• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pendidikan Karakter

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat tentang kajian pustaka , kerangka pikir penelitian, dan hipotesis tindakan.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara etimologis, kata karakter bisa berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang. Orang yang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau akhlak (Fatturohman, dkk, 2013).

Lickona (dalam Wibowo, 2012:32) mengatakan karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Menurut Ki Hadjar Dewantara (2013: 407-409) karakter sama dengan watak. Karakter atau watak adalah paduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain.

13

Dapat disimpulkan karakter atau watak adalah sifat alami seseorang yang diaplikasikan dari nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter ada pada semua orang dan akan terus berkembang seiring dengan proses pembentukannya, membuat setiap orang memiliki ciri khas tersendiri.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Kevin Ryan dan Bohlin (dalam Fathurrohman, dkk: 2013) pendidikan karakter adalah upaya sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Kemudian ia menambahkan, karakter mulia meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan motivasi.

Ramli (dalam Fathurrohman, dkk: 2013) memaparkan pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik.

Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan karakter menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha membantu siswa untuk memahami, peduli, bertindak dengan mengoptimalkan potensi siswa yang disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya. Tujuannya untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik.

14 3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter diselenggarakan untuk mewujudkan manusia yang berakhlak mulia dan bermoral baik sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan manusia dapat dijaga dan dipelihara. Lickona (2012) menjelaskan bahwa pendidikan karakter mengharapkan peserta didik semakin mampu menilai, peduli dan bertindak sesuai dengan kebenaran yang diyakini. Artinya pendidikan karakter menjadi bekal bagi peserta didik dalam menanggapi persoalan yang terjadi di masyarakat dengan prinsip nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.

Kemendiknas (2010:3) mengatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi:

a. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.

b. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila.

c. Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sifat percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. 4. Nilai-nilai Karakter Utama yang Dikembangkan

Berdasarkan Pusat Kurikulum Balitbang Diknas (Suparno, 2015) terdapat 18 nilai karakter yang perlu dikembangkan untuk peserta didik. Kedelapan belas nilai beserta deskripsi untuk masing-masing nilai dijelaskan sebagai berikut.

15 a. Nilai religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, gender, jenis kelamin, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

16

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat pada diri seseorang yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu berguna bagi masyarakat, serta menghormati keberhasilan orang lain. m.Bersahabat/ komunikatif

Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

17 n. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan tanpa melihat pengkotakan sosial, baik agama, budaya, gender, jenis kelamin, dan status sosial.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas serta kewajiban yang seharusnya dilakukan.

5. Urgensitas Pendidikan Karakter di SMP

Lickona 1991 (dalam Wahyuni dan Mustadi, 2016) mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-anda zaman yang perlu diwaspadai, karena jika tanda-tanda itu sudah ada, berarti sebuah banca sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah: a) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja; b) membudayanya

18

ketidakjujuran; c) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama; d) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; e) pengaruh peer group yang kuat dakam tindak kekerasan; f) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; g) penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk; h) penyalahgunaan seksual dan anak-anak menjadi cepat dewasa; i) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; dan j) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti narkoba, alkohol, dan seks bebas.

Jika dicermati, kesepuluh tanda-tanda yang dikemukakan oleh Lickona di atas nampaknya mulai menggejala di Indonesia. Hal ini menjadi keprihatinan bagi semua kalangan terlebih bagi praktisi pendidikan, mengingat peran penting pendidikan dalam pembentukan dan pengembangan karakter siswa sehingga berbagai upaya peningkatan karakter bangsa harus terus dilaksanakan. Hal inilah yang menyebabkan upaya peningkatan pendidikan karakter di SMP harus terus dilakukan demi memperbaiki generasi bangsa.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Menurut Suparno (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter individu, yaitu:

a. Keluarga

Anak mengalami sosialisasi pertama kali dalam lingkup keluarga. Di sini anak juga pertama kali mengenal karakter. Peranan orang tua dalam hal ini sangat penting, karena sejak lahir anak sudah belajar karakter

19

tertentu dari orang tua. Ketika anak berada di dalam kandungan pun anak sudah belajar bersikap dari orang tuanya, terutama ibu yang mengandung. Selain itu, suasana keluarga merupakan hal yang sangat penting bagi perkembngan karakter anak. Orang tua perlu dilibatkan agar pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan lancar dan efektif. b. Guru

Selain di rumah, waktu anak banyak dihabiskan di sekolah. Maka guru mempunyai andil yang sangat besar dalam pendidikan karakter anak. Pendidikan karakter bisa dilakukan melalui pengajaran dan juga sikap guru terhadap anak, karena melalui pembelajaran guru bisa mengajarkan anak mengenai berbagai hal baik.

c. Teman

Karakter remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya. Secara psikologis, remaja sedang dalam proses pencarian jati diri sehingga remaja ingin bergabung dengan teman sebayanya dalam pencarian jati dirinya. Oleh karena itu teman dalam pergaulan sangat bepengaruh dalam membentuk karakter anak.

d. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah serta suasana sekolah mempunyai pengaruh pada pendidikan dan pengembangan karakter anak. Suasana sekolah perlu diatur dan ditata sesuai dengan nilai karakter yang akan ditanamkan pada diri anak. Maka, perlu adanya kerjasama dari seluruh pihak yang ada dilingkungan sekolah agar penanaman karakter sungguh nyata dan

20

efektif dalam pengembangan karakter anak maupun semua pihak yang ada di sekolah.

e. Lingkungan masyarakat

Keadaan, situasi, dan karakter lingkungan masyarakat berpengaruh pada pembentukan karakter remaja. Remaja akan melihat serta meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Lingkungan yang mendukung pengembangan karakter positif remaja tentunya situasi lingkungan juga memiliki karakter yang positif. Bila lingkungan sekitar kurang mendukung pengembangan karakter positif, maka karakter baik yang sudah ditanamkan di sekolah maupun di keluarga akan luntur karena pengaruh lingkungan tersebut.

f. Media

Perkembangan teknologi yang sangat pesat sangat mempengaruhi remaja. Banyak remaja yang meniru sesuatu yang dilihatnya pada media tanpa menyaring hal tersebut. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat akses anak dalam mengoperasikan Gadget

sangat mudah. Banyak remaja SMP yang memiliki Gadget. Apabila dalam penggunaannya tidak dapat terkontrol dengan baik, maka Gadget

yang fungsi dan tujuannya untuk hal-hal yang baik justru menjadi perusak karakter remaja.

7. Tantangan-tantangan Pendidikan Karakter di Sekolah

Fathurrohman, dkk (2013) menjelaskan ada beberapa tantangan pendidikan karakter di sekolah. Diantaranya sebagai berikut.

21 a. Dekandensi Moral

Salah satu penyebab dekandensi moral adalah kemajuan teknologi yang sangat pesat. Kemajuan teknologi mempermudah semua orang dari berbagai belahan dunia untuk berkomunikasi termasuk menyebarkan informasi mengenai berbagai hal. Oleh karena segala informasi mudah diakses, seperti perjudian dan perzinaan serta sejalan dengan itu Indonesia belum siap menghadapi kemajuan teknologi, maka dekandensi moral terjadi di Indonesia. Negara barat mempunya budaya yang sangat berbeda dengan negara timur, terkhusus Indonesia. Perilaku yang dianggap wajar dan tidak salah di negara barat belum tentu demikian di Indonesia. Indonesia belum siap menghadapi kemajuan teknologi ini.

b. Fanatisme yang Berlebihan

Fanatisme yang dimaksudkan adalah fanatisme yang buta terhadap pendapat, mazhab (sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak), dan sebagainya yang didasarkan pada hawa nafsu. Fanatisme ini merupakan salah satu akibat dari kemerosotan moral, karena fanatisme seperti ini menjadi pemicu terjadinya pertentangan dan terkotak-kotaknya golongan.

Orang-orang di zaman sekarang sangat fanatik terhadap kelompok dan kelas sosial mereka. Satu sama lain saling berselisih dan saling menyerang. Contohnya dalam perbedaan agama, banyak orang menganggap agamanyalah yang paling benar dan agama lainnya tidak

22

benar. Ketika terjadi hal demikian, agama yang sangat baik adanya dan seharusnya mempersatukan umat manusia justru disalah persepsikan, sehingga terkesan bahwa agama malah memisah-misahkan umat manusia.

8. Hambatan pendidikan Karakter Terintegrasi di SMP

Barus (2015) menegaskan Pendidikan karakter terintegrasi di SMP berpedoman pada aturan yang dibuat oleh Direktorat Pembinaan SMP tahun 2010 yang dijadikan standar minimal ketentuan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Ketentuan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah tersebut hanya melibatkan guru mata pelajaran yang menjadi subjek pelaksana pendidikan karakter. Kenyataannya, proses pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru mata pelajaran mengalami hambatan. Hambatan-hambatan umum dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter antara lain:

a. Tidak operasionalnya pedoman Pendidikan Karakter dari Direktorat Pembinaan SMP (2010),

b. Integrasi nilai karakter melalui pembelajaran masih bersifat acuan, belum dapat diterapkan,

c. Tidak tersedia alat dan cara evaluasi untuk mengukur ketercapaian karakter,

d. Penanaman nilai karakter masih cenderung pada tataran kognitif, belum mengarah pada afeksi,

23

e. Komitmen dan konsistensi para guru dalam menjaga gawang karakter tidak selalu sama, cenderung rapuh; dan belum tercipta kolaborasi yang baik antara para guru dan konselor/guru BK dalam implementasi pendidikan karakter.

B. Hakikat Karakter Bersahabat

Dokumen terkait