• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Hakikat Karakter Bersahabat

4. Karakteristik Siswa yang Memiliki Karakter Bersahabat

Parlee (dalam Siregar, 2010) mengkarakteristikkan persahabatan sebagai berikut:

a. Kesenangan yaitu suka menghabiskan waktu dengan sahabat.

b. Penerimaan yaitu menerima sahabat tanpa mecoba mengubah mereka. c. Percaya yaitu berasumsi bahwa sahabat akan berbuat sesuatu yang

sesuai dengan kesenangan sahabatnya.

d. Respek yaitu berpikiran bahwa sahabat membuat keputusan yang baik. e. Saling membantu yaitu menolong dan mendukung sahabat dan mereka

juga melakukan hal yang demikian.

f. Menceritakan rahasia yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada sahabat.

g. Pengertian yaitu merasa bahwa sahabat mengenal dan mengerti dengan baik antara satu dengan yang lain.

h. Spontanitas yaitu meraa menjadi diri sendiri ketika berada d dekat sahabatnya.

27 5. Fungsi Persahabatan

Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa ada enam fungsi persahabatan yaitu:

a. Kebersamaan

Persahabatan memberikan para remaja teman akrab, seseorang yang bersedia menghabiskan waktu dengan mereka dan bersama-sama dalam aktivitas.

b. Stimulasi

Persahabatan memberikan para remaja informasi-informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.

c. Dukungan fisik

Persahabatan memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan.

d. Dukungan ego

Persahabatan menyediakan harapan atas dukungan, dorongan dan umpan balik yang dapat membantu remaja untuk mempertahankan kesan atas dirinya sebagai individu yang mampu, menarik, dan berharga.

e. Perbandingan sosial

Persahabatan menyediakan informasi tentang bagaimana cara berhubungan dengan orang lain dan apakah para remaja baik-baik saja.

28 f. Keakraban atau perhatian

Persahabatan memberikan hubungan yang hangat, dekat, dan saling percaya dengan individu yang lain, hubungan yang berkaitan dengan pengungkapan diri sendiri

6. Manfaat Membangun Karakter Bersahabat

Setiap manusia memiliki objek yang dianggap menarik jika berinteraksi dengannya. Tentu saja antara manusia satu dengan manusia yang lain memiliki selera yang berbeda. Manusia akan merasa senang dan dapat menghabiskan banyak waktu jika berhubungan dengan manusia lain yang memiliki daya tarik tersendiri. Sebuah survey yang dilakukan oleh Klinger ketika seseorang ditanya “apa yang membuat hidup Anda bermakna ?”, kebanyakan responden menjawab “dicintai dan diinginkan oleh orang lain”. Survey lain yang dilakukan oleh Campbell, dkk memperoleh hasil bahwa kebanyakan responden menganggap “lebih penting mempunyai sahabat yang baik dan keluarga yang bahagia daripada keamanan finansial (Dwyere, 2000 dalam Rahman 2013).

Terdapat empat alasan mengapa manusia tertarik dengan manusia yang lainnya dan kemudian menjalin hubungan persahabatan (Hill, 1987 dalam Rahman 2013)

a. Mengurangi ketidakpastian dengan melakukan perbandingan sosial. b. Mendapatkan stimulasi yang menyenangkan dan menarik.

c. Mendapatkan pujian dan perhatian. d. Mendapatkan dukungan emosional

29

Menurut Weiss (dalam Rahman 2013), terdapat enam kebutuhan dasar yang mendasari suatu hubungan sosial, yaitu:

a. Kasih Sayang

Kebutuhan untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian. Hubungan erat dengan orang lain bisa memberikan perasaan aman dan nyaman. b. Intergrasi Sosial

Kebutuhan untuk merasa bagian dari lingkungan sosial sekitarnya. Hubungan sosial akan menumbuhkan keyakinan seseorang bahwa ada orang lain yang memiliki sikap dan keyakinan yang sama dengan dirinya.

c. Harga diri

Kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Orang lain bisa menjadi sumber bagi perasaan berharga, kompeten, dan bernilai. d. Rasa Persatuan yang Dapat dipercaya

Keyakinan bahwa ada orang lain yang akan memberikan bantuan jika dibutuhkan.

e. Bimbingan

Kebutuhan untuk mendapatkan tuntunan dan nasihat dari orang lain. f. Kesempatan untuk Mengasuh

Keinginan untuk menyayangi dan memberikan bantuan .

Buunk (Dawyer, 2000 dalam Rahman, 2013) terdapat banyak motif yang mendorong manusia untuk menjalin persahabatan. Tapi yang paling utama dari motif tersebut ada tiga, yaitu:

30 a. Perbandingan Sosial

Buunk berpendapat jika seseorang berada dalam situasi tidak pasti maka orang tersebut cenderung mendekati orang lain yang berada dalam situasi yang sama. Festinger juga berpendapat bahwa orang akan cenderung melakukan perbandingan baik pikiran, perasaan, ataupun reaksi-reaksi lainnya dengan orang yang berada dalam situasi yang sama.

b. Mengurangi Kecemasan

Seseorang akan mendekati orang lain untuk merasa nyaman ketika berada di situasi tertentu.

c. Mencari Informasi

Seseorang akan mendekati orang lain untuk mendapatkan informasi, sehingga akan lebih memahami dan mengendalikan situasi.

Hill, Buunk, dan Weis (dalam Rahman, 2013) memperlihatkan bahwa terdapat banyak motif yang mendasari ketertarikan seseorang terhadap orang lain. Selain motif, manusia menjalin persahabatan juga untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang akan didapatkannya ketika memiliki sahabat. Uniknya dasar ketertarikan dan kebutuhan tersebut bersifat personal dan subjektif. Setiap orang memiliki dasar ketertarikan dan kebutuhan yang berbeda.

31 C. Hakikat Remaja

1. Pengertian Remaja

Hurlock (1990) menjelaskan bahwa Istilah adolescance atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Selain itu, secara psikologis masa remaja adalah masa di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluha tahun, Papalia dan Olds (2001, dalam Jahja, 2011; 220). E.H. Erikson (Rochmah, 2005)mengemukakan bahwa adolensia merupakan masa di mana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas.

Jadi remaja adalah masa transisi dari anak menuju dewasa awal mulai usia 12- 19/20 tahun. masa remaja ini individu cenderung secara perlahan berubah dari dipendent ke independent. Remaja juga mulai membentuk perasaan baru mengenai identitasnya.

32 2. Pengaruh Teman Sebaya pada Remaja

a. Pengaruh positif

Papalia & Feldman (2014) memaparkan bahwa kelompok sebaya merupakan sumber afeksi , simpati, pemahaman, dan penuntun moral; tempat bagi sebuah eksperimen; dan pengaturan untuk mencapai otonomi serta kemandirian dari orang tua. Tempat untuk membentuk hubungan intimasi yang menyediakan sebuah latihan bagi intimasi di masa dewasa.

b. Pengaruh negatif

Saat anak mulai memasuki masa remaja, sistem sosial sebaya menjadi lebih terelaborasi dan beragam. salah satu sistem sosial sebaya yaitu geng. Geng merupakan struktur kelompok dari pertemanan yang melakukan hal-hal bersama-sama menjadi lebih penting.

Selain geng, tipe terbesar dari kelompok yaitu kerumunan. Kerumuan merupakan hal yang asing bagi seseorang sebelum masa remaja. Kerumunan tidak didasarkan pada interaksi personal melainkan pada reputasi, citra, atau identitas. Anggota kerumunan merupakan kontruksi sosial, sebuah label tempat anak-anak muda membagi peta sosial yang didasarkan pada lingkungan sekitar, etnisitas, status sosial ekonomi, atau faktor lain; sebagai contoh anak gaul, kutu buku, atau pembangkang

Kedua tingkat dari kelompok sebaya dapat menunjukkan keberadaan secara bersamaan, dan beberapa diantaranya dapat tumpang

33

tindih dalam keanggotaan.yang bisa saja berubah setiap saat. Brown & Klute (2003, dalam Papalia & Feldman, 2014) mengatakan bahwa geng dan kerumunan cenderung meyebabkan seseorang menjadi pengecut dalam kemajuan masa remajanya.

3. Tugas Perkembangan Remaja

William Kay (Jahja, 2011;238) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat sefl-contol (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/ perilaku) kekanak-kanakan.

Karakter bersahabat erat kaitannya dengan tugas perkembangan yang dijelaskan oleh William Kay (Jahja, 2011;238) yaitu Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

34

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. Selain itu, karakter bersahabat juga erat kaitannya dengan tugas perkembangan ”Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya” karena untuk bergaul dengan orang lain, seseorang perlu untuk menerima keadaan fisiknya sendiri.

D. Hakikat Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Makrifah & Wiryo Nuryono (2014) mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah kepada sejumah siswa dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Sedangkan Winkel dan Hastuti (2014) menjelaskan bimbingan klasikal merupakan istilah yang khusus digunakan di Institusi pendidikan sekolah dan menunjuk pada sejumlah siswa yang di kumpulkan bersama untuk kegiatan bimbingan. Pada dasarnya bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyediakan materi yang telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang di harapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri.

Jadi bimbingan klasikal merupakan suatu layanan yang diberikan guru BK kepada siswa dalam ruang lingkup kelas untuk membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal. Melalui bimbingan klasikal

35

diharapkan materi yang diberikan peneliti dapat tersampaikan dengan maksimal, sehingga layanan bimbingan dapat berjalan dengan efektif. 2. Kegunaan Bimbingan Klasikal

Hartinah (2009) mengatakan bahwa kegunaan bimbingan klasikal memang sangat besar, antara lain:

a. Tenaga pembimbing masih sangat terbatas, sedangkan jumlah siswa yang perlu dibimbing begitu banyak sehingga pelayanan bimbingan secara perseorangan tidak akan merata.

b. Melalui bimbingan klasikal, siswa dilatih untuk menghadapi tugas secara bersama atau memecahkan suatu masalah bersama. Hal tersebut akan dibutuhkan selama hidupnya.

c. Ketika mendiskusikan sesuatu secara bersama, siswa didorong untuk berani mengeukakan pendapatnya dan menghargai orang lain. Selain itu, beberapa siswa akan lebih berani membicarakan kesukarannya setelah mengerti bahwa teman-temannya juga mengalamai kesukaran tersebut.

d. Banyak informasi yang dibutuhkan oleh siswa dapat diberikan secara klasikal dan cara tersebut lebih ekonomis.

e. Melalui bimbingan klasikal, beberapa siswa menjadi lebih sadar bahwa mereka sebaiknya sebaiknya menghadap pembimbing untuk mendapatkan bimbingan secara lebih mendalam.

f. Melalui bimbingan klasikal, Pembimbing yang belum dikenal dapat memperkenalkan diri dan berusaha mendapat kepercayaan dari siswa.

36

3. Keuntungan Menggunakan Bimbingan Klasikal

Menurut Hartinah (2009) menggunakan bimbingan klasikal diperoleh beberapa keuntungan:

a. Siswa bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman di kelasnya. Siswa dapat membandigkan potensi dirinya dengan yang lain. siswa dibantu siswa yang lain dalam menemukan dirinya, begitu juga sebaliknya.

b. Melalui kelas, karakter positif siswa dapat dikembangkan seperti toleransi, saling menghargai, kerja sama, tanggung jawab, disiplin, kreativits, persahabatan, dan lain sebagainya.

c. Melalui kelas dapat dihilangkan beban-beban moril seperti malu, penakut, dan sifat-sifat egoistis, agresif, manja, dan sebagainya.

d. Melalui kelas, dapat dihilangkan ketegangan-ketegangan emosi, konflik-konflik, kekecewaan-kekecewaan, curiga-mencurigai, iri hati, dan lain sebagainya.

e. Dapat dikembangkan gairah hidup dalam melakukan tugas, suka menolong, disiplin, dan sikap-sikap sosial lainnya.

4. Tujuan Bimbingan Klasikal

Tujuan bimbingan klasikal untuk mengembangkan dimensi sosial-psikologis, keterampilan hidup, klarifikasi nilai, dan perubahan sikap perilaku individu dalam kelompok (Barus, 2015). Bimbingan

37

klasikal memunculkan perubahan yang positif pada diri individu. Secara lebih luas, bimbingan klasikal membantu individu-individu dalam

mengembangkan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang

menunjang pada perwujudan tingkah laku.

5. Manfaat Bimbingan Klasikal

Bimbingan klasikal memiliki andil yang besar dalam proses bidang perkembangan hingga mencapai karakter tertentu pada siswa di sekolah. Layanan bimbingan klasikal memiliki sifat yang fleksibel karena dapat diaplikasikan untuk pengembangan, pencegahan, perbaikan hingga pemeliharaan. Selain itu dengan menggunakan layanan bimbingan klasikal, peneliti akan lebih efektif untuk memberikan pelayanan. Karena dengan satu kali pertemuan, peneliti bisa memberikan pelayanan kepada siswa satu kela (Hartinah, 2009).

6. Strategi Layanan Bimbingan Klasikal

Romlah (2006) memaparkan strategi layanan bimbingan klasikal yang sangat erat kaitannya dengan pendekatan experiential learning. Strategi atau teknik tersebut meliputi:

a. Ekspositori

Ekspositori merupakan cara melaksanakan layanan dalam bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok, dengan menyampaikan informasi penjelasan kepada sekelompok konseli. Penyampaian dapat diberikan secara lisan maupun dalam bentuk tertulis. Ekspositori secara lisan bisa juga disebut dengan ceramah.

38 b. Diskusi kelompok

Dalam konteks bimbingan kelompok, diskusi kelompok dipandang sebagai jantungnya bimbingan kelompok. Sebab sebagian besar pelaksanaannya menggunakan variasi teknik diskusi kelompok.

Diskusi kelompok dapat dikatakan sebagai aktivitas yang direncanakan antara 3 orang atau lebih, bertujuan untuk memperjelas ataupun memecahkan suatu masalah yang dihadapi di bawah pimpinan seorang pemimpin (Romlah 2006).

c. Bermain peran

Dalam konteks bimbingan atau pendidikan secara umum bermain peran dipandang sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan pendidikan, di mana siswa memerankan suatu situasi yang imajinatif, bertujuan untuk membantu siswa dalam mencapai pemahaman diri, meningkatkan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain. Bermain peran merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan dan pengertian mengenai hubungan antar manusia, dengan cara memerankan situasi yang pararel (sama) yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya (Shaw, E.M dkk, 1980; Corsisi, 1966 dalam Romlah, 2006).

d. Permainan simulasi

Permainan simulasi terdiri dari dua kata yaitu permainan dan simulasi. Permainan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, mereka mengadakan pertemuan untuk umencapai

39

tujuan-tujuan tertentu yang merupakan representasi dari kehidupan nyata. Permaianan simulasi merupakan gabungan dari permainan dan simulasi, siswa melakukan aktivitas simulasi dan siswa memperoleh umpan balik dari aktivitas permaian tersebut (Coppard, 17976 dalam Romlah, 2006).

Permainan simulasi merupakan salah satu jenis permainan yang digunakan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan nyata. Situasi yang diangkat dalam permainan dimodifikasi seperti disederhanakan, diambil sebagian ataupun dikeluarkan dari konteksnya (Adams, 1973 dalam Romlah, 2006). Permaianan simulasi merupakan gabungan antara bermain peran dan berdiskusi. Dalam permainan simulasi, para pemain bermain secara berkelompok, saling berkompetisi untuk mencapai suatu tujuan, diikat oleh aturan-aturan tertentu yang telah disepakati bersama (Romlah, 2006)

Dalam memberikan layanan bimbingan, permaian simulasi dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bimbingan. Strategi ini tepat digunakan untuk mengenalkan konsep, nilai-nilai maupun keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Konseli belajar tentang kehidupan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan melalui permaian. Proses berlajar dengan melakukan akan lebih efektif hasilya dibandingkan dengan belajar hanya dengan mendengarkan.

40

Strategi permainan simulasi digunakan untuk mencapai tujuan bimbingan pada aspek kognitif, afektif maupun motorik. Melalui proses diskusi dalam merespon pesan-pesan di beberan simulasi konseli dapat menambah pengetahuannya. Melalui model yang ditampilkan dalam permainan simulasi siswa mendapatkan makna yang muncul dari proses permainan dan dapat merubah sikap dan mengasah keterampilan tertentu. Strategi permainan simulasi mempunyai kelebihan, antara lain menyenagkan sehingga tidak membosankan, siswa dapat belajar melalui penghayatan secara langsung dari suatu peristiwa, meskipun peristiwa yang diangkat hanya imajinatif, melalui permainan simulasi dapat disajikan model peristiwa ataupun model perilaku sehingga konseli dapat belajar memaknai apa yang disajikan.

E.Hakikat Experiential Learning 1. Pengertian Experiential Learning

Experiential learning adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung. Experiential learning ini lebih bermakna ketika pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan (Nasution, 2005).

Experiential learning adalah sebuah pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dikatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara peserta kegiatan,

41

meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira, menikmati, dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sosial (Prayitno, dkk, 1998:90).

Experiential learning menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar atau dengan kata lain pengetahuan tercipta karena adanya transformasi dari pengalaman (experience). Pengetahuan merupakan hasil perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman (Kolb, 1984).

Dapat dikatakan bahwa melalui pendekatan experiential learning siswa dapat memperoleh nilai-nilai, sikap, pengetahuan akan hal baik melalui suatu kegiatan, dan melalui kegiatan tersebut siswa mendapatkan pengalaman yang positif. Sehingga siswa menjadikan pengalamannya tersebut menjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna.

2. Tujuan Penggunaan Pendekatan Experential Learning

Tujuan model pembelajaran experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa, dan memperluas keterampilan yang telah ada pada siswa. Ketiga hal ini kemudian menjadi fokus pendekatan experientia l learning (Baharuddin danWahyuni, 2010).

42

3. Langkah-langkah Model Pendekatan Pembelajaran Experiential Learning Guna Peningakatan Karakter Bersahabat

Kolb (1984) menjelaskan empat tahapan model pembelajaran, siklus model

experiential learning disajikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kolb’s Learning Style Model

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukan tersebut. pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses

43

penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (tacking action) Lebih lanjut, Kolb juga memberikan pemaparan keempat tahapan model pembelajaran experiential learning pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Tahapan Langkah Model Pembelajaran Experiential Learning (Sumber: Baharuddin dan Wahyuni, 2010)

Tahapan Uraian

Concrete experience Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru.

Reflective observation

Siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi.

Abstract conceptualisation Siswa menciptakan konsep yang

mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.

Active experimentation

Siswa menggunakan teori tersebut untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

4. Kelebihan Pedekatan Experiential learning

Metode Experiential learning memiliki kelebihan, diantaranya meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong siswa untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. (Sinaga, 2013). Sejalan dengan itu, Prayitno, dkk (1998) mengatakan bahwa dengan pendekatan experiential learning dapat menghadirkan suasana

44

kejiwaan yang sehat diantara siswa, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira, menikmati, dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sosial.

Berdasarkan kelebihan yang ada pada pendekatan experiential learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan experiential learning dapat efektif untuk meningkatkan karakter bersahabat siswa. Dengan catatan peneliti benar-benar memperhatikan materi yang akan diberikan kepada siswa, peneliti melakukan persiapan yang matang, dan peneliti harus memperhatikan alokasi waktu yang tersedia saat mengemas rancangan kegiatan.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Wahyuni & Mustadi (2016) meneliti tentang Pengembangan Perangkat Pembelajaran Collaborative Learning Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Karakter Kreatif dan Bersahabat. Berdasarkan penelitian tersebut, karakter bersahabat dapat ditingkatkan melalui pembelajaran

Collaborative Learning berbasis kearifan lokal.

2. Penelitian efektifitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning mengungkap bahwa pendekatan experiential learning sangat efektif digunakan untuk meningkatkan karakter bela gender pada siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015 (Lazar, 2016).

45

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara empati, persahabatan, dan kecerdasan adversitas pada mahasiswa Psikologi Undip yang sedang mengerajakan skripsi. Semakin tinggi empati dan persahabatan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula kecerdasan adversitas yang dimiliki oleh mahasiswa Psikologi Undip yang sedang mengerjakan skripsi, dan sebaliknya semakin rendah empati dan persahabatan yang dimiliki, semakin rendah pula kecerdasasan adversitas yang dimiliki oleh mahasiswa Psikologi Undip yang sedang mengerjakan skripsi (Fauziah, 2014).

G. Kerangka Berpikir

Pendidikan karakter terintegrasi di SMP berjalan belum optimal dan masih menemui banyak hambatan. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya guru pelajaran yang menanamkan nilai karakter berhenti pada tataran kognitif dengan metode ceramah, guru BK belum terlibat sebagai “pengajar karakter”, dan prosedur mengenai pendidikan karakter belum oprasional sehingga membuat guru kesulitan dalam melakukan pengajaran. Perlu adanya model pendidikan karakter yang tidak hanya sebatas pada tataran kognitif melainkan juga tataran afektif hingga pengalaman-pengalaman nyata yang memberikan dampak positif terhadap perubahan perilaku siswa. Bertolak dari hal tersebut, Peneliti menawarkan solusi model penelitian menggunakan pendekatan

experential lea rning dengan layanan bimbingan klasikal sebagai upaya meningkatkan karakter bersahabat pada siswa kelas VII B SMP Santo Aloysius Turi. Agar siswa yang memiliki karakter bersahabat rendah lebih

46

termotivasi untuk mengikuti kegiatan, tidak pasif hanya mendengarkan, tetapi juga turut antusias melakukan aktivitas.

Perlu diupayakan penerapan pendekatan experential learning

sebagai salah satu strategi dalam pemberian materi kegiatan peningkatan karakter bersahabat. Pendekatan experential lea rning mengajak siswa untuk aktif berproses dengan pengalaman langsung yang siswa alami.

Gambar 2.2 Kerangka Pikir H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut, diajukan hipotesis tidakan sebagai berikut:

47

secara signifikansi dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan pendekatanexperiential Learning. 2. Ho: Karakter bersahabat pada siswa kelas VII SMP Santo Aloysius Turi

secara signifikansi tidak dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan pendekatan experiential learning.

48 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang jenis penelitian, subyek dan obyek penelitian, waktu dan temat penelitian, setting penelitian, partisipan dalam penelitian, peran

Dokumen terkait