• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai. Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills)(Naim, 2012: 55). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi seacara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik.

Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada

karakter

siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah

upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya Winton (dalam Samani & Hariyanto, 2013: 43-48). Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang

mendukung pengembangan sosial, emosional dan etika. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etika dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, keuletan, dan ketabahan, tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik. Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.

Menurut Listyarti (2012: 11-12) pendidikan karakter sangat penting untuk dilaksanakan di sekolah karena alasan, (1) karakter bangsa Indonesia masih lemah, (2) sejalan dengan Renstra Kemendiknas 2010-2014 yang mencanangkan penerapan pendidikan karakter, maka diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradapan bangsa, (3) penerapan pendidikan karakter di sekolah memerlukan pemahaman tentang konsep , teori, metodologi, dan aplikasi yang relevan dengan

pembentukan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education), (4) keberhasilan pendidikan karakter adalah ketika mayoritas warga sekolah melakukan atau membangun karakter yang disepakati bersama, tidak sekadar ada model atau teladan, namun ada kesadaran melakukannya secara konsisten, terus-menerus sehingga membentuk budaya sekolah.

Pendidikan karakter menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral (Saptono, 2011: 26). Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Moral knowing merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Moral knowing ini terdiri dari enam hal yaitu : (1) moral awareness (kesadaran moral), (2) knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), (3) perspective taking, (4) moral reasoning, (5) decision making, (6) self knowledge.

Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yakni (1) concience (nurani), (2) self esteem (percaya diri), (3) empathy (merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good (mencintai kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri) dan (6) humility (kerendahan hati).

Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will) dan kebiasaan (habit).

Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakuakn secara intra kurikuler maupun ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler terintegrasi kedalam mata pelajaran, sedangakan kegiatan ekstrakurikuler dilakukan diluar jam pelajaran. Menurut Hidayatullah, (2010: 43) strategi pendidikan karakter dapat dilakukan melalui :

Pertama, keteladanan, sikap keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akn menjadicermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa membaca, meneliti, disiplin, ramah, berakhlak akan menjadi teladan yang baik bagi siswa. Keteladanan lebih mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan nyata daripada sekedar berbicara tanpa aksi apapun.

Kedua, penanaman kedisiplinan, sikap penanaman kedisiplinan menjadi alat yang tepat dalam mendidik karakter. Banyak orang yang sukses karena menegakkan kedisiplinan, tetapi banyak upaya membangun sesuatu tidak berhasil karena tidak disiplin. Kurangnya disiplin dapat berakibat melemahnya motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi penegakan kedisiplinan merupakan

salah satu strategi dalam membangun karakter seseorang. Jika penegakan disiplin dapat dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, maka semakin lama akan menjadi kebiasaan yang positif.

Ketiga, pembiasaan, sikap pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan aktivitas tertentu yang akan menjadi aktivitas terpola dan tersistem. Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran di kelas, tetapi di sekolah juga dapat menerapkannya melalui pembiasaan. Kegiatan pembiasaan secara spontan dapat dilakukan misalnya saling menyapa, baik antar teman, antar guru maupun antara guru dengan murid. Jadi sekolah yang telah melakukan pendidikan karakter pasti telah melakukan kegiatan pembiasaan.

Keempat, menciptakan suasana yang kondusif, lingkungan merupakan proses pembudayaan anak yang dipengaruhi oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak. Menciptakan suasana yang kondusif di sekolah merupakan upaya membangun kultur atau budaya untuk membangun karakter yang berkaitan dengan budaya kerja dan belajar di sekolah. Jadi bukan hanya akademik yang dibangun tetapi juga budaya-budaya yang lain, seperti membangun budaya berperilaku yang dilandasi akhlak yang baik.

Kelima, integrasi dan internalisasi. Pendidikan karakter membutuhkan

proses internalisasi nilai-nilai sehingga perlu pembiasaan diri untuk masuk ke dalam hati agar bisa tumbuh dari dalam diri. Nilai-nilai karakter seperti

menghargai orang lain, disiplin, jujur, amanah, sabar, dan lain-lain dapat terintegrasi dan diinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan yang lain. Jadi Pendekatan pelaksanaan

pendidikan karakter sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah. Terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh aspek mata pelajaran. Terintegrasi, karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek kehidupan.

b. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Sastra mempunyai peran sebagai salah satu alat pendidikan yang seharusnya dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dapat difokuskan pada peran dalam usaha untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian anak, peran sebagai character building (Nurgiyantoro, 2013: 434). Dalam karya sastra tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat melalui karyanya. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapidi dalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi.

Satuan pendidikan sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai

pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan

karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat atau komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung jawab. Namun, dalam analisis novel Genesis karya Ratih Kumala nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya hanya terdiri dari beberapa yaitu:

Pertama, Religius. Nilai religius merupakan nilai pembentuk karakter yang sangat penting. Manusia berkarakter adalah manusia yang religius. Aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal dan menjadi tanggung jawab orang tua dan sekolah. Di keluarga, penanaman nilai religius dilakukan dengan menciptakan

suasana yang memungkinkan terinternalisasinya nilai religius dalam diri anak-anak. Selain itu orang tua juga harus menjadi teladan yang utama agar anak-anaknya menjadi manusia yang religius. Sementara di sekolah, ada banyak yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai religius yaitu, (1) pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam hari-hari belajar biasa; (2) menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dan dapat menjadi laboratorium bagi penyampai pendidikan agama; (3) pendidikan agama tidak hanya

disampaikan secara formal dalam pembelajaran dengan materi pelajaran agama; (4) menciptakan situasi atau keadaan religius; (5) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan

kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan dan seni, seperti membaca Al-Quran, adzan, sari tilawah; (6) menyelenggarakan berbagai macam

perlombaan seperti cerdas cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian, kecepatan, dan ketepatan menyampaikan pengetahuan dan mempraktikkan materi pendidikan agama Islam; (7) diselenggarakannya aktivitas seni, seperti seni suara, musik, tari dan kriya. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengna pemeluk agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kedua, Jujur. Secara harfiah jujur berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang. Jujur merupakan nilai penting yang harus dimiliki setiap orang. Jujur tidak hanya diucapkan, tetapi juga harus tercermin dalam perilaku sehari-hari. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Nilai jujur penting untuk ditumbuhkembangkan sebagai karakter karena kejujuran semakin terkikis. Mengajarkan sifat jujur tidak cukup hanya dengan penjelasan lisan, tetapi juga dibutuhkan pemahaman, metode yang tepat dan teladan. Kejujuran merupakan kebajikan terbaik yang akan selalu menerangi kehidupan, meskipun

untuk menjalankannya tidak selalu mudah. Godaan, hambatan, dan tantangan akan selalu ada. Tetapi jika teguh dengan kejujuran yang dipegang maka akan menjadi manusia berkarakter ideal.

Ketiga, Toleransi. Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri. Toleransi lahir dari sikap menghargai diri (self-esteem) yang tinggi. Sikap toleransi tidak dapat tumbuh dengan sendirinya. Dibutuhkan usaha secara serius dan sistematis agar toleransi bisa menjadi kesadaran. Sikap ini harus dipupuk sejak dini, oleh karena itu peran orang tua dan guru sangat menentukan bagi terbentuknya nilai toleransi dalam diri seorang anak. Toleransi tumbuh dan berkembang karena kemauan dan kesadaran menghargai perbedaan pada tahap kecil yaitu keluarga yang menjadi dasar penting membangun toleransi dalam tahap yang lebih luas. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Keempat, Pantang Menyerah. Menumbuhkan semangat pantang menyerah termasuk tugas orangtua dan guru karena berkaitan dengan motif anak dalam berprestasi nanti di kemudian hari. Menyadari pentingnya menanamkan semangat pantang menyerah (motif berprestasi), maka akan menjadi sifat bawaan yang akan sulit diubah atau akan muncul secara alami dalam diri anak ketika nanti dewasa.

Kelima, Peduli Sosial. Peduli terhadap sesama adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh sesamanya atau orang lain di mana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Perlunya

memiliki rasa kepedulian sosial adalah karena manusia saling membutuhkan, kerja sama dengan orang lain dapat terbina dengan baik apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian sosial. Peduli sesama harus dilakukan tanpa pamrih (tidak mengharapkan balasan imbalan). Ketika melaksanakan aktivitas sebagai bentuk kepedulian, tidak ada keengganan atau ucapan menggerutu.

Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu

tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai

dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah atau wilayah.

Dokumen terkait