan pewarna selain merah.
D. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui cara mengidentifikasi keberadaan pewarna merah jenis tertentu dalam sampel minuman menggunakan Detektor Emission Spectrometer.
2. Mengetahui cara mengukur konsentrasi pewarna merah dalam sampel minuman menggunakan Detektor Colorimeter.
3. Dapat menentukan konsentrasi pewarna merah dalam sampel minuman menggunakan Detektor Colorimeter.
8 E. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagi peneliti:
1. Mengetahui cara mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah dalam sampel minuman menggunakan Detektor Emission Spectrometer.
2. Mengetahui cara mengukur konsetrasi pewarna merah menggunakan Detektor Colorimeter.
3. Menunjukkan bahwa spektrum tenaga yang dihasilkan oleh setiap senyawa berbeda tergantung dari molekul penyusunnya.
4. Mengembangkan kemampuan dalam menggunakan software LoggerPro untuk menganalisa data sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
5. Meningkatkan pengetahuan tentang metode untuk mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah dalam sampel.
Bagi pembaca:
1. Memberikan informasi penerapan konsep exitasi dan deexitasi (serapan) molekul mengikuti peristiwa yang dialami oleh elektron dalam suatu atom tertentu.
2. Memberi informasi penggunaan Detektor Emission Spectrometer dan Colorimeter dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperdalam pembelajaran di SMA tentang materi fisika atom dan molekul.
9
3. Mengembangkan metode eksperimen dalam pembelajaran tentang materi fisika atom dan molekul di SMA.
4. Meningkatkan pengetahuan terkait jenis pewarna merah yang digunakan pada sirup, minuman dalam kemasan, dan minuman yang dijual pedagang kaki lima.
5. Mengetahui konsentrasi pewarna merah yang digunakan dalam beberapa sampel yang diperoleh dari beberapa sampel minuman dan beberapa daerah di sekitar kampus Universitas Sanata Dharma.
F. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan hasil penelitian ditulis sebagai berikut:
1. BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan. 2. BAB II Dasar Teori
Bab ini menguraikan dasar teori seperti teori atom, teori molekul, hukum lambert Berr, Emission Spectrometer, Colorimeter, pewarna merah, dan teknik pengenceran.
3. BAB III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, prosedur penelitian, dan analisa data.
4. BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan. 5. BAB V Kesimpulan dan Saran
10 BAB II DASAR TEORI A. Teori Atom
Nama atom berasal dari bahasa Yunani Atomos yang artinya tidak dapat dipotong atau dibagi lagi. Atom merupakan bagian terkecil dari suatu materi yang tidak dapat dibagi lagi. Teori tentang atom mulai berkembang pesat sejak abad ke-19. Model struktur atom pertama dikemukaan oleh J.J Thomson pada tahun 1897 dengan keberhasilannya mencirikan elektron dan mengukur nisbah muatan terhadap massa (e/m) elektron. Menurut J.J Thomson elektron bermuatan negatif dan berada dalam atom, namun secara keseluruhan atom bermuatan netral. J.J Thomson mengusulkan bahwa atom merupakan bola pejal yang terdiri dari elektron dan materi bermuatan positif tersebar secara merata. Model ini disebut model atom plum pudding [Krane, 1992].
Pada tahun 1911, Rutherford bersama kedua muridnya Hans Geiger dan Ernest Marsden melakukan eksperimen tentang “Hamburan Sinar Alfa”. Percobaan hamburan tersebut dilakukan dengan menembakan seberkas pertikel 𝛼 menuju selembar emas tipis. Hasil eksperimen menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan model atom J.J Thomson. Partikel 𝛼 (24𝐻𝑒 bermuatan positif) tidak bergerak lurus menembus lempeng emas, namun terhambur dengan berbagai sudut. Rutherford mengoreksi model Thomson dengan mengungkapkan bahwa atom terdiri dari partikel bermuatan positif yang terkonsentrasi pada suatu daerah kecil yang disebut inti dan dikelilingi oleh elektron. Interaksi antara inti dengan elektron dikenal sebagai gaya
11
coulomb. Interaksi antara inti dan tiap elektron ditunjukan pada gambar 2.1 berikut [Krane, 1992].
Besarnya gaya coulomb antara partikel bermuatan positif dengan partikel bermuatan negatif mengikuti persamaan 2.1 berikut:
𝐹𝑐 =4𝜋𝜀1 0
𝑒2
𝑟2 (2.1)
dengan, 𝐹𝑐 : Gaya Coulomb
𝑒 : muatan listrik
𝑟: jarak antara dua muatan yang saling berinteraksi
𝜀0: permitivitas ruang hampa
𝜋: konstanta phi
Elektron dapat bergerak mengelilingi inti karena mengalami gaya sentripetal. Besar gaya sentripetal mengikuti persamaan 2.2 berikut:
𝐹𝑠 = 𝑚𝑣𝑟2 (2.2) 𝒗 −𝒆 𝒎𝒆 𝒓 +𝒆 𝑭
12 dengan, 𝐹𝑠 : Gaya sentripetal.
𝑚 : massa elektron.
𝑣 : kecepatan elektron.
𝑟: jarak antara elektron terhadap inti.
Berdasarkan persamaan 2.1 dan persamaan 2.2 diperoleh persamaan 2.3 sebagai berikut: 𝑚𝑣2 = 1 4𝜋𝜀0 𝑒2 𝑟 (2.3)
Model atom Rutherford masih mempunyai kelemahan seperti:
1. Muatan yang dipercepat akan memancarkan radiasi elektromagnetik. Pada gerak melingkar kecepatannya tidak tetap sehingga elektron akan mengalami percepatan. Elektron akan memancarkan tenaga dalam bentuk gelombang eletromagnetik. Elektron kehilangan tenaga dan jari-jari orbit akan mengecil hingga akhirnya akan bersatu kembali dengan inti. Pada kenyataannya atom tetap utuh, elektron dan inti terpisah.
2. Frekuensi radiasi sama dengan frekuensi orbitnya. Jika jari-jari orbit mengecil secara kontinyu maka frekuensi radiasi juga berubah secara kontinyu. Pada kenyataannya frekuensi radiasi atom diskrit tidak kontinyu.
Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan bahwa atom mirip sistem planet mini, dengan elektron-elektron beredar mengelilingi inti atom seperti
13
halnya planet-planet beredar mengelilingi matahari. Bohr memecahkan persoalan sebelumnya dengan mempostulatkan bahwa elektron hanya dapat bergerak dalam orbit yang diperkenankan. Orbit stabil ini disebut sebagai keadaan stasioner. Elektron bergerak pada orbit yang diperkenankan tanpa memancarkan radiasi elektromagnetik. Atom dapat meradiasi tenaga dalam bentuk gelombang elektromagnetik jika elektron berpindah dari keadaan stasioner ke keadaan stasioner lain yang lebih rendah.
Untuk atom Hidrogen dengan jari-jari orbit r dan massa elektron m, tenaga total sistem merupakan tenaga kinetik elektron 𝐸𝑘 ditambah tenaga potensial Coloumb 𝐸𝑝 [Halliday,1978]. Tenaga total sistem sebesar:
𝐸 = 𝐸𝑘+ 𝐸𝑝 (2.4)
Dengan tenaga kinetik elektron mengikuti persamaan 2.5 berikut:
𝐸𝑘 = 𝑒 2 8𝜋𝜀0𝑟
(2.5)
Tenaga potensial sistem proton-elektron sebesar,
𝐸𝑝 = −4𝜋𝜀𝑒2 0𝑟
(2.6)
Sehingga tenaga total elektron menjadi:
𝐸 = −8𝜋𝜀𝑒2 0𝑟
(2.7)
Bohr menyatakan bahwa momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari ħ. Momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi
14
inti atom bernilai bilangan bulat dikalikan konstanta Planck dibagi dengan 2𝜋 yang ditunjukkan dengan persamaan 2.8.
𝑚𝑣𝑟 =𝑛ℎ2𝜋 = 𝑛ħ (2.8)
Berdasarkan persamaan 2.8 dan persamaan 2.5 diperoleh persamaan 2.9. Elektron hanya berada pada orbit yang diperkenankan, dimana jari-jari orbit menurut Bohr [Krane,1992]:
𝑟𝑛 =4𝜋𝜀0ħ2
𝑚𝑒2 𝑛2 = 𝑎0𝑛2 (2.9)
dengan, 𝑟𝑛 : jari-jari orbit elektron
ħ : tetapan Planck tereduksi = 2𝜋ℎ 𝑛 : merupakan bilangan bulat 1,2,3, ...
𝑎0 ∶ 0,0529 𝑛𝑚
Berdasarkan persamaan 2.9 dan persamaan 2.7 diperoleh
𝐸 = −32𝜋𝑚𝑒2𝜀4 02ħ2(
1
𝑛2) (2.10)
Bilangan bulat n merupakan bilangan kuantum utama. Persamaan 2.10 dapat disederhanakan mengikuti persamaan 2.11 berikut.
𝐸 = −13,6𝑛2 eV (2.11)
Elektron dapat berpindah dari suatu orbit ke orbit yang lain. Bila elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga 𝐸𝑖 ) ke orbit akhir (tingkat tenaga 𝐸𝑓) dengan 𝐸𝑖 > 𝐸𝑓 seperti ditunjukan pada gambar 2.2.
15
Perpindahan disebut proses deexitasi dengan memancarkan tenaga mengikuti persamaan 2.12 berikut:
∆𝐸 = 𝐸𝑓− 𝐸𝑖 (2.12)
dengan, ∆𝐸: selisih tenaga ( eV )
𝐸𝑖 : tingkat tenaga awal ( eV )
𝐸𝑓 : tingkat tenaga akhir ( eV )
Tenaga dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik mengikuti persamaan 2.13 :
ℎ𝑣 = 𝐸𝑓− 𝐸𝑖 (2.13)
dengan, h : tetapan Planck sebesar 6,63 x 10-34 J.s
v : frekuensi gelombang elektromagnetik s-1 ( Hz ) Gambar 2.2 peristiwa deeksitasi.
Inti
n=1 n=2 Tenaga
16
Sebaliknya, elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga 𝐸𝑖 ) ke orbit akhir (tingkat tenaga 𝐸𝑓) dengan 𝐸𝑖 < 𝐸𝑓seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.
Perpindahan disebut exitasi dengan menyerap tenaga mengikuti persamaan 2.14 berikut :
∆𝐸 = 𝐸𝑓− 𝐸𝑖 (2.14)
Gambar 2.3 peristiwa eksitasi. Inti
n=1 n=2 Tenaga
17 B. Teori Molekul
Molekul dapat menyerap dan memancarkan tenaga seperti pada atom. Molekul memiliki tiga tingkat tenaga yaitu tenaga elektronik, tenaga rotasi, dan tenaga vibrasi mengikuti persamaan 2.15 berikut ini [Beiser,1982]:
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 𝐸𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑛𝑖𝑘+ 𝐸𝑣𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖+ 𝐸𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 (2.15)
Molekul selalu berusaha mencapai keadaan ke tingkat tenaga yang stabil dengan menyerap dan melepaskan tenaga sebesar [Krane,1992]:
∆𝐸 = ℎ𝑣 = ℎ𝑐𝜆 (2.16)
Dengan, ∆𝐸 : tenaga yang diserap ( eV )
c : kelajuan cahaya sebesar 3 x 108 m.s-1
𝜆 : panjang gelombang ( m )
Karena setiap molekul memiliki tingkat tenaga molekuler yang berbeda, maka spektrum yang dihasilkan berbeda dari masing-masing molekul. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam menentukan molekul yang terkandung dalam suatu sampel.
Gambar 2.4 Sketsa tingkat tenaga molekul : tingkat tenaga elektronik, tingkat tenaga vibrasi, dan tingkat tenaga rotasi
Tingkat tenaga rotasi Tingkat tenaga vibrasi
Tingkat tenaga elektronik keadaan eksitasi
Tingkat tenaga rotasi Tingkat tenaga vibrasi
18 C. Hukum Beer-Lambert
Seberkas cahaya dengan Intensitas awal (𝐼0) memiliki panjang gelombang 𝜆. Berkas cahaya ditembakkan menuju sampel. Sebagian cahaya akan diteruskan atau ditransmisikan (𝐼), sebagian dipantulkan (𝐼r), dan sebagian lagi diserap (𝐼𝛼). [Skoog et al,1965].
Transmitans (𝑇) didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas cahaya yang keluar dari larutan dengan intensitas cahaya datang. Besarnya transmitans adalah [Skoog et al,1965] :
𝑇 =𝐼𝐼 0
(2.17)
Berdasarkan nilai 𝑇 dapat diperoleh besaran baru yang disebut absorbansi 𝐴, sebesar [Skoog et al,1965]:
𝐴 = 𝑙𝑜𝑔10(𝐼𝐼0) = − log 𝑇 (2.18)
Hukum Beer dan Lambert menyatakan bahwa absorbansi dari sebuah sampel berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang menyerap. Hubungan antara sebagian cahaya yang melewati sampel (Transmitans) dengan konsentrasi sampel ternyata tidak linear. Proses berkurangnya intensitas cahaya ketika melewati sampel ditunjukkan oleh gambar 2.5 [Skoog et al,1965].
19
Cahaya dengan intensitas 𝐼 melewati sebuah lapisan tipis sampel dengan ketebalan 𝑑x. Pengurangan intensitas (𝑑I) sebanding dengan intensitas awal (𝐼0), konsentrasi senyawa penyerap 𝑐, dan ketebalan (𝑑x).
𝑑𝐼 = −𝛽. 𝐼0. 𝑐. 𝑑x (2.19)
dengan, 𝑑𝐼 : perubahan intensitas cahaya akibat serapan sampel setebal 𝑑x
𝛽 : konstanta pembanding, tanda minus ( – ) menunjukkan pengurangan intensitas 𝐼 seiring bertambahnya ketebalan 𝑑x.
𝐼0 : Intensitas cahaya yang masuk
𝑐 : konsentrasi larutan
𝑑x : elemen panjang sampel yang dilalui cahaya.
Berdasarkan gambar 2.5 di atas terlihat bahwa berkurangnya intensitas cahaya akibat proses serapan setiap lapisan tipis sampel sepanjang 𝑑x mulai dari x = 0 sampai x = b. Sehingga total serapan cahaya (pengurangan intensitas cahaya) merupakan jumlah dari serapan masing-masing lapisan tipis sampel. Intensitas cahaya 𝐼0 pada saat x = 0 dan intensitas cahaya 𝐼 pada saat x = b. Sehingga persamaan 2.19 dapat diintegrasikan menjadi [Skoog et al,1965]:
Gambar 2.5 Proses serapan yang terjadi ketika cahaya datang menuju suatu sampel. Cahaya masuk x = 0 x = b I Cahaya keluar dx b penyerap I - dI
20 −𝑑𝐼 𝐼 = 𝛽. 𝑐. 𝑑x − ∫𝐼𝐼𝑑𝐼𝐼 0 = 𝛽𝑐 ∫ 𝑑x 𝑏 0 − ln𝐼𝐼 0= 𝛽𝑐𝑏 ln𝐼0 𝐼 = 𝛽𝑐𝑏
Berdasarkan hubungan ln 𝑧 = (ln 10)(log 𝑧) maka persamaan tersebut menjadi:
ln 10 log𝐼0 𝐼 = 𝛽𝑐𝑏 log𝐼0 𝐼 = ( 𝛽 ln 10) ⏟ 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 = 𝜀 𝑐𝑏 −log10𝑇 =𝜀𝑐𝑏 (2.20)
Dari persamaan 2.18 dan persamaan 2.20 diperoleh hubungan sebagai berikut [Skoog et al,1965]:
𝐴 = 𝜀𝑐𝑏 (2.21)
Dengan, 𝐴 : Absorbansi larutan
𝑐 : kosentrasi larutan
𝑏 : tebal larutan
𝜀 : merupakan absortivitas molar. D. Emission Spectrometer
Detektor Emission Spectrometer adalah detektor yang dirancang untuk mengukur intensitas dari berabagai sumber cahaya. Detektor bekerja pada panjang gelombang mulai dari 320 nm sampai dengan 900 nm dengan interval 1 nm [www.vernier.com]. Detektor Emission Spectrometer digunakan untuk analisa kualitatif. Analisa kualitatif dilakukan untuk
21
mengetahui senyawa yang terkandung dalam sampel yang akan diteliti. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan pola serapan sampel. Analisa kualitatif dilakukan dengan menyusun detektor Emission Spectrometer mengikuti gambar 2.6 berikut:
Analisa kualitatif menggunakan Detektor Emission Spectrometer
Setiap molekul memerlukan tenaga untuk melakukan transisi dari tingkat awal (𝐸𝑖) ke tingkat tenaga akhir (𝐸𝑓) yang lebih tinggi. Tenaga ini disebut tenaga exitasi. Tenaga exitasi sama dengan tenaga untuk melakukan deexitasi. Tenaga deexitasi merupakan tenaga untuk melakukan transisi dari tingkat awal (𝐸𝑖) ke tingkat tenaga akhir (𝐸𝑓) yang lebih rendah.
Sinar datang dari sumber radiasi memiliki berbagai panjang gelombang. Hal ini menunjukkan tenaga yang dibawa oleh sinar datang juga bervariasi. Jika tenaga yang dibawa oleh sinar datang sama dengan tenaga yang diperlukan oleh molekul untuk melakukan exitasi maka akan terjadi proses serah terima tenaga. Tenaga yang dibawa oleh sinar datang akan diserahkan kepada molekul untuk melakukan exitasi. Misalnya untuk transisi, molekul memerlukan cahaya dengan panjang gelombang 𝜆, maka cahaya dari sumber dengan panjang gelombang 𝜆 inilah yang akan diserap
Sumber Radiasi
Kuvet Dektektor Perekam dan
penampil data Gambar 2.6. Bagan analisa kualitatif menggunakan detektor Emission
22
oleh molekul. Hal ini merupakan peristiwa serapan tenaga. Karena dalam larutan terdapat banyak molekul dengan jenis yang sama, maka serapan ditunjukkan dengan berkurangnya intensitas pada panjang gelombang tertentu. Berkurangnya intensitas pada panjang gelombang cahaya akan menghasilkan pola tertentu. Pola inilah yang disebut sebagai pola serapan. Pola serapan tergantung molekul penyerapnya. Pola serapan menjadi dasar untuk mengidentifikasi molekul yang terkandung dalam sampel. Setelah sampel dipastikan mengandung molekul yang diinginkan, proses analisa dilanjutkan dengan analisa kuantitatif yaitu menentukan konsentrasi molekul yang terkandung dalam sampel.
E. Colorimeter
Detektor Colorimeter adalah detektor yang digunakan untuk menentukan konsentrasi dengan analisis intensitas cahaya yang diteruskan oleh larutan. Detektor memiliki kemampuan untuk mengukur absorbansi sampel dengan range 0,05 sampai 1,0. Detektor dilengkapi sumber cahaya dengan empat panjang gelombang. Panjang gelombang cahaya yang digunakan adalah 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Detektor dilengkapi dengan fitur seperti identifikasi sensor otomatis dan kalibrasi hanya dengan satu langkah menjadikan sensor dapat secara langsung digunakan
[www.vernier.com]. Sampel yang sudah diidentifikasi dan diyakini
mengandung senyawa yang diinginkan maka analisa dilakukan secara kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan menggunakan detektor Colorimeter.
23
Detektor Colorimeter bekerja berdasarkan Hukum Beer-Lambert yang dijelaskan pada dasar teori. Sinar datang dengan panjang gelombang 𝜆 memiliki intensitas 𝐼0, setelah melewati molekul penyerap maka intensitasnya menjadi 𝐼. Intensitas cahaya berkurang menunjukkan adanya cahaya yang diserap oleh molekul penyerap. Serapan dapat ditunjukkan dengan absorbansi yang dihasilkan oleh sampel mengikuti persamaan 2.21. Dengan mengetahui absorbansi akibat proses serapan oleh molekul penyerap, maka konsentrasi molekul penyerap dapat diketahui.
F. Pewarna Merah
Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 merupakan pewarna sintetis yang memberikan warna merah muda hingga marun. CI merupakan indeks warna yang tertera pada kemasan. Rumus empiris Eritrosin adalah C20H6I4Na2O5. Struktur kimia Eritrosine ditunjukkan oleh gambar 2.7
[www.scribd.com]. Carmoisine mempunyai rumus empiris kimia C20H12N2Na2O7S2. Struktur kimia Carmoisine ditunjukan seperti pada gambar
2.8. Ponceau 4R mempunyai rumus empiris kimia C20H11N2Na3O10S3.
Struktur kimia Ponceau 4R ditunjukkan seperti pada gambar 2.9 [Turak et all, 2014].
24
Penggunaan pewarna merah pada makanan dan minuman diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI) no 37 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pewarna. Menurut BPOMRI batas penggunaan carmoisine pada beberapa minuman seperti sirup, minuman beralkohol, dan larutan gula memiliki batas maksimum 70 mg/kg yang setara dengan 70 ml/L.
Gambar 2.8. Struktur kimia pewarna Carmoisine CL 14720 [Turak et all, 2004].
25 G. Teknik Pengenceran
Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan variasi konsentrasi dari suatu pewarna minuman. Larutan diencerkan dengan menggunakan persamaan 2.22 berikut [Brady, 1994]:
𝑐1. 𝑉1 = 𝑐2. 𝑉2 (2.22) dengan, 𝑐1= konsentrasi larutan induk ( ml / L )
𝑉1= volume larutan induk yang diambil ( ml )
𝑐2= konsentrasi larutan yang diinginkan ( ml/L )
26 BAB III EKSPERIMEN
Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi keberadaan jenis pewarna merah dan menentukan konsentrasi pewarna merah dari sampel minuman. Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah persiapan alat dan bahan. Tahap kedua adalah pengambilan data.
A. Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi dua bagian.
1. Alat untuk mengidentifikasi jenis pewarna merah dalam suatu sampel
Alat yang digunakan untuk mengindentifikasi keberadaan pewarna minuman terdiri dari beberapa komponen. Alat yang digunakan antara lain:
a. Sumber cahaya.
Sumber cahaya yang digunakan merupakan lampu pijar dengan daya sebesar 40 watt.
b. Kuvet
Kuvet digunakan untuk meletakan sampel. Kuvet bersifat transparan dan dapat tembus sinar. Bahan pembuat kuvet tidak berinteraksi dengan larutan. Kuvet yang digunakan dapat menampung sampel dengan ketebalan 10 mm. Kuvet berisi larutan standar sebagai acuan dan larutan sampel.
27
Detektor yang digunakan adalah Emissions Spectrometer buatan Vernier. Detektor Emissions Spectrometer bekerja pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm dengan interval 1 nm. Detektor menggunakan kabel penghubung USB menuju komputer.
d. Komputer
Komputer digunakan untuk merekam, menampilkan, dan menganalisa data. Komputer dilengkapi dengan Software Logger Pro version 3.8.6.2.
Alat kemudian dirangkai seperti gambar 3.1 berikut.
Keterangan gambar
A : sumber cahaya lampu pijar D : Komputer B : kuvet E : Ruang gelap
A
C
B
PC E
Gambar 3.1 Susunan alat eksperimen untuk mengidentifikasi pewarna merah dalam sampel.
28 C : detekor Emission Spectrometer
Sebuah lampu pijar A dengan daya 40 watt, kuvet B, dan detektor Emission Spectrometer D disusun seperti pada gambar 3.1. Ruang gelap E digunakan untuk mengatasi gangguan cahaya luar. Sehingga berkas cahaya yang sampai ke detektor merupakan berkas cahaya dari sumber cahaya. Cahaya dengan panjang gelombang 𝜆 memiliki intensitas awal
𝐼0. Berkas cahaya ditembakkan menuju kuvet yang berisi larutan standar dan sampel. Jika tenaga yang dibawa oleh cahaya sama dengan tenaga molekul untuk melakukan transisi, maka akan terjadi serah terima tenaga. Tenaga yang dibawa oleh cahaya digunakan molekul untuk melakukan transisi mengikuti persamaan 2.16. Serah terima tenaga ini merupakan peristiwa serapan. Setelah melewati larutan, berkas cahaya ini langsung menuju detektor. Detektor mengukur intensitas cahaya setelah melewati larutan. Serapan ditunjukkan dengan berkurangnya intensitas cahaya setelah melewati larutan pada panjang gelombang 𝜆. Berkurangnya intensitas cahaya pada panjang gelombang 𝜆 akan menghasilkan pola serapan. Pola serapan digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah dalam sampel. Detektor dihubungkan ke komputer PC dengan menggunakan kabel penghubung USB. Untuk pengambilan dan perekaman data digunakan Software LogerPro.
2. Alat untuk menentukan konsentrasi pewarna merah minuman dalam sampel
29
Alat yang digunakan untuk menentukan konsentrasi pewarna minuman suatu sampel terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
a. Kuvet
Kuvet digunakan untuk meletakan sampel. b. Detektor
Detektor yang digunakan adalah Colorimeter buatan Vernier. Colorimeter bekerja berdasarkan prinsip hukum Beer Lambert. Pada Colorimeter terdapat sumber cahaya dengan empat panjang gelombang, yaitu 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Colorimeter menggunakan interface LabPro untuk menghubungkan ke komputer.
c. Interface
Interface merupakan alat yang digunakan untuk menghubungkan detektor Colorimeter menuju komputer. Interface yang digunakan dalam penelitian ini adalah LabPro.
d. Komputer
Komputer digunakan untuk merekam, menampilkan, dan menganalisa data.
30
Kuvet A diletakkan ke dalam Detektor Colorimeter B. Detektor bekerja berdasarkan Hukum Beer-Lambert yang dijelaskan pada dasar teori. Detektor dihubungkan ke komputer PC menggunakan interface LabPro C. Sinar datang dengan panjang gelombang 𝜆 memiliki intensitas
𝐼0, setelah melewati molekul penyerap maka intensitanya menjadi 𝐼. Hal ini menunjukkan bahwa serapan akan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap. Serapan dapat ditunjukkan dengan absorbansi yang dihasilkan oleh sampel mengikuti persamaan 2.21. Untuk pengambilan dan perakaman data digunakan Software LogerPro. Dengan mengetahui serapan molekul cahaya yang melewati molekul, maka konsentrasi molekul penyerap dapat diketahui.
A
Gambar 3.2 Susunan alat eksperimen untuk menentukan konsentrasi pewarna merah minuman dalam sampel.
B
C
31 B. Persiapan Bahan
Persiapan bahan dilakukan dengan dua tahap yaitu pengenceran larutan standar dan pembuatan standar kalibrasi.
1. Pengenceran
Larutan standar yang digunakan dihasilkan dari beberapa pewarna merah. Pewarna merah Carmoisine CL 14720, Carmoisin 14720 – Eritrosine CL 16035, Eritrosine CL 16035, dan Ponceau 4R CL 16255 diencerkan menggunakan aquades. Pola serapan pewarna merah standar merupakan dasar untuk mengidentifikasi keberadaan pewarna merah dalam sampel. Pewarna hijau Tartrasine CL 19140 diencerkan dengan aquades digunakan sebagai pembanding. Sampel yang dipilih adalah minuman cair, dalam kemasan, dan berwarna merah mencolok.
Alat yang digunakan dalam pengenceran adalah pipet, gelas ukur, dan labu ukur. Pengenceran dilakukan berdasarkan persamaan 2.22. Pengenceran dilakukan berdasarkan dua tahap, yaitu:
a. Larutan Induk
Larutan induk Carmoisine dengan konsentrasi 10 ml/L didapatkan dengan cara mengambil standar Carmoisine 100% sebanyak 1 ml ditambah aquadest sebagai pelarut sampai larutan menjadi 100 ml. Larutan induk standar untuk pewarna merah lain Carmoisin 14720 – Eritrosine CL 16035, Eritrosine CL 16035, serta Ponceau 4R CL 16255 dibuat dengan cara yang sama.
32
Larutan standar dibuat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 10 ml/L, 8 ml/L, 6 ml/L, 4 ml/L, dan 2 ml/L. Larutan standar carmoisine dengan konsentrasi 8 ml/L sebanyak 10 ml diperoleh dengan cara mengambil larutan induk carmoisine dengan konsentrasi 10 ml/L sebanyak 8 ml kemudian ditambah aquadest hingga volume menjadi 10 ml. Larutan standar carmoisine dengan konsentrasi 6 ml/L seebanyak 10 ml diperoleh dengan cara mengambil larutan induk carmoisine dengan konsentrasi 10 ml/L sebanyak 6 ml kemudian ditambah aquadest hingga volume menjadi 10 ml dan seterusnya. Larutan standar dengan konsentrasi berbeda untuk pewarna merah lain dapat diperoleh dengan cara yang sama.
2. Kalibrasi Larutan Standar
a. Pola Serapan Laturan Standar yang Diperoleh Menggunakan Detektor Emission Spectrometer
Pola serapan digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah tertentu dalam sampel minuman. Pola serapan diperoleh dengan menggunakan Detektor Emission Spectrometer. Minuman berwarna merah dapat dihasilkan dari pewarna minuman yang mengandung Carmoisin 14720, Carmoisin 14720 – Eritrosine CL 16035, Eritrosine CL 16035, dan Ponceau 4R CL 16255. Pola serapan ditunjukkan dengan grafik hubungan antara intensitas terhadap panjang gelombang. Konsistensi pola serapan masing-masing pewarna merah ditunjukkan dengan grafik intensitas cahaya
33
terhadap panjang gelombang pada berberapa konsentrasi pewarna merah standar. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan jenis pewarna merah tertentu dalam sampel minuman.
b. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar menggunakan Detektor Colorimeter pada berbagai konsentrasi
Nilai absorbansi larutan standar pewarna merah Carmoisine CL 14720, Carmoisin 14720 – Eritrosine CL 16035, Eritrosine CL 16035, dan Ponceau 4R CL 16255 diukur dengan menggunakan detektor Colorimeter. Nilai absorbansi yang diperoleh dari larutan standar digunakan sebagai acuan. Nilai absorbansi yang diperoleh tergantung dengan konsentrasi larutan standar. Hubungan antara nilai absorbansi terhadap konsentrasi menghasilkan persamaan grafik linear mengikuti persamaan 2.21. Pengukuran dilakukan dengan menyinari larutan standar dengan menggunakan cahaya pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Berdasarkan pengukuran nilai absorbansi menggunakan detektor Colorimeter diperoleh empat grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi untuk masing – masing pewarna merah standar. Hal inilah yang digunakan sebagai dasar pengukuran konsentrasi pewarna merah dalam sampel. Nilai absorbansi sampel dimasukkan ke dalam persamaan grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi larutan pewarna merah standar untuk memperoleh konsentrasi pewarna merah dalam sampel.
34 C. Prosedur percobaan
Eksperimen dilakukan secara garis besar menjadi dua tahap berikut:
a. Penentuan pola serapan Sampel menggunakan detektor Emission Spectrometer.
1) Menuangkan sampel ke dalam kuvet
2) Meletakkan kuvet yang berisi sampel di antara sumber cahaya dan detektor Emission Spetrometer.
3) Mengatur posisi lampu pijar, kuvet, dan detektor menjadi satu garis lurus.
4) Menekan tombol collect untuk memulai pengukuran.
5) Membandingkan pola serapan sampel dengan pola serapan larutan standar pewarna merah. Pola serapan ditunjukkan dengan nilai intensitas yang melewati larutan sampel pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm dengan interval panjang gelombang 1 nm. b. Pengukuran absorbansi Sampel menggunakan detektor
Colorimeter.
1) Memilih sumber cahaya dengan panjang gelombang yang diinginkan.
2) Menekan tombol kalibrasi pada detektor Colorimeter.
3) Setelah proses kalibrasi selesai, meletakkan kuvet berisi larutan sampel yang telah diukur menggunakan detektor Emssion Spectrometer ke dalam detektor Colorimeter.
4) Mengukur absorbansi sampel dengan panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm menggunakan detektor Colorimeter.
35 5) Menganalisis hasil eksperimen.
D. Analisa Data
Analisa data secara garis besar dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu analisa kualitatif. Analisa kualitatif dilakukan dengan mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam sampel pewarna merah jenis tertentu. Tahap ini dilakukan dengan cara membandingkan pola serapan yang dihasilkan oleh sampel terhadap pola serapan larutan standar pewarna merah. Sampel dikatakan mengandung pewarna merah jenis tertentu jika pola serapannya sama dan mengikuti pola serapan yang dihasilkan oleh salah satu pewarna merah standar. Intensitas cahaya setelah melewati larutan akan berkurang dibandingkan dengan intensitas cahaya awal. Pengurangan intensitas pada grafik hubungan intensitas terhadap panjang gelombang menunjukkan absorbansi larutan.
Tahap kedua yaitu analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan dengan membandingkan absorbansi larutan standar dengan absorbansi larutan sampel menggunakan persamaan 2.21. Persamaan tersebut merupakan dasar perhitungan untuk mendapatkan grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi larutan standar pewarna merah. Grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi tersebut akan menghasilkan persamaan grafik linear. Persamaan grafik yang diperoleh adalah
𝐴 = 𝑚 𝑐 + 𝑏 (3.1)
36
m : merupakan gradien(sensitifitas alat) c : konsentrasi larutan
b : konstanta
Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan memasukan nilai-nilai absorbansi sampel yang diukur menggunakan panjang gelombang yang telah ditentukan sebelumnya ke dalam persamaan tersebut.
37 BAB IV
HASIL EKSPERIMEN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Eksperimen
Standar pewarna merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah eritrosin, eritrosin-carmoisine, carmoisine, dan ponceau 4R. Penelitian ini dilakukan dengan menentukan pola serapan standar pewarna merah dan sampel. Kedua mengukur nilai absorbansi larutan standar dan sampel. Setelah diperoleh data kemudian dilakukan analisa.
1. Penentuan Pola Serapan Standar Pewarna Merah Eritrosine, Eritrosine-Carmoisine, Carmoisine, dan Ponceau 4R.
Jenis pewarna merah tergantung dari molekul penyusunnya. Setiap molekul memiliki tingkat tenaga molekuler yang berbeda. Tenaga molekul dapat diamati berdasarkan spektrum yang dihasilkan. Spektrum tenaga menunjukkan pola serapan tertentu.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pola serapan pewarna merah. Serapan yang dihasilkan oleh masing-masing pewarna merah memiliki pola berbeda. Pola serapan ditunjukkan dengan grafik hubungan antara intensitas cahaya setelah melewati larutan terhadap panjang gelombang. Pengukuran intensitas cahaya setelah melewati larutan dilakukan pada panjang gelombang 320 nm sampai dengan 900 nm. Hasil pengukuran intensitas larutan standar pewarna merah eritrosin, eritrosin-carmoisine, carmoisine, dan ponceau 4R dengan konsentrasi 10 ml/L, 8 ml/L, 6 ml/L, 4 ml/L, dan 2 ml/L terdapat pada tabel lampiran 1. Nilai intensitas cahaya pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm untuk pewarna
38
eritrosine ditunjukkan oleh grafik 4.1, nilai intensitas cahaya pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm untuk pewarna eritrosine-carmoisine ditunjukkan oleh grafik 4.2, nilai intensitas cahaya pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm untuk pewarna carmoisine ditunjukkan oleh grafik 4.3, dan nilai intensitas cahaya pada panjang gelombang 320 nm sampai 900 nm untuk pewarna ponceau 4R ditunjukkan oleh grafik 4.4.
Grafik 4.1. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Eritrosine CI 16035 pada konsentrasi 10 ml/l ( ), 8 ml/l ( ), 6 ml/l ( ), 4 ml/l ( ), dan 2 ml/l ( ).
39
Grafik 4.2. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720 pada konsentrasi 10 ml/l ( ), 8 ml/l ( ), 6 ml/l ( ), 4 ml/l ( ), dan 2 ml/l ( ).
Grafik 4.3. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Carmoisine CI 14720 pada konsentrasi 10 ml/l ( ), 8 ml/l ( ), 6 ml/l ( ), 4 ml/l ( ), dan 2 ml/l ( ).
40
Grafik intensitas terhadap panjang gelombang pewarna eritrosine, eritrosine-carmoisine, carmoisine, dan ponceau 4R menunjukkan pola serapan yang berbeda. Grafik intensitas terhadap panjang gelombang pewarna eritrosine, eritrosine-carmoisine, carmoisine, dan ponceau 4R merupakan dasar untuk melakukan identifikasi sampel. Sampel dikatakan mengandung salah satu jenis pewarna merah standar jika pola serapan yang dihasilkan oleh sampel sama dan mengikuti salah satu pola dari pewana standar eritrosine, eritrosine-carmoisine, carmoisine, dan ponceau 4R.
Sampel merupakan senyawa yang terdiri dari berbagai molekul penyusunnya. Molekul penyusun pewarna merah inilah yang diharapkan memberi sumbangan serapan, bukan molekul pewarna lain. Dasar Grafik 4.4. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar
Ponceau 4R CI 16255 pada konsentrasi 10 ml/l ( ), 8 ml/l ( ), 6 ml/l ( ), 4 ml/l ( ), dan 2 ml/l ( ).
41
penelitian yang digunakan adalah konsep selektifitas. Panjang gelombang terjadi serapan maksimum untuk molekul-molekul penyusun pewarna merah dapat ditunjukkan dengan membandingkan pola serapan pewarna merah standar dengan pewarna lain. Pewarna hijau Tartrasine CI 19410 digunakan sebagai pembanding.
Hasil pengukuran nilai intensitas larutan standar pewarna merah Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255 dengan konsentrasi 8 ml/l ditunjukkan dengan grafik 4.5 berikut.
Hasil pengukuran nilai intensitas untuk larutan standar Tartrasine CI 19410 dengan konsentrasi 8 ml/l ditunjukkan oleh grafik 4.6 berikut. Grafik 4.5. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan
standar Eritrosine CI 16035 ( ), Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720 ( ), 16035-Carmoisine CI 14720 ( ), dan Ponceau 4R CI 16255 ( ) pada konsentrasi 8 ml/l.
42
Berdasarkan grafik 4.5 dan 4.6 diperoleh grafik 4.7 berikut ini. Grafik 4.6. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan
standar Tartrasine CI 19410 pada konsentrasi 8 ml/l.
Grafik 4.7. Hubungan Intensitas terhadap panjang gelombang (nm) larutan standar Eritrosine CI 16035 ( ), Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720 ( ), Carmoisine CI 14720 ( ), dan Ponceau 4R CI 16255 ( ) pada konsentrasi 8 ml/l dan larutan standar Tartrasine CI 19410 ( ) pada konsentrasi 8 ml/l.
43
Berdasarkan grafik 4.7 dapat ditentukan panjang gelombang paling selektif untuk larutan standar pewarna merah. Panjang gelombang selektif optimal ditentukan dengan cara memilih panjang gelombang yang mempunyai serapan paling maksimal untuk pewarna merah dan paling minimal untuk Tartrasine CI 19410. Serapan maksimal ditunjukkan dengan intensitas yang rendah, sedangkan serapan minimal ditunjukkan dengan intensitas tinggi. Panjang gelombang selektif untuk larutan standar pewarna merah berkisar 430 nm sampai 500 nm. Karena panjang gelombang ini membawa tenaga yang sama dengan tenaga molekul pewarna merah untuk melakukan transisi, maka pada panjang gelombang ini yang mempengaruhi serapan hanya pewarna merah standar.
2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Perwana Merah Eritrosine, Eritrosine-Carmoisine, Carmoisine, dan Ponceau 4R dengan Variasi Konsentrasi.
Analisa secara kuantitatif dilakukan jika telah dilakukan analisa secara kualitatif. Detektor Colorimeter dapat mengukur absorbansi dan transmittans secara bersamaan. Detektor Colorimeter dilengkapi sumber cahaya dengan empat panjang gelombang. Hal ini dilakukan dengan melihat pengaruh konsetrasi pewarna merah standar terhadap absorbansi pada panjang gelombang tertentu. Berdasarkan pengaruh konsentrasi larutan standar Carmoisine CI 14720 terhadap absorbansi dapat diperoleh persamaan grafik hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
44
Dari tabel 4.1 diperoleh grafik hubungan absorbansi terhadap konsentrasi yang ditunjukkan grafik 4.8 berikut ini.
Hubungan absorbansi terhadap kosentrasi larutan Carmoisine CI 14720 pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm ditunjukkan grafik 4.9. No Konsentrasi C ( ml/L ) Absorbansi 1 2 0,1345 2 4 0,3488 3 6 0,4578 4 8 0,6255 5 10 0,7703
Tabel 4.1. Hubungan Absorbansi A terhadap konsentrasi C ( ml/L ) larutan standar Carmoisine CI 14720 pada panjang gelombang 470 nm
Grafik 4.8. Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada panjang gelombang 470 nm untuk larutan standar Carmoisine CI 14720
45
Persamaan grafik yang diperoleh dari grafik 4.9 ditunjukkan pada tabel 4.2.
dengan, 𝑨: besar absorbansi
𝑪: besar konsentrasi dalam ml/l.
No Panjang
gelombang (nm) Persamaan garis
1 430 𝑨 = (5,6 ± 0,4) × 10−2𝑪 + (3,2 ± 0,1) × 10−2 2 470 𝑨 = (7,8 ± 0,4) × 10−2𝑪 + (0,2 ± 0,1) × 10−2
3 565 𝑨 = (4,1 ± 0,4) × 10−2𝑪 + (0,7 ± 0,1) × 10−2
4 635 𝑨 = (0,1 ± 0,1) × 10−2𝑪 + (4,9 ± 0,3) × 10−2
Grafik 4.9. Hubungan Absorbansi terhadap konsentrasi (ml/l) pada panjang gelombang 430 nm ( ), 470 nm ( ), 565 nm ( ), dan 635 nm ( ) untuk larutan standar Carmoisine CI 14720
Tabel 4.2. Persamaan garis pada panjang gelombang 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm untuk pewarna merah Carmoisine CI 14720
46
Persamaan grafik hubungan absorbansi terhadap konsentrasi tersebut mengikuti persamaan 3.1. Gradien dari masing-masing persamaan menunjukkan sensitifitas alat. Sensitifitas merupakan besar kecilnya kepekaan alat terhadap absorbansi molekul carmoisine. Semakin besar nilai gradien maka semakin sensitif alat. Dari empat persamaan di atas, persamaan grafik pada panjang gelombang 470 nm memiliki nilai gradien paling besar. Persamaan garis dengan sensitifitas optimal inilah yang digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel. Syaratnya, sampel telah dipastikan mengandung Carmoisine CI 14720 ditunjukkan dengan pola serapan yang sama dengan pola serapan larutan standar.
Penelitian dilanjutkan dengan pengukuran nilai absorbansi untuk larutan standar pewarna merah lain yaitu Eritrosine CI 16035, Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720, dan Ponceau 4R CI 16255. Hubungan antara nilai absorbansi terhadap konsentrasi larutan Eritrosine CI 16035 dengan variasi empat panjang gelombang ditunjukkan grafik 4.10, hubungan antara nilai absorbansi terhadap konsentrasi larutan Eritrosine CI 16035-Carmoisine CI 14720 dengan variasi empat panjang gelombang ditunjukkan grafik 4.11, dan hubungan antara nilai absorbansi terhadap konsentrasi larutan Ponceau 4R CI 16255 dengan variasi empat panjang gelombang ditunjukkan grafik 4.12.