• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Kesiapan Menjalani Profesi Menjadi Guru Bimbingan dan

Konseling

1. Pengertian Kesiapan Menjalani Profesi Menjadi Guru Bimbingan

dan Konseling

Menurut Slameto (2010:113), kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi respon. Menurut Jamier Drever (Slameto, 2010:59) kesiapan (readiness) adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu kondisi seseorang yang siap untuk memberi respon yang ada pada dirinya sehingga adanya sebuah tindakan dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Lasan (2014:21) profesi adalah pelayanan keahlian yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dalam definisi ini terdapat tiga konsep yang meliputi ciri-ciri lainnya. Pertama, pelayanan yang memiliki arti ada pihak yang memberi pelayanan dan ada pihak yang mendapat pelayanan. Kedua, keahlian yang mengandung arti petugas itu

telah belajar lama dan mendalam dari suatu lembaga dan telah dinyatakan lulus atau memenuhi kualifikasi dari lembaga penyelenggara akreditasi dan pemberi lisensi. Ketiga, bertanggung jawab yang berarti guru Bimbingan dan Konseling menggunakan teknik ilmiah, metode yang tepat, prosedur yang benar dalam memberi pelayanan.

Howard M. Vollmer dan Donald L Mills (Sudarwan Danim, 2010:56) menyebutkan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.

Sardiman (2003:125) mengemukakan bahwa guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut peran serta dalam usaha pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial dalam bidang pembangunan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.14 Tahun 2005 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Jadi, kesiapan menjalani profesi menjadi guru Bimbingan dan Konseling berarti suatu kondisi di mana mahasiswa atau calon guru Bimbingan dan Konseling siap untuk mendidik, membimbing,

mengkonseling, dan mengarahkan peserta didik pada pendidikan formal secara kompeten dan professional.

2. Indikator Kesiapan Menjadi Guru

Menurut UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV pasal 8 guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Seseorang dikatakan siap menjadi guru apabila memiliki aspek-aspek berikut:

a. Kompetensi

Kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. 1) Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik merupakan keterampilan yang dimiliki seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran.

2) Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3) Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

4) Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (PP RI No 19 tahun 2005 tentang SNP Bab VI pasal 28 ayat 3).

b. Memiliki kualifikasi Akademik

Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku (PP RI No 19 tahun 2005 tentang SNP Bab VI pasal 28 ayat 2).

c. Memiliki Sertifikat Pendidik

Sertifikat pendidik diperoleh setelah memenuhi persyaratan. Sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan.

d. Kemampuan mewujudkan tujuan Pendidikan

Seorang mahasiswa calon guru yang memiliki kesiapan menjadi guru cenderung ingin memajukan dan mengembangkan pendidikan. Keinginannya untuk memajukan pendidikan dapat dilihat dari kemampuannya mewujudkan tujuan pendidikan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator kesiapan menjadi guru adalah (a) kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial; (b) pengetahuan/ kualifikasi akademik; (c) ketrampilan; dan (d) keinginan mewujudkan tujuan pendidikan.

3. Aspek-Aspek Kesiapan Menjalani Profesi Menjadi Guru Bimbingan

dan Konseling

Kesiapan merupakan suatu sikap psikologis yang dimiliki seseorang sebelum melakukan sesuatu, di mana kesiapan ini dipengaruhi oleh diri sendiri atau oleh pihak luar. Faktor internal terbagi menjadi dua yaitu jasmaniah dan rohaniah (psikologis). Yang termasuk faktor jasmaniah adalah bagaimana kondisi fisik dan panca indra, sedangkan faktor psikologis meliputi minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif. Semua ini akan berpengaruh pada kesiapan seseorang. Aspek-aspek karakteristik pribadi konselor yang efektif yang dapat mempengaruhi kesiapan menjalani profesi menjadi guru Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut (Lasan, 2014:91):

a. Kualitas Pribadi

Kualitas pribadi adalah ciri atau sifat yang melekat pada pribadi seseorang. Sifat-sifat pribadi yang berkualitas antara lain:

1) Sifat sejati

Sifat sejati (authentic) kesejatian itu dapat dilukiskan sebagai orang yang terlahir untuk menolong atau hatinya terpatri untuk menolong orang lain. Konselor tidak memilih-milih konseli yang akan ditanganinya, selama ia mampu dan permasalahan konseli masih dalam ranah bimbingan dan konseling, konselor akan membantunya. Konselor membantu konseli bukan karena kewajiban, namun karena ada rasa ingin menolong di dalam dirinya.

2) Sifat tulus

Konselor dengan tulus ikhlas membantu, ikhlas menerima dan mendengarkan konseli, serta tidak merasa rugi membuang-buang waktu. Konselor tidak mengharapkan imbalan atau pujian, apalagi mengungkit-ungkit jasanya. Dengan memiliki sifat yang tulus, konselor pun mau mendengarkan keluhan dan permasalahan konseli. Dari hal tersebut, konselor belajar mendengar dengan penuh perhatian, penuh pemahaman, dan menjaga kerahasiaan konseli.

3) Sifat melayani

Konselor yang memiliki kualitas pribadi adalah konselor yang memiliki sifat melayani orang lain, rendah hati, tidak meninggikan diri, dan suka menyenangkan orang lain. Konselor hendaknya mengetahui hal yang dibutuhkan oleh konseli dan berusaha memenuhinya melalui layanan bimbingan atau konseling.

4) Sifat menampilkan diri apa adanya

Konselor tidak melebih-lebihkan dirinya, namun konselor jujur dengan hal yang baginya mampu maupun tidak mampu. Konselor juga jujur dengan apa yang dirasakannya dan dipikirkannya. Dengan sikap konselor yang jujur dan apa adanya, perasaan percaya konseli akan muncul sehingga konseli mau terbuka menceritakan masalahnya.

5) Mengenal kekuatan atau kemampuan pribadinya

Konselor yang efektif mengenal kemampuan pribadinya. Beberapa kemampuan yang dimiliki konselor yaitu kemampuan mengelola emosi, kemampuan mengelola kelas, kemampuan memotivasi konseli, dan kemampuan melakukan pendekatan dengan konseli. Kemampuan ini tidak digunakan untuk mendominasi atau mengeksploitasi konseli tetapi untuk kekuatan dan memberdayakan konseli agar

konseli menemukan potensi dirinya dan mampu mengembangkannya.

6) Bersifat bijaksana

Bijaksana merupakan kualitas tingkat tinggi dalam sifat pribadi. Karena itu Hanna dkk (dalam Lasan, 2014) menyatakan bahwa dalam kecenderungan dewasa ini keefektifan seorang konselor tidak hanya cukup dengan menguasai konsep, teori, dan teknik konseling, akan tetapi yang paling mendasar adalah kualitas kepribadian dengan “kearifan.” Kearifan atau kebijaksanaan ini sangat diperlukan oleh para konselor terutama dalam konseling multikultural dalam upaya menciptakan suasana hubungan yang akrab dengan konseli.

Begitupun dengan calon guru Bimbingan dan Konseling, kepribadian yang berkualitas yaitu pribadi mampu mengelola emosi pada saat memberikan bimbingan maupun konseling, hal ini termasuk dalam sifat mengenal kekuatan atau kemampuan pribadinya. Ketika ada anak yang tidak memperhatikan saat bimbingan berlangsung, guru Bimbingan dan Konseling tidak boleh otomatis memarahi siswa tersebut melainkan harus melakukan pendekatan dengan cara yang baik. Pada saat konseling, guru Bimbingan dan Konseling juga tidak boleh ikut larut dalam emosi konseli.

Guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki kepribadian yang berkualitas, memiliki sifat yang bijaksana. Ketika menangani peserta didik yang sedang bermasalah (konseling), guru Bimbingan dan Konseling mampu memberikan arahan yang bijaksana dan sesuai dengan permasalahan peserta didik agar peserta didik mampu menyelesaikan masalahnya.

Salah satu sifat yang dimiliki oleh calon guru Bimbingan dan Konseling adalah kepribadian yang jujur, sifat ini termasuk dalam sifat menampilkan diri apa adanya. Kejujuran merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan konseling karena kejujuran memungkinkan guru Bimbingan dan Konseling dapat memberi umpan balik secara objektif kepada peserta didik (konseli). Jika guru Bimbingan dan Konseling ingin peserta didik untuk jujur pada saat proses konseling, guru Bimbingan dan Konseling harus terlebih dahulu bersikap jujur agar peserta didik percaya dan mau menceritakan permasalahannya secara terbuka.

b. Gaya Konseling Pribadi

Setiap konselor pasti memiliki gaya konseling yang berbeda. Ada yang berapi-api, ada yang lemah lembut, ada yang tidak bertele-tele, ada yang berbicara seperlunya saja, ada yang memberi tekanan pada setiap kata, ada yang mengulang-ngulang kata tertentu sebagai kesukaanya dan sebagainya. Lebih dari perwujudan pikiran, konselor hendaknya memiliki gaya konseling

pribadi sebagai sifat khasnya. Konselor yang efektif terdorong untuk mengembangkan gaya konseling yang mengekspresikan kepribadiannya.

Gaya konseling pribadi merupakan aspek yang diterapkan melalui teknik-teknik konseling, oleh sebab itu mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling harus menguasai teknik-teknik konseling. Selain itu, mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling harus menguasai teori-teori bimbingan pribadi-sosial, belajar, dan karir agar calon guru Bimbingan dan Konseling mampu memilih topik bimbingan serta membuat materi yang tepat untuk peserta didik sehingga bimbingan yang dibuat tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

c. Menerima Kritik dan Belajar dari Kesalahan

Konselor yang baik hendaknya mampu mengkritik diri sendiri melalui refleksi pribadinya. Konselor tidak boleh merasa layanannya sudah baik sekali, melainkan mempertanyakan kualitas dan efektifitasnya pelayanannya. Jika konselor memberi layanan bimbingan, hendaknya mengkritik diri sendiri dengan bertanya “apakah metode bimbingan sudah lebih konkret atau kurang dipahami siswa karena tidak ada contohnya? Apakah diperlukan buku bacaan materi pelajaran agar metode tersebut langsung dipraktekkan?”.

Menerima kritik dan belajar dari kesalahan merupakan aspek yang harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling. Calon guru Bimbingan dan Konseling diharapkan mampu meningkatkan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mampu mengembangkan materi bimbingan yang diajarkan secara kreatif.

d. Hubungan dengan Orang Lain 1) Bersifat altruis

Sifat altruis berarti mementingkan kesejahteraan orang banyak. Sifat demikian menyebabkan konselor peduli pada kepentingan, kebutuhan, dan masalah orang lain, serta tidak egois. Konselor yang efektif harus betul-betul berminat pada kesejahteraan orang lain.

2) Menyediakan diri bagi orang lain

Kemampuan menghadirkan diri bagi orang lain artinya secara emosional merasa bersama konseli atau yang dimaksudkan adalah bersama mereka mengalami susah atau senang. Kemampuan ini timbul dari keterbukaan konselor tentang perjuangan dan perasaanya untuk konseli.

Aspek hubungan dengan orang lain dibutuhkan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pada saat melakukan bimbingan, guru Bimbingan dan Konseling harus mempunyai

keterampilan hubungan dengan siswa untuk menyampaikan materi bimbingan dan terlaksananya proses konseling dengan baik.

e. Menerima Keterbukaan

Salah satu bagian dari aspek menerima keterbukaan adalah sifat ingin maju. Sifat ingin maju merupakan sifat yang senantiasa meningkatkan atau memperbaiki diri maupun program-program pelayanan. Konselor yang ingin maju berarti ingin belajar hal-hal baru atau merevisi program bimbingan dan konseling di sekolah tempatnya bertugas.

Calon guru Bimbingan dan Konseling diharapkan memiliki metode atau program-program pelayanan menggunakan media yang kreatif agar peserta didik dapat dengan mudah memahami materi bimbingan dengan baik. Pada saat melakukan konseling, calon guru Bimbingan dan Konseling diharuskan memiliki keterampilan dalam menggunakan teknik-teknik konseling agar permasalahan yang dialami peserta didik mampu terselesaikan. f. Sosial Budaya

Bimbingan dan konseling pada dasarnya juga menanamkan budaya hidup yang baik. Oleh karena itu konselor hendaknya membawa murid ke budaya-budaya yang baik secara universal misalnya menghargai perbedaan, menghargai perdamaian daripada kekerasan, dan budaya-budaya baik lainnya. Calon guru Bimbingan dan Konseling terampil dalam memahami karakteristik

peserta didik mulai dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

g. Menikmati Pekerjaan

Konselor yang efektif adalah konselor yang menikmati pekerjaanya. Konselor menikmati konseling dan menikmati layanan yang diberikannya kepada siswa, hal tersebut muncul karena adanya minat dan motivasi untuk menjadi konselor. Konselor terlibat secara mendalam dengan pekerjaanya dan mengambil makna dari pekerjaan tersebut. Mereka dapat menerima penghargaan atas pekerjaanya, tetapi tidak menjadi budak terhadap pekerjaan tersebut.

Menikmati pekerjaan merupakan aspek yang harus dimiliki mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling, karena untuk menjadi seorang guru Bimbingan dan Konseling, ia harus mengetahui dan menyadari kemampuan serta ketertarikannya menjadi guru Bimbingan dan Konseling. Mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki minat dan motivasi untuk menjadi guru Bimbingan dan Konseling akan menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri. Jika mahasiswa calon guru tidak memiliki ketertarikan menjadi seorang guru, maka ia tidak akan menjalani profesi guru dengan sepenuh hati dan tidak mampu menikmati

profesinya sehingga ilmu yang diberikan pun menjadi kurang bermanfaat bagi peserta didik.

h. Kesehatan

Konselor yang efektif hendaknya mengukur batas-batas kesehatannya. Konselor tidak memaksa dirinya untuk bekerja di luar batas kesehatannya. Barangkali setelah melaksanakan layanan bimbingan, konselor telah ditunggu oleh beberapa konseli yang cukup menyita pikiran, tenaga dan waktu. Konselor dapat menjadwal pertemuan dengan konseli pada hari-hari berikutnya agar irama kehidupannya tetap seimbang dan proses konseling pun berjalan dengan optimal.

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap manusia hidup secara produktif. Tubuh yang sehat adalah kondisi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tugasnya dengan baik. Mahasiswa calon guru diharapkan memiliki kesehatan yang baik karena jika ia sehat jasmani maupun rohani, maka ia dapat mengerjakan tugas-tugas keguruan dengan baik. Calon guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki badan yang sehat, jiwa yang sehat, dan sosial yang sehat agar mampu melaksanakan bimbingan dan konseling kepada peserta didik dengan baik.

Aspek-aspek tersebut di atas harus dimiliki oleh setiap orang khususnya guru Bimbingan dan Konseling sebagai tenaga pendidik agar

tidak mendapat hambatan yang akan mengganggu kelancaran pekerjaannya. Pada dasarnya kesiapan menjalani profesi merupakan kemampuan potensial fisik dan mental untuk melakukan pekerjaan yang didukung oleh keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan yang relevan. Bagi lulusan FKIP pengalaman mengajar itu merupakan hal yang sangat penting. Pengalaman mengajar didapat dari adanya micro teaching dan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Begitupun dengan Program Studi Bimbingan dan Konseling, pengalaman mengajar didapat dari adanya

micro teaching dalam mata kuliah bimbingan kelompok pribadi-sosial,

belajar, karir dan Magang 1, 2, 3 BK. Dengan memiliki pengalaman mengajar, maka diharapkan mahasiswa calon guru Bimbingan dan Konseling akan lebih siap menjadi tenaga pendidik.

Dokumen terkait