• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETUK PALU 1X

29. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN

Bahwa terhadap permasalahan pertama, adanya

pencoblosan sebanyak dua kali oleh orang yang sama, telah dibantah oleh saksi Termohon bernama Saptono.

Saksi Saptono menegaskan bahwa di TPS 3 Desa Sungai Jering ada dua orang yang berbeda namun memiliki nama yang sama, yakni Sudirman. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Pemohon bernama Delfi, yang menyatakan bahwa dugaan pencoblosan dua kali oleh orang sama adalah atas nama Sudirman. Meskipun saksi Delfi mengaku telah menyatakan keberatan mengenai hal tersebut, namun pernyataan keberatan tidak dibuat secara tertulis, yaitu dengan mengisi Formulir Model C2-KWK. Faktanya, seluruh saksi pasangan calon, termasuk saksi Pemohon bernama Delfi, telah menandatangani Formulir Lampiran Model C1-KWK TPS 3 Desa Sungai Jering, Kecamatan Kuantan Tengah [vide bukti P-6, bukti TC-Kuantan Tengah-Sungai Jering-002, dan bukti PT-15]. Lagipula kesimpulan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi atas laporan Pemohon mengenai dugaan adanya pencoblosan dua kali oleh orang yang sama adalah tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu karena tidak cukup bukti. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

Bahwa terhadap permasalahan kedua, pencoblosan oleh anak di bawah umur, telah dibantah oleh saksi

Termohon bernama Saptono. Saksi Saptono

membenarkan bahwa memang ada seorang pemilih bernama Ratna yang membawa anaknya ke bilik suara di TPS 3 Desa Sungai Jering, namun hal itu sudah ditegur oleh pihaknya selaku Ketua KPPS, akan tetapi anak di bawah umur tersebut tetap tidak mau ditinggalkan oleh ibunya. Saksi Saptono menerangkan bahwa pihaknya hanya memberi satu surat suara kepada pemilih

tersebut. Terhadap permasalahan a quo, Mahkamah

berpendapat, Pemohon tidak menyertakan bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pencoblosan oleh anak di bawah umur sebagaimana didalilkan Pemohon. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi yang menyimpulkan bahwa terhadap dugaan adanya pencoblosan oleh anak di bawah umur a quo adalah tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu karena tidak cukup bukti. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

Bahwa terhadap permasalahan ketiga, mengenai

KWK) sebagaimana dalil Pemohon dan dikuatkan dengan keterangan saksi Pemohon bernama Delfi, yang melihat kurang lebih 50 lembar Formulir Model C6-KWK di laci petugas KPPS, juga telah dibantah oleh saksi Termohon yang bernama Saptono. Meskipun saksi Saptono mengakui bahwa terdapat 60 lembar Formulir Model C6-KWK yang tidak terdistribusikan, namun hal ini dikarenakan nama yang terdaftar dalam DPT tidak ditemukan. Saksi Saptono menyatakan pihaknya telah mengkonfirmasi hal tersebut kepada RT dan RW setempat, namun mereka juga tidak mengetahuinya. Berdasarkan fakta persidangan tersebut, Mahkamah berpendapat, tidak ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Termohon untuk tidak membagikan Formulir Model C6-KWK kepada pemilih yang terdaftar di DPT. Termohon telah melakukan upaya untuk membagikan Formulir Model C6-KWK tersebut kepada masyarakat meskipun tidak terdistribusi seluruhnya; Permasalahan mengenai tidak diterimanya Formulir Model C6-KWK oleh pemilih a quo, menurut Mahkamah juga bukanlah tanggung jawab Termohon sepenuhnya. Peran serta masyarakat, khususnya pemilih, tidak dapat dilepaskan dari permasalahan ini. Sebab, dibutuhkan kesadaran politik bersama, khususnya pemilih, untuk secara aktif mencari informasi dan berkomunikasi kepada Termohon sebagai penyelenggara. Jangan sampai pemilih bersikap pasif atau bahkan pasrah ketika hak politiknya dalam memberikan suara terhambat atau terhalangi, karena peraturan perundang-undangan telah memberikan landasan hukum yang jelas mengenai hal ini. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, menyatakan, “Apabila sampai dengan 3 (tiga) hari sebelum hari Pemungutan Suara terdapat Pemilih yang belum menerima formulir Model C6-KWK, Pemilih yang bersangkutan dapat meminta formulir Model C6-KWK kepada Ketua KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari Pemungutan Suara dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Paspor atau Identitas Lain”. Namun apabila sampai dengan hari Pemungutan Suara terdapat pemilih yang terdaftar dalam DPT dan DPTb-1 juga belum menerima Formulir Model C6-KWK,

Pemilih yang bersangkutan dapat memberikan suara di TPS dengan menunjukkan kartu tanda penduduk, kartu keluarga, paspor atau identitas lain. Ketentuan ini telah sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-X/2012 serta beberapa putusan perkara perselisihan hasil Pemilukada lainnya yang, antara lain, menegaskan bahwa pemilih dapat menggunakan hak suaranya dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Dalam hal ini, Pemohon juga tidak dapat membuktikan bahwa para pemilih yang tidak mendapatkan undangan memilih telah berusaha memintanya kepada Termohon atau telah mencoba menggunakan identitas lain (misalnya: KTP) namun ditolak oleh Termohon. Faktanya, berdasarkan kesaksian Saptono, di TPS tersebut terdapat pemilih yang menggunakan KTP atau identitas lain sebagaimana termuat pada kolom DPTb-2 sebanyak 19 pemilih [vide bukti TC-Kuantan Tengah-Sungai Jering-002 dan bukti PT-15]. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

Bahwa terhadap permasalahan keempat, yakni terkait penyelenggara yang tidak membagikan DPT kepada saksi Pemohon di TPS. Hal ini juga telah dibantah oleh saksi Termohon bernama Saptono. Menurut saksi Saptono, KPPS di TPS tersebut, in casu TPS 3 Desa Sungai Jering, telah membagikan DPT kepada salah satu saksi Pemohon. Ketika itu terdapat tiga saksi dari

Pemohon. Saksi pertama, tidak membawa mandat

sehingga tidak diberikan DPT. Kemudian terhadap saksi kedua, bernama Asnurman, pihaknya telah mencoba menyerahkan DPT, namun saksi tersebut tidak mau menerimanya dengan alasan tidak memerlukannya. Selanjutnya hadir saksi Delfi menggantikan saksi kedua tersebut hingga akhir proses pemungutan suara. Saksi

Pemohon yang bernama Asnurman kemudian

meninggalkan TPS dengan mencabut mandatnya untuk pindah ke TPS lain.

Menurut Mahkamah, keterangan saksi Termohon tersebut membuktikan bahwa meskipun benar DPT tidak dimiliki oleh saksi Pemohon, namun penyebabnya bukan karena secara sengaja tidak diserahkan oleh Termohon, akan tetapi DPT tersebut ditolak oleh saksi Pemohon sendiri. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan

dituangkan pada Formulir Model C2-KWK terhadap tidak dibagikannya DPT tersebut. Faktanya, seluruh saksi pasangan calon, termasuk saksi Pemohon bernama Delfi, telah menandatangani Formulir Lampiran Model C1-KWK TPS 3 Desa Sungai Jering, Kecamatan Kuantan Tengah [vide bukti P-6, bukti TC-Kuantan Tengah-Sungai Jering-002, dan bukti PT-15]. Lagipula, terhadap Laporan Nomor 19/LP/Pilkada/12/2015, tanggal 11 Desember 2015, mengenai dugaan pelanggaran tidak menerima salinan DPT, yang disimpulkan sebagai pelanggaran administratif oleh Panitia Pengawas Pemilihan telah diteruskan kepada Termohon dengan surat Nomor

217/Panwas-KS/12/2015 dan Termohon telah

menindaklanjutinya melalui surat Nomor 161/KPU-Kab-004.435177/XII/2015. Oleh karena tidak terdapat cukup bukti yang mendukung dalil Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

[3.13.6] Bahwa selanjutnya Pemohon mendalilkan telah terjadi pencoblosan dengan tidak menggunakan alat coblos (paku) yang disediakan, akan tetapi dilakukan dengan cara “mencongkel gambar mata” Pihak Terkait, yakni gambar mata dari Calon Wakil Bupati Nomor Urut 2. Di mana potongan gambar mata tersebut akan digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memilih Pihak Terkait. Tindakan ini, menurut Pemohon, dilakukan di bawah ancaman atau intimidasi. Para pemilih yang berstatus karyawan salah satu perusahaan swasta ini akan dikenai sanksi oleh atasannya jika tidak melakukan hal tersebut. Pemasalahan a quo, menurut Pemohon dalam permohonannya, terjadi di beberapa TPS sebagai berikut:

1. TPS 3 Desa Talontam, Kecamatan Benai; 2. TPS 1 Desa Siberakun, Kecamatan Benai;

3. TPS 3 Desa Pulau Kopung, Kecamatan Sentajo Raya; Permasalahan ini telah dilaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi dengan Laporan Nomor 43/LP/Pilkada/12/2015;

Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan bukti surat/tulisan bertanda P-30, P-70, P-75 sampai dengan P-83, P-497, P-511, dan P-518 serta ahli Prof. Dr. Saldi Isra S.H. M.P.A dan saksi bernama Muajir yang keterangan selengkapnya termuat pada bagian Duduk Perkara;

Bahwa Termohon membantah dalil Pemohon. Termohon menegaskan bahwa telah melakukan klarifikasi terhadap Ketua dan Anggota KPPS di tiga TPS a quo. Untuk TPS 3 Desa Talontam, Kecamatan Benai, tidak terjadi pencoblosan menggunakan alat coblos selain yang disediakan/surat suara yang dirobek. Hanya terdapat satu surat suara tidak sah, karena dicoblos pada gambar Pasangan Calon Nomor Urut 1 dan Pasangan Calon Nomor Urut 2. Sementara untuk TPS 1 Desa Siberakun, Kecamatan Benai, memang benar terdapat surat suara dicoblos dengan cara disobek (wajah paslon dibolongi seluruhnya) pada Pasangan Calon Nomor Urut 2 dan surat suara tersebut dianggap sah berdasarkan kesepakatan semua saksi dan masyarakat yang menyaksikan serta KPPS dan Pengawas TPS. Adapun untuk TPS 3 Desa Pulau Kopung, Kecamatan Sentajo Raya, terdapat dua surat suara yang dicoblos tidak menggunakan alat coblos, dan surat suara tersebut dinyatakan sebagai surat suara tidak sah;

Untuk membuktikan bantahannya, Termohon

mengajukan bukti surat/tulisan bertanda

TC-Benai-Talontam-004, TC-Benai-Talontam-005,

TC-Benai-Siberakun-006, TC-Sentajo Raya-Pulau Kopung-032, dan TC-Sentajo Raya-Pulau Kopung-033 serta saksi bernama Mardius Adi Saputra selaku Ketua PPK Kecamatan Sentajo Raya, yang keterangan selengkapnya termuat pada bagian Duduk Perkara;

Bahwa Pihak Terkait membantah dalil Pemohon. Menurut Pihak Terkait dalil Pemohon keliru dan tidak benar, karena proses pemilihan telah dilaksanakan sesuai prosedur dan masyarakat secara bebas dapat menggunakan haknya tanpa intimidasi dan dilakukan bersifat rahasia. Terbukti suara Pemohon tidak jauh berbeda dengan Pihak Terkait sehingga indikasi intimidasi dan ancaman tersebut tidak dapat dibuktikan; Untuk membuktikan bantahannya, Pihak Terkait mengajukan bukti surat/tulisan bertanda PT-12, PT-13, dan PT 28 serta saksi bernama Aprizal yang keterangan selengkapnya termuat pada bagian Duduk Perkara; Bahwa Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi, dalam keterangan tertulisnya, menyatakan

bahwa membenarkan adanya Laporan Nomor

43/LP/Pilkada/12/2015, tanggal 15 Desember 2015, dengan pelapor Masdar dan terlapor PPS Desa Pulau

PPS Desa Pembatang, dan Sumanijar, yang pada intinya melaporkan adanya intimidasi terhadap pemilih dan adanya pencoblosan dengan alat yang tidak disediakan oleh KPU. Terhadap laporan tersebut Pleno Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi menyimpulkan tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu karena tidak cukup bukti;

Untuk mendukung keterangannya, Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi mengajukan bukti surat/tulisan bertanda PK-49;

Bahwa terhadap dalil Pemohon a quo, Mahkamah

berpendapat keterangan saksi dan bukti yang diajukan Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intimidasi yang mengakibatkan seluruh atau sebagian besar pemilih memilih Pihak Terkait. Faktanya, pasangan calon selain Pihak Terkait tetap memperoleh suara. Bahkan di TPS 3 Desa Pulau Kopung, Kecamatan Sentajo Raya, Pemohon memperoleh suara paling banyak, yakni 270 suara, sedangkan Pihak Terkait memperoleh 19 suara dan Pasangan Calon Nomor Urut 3 sebanyak 60 suara [vide bukti P-30 dan bukti TC-Sentajo Raya-Pulau Kopung-033]. Sementara di TPS 1 Desa Siberakun, Kecamatan Benai, Pemohon memperoleh suara cukup banyak, yakni 114 suara meskipun tidak melebihi perolehan suara Pihak Terkait yang memperoleh sebanyak 127 suara [vide bukti TC-Benai-Siberakun-006]. Hal ini membuktikan bahwa pemilih tetap bebas memilih pasangan calon mana yang diinginkannya, karena perolehan suara terdistribusi secara wajar. Tidak terdapat kemenangan mutlak untuk Pihak Terkait;

Selain itu, berdasarkan keterangan saksi Pemohon bernama Muajir, tidak dapat dipastikan berapa jumlah pemilih yang diintimidasi dan melakukan pencoblosan dengan cara menyobek gambar mata Pihak Terkait pada saat pemungutan suara berlangsung. Faktanya, seluruh saksi pasangan calon menandatangani Lampiran Model C1-KWK dan tidak mengajukan keberatan tertulis yang dituangkan dalam Formulir Model C2-KWK [vide bukti TC- Benai-Talontam -004, bukti TC- Benai-Talontam 005, bukti TC-Benai-Siberakun-006, bukti TC-Sentajo Raya-Pulau Kopung-032, dan bukti TC-Sentajo Raya-Raya-Pulau Kopung-033]. Lagipula, Pleno Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi menyimpulkan bahwa laporan Pemohon tidak memenuhi unsur

pelanggaran Pemilu karena tidak cukup bukti [vide bukti PK-49];

Bahwa berdasarkan bukti dan fakta tersebut di atas, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

Dokumen terkait