• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Sekolah/Madrasah Unggulan

Dalam dokumen Konsep Inovasi Pendidikan (Halaman 109-113)

Sebelum mendefinisikan madrasah atau sekolah Islam unggulan, terlebih dahulu penulis ingin mengemukakan beberapa sebutan istilah atau terma yang memiliki makna hampir serupa. Kata lain dari “unggulan” sering disebut dengan istilah “model” atau “percontohan” dan “terpadu”, “laboratorium” atau “elite”.

Beberapa lembaga pendidikan Islam ada yang lebih senang memakai istilah “model” daripada “unggulan”, sehingga wajar jika ada istilah “madrasah model”, “madrasah percontohan”, atau “madrasah terpadu”. Madrasah atau sekolah Islam model (unggulan) merupakan representasi dari kebangkitan umat Islam untuk kalangan menengah.

Berdasarkan segi pelabelan namanya, tampak bahwa sekolah atau madrasah model (unggulan) semacam itu tampil dengan penuh visi dan inspirasi yang mengundang penasaran banyak orang. Berdasarkan segi nama, tampaknya lebih menjanjikan kualitas masa depan para siswa.

Istilah sekolah unggul pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Wardiman Djojonegoro, tepatnya setahun setelah pengangkatannya. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh menjangkau ke depan, wawasan keunggulan. Menurut Wardiman, selain mengharapkan terjadinya distribusi ilmu pengetahuan, pendirian sekolah unggul di setiap provinsi, peningkatan SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut, Wardiman menambahkan bahwa kehadiran sekolah unggul bukan untuk diskriminasi, melainkan untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki wawasan keunggulan.

Di lingkungan kementerian agama, definisi madrasah unggulan adalah madrasah program unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB 13

MODEL INOVASI PENDIDIKAN

ISLAM: Sekolah/Madrasah Unggulan,

ditunjang oleh akhlakul karimah. Sementara sekolah Islam unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.

1. Tipologi Sekolah/Madrasah Unggulan

Menurut Moedjirto (1999), dalam praktik di lapangan terdapat tiga tipe madrasah atau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada anak cerdas. Pada tipe seperti ini sekolah atau madrasah hanya menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademis yang tinggi. Meskipun proses belajar mengajar di lingkungan madrasah atau sekolah Islam tersebut tidak terlalu istimewa, tetapi input siswa yang unggul dan output-nya berkualitas.

Kedua, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada fasilitas. Sekolah Islam atau madrasah semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang serbalengkap dan memadai untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Tipe ini cenderung memasang tarif lebih tinggi daripada rata-rata sekolah atau madrasah pada umumnya. Untuk tingkat dasar, madrasah atau sekolah Islam unggulan di Kota Malang misalnya, rata-rata uang pangkalnya bisa sekitar lebih dari 5 hingga 10 juta. Biaya yang tinggi tersebut digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana serta sejumlah fasilitas penunjang lainnya.

Ketiga, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah/madrasah. Lembaga pendidikan dapat menerima dan mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk agak langka karena harus bekerja ekstrakeras untuk menghasilkan kualitas yang bagus.

2. Karakteristik Sekolah/Madrasah Unggulan

Menurut Djoyo Negoro (1998), ciri-ciri sekolah unggul adalah sekolah yang memiliki indikator, yaitu: (1) prestasi akademis dan

non-akademis di atas rata-rata sekolah yang ada di daerahnya; (2) sarana dan prasarana dan layanan yang lebih lengkap; (3) sistem pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang; (4) melakukan seleksi yang cukup ketat terhadap pendaftar; (5) mendapat animo yang besar dari masyarakat, yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah pendaftar dibandingkan dengan kapasitas kelas; (6) biaya sekolah lebih tinggi dari sekolah di sekitarnya (Ekosusilo, 2003: 41).

3. Dimensi Sekolah/Madrasah Unggulan

Dimensi keunggulan sebagai ciri sekolah unggulan sebagaimana yang ditegaskan oleh Depdikbud (1994) adalah sebagai berikut. a. Input terseleksi secara ketat dengan kriteria tertentu dan melalui

prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksudkan adalah:

(1) prestasi belajar superior dengan indikator angka rapor, nilai EBTANAS atau UPM murni dan hasil tes prestasi akademis; (2) skor psikotes yang meliputi inteligensi dan kreativitas; (3) tes fisik, jika diperlukan.

b. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.

c. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.

d. Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu, perlu disediakan intensif tambahan bagi guru berupa uang ataupun fasilitas lainnya, seperti perumahan.

e. Kurikulumnya diperkaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya. f. Kurun waktu belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Oleh karena itu, perlu asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan

menampung siswa dalam berbagai lokasi. Di kompleks asrama perlu ada sarana yang bisa menyalurkan minat dan bakat siswa, seperti perpustakaan, alat-alat olahraga, keseniaan, dan lain-lain yang diperlukan.

g. Proses belajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.

h. Sekolah unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah, tetapi harus memiliki resonansi sosial terhadap lingkungan sekitar.

i. Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan peluasan, pengajaran remidial, pelayanan, bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan disiplin (Depdikbud, 1994).

Departemen Agama sebagai salah satu pelaksana program pendidikan madrasah telah mengembangkan beberapa jenis madrasah unggulan, yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah Terbuka, Madrasah Model, Madrasah Aliyah Unggulan, dan Madrasah Aliyah Keterampilan. Pengembangan kelembagaan di lingkungan madrasah dan madrasah Islam tidak hanya berhenti pada beberapa jenis madrasah di atas, tetapi terus berkembang hingga saat ini. Wacana pengembangan madrasah terpadu dan bertaraf internasional yang saat ini banyak diminati merupakan bagian dari pengembangan lebih lanjut dari beberapa jenis lembaga pendidikan di atas.

4. Komponen Kriteria Sekolah/Madrasah Unggulan

Madrasah unggulan dimaksudkan sebagai center for excellence. Madrasah unggulan diproyeksikan sebagai wadah penampung putra-putri terbaik dari setiap daerah untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah lain. Dengan demikian, eksodus SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain dapat diperkecil, sekaligus menumbuhkan persaingan sehat antara daerah dalam menyiapkan SDM mereka.

Karena menjadi center for excellence anak-anak terbaik, kesempatan belajar di kedua jenis madrasah ini harus melalui proses

seleksi yang ketat dan dengan berbagai ketentuan lainnya. Madrasah ini diperkuat oleh keberadaan majelis madrasah yang juga memiliki peran penting dalam pengembangannya.

Secara lebih detail dapat dijelaskan pada tabel berikut.

N o . K o m p o n en P em en u h an

1 2 3

a. Maks im al 3 kelas untuk s etiap angkatan

b. Tiap kelas terdiri atas 25 s is w a

c. R as io guru kelas adalah 1: 25

d. D okum entas i perkem bangan s etiap s is w a m ulai MI s am pai PT

e. Trans paran dan akuntabel

a. Kepala m adras ah

- Minim al S-2 untuk MA, S-1 untuk MTs dan MI

- Pengalam an m inim al 5 tahun m enjadi kepala s ekolah di s ebuah m adras ah

- Mam pu berbahas a Arab dan/atau Inggris

- Lulus tes (fit & proper tes t )

- Sis tem kontrak 1 tahun

- Siap tinggal di kom pleks m adras ah

b. Guru

- Minim al S-1

- Spes ialis as i s es uai m ata pelajaran

- Pengalam an m engajar m inim al 5 tahun

- Mam pu berbahas a Arab dan/atau Inggris

- Lulus tes (fit & proper tes t )

- Sis tem kontrak 1 tahun

c. Tenaga lain

- Minim al S-1

- Spes ialis as i s es uai bidang tugas

d. Pengalam an m engelola m inim al 3 tahun

1. A spek A dministrasi

No. Komponen Pemenuhan

1 2 3

3. Aspek Kesiswaan a. Input

- Lima besar MTs (untuk MA) - Lima besar MI ( untuk MTs) - Mampu berbahasa Arab dan Inggris

- Lulus tes

b. Output

- Menguasai berbagai disiplin ilmu - Ada keahlian spesifik tertentu. - Mampu berbahasa dan menulis Arab serta Inggris secara benar - Terampil menulis dan berbicara (Indonesia).

- Siap bersaing untuk memasuki universitas/institute bermutu dalam dan luar negeri.

- Student centered leaning .

- Student inquiry.

- Kurikulum dikembangkan secara

lokal dengan melibatkan semua komponen madrasah, termasuk siswa.

- Bahasa pengantar Arab dan Inggris. - Bahasa pergaulan sehari-hari adalah Arab/Inggris.

- Sistem Drop-Out .

- Pendekatan belajar dengan

fleksibelitas tinggi dengan mengikuti perkembangan metode-metode pembelajaran terbaru.

- Perpustakaan yang memadai. - Laboratorium (Bahasa, IPA dan Matematika).

- Perkebunan/perkolaman sebagai laboratorium alam.

- Mushala

- Lapangan/Fasilitas olahraga (Bola kaki, basket dll.)

4. Aspek Kultur Belajar

5. Aspek Sarana Prasarana

(Sumber: Depag RI, 2004: 53-56)

5. Mutu Akademik: Kebijakan Sekolah/Madrasah Unggul

Salah satu sasaran kepemimpinan kepala sekolah untuk mewujudkan keunggulan mutu adalah membuat kebijakan operasional mutu akademis di sekolah. Di sini, kepemimpinan berfokus pada mutu menjadi pilihan para kepala sekolah dalam era kontemporer.

Kepala sekolah, sebagai kepala kantor di sekolah, bertanggung jawab terhadap proses yang akan membawa pengembangan suatu kebijakan sekolah yang sesuai, penggunaan informasi yang baik, metode yang baik bagi pengembangan sekolah unggul dan tanggung jawab staf untuk menjamin bahwa kebijakan sekolah diimplementasikan dalam cara yang memudahkan peluang kesempatan terbaik untuk berhasil.

Everard (2004: 22) menjelaskan bahwa kepemimpinan kepala sekolah efektif bermuara pada kemampuan untuk mempersiapkan guru dalam menjawab tantangan perubahan yang banyak memengaruhi organisasi sekolah maka kepala sekolah melakukan dengan baik praktik kepemimpinan transformasional bagi bawahannya, juga mengusahakan mendistribusikan kepemimpinan transaksional kepada semua level organisasi sekolah.

Kepemimpinan mengarah pada perubahan sekolah untuk menciptakan mutu akademis unggul adalah kepemimpinan transformatif kepala sekolah. Newstrom dan Davis (2002:163) menjelaskan kepemimpinan transformasional mencakup kegiatan menggerakkan sumber daya, termasuk sumber daya intelektual manusia karena perbedaan agenda, pemahaman, harapan, aspirasi memungkinkan konflik terjadi. Oleh karena itu, kepala sekolah harus menghindari pengabaian dan mempersiapkan perumusan misi sekolah atas semua guru untuk meratifikasi dan mengembangkan visi dan misi dengan jelas dari berbagai keraguan dan penuh keyakinan pikiran mengembangkan pikiran dalam diskusi. Kepala sekolah dapat melakukan pemberdayaan guru menciptakan proses membentuk/mengerjakan ulang visi atau misi sekolah.

Ada juga sebagian kepala sekolah yang mengandalkan perilaku kepemimpinan karismatik. Sikap dan perilaku pemimpin adalah kunci penentu kepemimpinan karismatik. Pemimpin karismatik memiliki kebutuhan kuat terhadap kekuasaan, percaya diri tinggi, dan kuatnya keyakinan dalam kepercayaan dan cita-cita.

Dalam dokumen Konsep Inovasi Pendidikan (Halaman 109-113)