• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

4. Hakikat Nilai Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa;

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Sejalan dengan rumusan pendidikan di atas dijelaskan bahwa pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan sengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak sehingga

commit to user

timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1991:70).

Soedomo Hadi (2003:18) mengatakan bahwa pendidikan adalah bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan yang dilakukan. Pendidikan mencakup pengalaman, pengertian, dan penyesuaian diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju arah pertumbuhan dan perkembangan.

Berdasar dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang telah disampaikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar, terencana, terus-menerus, serta penuh tanggung jawab yang merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah laku agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran dan latihan.

b. Nilai Pendidikan dalam Drama

Realitas dalam karya sastra yang baik sebagai hasil imajinasi dan kreativitas pengarang terkadang dapat memberikan pengalaman total kepada pembaca. Dengan kreativitas dan kepekaan rasa, seorang dramawan bukan saja mampu menyajikan keindahan rangkaian cerita, melainkan juga mampu memberikan pandangan yang berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafat, serta beraneka ragam pengalaman tentang problema hidup dan kehidupan. Bermacam-macam wawasan itu disampaikan dramawan lewat rangkaian kejadian, tingkah laku dan perwatakan para tokoh, ataupun komentar yang diberikan dramawan tersebut. Dengan adanya bermacam-macam wawasan yang dikandung dalam karya sastra, pada dasarnya suatu karya sastra yang bermutu atau berbobot akan selalu mengandung bermacam nilai didik tentang kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca atau penikmat karya sastra.

Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik (termasuk drama) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi penikmatnya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat

commit to user

mencapai nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis (keindahan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1990: 27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama.

Makna nilai dalam sastra menurut Herman J. Waluyo, (1997: 28) adalah “kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang”. Hal ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra, pada dasarnya menunjukkan bahwa suatu karya sastra tersebut akan selalu mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi penikmatnya.

Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan pengertian yang diperoleh penikmat atau pembacanya. Mereka perlu menyadari bahwa tidak semua karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat dalam karya sastra dapat diperoleh dengan mudah jika karya yang dibaca atau dinikmatinya tersebut mampu menyentuh jiwa penikmatnya.

Kehadiran karya sastra sebagai hasil cipta sastrawan tidak saja lahir dari fenomena-fenomena kehidupan nyata, tetapi datang dari kesadaran bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang imajinatif dan fiktif. Di samping itu juga adanya pengembangan ekspresi sehingga tercipta karya sastra. Seorang sastrawan dalam menciptakan keindahan juga berkeinginan untuk menyampaikan pikiran, pendapat, dan saran terhadap sesuatu. Apa yang hendak disampaikan sastrawan tersebut merupakan nilai-nilai pendidikan.

Berdasar pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) atau merupakan sesuatu yang positif yang berguna dalam kehidupan manusia dan pantas untuk dimiliki tiap manusia. Dalam pengertian ini nilai adalah sesuatu yang berhubungan dengan etika (baik dan buruk), logika (benar dan salah), estetika (indah dan jelek).

commit to user

Ada beberapa nilai pendidikan yang dapat diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini drama). Nilai pendidikan itu di antaranya adalah yang berhubungan dengan moral, agama, budaya, dan sosial.

1. Nilai Pendidikan Moral

Penikmat sastra sering menjumpai karya sastra yang menyampaikan cerita-cerita dan kisah-kisah yang penuh dengan nilai didik. Karya sastra demikian itu sungguh potensial untuk digunakan sebagai sarana mengajarkan budi pekerti yang luhur dan teladan-teladan terpuji. Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan di mana individu berada (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 319). Pendidikan moral memungkinkan manusia memilih secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar. Pesan-pesan moral dapat disampaikan pengarang secara langsung dan bisa pula tidak secara langsung. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu, maka makin besar moralitasnya. Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas. Seseorang yang makin terang pengetahuannya tentang sesuatu yang baik dan yang tidak baik, akan mudah mengadakan pilihan.

Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra juga bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat-istiadat seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.

2. Nilai Pendidikan Agama

Agama adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia sehingga dari pendidikan ini diharapkan dapat terbentuk manusia religius. Mangunwijaya (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 327) menyatakan:

“Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan hukum-hukum resmi, religius, di pihak lain melihat aspek yang di lubuk hati, riak getar nurani, totalitas ke dalam pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi”

commit to user

Nilai pendidikan agama atau keagamaan dalam karya sastra sebagian menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat edukatif (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat makhluk yang beragama. Tujuan pendidikan keagamaan adalah membentuk manusia yang beragama atau pribadi yang religius. Di samping itu, sesuai Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 Pancasila sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia, pendidikan keagamaan merupakan segi utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun pendidikan kemsyarakatan atau sosial, sebagian besar bersumber dari agama.

3. Nilai Pendidikan Adat / Budaya

Koentjaraningrat (1985: 18) mengemukakan bahwa sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam suatu cerita dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.

Cerita (dalam hal ini drama) sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat memberikan gambaran yang jelas tentang sistem nilai atau sistem budaya masyarakat pada suatu tempat dalam suatu masa. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau yang dijauhi, dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi.

Lebih jauh Koentjaraningrat (1985: 10-11) mengatakan bahwa :

“Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Secara lengkap, wujud itu disebut adat tata kelakuan. Suatu contoh dari adat yang memiliki nilai sosial budaya yang tinggi adalah gotong-royong. Konsepsi bahwa hal itu bernilai tinggi ialah bila manusia itu suka berkerja sama dengan sesamanya berdasarkan rasa solidaritas yang benar”.

commit to user

4. Nilai Pendidikan Sosial

Kata “sosial” berasal dari bahasa Latin socio yang berarti “menjadikan teman”, kata socio juga berarti suatu petunjuk umum ke arah kehidupan bersama manusia dalam masyarakat. (Prent, Suparlan, dkk dalam Tirto Suwondo, 1994: 128). Sosial dapat juga diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial.

Pendapat lain dikemukakan oleh Arifin L. Bertrand (dalam Munandar Soelaeman, 1998: 9) bahwa nilai sosial adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial karena tidak dapat lepas dalam hubungannya dengan manusia lain. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan lainnya. Bertolak dari beberapa pengertian nilai sosial di atas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial adalah suatu aspek-aspek budaya yang disertai kesadaran emosi terhadap objek untuk memperoleh makna atau penghargaan.

Karya sastra juga mengungkapkan nilai pendidikan sosial. Dengan membaca banyak karya sastra, diharapkan perasaan pembaca lebih peka terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan, lebih dalam penghayatan sosialitasnya, sehingga lebih mencintai keadilan dan kebenaran. Suatu naskah drama akan dapat lebih dirasakan jika sudah dipentaskan, walaupun hanya dengan membacanya saja kita juga sudah dapat mengetahui nilai sosial yang dimaksud dari drama tersebut.

Dokumen terkait