• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Pustaka

2. Hakikat Puisi dan Karakteristik Puisi

Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dikaji dari beragam aspek. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, bahwa puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Puisi dapat pula dikaji dari sudut kesejarahannya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan sepanjang zaman. Hal ini dapat terjadi mengingat pada hakikatnya puisi adalah sebuah karya seni yang di dalamnya selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan serta inovasi (Teeuw, 1980:12 dalam Pradopo, 1990:3). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1978:1 dalam Pradopo, 1990:3).

Definisi puisi cukup banyak, salah satu pendapat yang cukup mudah dipahami adalah Waluyo (1995:25) yang mendefinisikan puisi adalah bentuk karya sastra yang

mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.

Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, serta penyusunan larik dan bait; gubahan dari bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus (KBBI edisi Keempat, 2008:1112). Meskipun demikian, orang secara awam tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, memiliki arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Puisi memang tidak dapat didefinisikan secara jelas dalam tataran pengertiannya, namun setiap orang dapat memandang dan mendefinisikan puisi dengan sudut pandang tertentu misalnya dipandang dari segi estetiknya. Puisi dipandang sebagai suatu karya seni. Puisi sebagai karya seni itu puitis. Kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Aspek yang khas dari puisi adalah ketika unsur-unsur dalam puisi dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, secara umum bila hal itu menimbulkan keharuan. Hal-hal khusus seperti itulah yang disebut puitis.

Puisi sebagai sebuah karya sastra perlu dikaji secara khusus terutama dalam proses pembelajaran. Siswa sebagai aktor utama dalam pembelajaran tentu saja dapat memahami pembelajaran tersebut secara lebih baik tidak serta merta melalui kegiatan ceramah saja, namun dapat melalui metode dan teknik-teknik pembelajaran khusus

yang dimotivatori oleh para guru. Itulah mengapa variasi teknik dalam pembelajaran sangat penting sebagai stimulus dan motivator siswa dalam proses pembelajaran karya sastra, dalam hal ini adalah puisi.

b. Karakteristik Puisi

Pemahaman awal tentang karakteristik puisi diungkapkan dalam oleh Sutardi (2012:26 – 38), meliputi:

1) Diksi

Diksi adalah pilihan kata. Media pengungkapan puisi sebagai pengalaman estetis adalah dengan kata-kata. Kreativitas menulis puisi adalah kreativitas memilih diksi, karena kekuatan puisi terletak pada kata-katanya, bagaimana kata-kata yang singkat, pendek, dan sederhana, tetapi bisa menggambarkan pengalaman, perasaan, imajinasi, dan keindahan yang banyak. Oleh karena itu, diksi dalam puisi harus sekonsentrat mungkin, yaitu padat dan selalu menimbulkan makna lebih. Dalam hal penggunaan diksi ini, ada dua jenis puisi yang bisa diidentifikasi, yaitu (a) puisi diafan, yaitu puisi-puisi yang diksi-diksinya menggunakan bahasa sehari-hari, namun tetap memiliki makna yang mendalam; (b) puisi prismatis, yaitu puisi-puisi yang menggunakan diksi-diksi metaforis yang perlu perenungan intens untuk memahami maknanya.

2) Kalimat

Ciri khas dari aspek kalimat puisi adalah ritmik-semantik, yaitu kalimat dalam pusi selalu menekankan pada aspek ritmik (bunyi) dan semantik (makna). Dalam

konteks ini, menulis puisi adalah kreativitas dalam membuat ungkapan (kalimat) baru yang indah, yang belum pernah ada. Berkaitan dengan ciri kalimat baik dalam aspek frasa dan klausa) puisi ini, yang sering muncul adalah ketegangan baik antarkata maupun kalimat. Ketegangan ini terjadi karena adanya ketidaklogisan arti, struktur, dan asosiasi dari dua dunia berbeda baik dari aspek diksi maupun kalimat.

3) Tipografi

Tipografi berkaitan dengan bentuk penulisan puisi yang menyangkut pembaitan-enjambemen, penggunaan huruf dan tanda baca, serta bentuk bait. Harus diakui, secara konvensional, yang membedakan puisi dari prosa sebagai genre sastra adalah pada aspek tipografi, yaitu puisi dalam bentuk bait, sedangkan prosa dalam bentuk narasi. Dengan demikian, penyiasatan penulisan tipografi menjadi penting sebagai media atau cara untuk mengungkapkan makna. Pertama, aspek pembaitan-enjambemen berkaitan dengan penyusunan pembaitan karena pemutusan-pemutusan ungkapan yang dilakukan. Memang, pemenggalan-pemenggalan ungkapan kalimat dan kata dalam menulis puisi adalah hak prerogatif penulis, tetapi hendaknya penulis juga mempertimbangkan aspek ide dan gagasan yang ingin disampaikannya sehingga koherensi makna dalam kalimat terbentuk. Kedua, penggunaan huruf dan tanda baca. Penggunaan huruf kecil-besar, atau bentuk dan jenis huruf, serta tanda baca yang dilakukan haruslah dalam rangka untuk membentuk koherensial makna. Puisi yang menggunakan huruf kecil saja dapat mengandung makna keseragaman, keserasian, keharmonisan, kemesraan, dan sebagainya. Sebaliknya, jika ada diksi yang semuanya menggunakan huruf kapital, diksi itu menjadi kata kunci filosofisnya. Atau puisi yang

bentuk huruf-hurufnya sesuai dengan ejaan yang baik dan benar maka ada semacam makna kenormatifan ide. Di sisi lain, penggunaan tanda baca pun demikian, penggunaan tanda baca titik (.) tiga kali mengartikan “sesuatu yang tidak terungkapkan”. Tanda baca kata tanya (?) biasanya bermakna keraguan, dan tanda seru (!) mengartikan ketegasan, kemarahan, dan keegoisan. Ketiga, bentuk pembaitan. Jangan dilupakan bahwa bentuk pembaitan dalam puisi pun dalam kerangka untuk koherensi makna. Puisi yang romantis, optimistis, dan bahagia bentuk pembaitannya biasanya rapi dan indah, sedangkan puisi yang mengungkapkan keruwetan, ketragisan, keputusasaan, dan kesedihan akut biasanya menggunakan bentuk pembaitan yang acak dan ruwet juga.

c. Kriteria Puisi

Puisi adalah ekspresi kesenangan manusia terhadap bahasa. Puisi dihubungkan dengan apa yang terjadi pada manusia baik yang bersifat natural maupun supernatural. (Robert Frost dalam Badrun, 1989:1) mengungkapkan bahwa sebuah puisi diawali dengan kesenangan dan diakhiri dengan kebijaksanaan. Puisi mengandung makna tersirat yang sarat makna. Makna yang terkandung dalam puisi diinterpretasikan secara berbeda oleh pembacanya. Meski demikian, dari jaman ke jaman makna puisi tidak dapat didefinisikan secara tegas. Kriteria puisi tidak dapat diungkapkan secara jelas. Secara umum, suatu karya puisi disebut sebagai karya yang baik apabila terdapat pilihan kata yang tepat, unsur pencitraan, dan adanya tema serta amanat. Puisi yang baik tidak dapat ditetapkan atau dipandang dari salah satu sisi

saja, semua bergantung pada apresiasi penikmat karya puisi. Hal yang paling mendasar dari bagus tidaknya suatu puisi adalah bahwa puisi yang baik adalah puisi yang mampu membangkitkan imajinasi penikmatnya yang dibangun dengan citraan yang utuh, indah, dan konkret.

Dokumen terkait