• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi Ujian Terbuka Gelar Doktor

F

ungsi kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan, dalam rangka melindungi masyarakat melalui mekanisme peradilan berdasarkan atas hukum di dalam negara hukum yang demokratis. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan disertasi Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi yang berjudul “Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, terhadap Pengadilan Di Bawahnya dalam Perspektif Negara Hukum yang Demokratis” yang disampaikan saat Ujian Terbuka Program Doktor Ilmu Hukum, yang bertempat di Aula Gedung Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (17/3).

“Judul ini dilatarbelakangi oleh suatu keadaan pada tahun 90-an, terjadi dinamika politik nasional yang dikenal dengan istilah Reformasi, yang salah satu teriakannya adalah agar hukum itu bisa lebih independen dan imparsial,” jelas Fadlil.

Lebih lanjut, Fadlil mengatakan, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memperoleh potret desain hukum yang mengatur hubungan hukum dalam pelaksaan suatu fungsi kekuasaan kehakiman. Fadlil juga mengatakan bahwa pengadilan dalam perspektif negara hukum yang demokratis, merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan negara dalam rangka memberikan perlindungan hukum yang adil kepada masyarakat. Di

samping itu, dalam perspektif masyarakat, pengadilan merupakan pihak ketiga yang diberikan kekuasaan oleh masyarakat guna memberikan pelayanan keadilan kepada mereka dalam hal penyelesaian sengketa hukum. “Penyelesaian sengketa hukum yang adil, merupakan kepentingan masyarakat agar kehidupan masyarakat tertib dan adil,” tegas Fadlil.

Akhirnya, setelah memperhitungkan indeks prestasi, kuliah tatap muka, dan ujian akhir, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyelesaikan ujian program doktor nya dengan Predikat

cumlaude. Hasil ujian terbuka ini disampaikan oleh Sekretaris Sidang Ujian Promosi Prof.Dr.Ir. Sunarso, MS. Sementara itu, Promotor Disertasi Prof. Dr.Bagir Manan, S.H,MCL berpesan kepada Fadlil, bahwa gelar doktor adalah penghargaan pendidikan dalam jenjang tertinggi, karena itu penghargaan ini harus membawa konsekuensi, yaitu menjadi ilmuwan yang terpelajar dan memiliki kepribadian yang terpuji. Dikatakannya pula, sepatutnyalah penghargaan ini juga menjadi kebanggaan istri, anak-anak, dan seluruh keluarga. (Dedy/Dodi)

Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memaparkan disertasinya berjudul “Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi terhadap Pengadilan di Bawahnya dalam Perspektif Negara Hukum yang Demokratis” yang disampaikan saat Ujian Terbuka Program Doktor Ilmu Hukum, yang bertempat di Aula Gedung Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (17/3).

M. Alim: Keadilan Tidak Boleh Menyamaratakan

H

akim Konstitusi Muhammad Alim mengatakan banyak orang yang beranggapan hukum seperti keadilan, tetapi kadangkala hukum tersebut tidak adil terhadap masyarakat. Oleh karena itu, hukum bisa menyamaratakan suatu persoalan karena dia bersifat abstrak, tetapi berbeda dengan keadilan yang tidak boleh menyamaratakan suatu persoalan.

Pernyataan tersebut terungkap setelah ia menerima langsung rombongan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bandar Lampung, di Ruang Konpers, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (26/3). Rombongan yang berjumlah sekitar 72 orang tersebut datang ke MK adalah untuk mempersiapkan proses akhir dari perkuliahan yang mereka lakukan di bangku kuliah. “Oleh karena itu, tujuan kami datang kesini untuk mendapatkan informasi dan data-data terkait dengan tugas Mahkamah Konstitusi, serta bagaimana masalah-masalah yang ada di disini,” ucai H.M Siregar selaku dosen pembimbing, saat menguraikan keinginan dan maksud tujuan datang ke MK.

Di samping itu, Alim juga menjelaskan terkait dengan perubahan UUD 1945 sampai menyangkut proses

berdirinya MK. Dalam penjelasannya, ia mengatakan bahwa banyak sekali perubahan pasal-pasal yang ada di UUD 1945, terutama tentang HAM dalam Bab XA yang dilakukan setelah reformasi. Hal demikian bisa terbukti dari istilah lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara yang ada sebelum perubahan UUD 1945. Namun saat ini lembaga tersebut, lanjut Alim, hanya sebagai lembaga negara yang meliputi, Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dan BPK. Selanjutnya, Alim juga menjelaskan terkait dengan kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Ia mengakui bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, kemudian dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. “Tetapi hal tersebut hanya berlaku sebelum perubahan. Karena saat ini, kedaulatan tetap ditangan rakyat tetapi dilaksanakan menurut UUD 1945,” ujarnya.

Memasuki sesi tanya-jawab, ada puluhan mahasiswa yang mengacungkan tangan untuk bertanya ihwal proses kewenangan dan kewajiban MK yang dilakukan selama ini. Ada penanya yang menanyakan bagaimana mekanisme pemberitahuan sidang terhadap pihak- pihak yang berperkara di MK. Menanggapi hal tersebut, Alim menuturkan bahwa

semua alamat-alamat yang berperkara di persidangan sudah ada, sehingga MK hanya akan mengirim secara tertulis melalui PT. Pos Indonesia kepada alamat tersebut.

Kemudian penanya lain menanyakan berkenaan dengan latar belakang terbentuknya MK. Menurut Alim dalam keterangannya, mengatakan bahwa sebelum perubahan UUD 1945, Mahkamah Agung mempunyai kewenangan menguji peraturan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, bukan terhadap UUD 1945. Karena dahulu pada zaman kolonial Belanda sebuah UU tidak boleh diganggu gugat. Oleh karena itu, sambung Alim, para tokoh bangsa Indonesia setelah reformasi beranggapan bahwa UU yang dibuat oleh pemerintah tersebut tidak cocok dan adil terhadap masyarakat. “Sehingga oleh para pembentuk undang- undang dasar perlu untuk membentuk suatu lembaga yang diberi kewenangan untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,” tutur mantan hakim di Pengadilan Negeri Sinjai, Sulawesi Selatan itu.

Dengan demikian, kata Alim, para pembentuk UUD 1945 saat itu berpikiran perlu untuk membuat MK supaya UU yang dahulu tidak bisa diganggu gugat, sekarang bisa diuji sesuai dengan konstitusi. “Jadi paradigma kita yang dari Belanda yang Undang-Undang-nya tidak boleh diganggu gugat, lalu bisa berubah menjadi Undang-Undang yang bisa diuji di Mahkamah Konstitusi,” terang hakim konstitusi yang diusulkan Mahkamah Agung itu. (Shohibul Umam)

Hakim Konstitusi Muhammad Alim menyampaikan materi kepada Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bandar Lampung Lampung.

Sadar Budaya Pancasila dan Konstitusi bagi