• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

B. Konsep Ibadah Dalam Islam

3. Hakikat Ibadah

Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa “hakikat ibadah adalah: “ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta

akan tuhan yang ma’bud (disembah) dan merasakan kebesarannya, lantaran beri’tikad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya”.33

Pada satu risalahnya, al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat ibadah ialah mengikuti (mutaba‟ah) Nabi SAW pada semua perintah dan larangannya. Dan ibadah yang hakiki itu adalah menjunjung perintah bukan semata-mata melakukan shalat atau puasa, sebab shalat dan puasa itu hanya akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.34

Hakekat ibadah juga berarti memperhambakan dan menundukkan jiwa kepada kekuasaan yang ghaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu dan tidak pula dapat diketahui hakikatnya.

Dari pengertian hakikat ibadah diatas dapat dipahami bahwa seorang mukallaf (muslim yang telah diwajibkan beribadah) belum dipandang telah beribadah (sempurna ibadahnya kalau dia hanya mengerjakan ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul fiqh saja.

Seorang mukallaf telah dianggap telah beribadah secara sempurna apabila dia beribadah sesuai dengan pengertian ahli fuqaha dan ahli ushul

32

Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1987), hal. 5 33

Hasbi ash-Shiddiqy, kuliah ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakart: Bulan Bintang, 1994), Cet. Ke-6, h. 7-8

34

fiqh, ditambah dengan pengertian menurut ahli tauhid, ahli tafsir, ahli hadits dan ahli akhlak, yaitu memperbaiki akhlaknya. Maka apabila seorang mukallaf telah melakukan ibadah sesuai pengertian dari semua para ahli tersebut dia telah melakukan hakekat ibadah, dia jiga dipandang telah mengerjakan ruh ibadah.

Para ahli ibadah menyatakan bahwa pokok ibadah adalah engkau tidak menolak suatu hukum Allah, engkau tidak meminta sesuatu hajat kepada selain Allah, dan engkau tidak mau menahan sesuatu dijalan Allah.

Ibadah adalah haq yang wajib dipatuhi. Maka manusia tidak diwajibkan beribadah kepada selain Allah, karena Allah sendiri yang berhak menerimanya, karena Allah sendiri yang memberikan nikmat yang paling besar kepada makhluknya, yaitu hidup, wujud dan segala yang berhubungan dengannya.

Ibadat adalah tujuan hidup manusia. Ibadah adalah tujuan dijadikannya jin, manusia, dan makhluk lainnya. Maka manusia wajib melaksanakan ibadah kepada Allah SWT atas dasar ikhlas dan secara sah yaitu sesuai petunjuk syara’.

Ruh ibadah adalah memenuhkan jiwa dengan rasa takut akan kekuasaan Allah dan mengharap keutamaan Allah, maka agar pelaksanaan ibadah kita lebih mantap, dilakukan dengan ikhlas tampa beban, dan sah secara hukum. Tiap muslim disamping wajib melaksanakan ibadah secara benar, juga wajib mempelajari hikmah dari setiap ibadah yang dilakukannya. Karena Allah SWT mewajibkan ummatnya untuk beribadah pasti mengandung hikmah yang sangat bermanfaat bagi manusia baik bagi dirinya sendiri maupun bagiseluruh alam ini.35

35

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lemlit UIN Jakarta, 2008), hal. 26-31

4. Jenis-jenis Ibadah

Ibadah yang diterapkan Islam terbagi kepada:

a. Ibadah-ibadah yang semata-mata dimaksudkan dari padanya kemaslahatan akhirat

b. Ibadah-ibadah yang terpaut dengan kemaslahatan dan dunia akhirat c. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan dunia,

seperti zakat

d. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan akhirat, seperti salat.36

5. Macam-macam Ibadah

a. Bersifat ma’rifat yang tertentu dengan soal ketuhanan

b. Ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, seperti: takbir, tahmid, tahlil dan puji-pujian

c. Perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah seperti: haji, umrah,

ruku, sujud, puasa, tawaf, dan i’tikaf

d. Ibadah-ibadah yang lebih keras padanya hak Allah, walaupun terdapat pula padanya hak hamba, seperti sembahyang fardu dan sembahyang sunnah

e. Yang melengkapi kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti zakat, kaffarat dan menutupi aurat.37

Ulam fiqih membaginya kepada tiga macam, yakni: 1) ibadah mahdah, 2) ibadah ghair mahdah dan 3) ibadah zi al-wajhain.

1) Ibadah mahdah adalah ibadah yang mengandung hubungan dengan Allah swt semata-mata, yakni hubungan vertical. Ibadah ini hanya sebatas pada-pada khusus. Cirri-ciri ibadah mahdah adalah semua ketentuan dan aturan pelaksanaanya telah ditetapkan secara rinci melalui penjelasan-penjelasan al-Qur’an dan hadits. Ibadah mahdah

36

Hasbi Ass Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang,1954), cet. Ke-6, hal. 71 37

dilakukan semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

2) Ibadah ghair mahdah ialah ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan kepada Allah swt, tetapi juga berkaitan dengan sesame makhluk (habl minallah wa habl mi an-nas), Di samping hubungan vertikal juga ada hubungan horizontal. Hubungan sesama makhluk ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti ayat yang

artinya : “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf/7 : 56).

3) Ibadah zi al-wajhain ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu mahdah dan ghairu mahdah. Maksudnya adalah sebagian dari maksud dan tujuan persyariatannya dapat diketahui dan sebagian lainnya tidak dapat diketahui, seperti nikah dan iddah. 38

6. Ruang Lingkup dan Sistimatika Ibadah

Ruang lingkup ibadah dikemukakan oleh Ibn Taimiyah Ibadah itu mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah SWT, baik itu dalam perkataan maupun dalam perbuatan, lahir dan batin. Maka yang termasuk dalam hal ini adalah salat, zakat, puasa, haji, benar dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua,

menghubungkan silaturahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi mungkar,

jihad terhadap orang kafir dan munafik, berbauat baik kepada tetangga, anak yatim fakir miskin dan ibnu sabil, berdoa, berzikir, membaca

al-Qur’an, ikhlas, sabar, syukur, rela menerima ketentuan Allah SWT,

tawakkal, raja’ (Berharap atas rahmat), khauf (Takur terhadap azab).

38

Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999), cet. ke-3, jilid II. hal. 592.

Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan diatas cakupannya sangat luas, bakan menurut Ibnu Taimiyah sendiri bahwa semua ajaran agama itu termasuk ibadah. Bila mana di klasifikasikan kesemuanya dapat menjadi beberapa kelompok saja :

a. Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syariat seperti salat, puasa, zakat dan haji.

b. Yang berhubungan dengan (tambahan dari) kewajiban-kewajiban diatas dalam bentuk ibadah-ibadah sunnah, seperti zikir, menbaca al_Quran, doa dan istighfar.

c. Semua bentuk hubungan sosial yang baik serta pemenuhan hak-hak manusia, seperti berbuat baik orang tua, menghubungka silaturahmi, berbuat baik ke anak yatim, fakir miskin dan ibnu sabil.

d. Akhlak Insania (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara menjalankan amanah dan menepati janji.

e. Akhlak Rabbaniah (bersifat ketuhanan), seperti mencintai Allah SWT dan Rasul-rasulNya, takut kepada Allah SWT, ikhlas dan abar terhadap hukumNya.39

Ruang lingkup materi ibadah di kelas VIII SMP Darussalam: a. Shalat sunnah rawatib

b. Puasa, yakni puasa wajib, puasa senin kamis, syawal dan arafah c. Zakat mal dan zakat fitrah

d. Membiasakan prilaku terpuji

Dokumen terkait