Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Disusun Oleh: DAHRIA 106011000078
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
jujurlah karena sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga. Dan jauhilah dusta
karena sesungguhnya dusta itu menyeret kepada dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu menuntun ke neraka .
(HR. Bukhari)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap .
(QS. Alam-Nasyrah/94 :8)
Apapun yang terjadi dalam hidup kita, masalah apapun, dan sebesar apapun masalah itu pasti ada hikmah yang tersirat di dalamnya. semakin besar masalah maka akan semakin besar pula hikmah yang
i
Fak/jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI
Judul : Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Terhadap Kualitas Beribadah Siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Kualitas Beribadah Siswa di SMP Darussalam Ciputat.
Kualitas ibadah dapat diartikan sebagai mutu atau kualitas ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta dalam melaksanakan syariat yang telah ditentukan oleh-Nya, ini tentunya tidak terlepas dari pendidikan agama seorang anak, khususnya pendidikan yang telah diberikan disekolah. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui seberapa besarkah pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa.
Penelitian ini dilaksanakan selama beberapa bulan di SMP Darussalam Ciputat sampai pada bulan Oktober 2010 yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa/siswi SMP kls VIII dengan jumlah 70 orang. Ini merupakan 15% dari populasi yang berjumlah 466 siswa/siswi kelas VIII SMP Darussalam Ciputat.
Data tentang pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa diperoleh berdasarkan angket yang diisi oleh siswa/siswi dan juga hasil wawancara kepada guru bidang study pendidikan agama Islam serta kepala sekolah. Metode yang digunakan adalah korelasi product moment dengan taraf 5 % dan 1%
Dari hasil perhitungan, ternyata angka korelasi antara variabel X dan variabel Y bertanda positif memperhatikan besarnya rxy yang diperoleh yaitu 0,61. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan r tabel dengan df = 68 taraf signifikansi 5% sebesar 0,232 dan 1% 0,302, berarti r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, dan hipotesa alternaif (Ha) diterima. Ini berarti ada korelasi yang positif antara pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa SMP Darussalam Ciputat. Maka hal ini menunjukkan pula bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam berpengaruh tehadap kualitas beibadah siswa.
ii
Alhamdulillah, pujian setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah
SWT. Sang Sumber dari segala cinta dan kasih sayang, karena dengan rahmat,
hidayah dan karunianya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul ”Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Terhadap
Kualitas Beribadah Siswa di SMP Darussalam Ciputat”. Shalawat bermutiarakan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad ibn
Abdillah, keluarga, para sahabat dan para pengikut setianya.
Sebagai hamba yang lemah, tentunya dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan, untuk itu bimbingan, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan agar kita semua bisa belajar dari kesalahan.
Setelah sekian lama penulis berada di kampus ini, untuk mengambil gelar
sarjana Strata Satu (S1) harus dengan menyelesaikan tulisan skripsi. Ini tidak serta
merta siap dan selesai, ada proses, dalam perjalanannya ada jatuh bangun, down. Dalam keadaan demikian selalu ada yang memberikan motivasi dan dorongan,
bantuan serta dukungan baik secara langsung atau tidak langsung, moril dan
materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya
bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih terutama kepada:
1. Teristimewa buat ayahanda tercinta H. M. Daud/Dg. Massikki dan Ibunda
tersayang HJ. Ida/ Dg. Mapaccing yang telah mencurahkan kasih cintanya
untukku dan tidak pernah bosan berdoa untukku, serta selalu menyemangatiku
dalam setiap keadaan. Semoga Allah memberikan kalian kebahagiaan di
Dunia dan Akhirat.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta seluruh stafnya.
3. Ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta stafnya.
4. Dr. Akhmad Shodiq, MA yang telah meluangkan waktunya untuk
iii
7. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberukan ilmu
pada penulis.
8. Om Bustamin dan Tante Hafsah yang penulis anggap sebagai orang tua
sendiri, serta adinda Happy Haq yang selalu memberikan dukungannya.
9. Sahabat terbaikku, Dini Rahmawati, Ani Mayrani, Aminah Tuzuhriyah,
Aisyah, Siti Bariroh, Dewi Priyandini, Ade Putri, Syarifatul Barokah. Mereka
perempuan yang sangat berarti dalam hidup dan kehidupan ini. Dalam diam
dan tindakan yang selalu memberikan motivasi dan membangkitkan semangat
berkreatifitas.
10.Teman-teman PAI angkatan 2006, khususnya sahabat seiya sekata kelas B
yang mengajari arti hidup ”I Love U All, So Much With All My Heart”
11.Adindaku tersayang Abdurrahman Daud (mahasiswa KPI UIN) yang selalu
mensupport penulis sebagai seorang kakak dalam setiap keadaan.
12.Terkasih dan tersayang Lukman Hakim S.Pd.I, yang selalu mendampingi
hari-hariku, dan tiada henti menyemangatiku.
13.Teman-teman seorganisasi FLP Ciputat, HIPPMIH Jakarta dan sekitarnya,
HMI Ciputat, IKAMI Sul-Sel Cab. Ciputat
14.Keluarga Besar YPI Darussalamm Ciputat
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak
mendapatkan balasan pahala dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah
ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi amal
ibadah disisi-Nya. Amin ya Rabbal alamin.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Jakarta, 21 Oktober 2010
iv
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pendidikan Agama Islam ... 8
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 8
2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ... 12
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 15
4. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam ... 16
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 16
6. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 18
7. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam... 19
8. Komponen Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam ... 20
B. Konsep Ibadah Dalam Islam ... 21
1. Pengertian Ibadah ... 21
2. Tujuan Ibadah... 23
v
7. Syarat Diterimnaya Ibadah ... 30
8. Kualitas Ibadah... 31
C. Kerangka Berfikir... 32
D. Pengajuan Hipotesa ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
C. Populasi dan Sampel ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data ... 37
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39
F. Insrtumen Penelitian... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 44
B. Deskripsi Data ... 49
C. Analisis Data ... 64
D. Interpretasi Data ... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
C. Saran ... 70
vi
Tabel 2 Klasifikasi Skor Angket... 40
Tabel 3 Tabel Interpretasi Nilai “r” ... 41
Tabel 4 Kisi-Kisi Instrument Penelitian ... 43
Tabel 5 Data Tenaga Pengajar Dan Karyawan Sma Darussalam ... 46
Tabel 6 Jumlah Siswa/I Smp Darussalam ... 48
Tabel 7 Guru memotivasi siswa agar menyenangi pelajaran Pendidikan Agama Islam ... 49
Tabel 8 Guru menjelaskan materi pelajaran dengan sangat jelas ... 49
Tabel 9 Guru memotifasi siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam di rumah dengan teratur ... 50
Tabel10 Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan pertanyaan pelajaran terdahulu ... 50
Tabel11 Guru memberikan kesempatan untuk bertanya saat materi pelajaran selesai ... 51
Tabel 12 Guru mengajar menggunakan metode ceramah ... 52
Tabel 13 Guru meminta menyelesaikan tugas/PR mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan usaha sendiri, tampa bantuan orang lain ... 52
Tabel 14 Guru meminta menyelesaikan tugas/PR mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan usaha sendiri, tampa bantuan orang lain ... 52
Tabel 15 Guru membimbing siswa tentang tata cara salat yang baik dan benar Tabel 16 Nilai ulangan harian saya bagus ... 53
Tabel 17 Guru memimpin pelaksanaan salat berjamaah di sekolah ... 54
Tabel 18 Guru memimpin pelaksanaan salat berjamaah di sekolah ... 54
Tabel 19 Guru menganjurkan untuk membaca al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai ... 55
Tabel 20 Saya senang mengikuti kegiatan baca tulis al-Quran ... 55
Tabel 21 Saya senang mengikuti salat berjamaah yang diadakan di sekolah .. 56
vii
Tabel 26 Di akhir salat saya zikir ... 58
Tabel 27 Di akhir salat saya berdoa ... 59
Tabel 28 Di rumah saya salat berjamaah ... 59
Tabel 29 Saat sakit pun saya tetap melaksanakan salat ... 59
Tabel 30 Saya pernah menyesal meninggalkan salat ... 60
Tabel 31 Saya rajin bersedekah ... 60
Tabel 32 Saya suka membantu temen yang kesulitan (materi) ... 61
Tabel 33 Saya puasa sunah dihari Senin ... 61
Tabel 34 Saya puasa sunah dihari Kamis ... 62
Tabel 35 Saya puasa di bulan ramadan ... 62
Tabel 36 Saya puasa wajib atas kesadaran saya sendiri ... 62
Tabel 37 Saya tadarusan dibulan ramadan ... 63
Tabel 38 Distibusi frekuensi ... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sebagai institusi pendidikan dinilai sangat berperan dalam
mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Hal tersebut
dikarenakan sekolah merupakan pendidikan formal yang mempunyai tujuan
dan perencanaan secara jelas, seperti adanya guru, kurikulum, sarana
pendidikan, evaluasi, dan lain sebagainya.
Untuk mewujudkan SDM yang berkualitas, dalam arti manusia
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta iman dan takwa
(IMTAK) yang tinggi, maka pendidikan agama di sekolah sangat dibutuhkan.
Hal ini tercantum dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang
pendidikan nasional yang isi kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat:
a. Pendidikan Agama
b. Pendidikan kewarganegaraan c. Bahasa
d. Matematika
e. Ilmu pengetahuan alam f. Ilmu pengetahuan sosial g. Seni dan budaya
j. Muatan lokal.1
Oleh karena itu, menurut Undang-Undang SISDIKNAS di atas,
pendidikan agama merupakan pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Pendidikan agama perlu diberikan kepada
anak didik sejak kecil di sekolah, terutama sekolah menengah.
Pendidikan agama juga memiliki peran sebagai pengontrol anak yang
memiliki sikap mudah terpengaruh oleh angan-angan yang bersifat hayali,
tidak sesuai dengan kenyataan. Pendidikan agama pada jenjang sekolah
menengah ini memungkinkan untuk mewujudkan kepribadian yang didasari
oleh jiwa agama kepada mereka.
Sebab, ajaran agama inilah yang akan menjadi pedoman hidup
mereka kelak pada masa dewasa. Dengan kata lain, materi agama yang telah
mereka kecam pada masa ini sangat menentukan kehidupan mereka pada
masa yang akan datang, dan menjadi bekal hidup dalam masyarakat.
Pendidikan agama di sekolah harus melatih anak didik untuk
melakukan ibadah yang diajarkan dalam agama, yaitu praktek-praktek agama
yang menghubungkan manusia dengan Allah yang dipercayainya. Karena
praktek-praktek ibadah itulah yang akan mendekatkan jiwa si anak kepada
Allah. Semakin sering melakukan ibadah, semakin tertanam kepercayaan
kepada Allah dan semakin dekat pula jiwanya kepada Allah.
Oleh karenanya, di samping praktek ibadah, anak didik juga harus
dibiasakan mengatur tingkah laku dan sopan santun dalam pergaulan sesama
kawannya, sesuai dengan ajaran-ajaran akhlak yang termaktub dalam ajaran
agama. Ajaran-ajaran agama yang mengatur hubungan antara manusia
dengan sesama, serta sifat-sifatnya yang baik harus pula ditanamkan melalui
praktek-praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama juga tidak terlepas dari pengajaran agama, yaitu
pengetahuan yang ditujukan kepada pemahaman hukum, syariat,
kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan dan
1
diindahkan. Pendidikan Islam harus memberikan nilai-nilai yang dapat
dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatanya dalam
hidup mempunyai nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari norma agama.2
Pendidikan agama Islam juga dikatakan sebagai proses yang
dilakukan untuk menciptakan manusia manusia seutuhnya, beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT, serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini, yakni terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.3 Sebagai mana Firman Allah:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."”
Sedangkan dalam ruang lingkup masyarakat, bahkan bangsa dan
negara, pendidikan merupakan suatu kewajiban.4 Sebagaimana firman Allah
SWT:
2Zakia Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), Cet. Ke-16, h. 130-131
3
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. Ke-2, hal. 16
4
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An Nahl: 125)
Pada ayat di atas jelaslah bahwa dengan tegas Allah memerintahkan
(mewajibkan) kita untuk mengajak sesama manusia ke jalan Allah dengan
cara bijaksana dan nasehat yang baik. Tentu hal itu dapat dilakukan melalui
pendidikan.
Harus diakui, seiring melajunya zaman, pendidikan pun mengalami
perubahan dan kemajuan yang pesat. Kemajuan pada masa kini akan
dianggap usang oleh generasi mendatang, begitu seterusnya. Karenanya, tak
ayal jika sistem pendidikan sekarang yang dianggap sudah bagus dan relevan,
belum tentu lima tahun ke depan masih relevan. Pendidikan akan selalu
mengalami dinamisasi dan perkembangan, mengikuti arah retak zaman.
Suatu bangsa yang dianggap maju oleh suatau bangsa boleh jadi masih
dianggap primitif oleh bangsa lain yang lebih maju.
Oleh karena itu, pendidikan di kalangan umat Islam juga sudah
seharusnya mengalami perubahan dan kemajuan paradigma, pola pikir,
penataan, serta pelaksanaan atau pengelolaan yang lebih baik lagi.
Pendidikan jangan dipandang hanya sebagai suatu kewajiban saja. Tapi juga
harus pandai merencanakan, mengorganisir, mengemas, melaksanakan,
mengevaluasi serta menindak lanjutinya secara besinergi dan
berkesinambungan.5
Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan agama
Islam tak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT.6 Sebagaimana firman Allah dalam
surat Ad-Dzariyat ayat 56:
5
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 3-4 6
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Ad-Dzariyat/51: 56)
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan agama Islam tersebut, maka
siswa dituntut untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam
sehingga menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta
senantiasa beribadah kepada Allah SWT.
Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka para guru selaku
pendidik di lembaga sekolah hendaknya lebih teliti terhadap pendidikan
agama yang harus diberikan kepada anak didik dalam usaha memberikan
bekal dan pegangan hidup di masa yang akan datang. Dengan bekal
pendidikan agama secara baik, kualitas ibadah mereka kepada Allah SWT
juga akan meningkat. Dengan begitu, mereka akan memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
Sebagai umat Islam, pendidikan agama memiliki pengaruh penting
dalam upaya meningkatkan kualitas hidup seseorang kepada sesama manusia
dan kepada Allah SWT. Pendidikan agama menjadi pengontrol segala gerak
manusia dalam menjalani hidupnya. Dengan kata lain, kualitas ibadah
seseorang sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh pelajaran agama yang telah
diserap atau diterimanya.
Oleh karena itu, menjadi tepat kiranya jika penulis mengangkat
penelitian dengan judul “PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KUALITAS BERIBADAH SISWA DI SMP DARUSSALAM” Melalui penelitian ini penulis ingin melihat berapa besar pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam dengan kualitas ibadah
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, timbullah beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam.
2. Pengaruh pelaksanaan pendidikan agama islam terhadadap ibadah siswa
SMP Darussalam.
3. Kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam
4. Kualitas ibadah siswa SMP Darussalam sebelum dan sesudah belajar
pendidikan agama Islam.
5. Upaya yang dilakukan oleh SMP Darussalam dalam meningkatkan
kualitas beribadah siswa.
6. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam terhadap
kualitas beribadah siswa.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis membatasi
permasalahan yang ada dengan lebih menfokuskan pada:
1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam.
2. Pengaruh pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap kualitas
beribadah siswa di SMP Darussalam kelas VIII.
3. Kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam kelas VIII
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, agar lebih terfokus maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam?
2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap
kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam kelas III?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di
SMP Darussalam kelas VIII
2. Untuk memperoleh gambaran yang jelas pengaruh pelaksanaan
pendidikan Agama Islam terhadap kualitas belajar siswa di SMP
Darussalam kelas VIII
3. Untuk mengetahui bagaimana pula kualitas beribadah siswa di sekolah
tersebut”.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khazanah dan wawasan
ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, terutama dalam pendidikan
agama Islam. Bagi para guru pendidikan agama Islam, dapat mengambil
manfaat seperti fokus memperhatikan ibadah siswa yang tidak sekadar teori,
akan tetapi praktek. Dan bagi penulis semoga menjadi bekal untuk menjadi
seorang guru pendidikan agama Islam yang dapat meningkatkan mutu ibadah
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata didik yang memberi awalan “pe” dan
akhiran “kan” yang artinya perbuatan (hal,cara dan sebagainya) mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan, dalam bahasa
Indonesia terdapat pula kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan
Poerwadarminta adalah cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau
mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah
mengajar yang berarti memberi pengetahuan atau pelajaran.
Kata pendidikan selanjutnya sering digunakan untuk
menerjemahkan kata education dalam bahasa inggris.1
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa,
maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu
diturunkan dengan bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman nabi
Muhammad SAW, seperti terlihat dalam al-Quran sebagai berikut:
1
“Ya Allah sanyangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana ,,,,,.”. (QS. Al-Isra/17: 24) .
Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga untuk Allah, mungkin karena Allah juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, dan
malah mencipta.2
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik
manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang sehingga memiliki
potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.3
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai peroses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses pembuatan dan cara mendidik.5
Senada dengan itu pendidikan dapat pula diartikan sebagai suatu
proses untuk mendewasakan manusia, atau dengan kata lain pendidikan
merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui
pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia.
2
Zakia Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara,1996), Cet. 3, hal. 26 3
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 14 4
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasoinal No 20 tahun 2003, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003), Cet. Ke-1, h. 5
5
Pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak baik menjadi baik. Pendidikanlah yang mengubah semuanya.6
Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat diartikan bahwa
pendidikan adalah proses bimbingan yang diberikan secara sengaja oleh
pendidik melalui upaya pengajaran dan pelatihan terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju kedewasaan, sehingga
terbentuklah kepribadian utama berguna bagi peranannya dimasa yang
akan datang.
Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham, agama adalah gejala
yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan
diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga
perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu
dunia yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya
dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari didunia.
Agama sebagai bentuk kenyakinan manusia terhadap sesuatu yang
bersifat Adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia
dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai
bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam
hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Selain itu agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara
prikologis, agama dapat berfugsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan
motif ekstrinsik (luar diri). Dan motif yang didorong kenyakinan agama
dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh
kenyakinan non agama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat
profan. Agama memang unik sehingga sulit didefenisikan secara tepat dan
memuaskan.7
6
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 5 7
Sedangkan kata Islam itu dari salaam, yang artinya selamat, damai, dan sentosa. Maka berarti pula kedamaian dan kesejahteraan yang
membawa kebahagiaan. Untuk dapat hidup damai dan sejahtera yang
membawa kebahagiaan, orang yang harus aslama, yang artinya mengIslamkan diri, yaitu berserah diri kepada Allah SWT, yang memiliki
diri kita ini, karena Dialah yang menciptakannya.
Karena itu manusia dan alam ini milik Allah, zat yang
menciptakannya. Maka, sudah seharusnya manusia wajib berserah diri
kepada-Nya. Meng-Islamkan diri kepada Allah lazim juga disebut dengan
masuk Islam. Mereka yang suka masuk Islam adalah orang yang
menginginkan perdamaian dan kesejahteraan yang membawa kebahagiaan
lahir batin, dunia akhirat. Ia harus mentaati syariat, yaitu
peraturan-peraturan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
dan melaksanakan dengan baik 5 (lima) tugas pengabdian, itu lazim
disebut dengan rukun Islam yang artinya sendi Islam. Sendi-sendi itu
harus dilakukan dengan baik, dan dengan melakukan sendi-sendi itu
berarti menegakkan Islam, yang berarti pula menegakkan agama.8
Kelima sendi itu adalah:
a. Membaca syahadat
b. Menegakkan shalat lima kali sehari semalam (dzuhur, ashar, magrib,
isya, dan subuh).
c. Membayar zakat, sebagai dana sosial yang harus dibagikan kepada
fakit miskin, demi kebahagiaan bersama.
d. Puasa wajib, dalam bulan suci ramadan pada tiap-tiap tahun.
e. Menunaikan ibadah haji di kota sucu Mekkah bagi yang mampu.9
Sedangkan pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah selain mempunyai tujuan keilmuan,
8
KH. A. Aziz Fadil, Islam Menuju Dunia yang Diridloi Tuhan, (Tegal: Penawaja, 2008), cet. Ke-2. hal. 64
9
juga mempunyai tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.10
Menurut Zakiyah Darajat pendidikan agama Islam adalah:
1. Pendidikan agama Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya
sebagai pandangan hidup (way of life)
2. Pendidikan agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan
berdasarkan agama Islam
3. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah
diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam
itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia maupun diakhirat kelak.11
Dari beberapa defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan agama Islam ialah merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau pelatihan yang telah dikumpulkan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di
indonesia mempunyai landasan yang kuat yaitu dengan didukung oleh
dasar yuridis, dasar religius dan dasar psikologis.
10
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. Ke-2, hal. 29
11
a. Dasar Yuridis
Dasar yuridis atau dasar hukum adalah dasar-dasar
pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan
perundang-undangan. Dasar yuridis itu terdiri dari dasar Idiil, Konstitusional, dan
Operasional.
1) Dasar Idiil
Dasar idiil adalah dasar yang berasal dari Filsafat Negara,
Dasar Negara, dan Dasar Pendidikan di Indonesia yaitu Pancasila,
dimana Sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Dasar Konstitusional
Dasar konstitusional Pendidikan Agama berasal dari
Unndang-Undand Dasar 1945 Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang
berbunyi:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama
dan kepercayaanya itu.
3) Operasional
Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di
indonesia. Seperti yang disebutkan pada ketetapan MPRS nomor
XXVII/MPRS/1966, Bab I Pasal 1 yang berbunyi: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari
Sekolah Dasar sampai Universitas Negri”. Kemudian operasionalisasi pendidikan agama semakin diperkuat oleh tap
MPR nomor IV/MPR/1973, 1978, 1983 dan seterusnya. Dan
sekarang diperkuat lagi oleh undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
b. Dasar Religius
Dasar religius adalah yang bersumber dari ajaran agama Islam
baik al-Qur’an maupun al-Hadits. Menurut Islam, melaksanakan pendidikan agama itu merupakan perintah Allah dan sebagai ibadah
kepadanya. 12
Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah tersebut, sebagaimana firman Allah SWT:
1) Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
2) Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 104
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
c. Dasar Psikologis
Dasar psikologis berarti landasan yang bersumber dari kejiwaan
manusia yaitu setiap manusia dalam jiwanya merasakan pengakuan adanya
kekuatan zat yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan memohon
12
pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau dapat
mendekat kepada-Nya.13 Ini sesuai dengan ayat Al-Quran yang berbunyi:
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. (QS Ar-Rad: 38)
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Dalam kaitannya dengan KTSP, Depdiknas telah menyiapkan
standar kompetensi dasar berbagai mata pelajaran untuk dijadikan acuan
oleh para guru dalam mengembangkan KTSP pada satuan pendidikan
masing-masing.
Adapun Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran untuk
SMP adalah sebagai berikut:
a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan remaja
b. Menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan
c. Memahami keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan
sosial ekonomi
d. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan satuan yang
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
e. Menerapkan hidup sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu
luang sesuai dengan tuntutan agamanya
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara
bertanggung jawab
g. Menghargai perbedaan pendapat dalam menjalankan ajaran agama.14
13
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hal.78 14
Menurut Dr. Abdullah Nasikh Ulwan secara umum ruang lingkup
mateteri pendidikan Islam itu terdiri dari tujuh unsur, yaitu:
a. Pendidikan keimanan
b. Pendidikan moral
c. Pendidikan fisik/jasmani
d. Pendidikan rasio/akal
e. Pendidikan kejiwaan
f. Pendidikan seksual.15
4. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya
faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya
pendidikan agama tersebut.
Faktor-faktor pendidikan itu ada lima macam, dimana faktor yang
satu dan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Kelima faktot
tersebut adalah:
1. Anak didik
2. Pendidik
3. Tujuan pendidikan
4. Alat-alat pendidikan
5. Millieu/Lingkungan16
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Sebelum tujuan yang akan dicapai dari pendidikan agama Islam,
maka terlebih dahulu harus diketahui fungsi dari pendidikan agama Islam
itu sendiri. Adapun fungsi pendidikan agama Islam di sekolah formal itu
sendiri adalah sebagai berikut:
15
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), cet. Ke-1, hal. 15
16
1) Pengembangan
Yaitu untuk mengembangkan dan meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu fungsi pendidikan
agama Islam disekolah adalah menumbuh kembangkan lebih lanjut
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah
ditanamkan dalam keluarga melalui bimbingan, pengajaran dan
pelatihan.
2) Penyaluran
Yaitu menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus dibidang
agama sehingga dapat berkembang secara optimal.
3) Perbaikan
Yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan
pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
4) Pencegahan
Yaitu menangkal hal-hal yang negatif dari lingkungan peserta didik
atau dari budaya asing yang dapat membahayakan pertumbuhan dan
perkembangan mereka.
5) Penyesuaia
Yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan mampu mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
6) Sumber nilai
Yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia
akhirat
7) Pengajaran
Yaitu menyampaikan pengetahuan keagamaan secara fungsional.17
17
6. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan
dijadikan pusat perhatian untuk dicapai melalui usaha. Dalam tujuan
terkandung cita-cita, kehendak dan kesengajaan serta berkonsentrasi
penyusunan daya upaya untuk mencapainya.
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghanyatan, dan pengalaman siswa tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat
dan beragama.18
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan
umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan
umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan
baik dengan pengajaran atau dengan dengan cara lain. Tujuan sementara
adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan
akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi
manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai
dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.19
Pendidikan dalam Islam haruslah berusaha membina atau
mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu kepada Rubbubiyah Allah
sehingga mewujudkan manusia yang:
a. Berjiwa tauhid
b. Takwa kepada Allah SWT
c. Rajin beribadah dan beramal shaleh
d. Ulil albab
18
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1, hal. 74-75
19
e. Berakhlakul karimah.20
7. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah berbeda
dengan yang dilaksanaka di madrasah-madrasah. Perbedaan tersebut dapat
dilihat pada alokasi waktu/jumlah jam pelajaran dan materi kurikulum
bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan pada kedua
lembaga pendidikan.
Jumlah jam pelajaran di Pendidikan Agama Islam di
madrasah-madrasah lebih banyak dibandingkan waktu yang tersedia
disekolah-sekolah,21 di Madrasah Tsanawiyah 9 jam pelajaran perminggu sedangkan
di SMP hanya 2 jam perminggu.
Ini adalah hal yang sangat wajar, namum jika dilaksanakan secara
efisien dan efektif sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku maka
sangat dinyakinkan lulusan dari SMP pun cukup untuk menjadi orang
yang taat beragama, beribadah, bertakwa kepada Allah SWT serta
berakhlak yang mulia.
Bisa saja disekolah diadakan ektrakurikuler semacam baca tulis
al-Quran, atau mungkin hidden kurikulum seperti, membaca al-Qura’an terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai, yang tak kalah pentingnya
sepandai-pandainya guru Pendidikan Agama Islam menggunakan berbagai
macam cara atau metode mengajar agar mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam tidak hanya tinggal namanya, akan tetapi terlaksana sepenuhnya dan
menjadikan siswanya orang yang taat beragama, bertakwa kepada Allah
SWT serta berakhlak yang mulia.
Yang mengemban peran utama dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam adalah guru.
20
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 128 21
8. Komponen Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam 1. Pedidik
Menurut Langeveld, “pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak”. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya peranan dan
tanggung jawab dalam mendidik seorang anak.
Mendidik adalah suatu tugas yang luhur. Oleh karena itu
seseorang yang bertugas sebagai pendidik haruslah mempunyai
kesenangan bekerja/bergaul dengan orang lain/anak serta mempunyai
sifat kasih sayang kepada orang lain/anak.22 Seperti yang dimiliki
guru pendidikan agama Islam di SMP Darussalam (Muhibuddin
Mutawali). Muhibuddin adalah sesosok pendidik yang sudah dewasa,
sehat jasmani rohani, jujur, bertanggung jawab, juga sabar dan sayang
terhadap anak didiknya.
Dalam islam kedudukan pendidik sangat tinggi sehingga
ditempatkan dibawah kedudukan nabi dan rasul, itu karena guru selalu
terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan islam amat sangat
menghargai pengetahuan.
2. Anak didik
Sebutan “anak didik” dalam ilmu pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan sifat ketergantungan seorang anak terhadap pendidik
tertentu, atau dengan kata lain, tiap anak disebut anak didik apabila ia
menjadi tanggung jawab pendidik tertentu.23
Dilingkungan sekolah, anak didik haruslah berperan sebagai
masyarakat sekolah dan menjalankan semua peraturan yang ada
disekolah tersebut.
22
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hal. 8 23
B. Konsep Ibadah Dalam Islam 1. Pengertian Ibadah
Kata ibadah berasal dari kata „abada, yu‟aabidu, „ibadatan, artinya
menyembah, mempersembahkan, tunduk, patuh, taat. Seseorang yang
tunduk patuh, merendahkan diri dan hina dihadapan yang disembah yang
disembah disebut “abid” (yang beribadah). Budak disebut „abd karena dia harus tunduk patuh, dan merendahkan diri kepada majikannya.24
Ibadah adalah wujud ketundukan dan pemujaan manusia kepada
Allah. Hanya dengan Allahlah manusia bisa manusia bisa menjamin
hubungan semacam itu, tidak dengan yang lain-Nya. Jika kita mengetahui
bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta dan penguasa alam semesta,
kita harus mengabdi kepada-Nya, dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu apapun. Al-Quran menegaskan bahwa ibadah hanya wajib
dilakukan untuk Allah. 25
Ibadah bisa berupa ucapan (lafzhiyyah) atau tindakan (amaliyyah). Ibadah lafal adalah rangkaian kalimat dan zikir yang diucapkan dengan
lidah, seperti bacaan hamdalah, al-Quran, zikir dalam sujud, rukuk dan
tahiyat dalam salat, atau membaca talbiyah dalam ibadah haji. Sedangkan
ibadah amal adalah seperti rukuk dan sujud dalam salat, wukuf di padang
Arafah dan tawaf. Dan kebanyakan ibadah dalam Islam merupakan
perpaduan antara ibadah lafal dan amal, seperti salat dan haji.26
Menurut Abu al A’la Al Maududi, secara kebahasaan kata „abada
pada mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang
lain dan orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu ketika disebut kata
al „abdu dan al‟ibadah, yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dan kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala
macam perintahnya. Ketundukan itu tidak hanya berbentuk menundukkan
kepala saja tetapi juga menundukkan hati. Dengan kata lain ketundukan
24
Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lemlit UIN Jakarta, 2008), hal. 26 25
Murtadha Muthahhari, Energi Ibadah, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), cet. Ke-1, hal. 14
26
secara menyeluruh atau sempurna. Perkembangan selanjutnya, pengertian
ini bergeser kepada kebebasan dan kemerdekaan seseorang dalam
mewujudkan ketundukannya.27
Berikut ini penulis akan memaparkan lagi pengertian ibadah
menurut beberapa ahli sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Shiddieqi
sebagai berikut:
1. Ahli Lugha mengartikan ibadah dengan taat, menurut, mengikuti,
tunduk, dan doa.
2. Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan mengesakan Allah,
menta’dzimkan dengan penuh ta’dzim menghinakan diri kita dan
menundukkan jiwa kepada-Nya.
3. Ulama Tasawuf mengartikan ibadah dengan seorang mukallah
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya
untuk membesarkan Tuhan-Nya.
4. Menurut Fuqaha, ibadah adalah segala taat yang dikerjakan untuk
mencapai keridhoan Allah SWT dan mengharap pahalanya di
Akhirat.28
Menurut Muhammad Abduh perbedaan antara ibadah kepada Allah
SWT dan ibadah kepada selain Allah SWT bukan terletak pada tingkatan
ketundukan dan ketaatan, tetapi pada tempat munculnya (sumber) perasaan
tunduk dan taat tersebut. Apabila sumber atau penyebabnya adalah sesuatu
yang bersifat lahiriah, seperti kekuatan dan kekuasaan yang bukan dari
Allah SWT, maka ketundukkan dan ketaatan tersebut bukan merupakan
ibadah. Apabila sumber ketundukan dan ketaatan dimaksud adalah sesuatu
kenyakinan (al-i‟tiqad) bahwa yang disembah (al-ma‟bud) memiliki keagungan maka ketundukan dan ketaatan tersebut dinamakan dinamakan
ibadah.
27
A. Rahman Ritonga, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002), cet. Ke-2, hal. 2
28
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah berawal dari suatu
hubungan dan keterkaitan yang erat (al-„alaqah) antara hati dan yang disembah (al-ma‟būd), kemudian hubungan dan keterkaitan itu meningkat menjadi kerinduan (as-sababah) karena tercurahnya perasaan hati kepada-Nya, kemudian rasa rindu itu pun meningkatkan menjadi kecintaan
(al-garām) yang kemudian meningkat pula menjadi keasyikan (al-„isyq), dan akhirnya menjadi cinta yang amat mendalam yang membuat orang yang
mencintai berserdia melakukan apa saja demi yang dicintainya. Oleh
karena itu, betapapun seseorang menundukkan diri kepada sesama
manusia, ketundukan demikian tidak dapat disebut sebagai ibadah
sekalipun antara anak dan bapaknya.
Lebih lanjut Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ibadah mencakup
semua aktivitas yang dilakukan manusia yang disenangi Allah SWT dan
diridai-Nya, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang
bersifat lahiriah maupun batiniah. Oleh karena itu, salat, zakat, puasa, haji,
berkata jujur dan benar, melaksanakan amanat, berbakti kepada kedua
orang tua, menghubungkan silaturahmi, menepati janji, berbuat baik
kepada tetangga, anak yatim, dan perantau, bahkan berbuat baik pada
binatang, adalah bagian dari ibadah.29
Dari beberapa pemaparan tentang pengertian ibadah diatas penulis
berpendapat bahwa ibadah itu adalah salah satu sikap tunduk, patuh serta
yakin bahwa yang disembah itu adalah Allah SWT, Maha Pemberi Cinta
dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di jagad raya ini. Ibadah itu
adalah hak Allah terhadap hambanya.
2. Tujuan Ibadah
Ada lima tujuan yang hendak dicapai melalui pelaksanaan ibadah
lafal dan ibadah amal, yaitu:
29
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999), cet. ke-3, jilid II. hal. 592.
a. Memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak,
seperti ilmu, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Artinya kesempurnaan
sifat-sifat Allah tak terbatas, tak terikat syarat, dan meniscayakan
kemandirian-Nya tampa membutuhkan yang lain.
b. Menyucikan Allah dari segala cela dan kekurangan, seperti
kemungkinan untuk binasa, terbatas, bodoh, lemah, kikir,
semena-mena, dan sifat-sifat tercela lainnya.
c. Bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan dan nikmat.
Segala kebaikan yang kita dapatkan berasal dari-Nya, sedangkan
segala sesuatu selain kebaikan hanyalah perantara yang Dia ciptakan.
d. Menyerahkan diri secara tulus kepada Allah dan menaatinya secara
mutlak. Mengakui bahwa Dialah yang layak ditaaati dan dijadikan
tempat berserah diri.
e. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun. Dialah
satu-satunya yang Maha Sempurna.30
Ajaran ibadah tidak boleh dipandang sebagai hanya perintah Allah
semata-mata melainkan juga dilihat dari sisi lain pada manusia, yaitu
kebutuhan psikologisnya akan adanya ajaran itu. Dengan kata lain dapat
ditegaskan bahwa ibadah itu dilihat dari sisi manusia adalah pemenuhan
kebutuhan psikologisnya sendiri.
Ibadah menpunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan. Tujuan
pokok adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan
mengkonsentrasikan niat kepadanya dalam setiap keadaan. Dengan adanya
tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat.
Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri
manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat umpamanya
disyariatkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada
Allah SWT dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan
tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari
30
perbuatan keji dan mungkar.31 Sebagaimana dipahai dari firman Allah SWT:
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al -Ankabut:45)
Tujuan hakiki dari ibadah adalah mengharapkan diri kepada Allah
SWT saja dan menunggalkan-Nya sebagai tupuhan harapan dalam segala
hal. Muhammad Abduh mengatakan, bahwa untuk menjelaskan ibadah
itulah, antara lain, Al-Quran yang diturunkan. Dan ibadah berfungsi
menghidupkan kesadaran tauhid serta memantapkannya didalam hati,
menghapus kepercauyaan dan ketergantungan kepada berbagai kuasa gaib
yang selalu disembah dan diseru oleh orang musyrik untuk meminta
pertolongan. Melalui ibadah perasaan takut (khasyyaf), haibah, dan harap kepada Allah akan meresap kedalam hati. Inilah ruh ibadah yang
sebenarnya, dan bukan bentuk prilaku lahir, perbuatan atau
ucapan-ucapan.
Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan kesadaran
betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Dan pada gilirannya, ini
akan dapat melepaskan diri dari ketergantungan kepada apapun kecuali
Allah SWT . Orang yang beribadah akan merasa terbebas dari berbagai
ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan
harapan seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang
selain-Nya. Harta, pangkat kekuasaan dan sebagainya tidak akan
mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya menjadi merdeka dari semuanya,
31
kecuali dari Allah, dalam arti yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang
sesungguhnya adalah kemerdekaan hati, seperti halnya kekayaan yang
sebenarya pun adalah kekayaan jiwa.32
Dari pemaparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan
ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dengan
sesungguh-sungguhnya serta untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang
oleh Allah SWT.
3. Hakikat Ibadah
Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa “hakikat ibadah adalah:
“ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta
akan tuhan yang ma’bud (disembah) dan merasakan kebesarannya, lantaran beri’tikad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya”.33
Pada satu risalahnya, al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat ibadah
ialah mengikuti (mutaba‟ah) Nabi SAW pada semua perintah dan
larangannya. Dan ibadah yang hakiki itu adalah menjunjung perintah
bukan semata-mata melakukan shalat atau puasa, sebab shalat dan puasa
itu hanya akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.34
Hakekat ibadah juga berarti memperhambakan dan menundukkan
jiwa kepada kekuasaan yang ghaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu
dan tidak pula dapat diketahui hakikatnya.
Dari pengertian hakikat ibadah diatas dapat dipahami bahwa
seorang mukallaf (muslim yang telah diwajibkan beribadah) belum
dipandang telah beribadah (sempurna ibadahnya kalau dia hanya
mengerjakan ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul fiqh saja.
Seorang mukallaf telah dianggap telah beribadah secara sempurna
apabila dia beribadah sesuai dengan pengertian ahli fuqaha dan ahli ushul
32
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1987), hal. 5 33
Hasbi ash-Shiddiqy, kuliah ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakart: Bulan Bintang, 1994), Cet. Ke-6, h. 7-8
34
fiqh, ditambah dengan pengertian menurut ahli tauhid, ahli tafsir, ahli
hadits dan ahli akhlak, yaitu memperbaiki akhlaknya. Maka apabila
seorang mukallaf telah melakukan ibadah sesuai pengertian dari semua
para ahli tersebut dia telah melakukan hakekat ibadah, dia jiga dipandang
telah mengerjakan ruh ibadah.
Para ahli ibadah menyatakan bahwa pokok ibadah adalah engkau
tidak menolak suatu hukum Allah, engkau tidak meminta sesuatu hajat
kepada selain Allah, dan engkau tidak mau menahan sesuatu dijalan
Allah.
Ibadah adalah haq yang wajib dipatuhi. Maka manusia tidak
diwajibkan beribadah kepada selain Allah, karena Allah sendiri yang
berhak menerimanya, karena Allah sendiri yang memberikan nikmat yang
paling besar kepada makhluknya, yaitu hidup, wujud dan segala yang
berhubungan dengannya.
Ibadat adalah tujuan hidup manusia. Ibadah adalah tujuan
dijadikannya jin, manusia, dan makhluk lainnya. Maka manusia wajib
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT atas dasar ikhlas dan secara sah
yaitu sesuai petunjuk syara’.
Ruh ibadah adalah memenuhkan jiwa dengan rasa takut akan
kekuasaan Allah dan mengharap keutamaan Allah, maka agar pelaksanaan
ibadah kita lebih mantap, dilakukan dengan ikhlas tampa beban, dan sah
secara hukum. Tiap muslim disamping wajib melaksanakan ibadah secara
benar, juga wajib mempelajari hikmah dari setiap ibadah yang
dilakukannya. Karena Allah SWT mewajibkan ummatnya untuk beribadah
pasti mengandung hikmah yang sangat bermanfaat bagi manusia baik bagi
dirinya sendiri maupun bagiseluruh alam ini.35
35
4. Jenis-jenis Ibadah
Ibadah yang diterapkan Islam terbagi kepada:
a. Ibadah-ibadah yang semata-mata dimaksudkan dari padanya
kemaslahatan akhirat
b. Ibadah-ibadah yang terpaut dengan kemaslahatan dan dunia akhirat
c. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan dunia,
seperti zakat
d. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan akhirat,
seperti salat.36
5. Macam-macam Ibadah
a. Bersifat ma’rifat yang tertentu dengan soal ketuhanan
b. Ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, seperti: takbir, tahmid,
tahlil dan puji-pujian
c. Perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah seperti: haji, umrah,
ruku, sujud, puasa, tawaf, dan i’tikaf
d. Ibadah-ibadah yang lebih keras padanya hak Allah, walaupun terdapat
pula padanya hak hamba, seperti sembahyang fardu dan sembahyang
sunnah
e. Yang melengkapi kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti
zakat, kaffarat dan menutupi aurat.37
Ulam fiqih membaginya kepada tiga macam, yakni: 1) ibadah
mahdah, 2) ibadah ghair mahdah dan 3) ibadah zi al-wajhain.
1) Ibadah mahdah adalah ibadah yang mengandung hubungan dengan Allah swt semata-mata, yakni hubungan vertical. Ibadah ini hanya
sebatas pada-pada khusus. Cirri-ciri ibadah mahdah adalah semua
ketentuan dan aturan pelaksanaanya telah ditetapkan secara rinci
melalui penjelasan-penjelasan al-Qur’an dan hadits. Ibadah mahdah
36
Hasbi Ass Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang,1954), cet. Ke-6, hal. 71 37
dilakukan semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt.
2) Ibadah ghair mahdah ialah ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan kepada Allah swt, tetapi juga berkaitan dengan
sesame makhluk (habl minallah wa habl mi an-nas), Di samping
hubungan vertikal juga ada hubungan horizontal. Hubungan sesama
makhluk ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar manusia, tetapi
juga hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti ayat yang
artinya : “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf/7 : 56).
3) Ibadah zi al-wajhain ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu mahdah dan ghairu mahdah. Maksudnya adalah sebagian dari maksud
dan tujuan persyariatannya dapat diketahui dan sebagian lainnya tidak
dapat diketahui, seperti nikah dan iddah. 38
6. Ruang Lingkup dan Sistimatika Ibadah
Ruang lingkup ibadah dikemukakan oleh Ibn Taimiyah Ibadah itu
mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah SWT, baik itu
dalam perkataan maupun dalam perbuatan, lahir dan batin. Maka yang
termasuk dalam hal ini adalah salat, zakat, puasa, haji, benar dalam
pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua,
menghubungkan silaturahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi mungkar,
jihad terhadap orang kafir dan munafik, berbauat baik kepada tetangga,
anak yatim fakir miskin dan ibnu sabil, berdoa, berzikir, membaca
al-Qur’an, ikhlas, sabar, syukur, rela menerima ketentuan Allah SWT,
tawakkal, raja’ (Berharap atas rahmat), khauf (Takur terhadap azab).
38