• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN...

Latar Belakang...

Perumusan Masalah...

Tujuan Penelitian...

Kegunaan Penelitian...

TINJAUAN PUSTKA...

Televisi sebagai Media Komunikasi Massa...

Karakteristik Televisi...

Klasifikasi dan Penggolongan Acara Televisi...

Klasifikasi Acara Siaran...

Penggolongan Acara Siaran...

Khalayak Penonton Televisi...

Sinetron Sebagai Acara Hiburan di Televisi...

Sinetron Religius di Indonesia...

Khalayak Sinetron Religius...

Nilai-nilai Agama...

Dampak Siaran Televisi terhadap Khalayak...

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS...

Kerangka Pemikiran...

Hipotesis...

METODE PENELITIAN...

Lokasi dan Waktu Penelitian...

Desain Penelitian...

Populasi dan Sampel...

Data dan Instrumentasi...

Validitas dan Reabilitas Instrumen...

Definisi Operasional...

Pengumpulan Data...

Analisa Data...

HASIL DAN PEMBAHASAN...

vi

vii

viii

1

1

4

5

6

7

7

9

11

11

11

12

13

14

16

17

19

24

24

27

28

28

28

29

30

30

32

36

36

38

Pola Menonton Tayangan Sinetron Religius...

Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Menonton Tayangan Sinetron

Religius...

Karakteristik Individu...

Karaktersitik Sinetron Religius...

Kegiatan Pendalaman Keagamaan...

Pengaruh Pola Menonton Sinetron Religius terhadap Perilaku Beragama

Ibu Rumah Tangga Muslimah ...

Pengaruh Pola Menonton Sinetron Religius terhadap

Perilaku Beragama...

Pengaruh Kegiatan Pendalaman Keagamaan Ibu Rumah Tangga

Muslimah terhadap Perilaku Beragama...

KESIMPULAN DAN SARAN...

Kesimpulan...

Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

45

47

47

47

51

53

54

55

56

57

57

58

59

62

1.

Kerangka Pemikiran Pengaruh Tayangan Sinetron Religius Terhadap

1.

Data Populasi dan Sampel Responden...

2.

Gambaran Umum Masyarakat Desa Kedung Jaya dan Desa Tuk...

3.

Karakteristik Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di Desa Tuk

dan Desa Kedung Jaya ...

4.

Rataan Skor Penilaian Ibu Rumah Tangga terhadap Karakteristik Sinetron

Religius di Desa Kedung Jaya dan Desa Tuk...

5.

Rata-rata Kegiatan Keagamaan di Luar Keluarga Responden di Desa

Kedung Jaya dan Desa Tuk...

6.

Rataan Skor Pola Menonton Tayagan Sinetron Religius Berdasarkan Pola

Tingkah Laku dan Keberanian Mengambil Resiko di Desa Kedung Jaya

dan Desa Tuk...

7.

Rata-rata Pola Menonton Sinetron Religius Berdasarkan Jumlah Jam

Menonton, Frekuensi Menonton, dan Pilihan Acara yang ditonton di Desa

Kedung Jaya dan Desa Tuk ...

8.

Rataan Skor Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah di Desa

Kedung Jaya dan DesaTuk...

9.

Koefisien Korelasi antara Karakteristik Individu (XI) dengan Pola

Menonton Tayangan Sinetron Religius (YI)...

10.Hasil Analisis Chi-Square Karakteristik Individu dengan Pola Menonton

Sinetron Religius Berdasarkan Jenis Pekerjaan...

11.Koefisien Regresi Pengaruh Referensi Menonton (XI) terhadap Pola

Menonton Tayangan Sinetron Religius (YI)...

12.Koefisien Regresi Pengaruh Karaktersitik Sinetron Religius (X2) terhadap

Pola Menonton Tayangan Sinetron Religius (YI)...

13.Koefisien Regresi Pengaruh Kegiatan Pendalaman Keagamaan Ibu Rumah

Tangga Muslimah (X3) terhadap Pola Menonton Tayangan Sinetron

Religius (YI)...

14.Koefisien Regresi Pengaruh Pola Menonton Tayangan Sinetron Religius

(YI) terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah (Y2)...

15.Koefisien Regresi Pengaruh Kegiatan Pendalaman Keagamaan (X3)

terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah (Y2) ...

29

38

39

43

44

45

46

47

48

49

50

51

53

55

56

1.

Validitas dan Reabilitas Instrumen...

2.

Koefisien Korelasi antara Karakteristik Individu (XI) dengan Pola

Menonton Tayangan Sinetron Religius(YI)...

3.

Hasil Analisis Chi-Square Karakteristik Individu dengan Pola Menonton

Sinetron Religius Berdasarkan Jenis Pekerjaan...

4.

Koefisien Regresi Pengaruh Reperensi Menonton (XI) terhadap Pola

Menonton Tayangan Sinetron Religius (YI)...

5.

Koefisien Regresi Pengaruh Karaktersitik Sinetron Religius (X2) terhadap

Pola Menonton Sinetron Religius (YI)...

6.

Koefisien Regresi Pengaruh Kegiatan Pendalaman Keagamaan Ibu Rumah

Tangga Muslimah (X3) terhadap Pola Menonton Tayangan Sinetron

Religius (YI)...

7.

Koefisien Regresi Pengaruh Pola Menonton Tayangan Sinetron

Religius(YI) terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah di

Desa Kedung Jaya dan Desa Tuk (Y2)...

8.

Koefisien Regresi Pengaruh Kegiatan Pendalaman Keagamaan Ibu Rumah

Tangga Muslimah (X3) terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga

Muslimah di Desa Kedung Jaya dan di Desa Tuk (Y2)...

9. Kuesioner Penelitian...

62

65

66

68

71

73

76

78

80

PENDAHULUAN Latar Belakang

Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa. Televisi sebagai media yang muncul belakangan dibanding media cetak dan radio, ternyata dapat memberikan nilai yang luar biasa dalam sisi pergaulan hidup manusia.

Daya tarik televisi sedemikian besarnya, sehingga mampu merubah pola kehidupan rutinitas manusia dibanding sebelum muncul televisi. Media televisi menjadi panutan baru (news religius) bagi kehidupan manusia. Pada akhirnya, media televisi menjadi alat atau sarana untuk mencapai kehidupan manusia, baik untuk kepentingan politik maupun perdagangan, bahkan melakukan perubahan ideologi serta tatanan nilai budaya manusia yang sudah ada sejak lama. Bahkan siaran televisi telah digunakan dilingkungan pendidikan terbuka/jarak jauh untuk pendidikan persekolahan dan pendidikan luar sekolah. (Siahaan, 2005)

Televisi merupakan media komunikasi massa yang berhasil memikat lebih banyak khalayak dibandingkan dengan media massa lainnya dikarenakan televisi merupakan media massa yang mempunyai keunggulan karakteristik, yaitu mampu menyampaikan pesan secara audio dan visual (Effendy, 2000). Kemampuan televisi menguasai jarak secara geografis dan sosiologis, pemirsa dapat menikmati gambar dan suara yang nyata atas suatu kejadian dibeberapa belahan bumi. Kekuatan media televisi yaitu menguasai ruang, waktu dan jarak yang menjangkau sasaran massa cukup besar, nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat, dan daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambar yang bergerak (ekspresif).

Kekurangan televisi adalah, karena bersifat “transitory” maka isi pesannya diterima sekilas, tidak bisa diulang oleh Pemirsa. Media televisi terikat oleh waktu tontonan. Dibandingkan dengan media cetak dan radio, televisi mempunyai tingkat kerumitan yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Penguasaan

teknologi satelit, teknologi elektronika, pengetahuan tentang penyutradaraan serta permainan (trik-trik) dalam menayangkan gambar di kamera. (Kuswandi,1996)

Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah secara geografis. (McQuail, 1996) menambahkan bahwa siaran televisi dapat pula berperan hanya sekedar memperlancar perubahan, mencegah perubahan atau bahkan tidak menimbulkan perubahan sama sekali. Siaran televisi dapat menimbulkan dampak terhadap khalayak, baik yang bersifat kognisi (berkaitan dengan pengetahuan dan opini), atau afeksi (berkaitan dengan sikap dan perasaan) maupun tindakan atau perubahan perilaku.

Berdasarkan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan dapat diinterpretasikan secara berbeda- beda menurut persepsi pemirsa dan dampak yang ditimbulkan juga beraneka macam. Hal tersebut terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi.

Salah satu program hiburan yang terkenal adalah acara sinetron religius yang disiarkan oleh beberapa stasiun televisi swasta setiap hari, dari pagi hingga malam hari. Tema-tema agama yang digagas oleh sinetron "Rahasia Ilahi" dan "Takdir Ilahi" di TPI ternyata mampu menjadi kontributor terbesar yang mendongkrak posisi TPI dari tujuh besar ke posisi tertinggi. Sinetron Rahasia Ilahi sempat meraih rating tertinggi share 15,8% berada di urutan pertama, berdasarkan survei AC Nielsen. Di luar perkiraan, sinetron religius yang sebelumnya diragukan dan dianggap sulit bersaing, ternyata mampu menggeser sinetron gemerlap yang belakangan mendominasi layar kaca. Ngabalin (http://www.kpi.go.id)

Sinetron religius pertama yang menduduki peringkat pertama, di luar Ramadhan ini mengembangkan fenomena me too product acara yang serupa dari televisi-televisi swasta di Tanah air seperti "Hidayah" di Trans TV, "Pintu Hidayah" dan "Kusebut nama-Mu" di RCTI, "Tawakal" dan "Titipan llahi" di Indosiar, "Sebuah Kesaksian", "Azab Ilahi", dan "Pada-Mu Ya Rabb" di Lativi,

"Jalan Kebenaran" dan "Astagfirullah" di SCTV, dan "Titik Nadir" di TV7 yang pada akhirnya banyak yang mengarah pada mistis, dan awal 2007 Trans TV memproduksi sinetron hikayah dan hikayat.

Antusiasme sambutan khalayak menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Perubahan "selera" ini mendapatkan apresiasi positif di kalangan Islam. Menurut Yusanto dalam Nurdiansyah (2005), sambutan pemirsa yang membanjir, membuktikan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan tayangan televisi selama ini, sehingga memberikan hawa baru kepada pemirsa. Selain itu menurut Jeffry dalam Nurdiansyah (2005), bermunculan sinetron Islami dapat memberikan dampak positif untuk menjadi penyeimbang bagi tontonan sejenis yang lebih menekankan sisi hura-hura dan glamour. Kebutuhan akan keseimbangan rohani dalam diri manusia sangatlah manusiawi, selain itu dinilai perlu adanya badan syariah yang mengontrol maraknya sinetron Islami.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkeinginan memberi penghargaan pada televisi yang menayangkan acara-acara keagamaan, meskipun masih dalam pembahasan internal. Salah satu anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera yaitu Hilman Rasyad, merasa belum puas dengan acara yang ada, sebab unsur-unsur mistik masih selalu hadir dalam tiap episode sinetron, akan tetapi sifat mistik tersebut belum sampai taraf menyesatkan atau "hanya bersifat meramaikan,” karena mengangkat tema pertobatan atau nasihat terhadap keserakahan, pendekatan sinetron religius sangat berbeda dengan acara mistik seperti ''Dunia Lain'' (TransTV) atau ''Memburu Hantu'' (Lativi).

Penilaian berbeda disampaikan Mulyana dalam Khudori et al (2005), sebagai Pengamat komunikasi dari Universitas Padjadjaran Bandung. Mulyana menilai, meskipun ada unsur pendidikannya, sinetron religius lebih menonjolkan sisi hiburannya, salah satunya menunjuk eksploitasi berlebihan hal-hal klenik, seperti sosok makhluk berpocong yang bangkit dari kuburan. Mulayana tidak menyangkal hal yang gaib itu memang ada, akan tetapi karena kurangnya kreativitas, eksploitasi klenik itu menjadi biasa-biasa saja.

Layaknya acara hiburan, terikat hukum ekonomi dan hukum pasar yang tidak lepas dari rating. Apa yang terjadi sifatnya sesaat. Ketika jenuh, sinetron tersebut akan ditinggalkan pemirsa. Hukum pasar terjadi. Membanjirnya sinetron religius membuat pemirsa televisi tersebar. Jumlah penonton di setiap stasiun televisi pun menurun. Menurut Mulyana, agar tidak terjun bebas, produsen acara harus menayangkan hal-hal yang alamiah dan menghindari eksploitasi. Harus menarik dengan disertai bobot pendidikan yang kental.

Televisi merupakan produk tekhnologi audio visual sangat dekat dengan kehidupan masyarakat dewasa ini. Televisi hadir di tengah keluarga memberikan kontribusi yang besar terhadap kebutuhan informasi, hiburan dan pendidikan. Televisi menarik perhatian bagi orang-orang yang paling sering berada di rumah, yaitu salah satunya adalah Ibu rumah tangga. Kaum Ibu dalam keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya sejak dalam kandungan, disaat bayi, massa anak-anak, hingga dewasa. (Anwas, 2005),

Dengan demikian, maka perlu kiranya mengetahui bagaimana dan sejauh mana pengaruh tayangan sinetron religius terhadap perilaku beragama Ibu rumah tangga muslimah, sehingga televisi yang umumnya dianggap sebagai media keluarga cukup berarti bagi khalayak sasarannya.

Rumusan Masalah

Berbagai macam acara televisi selalu hadir di hadapan pemirsa seperti jenis musik, film, drama, maupun informasi kasus. Hal tersebut akan mempengaruhi konsep diri pemirsa untuk berbuat sesuatu sesuai keinginan yang berasal dari informasi tayangan televisi tersebut. Keberadaan berbagai macam acara ini juga akan mempengaruhi pemirsa untuk membuka dirinya dalam menerima nilai-nilai budaya dan moral yang ditayangkan acara televisi.

Rangsangan yang ditimbulkan oleh televisi melalui program-programnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan media cetak. Pada televisi gambar- gambarnya bersifat audio visual dan moving, sedangkan media cetak bersifat statis. Makin besar daya pikat atau rangsangan yang ditimbulkan, makin dalam pula dampak yang ditimbulkan. Artinya, kita akan sering teringat dan membayangkannya.

Terlepas apakah media televisi berdampak positif atau negatif, beberapa acara televisi secara nyata telah membentuk pola kehidupan masyarakat terhadap berbagai macam informasi yang disajikan. Konsep diri pemirsa setelah menyaksikan tayangan acara televisi, jelas menentukan seberapa jauh media televisi itu mempunyai dampak yang menyentuh aspek kepribadian pemirsa secara emosional, intelektual maupun sosial.

Sinetron religius bisa memberikan peluang untuk terjadinya peniruan perilaku apakah itu positif atau negatif. Perilaku dipahami sebagai perwujudan dari proses psikologis yang merentang dari persepsi sampai sikap. Suatu rangsangan dalam bentuk sinetron dipersepsi kemudian dimaknai berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Jika tayangan tersebut sesuai, rangsangan itu akan dihayati yang menyebabkan pembentukan sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot dan warna kepada pelaku. Oleh sebab itu, sikap diartikan sebagai kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja saja yang berpengaruh terhadap pola menonton tayangan sinetron religius?.

2. Seberapa jauh perilaku beragama Ibu rumah tangga muslimah dipengaruhi oleh pola menonton tayangan sinetron religius dan kegiatan pendalaaman keagamaan?.

Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang ada, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola menonton tayangan sinetron religius.

2. Untuk mengetahui seberapa jauh perilaku beragama Ibu rumah tangga muslimah dipengaruhi oleh pola menonton tayangan sinetron religius dan kegiatan pendalaman keagamaan.

Kegunaan Penelitian

Dari hasil Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut :

1. Memperkaya penelitian bidang komunikasi dalam kajian media massa. 2. Memberikan kontribusi kepada perencana kebijakan program televisi untuk

dapat mendesain paket program sinetron yang bermanfaat dan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

3. Memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya Ibu Rumah Tangga Muslimah dalam menikmati tayangan sinetron yang ada di televisi.

TINJAUAN PUSTAKA

Televisi sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi berasal dari kata, yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (videra bahasa latin) yang berarti penglihatan. Kata Visi dalam bahasa Inggris diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi oleh suatu tempat (studio televisi yang dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima (televisi set). Sistem transmisi/pancaran gambar dan suara yang dihasilkan kamera elektronik, dan selanjutnya ditransmisikan melalui pemancar. Televisi bermula ditemukannya electrische teleskop oleh mahasiswa Jerman yang bernama Paul Nipkov yang dijuluki ”bapak” televisi untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ketempat lainnya. (Kuswandi, 1996).

Media massa merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa, yang secara sederhana dapat memberikan pengertian sabagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak kepada khalayak banyak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat. (Effendy, 2000)

Media massa sering dibedakan menjadi media massa tampak (visual), dan media massa berbentuk dengar (radio), dan media massa berbentuk gabungan tampak dengan (audio-visual). Media massa bentuk tampak umumnya dikerjakan dengan mesin cetak, maka disebut juga media massa cetak, atau media cetak, meliputi koran, brosur, selebaran, majalah, buletin, tabloid dan buku. Media massa bentuk dengar meliputi semua alat mekanis yang menghasilkan lambang suara termasuk musik, seperti radio dan kaset. Media massa bentuk gabungan tampak dan dengar (Audio-Visual) meliputi televisi, kaset musik video dan film. Radio, televisi dan Film pada dasarnya bekerja dengan elektronik sehingga disebut media elektronik (Effendy, 1994).

Teori komunikasi massa yaitu (1) teori peluru atau jarum hipodermik, mengasumsikan bahwa media massa memiliki kekuatan perkasa, dan komunikan dianggap pasif. Komponen-komponen komunikasi memiliki dominasi yang tinggi dalam mempengaruhi komunikan, seakan-akan

komunikasi disuntikan langsung ke dalam jiwa komunikan sehingga pesan- pesan persuasif mengubah sistem psikologis komunikan; (2) teori arus banyak tahap, sebagian besar orang menerima efek media dari tangan kedua yaitu opinion leader (para pemuka pendapat); (3) teori proses selektif, penerima pesan media cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif); (4) teori pembelajaran sosial, menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang dilihat di televisi melalui proses pembelajaran hasil pengamatan; (5) teori difusi inovasi, penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru; dan (6) teori kultivasi, teori yang berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra yang tidak konsisten dengan kenyataan. (Ardianto dan Erdinaya, 2004)

Televisi mempunyai fungsi untuk menyebarkan informasi, baik informatif maupun sosial, bahkan sebagai sumber inspirasi tentang bagaimana memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Hal ini sejalan dengan paradigma media massa yang menyatakan bahwa media massa berfungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), dalam memberikan informasi, memotivasi dan menggerakkan masyarakat, agar tidak hanya mengerti arti pembangunan, namun juga mendukung dan berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sedang berlangsung. Oleh karena itu televisi hampir tidak memiliki tandingan, antara lain efektivitas penyebarannya, pesona gambar dan suaranya serta kemampuan komunikatif yang sempurna (Efendy, 1994). Selain itu, media televisi merupakan media yang memiliki kelebihan visualisasi yang menarik perhatian individu dan dapat menjangkau khalayak yang lebih banyak jika dibandingkan dengan media massa lainnya.

Black dan Whitney dalam (Nuruddin, 2003) mengungkapkan bahwa fungsi komunikasi massa adalah :

1. To inform (menginformasikan)

Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi adalah melalui berita-berita, baik berita yang bersifat aktual maupun hiburan. 2. To entertain (memberi hiburan)

Fungsi hiburan bagi media massa khususnya televisi mendukung posisinya pada tingkat yang paling tinggi, karena didukung oleh masyarakat yang

telah menjadikan televisi sebagai media hiburan. Dalam sebuah keluarga, televisi bisa sebagai perekat keintiman keluarga, maka jangan heran jika jam-jam prime time (jam 19.00 sampai 21.00) biasanya akan disajikan acara-acara hiburan seperti sinetron, kuis atau acara jenaka lainnya.

3. To persuade (membujuk)

Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan lebih jeli ternyata terdapat fungsi persuasi. Tulisan pada tajuk rencana, artikel dan surat pembaca adalah contoh tulisan persuasi.

4. Transmission of the culture (transmisi budaya)

Transmisi budaya mengambil tempat dalam dua tingkatan yaitu kontemporer dan histories. Di dalam kontemporer media memperkuat konsensus nilai masyarakat dengan selalu memperkenalkan bibit perubahan secara terus menerus. Secara historis, manusia telah dapat melewati atau menambah pengalaman baru untuk membimbingnya ke masa depan.

Karakteristik Televisi

Televisi merupakan paduan audio dari dua bagian yang berbeda yaitu audio segi penyiarannya (broadcast) dan video dari segi gambar bergeraknya (moving images). (Effendy, 1993), Ditinjau dari stimulasi alat indera, maka karakteristik televisi menurut Ardianto, et.al (2004) adalah sebagai berikut :

1. Audio Visual

Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat di dengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Jadi, khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting dari pada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis.

2. Berpikir dalam Gambar

Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture).

Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi, pengarah acara harus berusaha menunjukkan obyek-obyek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Obyek tersebut bisa manusia, benda, kegiatan dan lain sebagainya.(Effendy, 1994)

Tahap kedua adalah penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

3. Pengoperasian Lebih Kompleks

Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Dalam melakukan siaran, televisi memerlukan tiga perangkat keras (hard ware) utama, yaitu studio (sarana dan prasarana penunjang), Pemancar (transmisi) dan pesawat penerima.

Secara teknis proses penyiaran televisi dimulai dari penciptaan gambar proyeksi yang terbentuk melalui system lensa pada kamera. Gambar diubah menjadi gelombang electromagnet (sinyal listrik) di dalam tabung pengambil gambar (Charge Couple Devise). Selanjutnya suara (audio) pendukung gambar (visual) diubah menjadi sinyal listrik di dalam mike (microphone). Kedua jenis sinyal tersebut disalurkan dengan kawat ke pesawat televisi melalui antena. Di dalam pesawat televisi, sinyal listrik tadi diubah kembali menjadi gambar proyek dan suara. (Wahyudi, 1996),

Untuk menayangkan acara siaran berita dapat melibatkan 10 orang karyawan. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemadu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain.

Klasifikasi dan Penggolongan Acara televisi

Adanya beberapa Stasiun Penyiaran Televisi Swasta (SPTS) yang dapat diterima oleh pesawat televisi khalayak, memberikan alternatif untuk memilih acara televisi yang disukai. Ada beragam program acara yang disiarkan televisi. Dengan adanya keragaman tersebut maka ada pengklasifikasian acara siaran dan penggolongan acara siaran.

Klasifikasi Acara Siaran.

Dalam penjelasan pasal 39 ayat 1 UU penyiran tahun Tahun 1997 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”klasifikasi acara siaran” adalah pengelompokan acara siaran berdasarkan isi siaran yang dikaitkan dengan usia dan khalayak sasaran. Klasifikasi acara siaran dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari hal-hal negatif yang mungkin ditimbulkan oleh siaran dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memilih acara siaran. Pasal 39 ayat 2 menambahkan bahwa dalam klasifikasi acara siaran dicantumkan kode kelayakan tontonan berdasarkan tingkat kekerasan, pornografi, dan kekasatan bahasa dikaitkan dengan kelompok usia pemirsa, yang terdiri dari (1) layak untuk anak, (2) perlu didampingi orang tua, (3) umum/semua umur, (4) hanya untuk orang dewasa, dan (5) terbatas.

Pengolongan Acara Siaran

Dijelaskan dalam pasal 46 ayat 2 adalah pengelompokan acara siaran berdasarkan jenisnya meliputi siaran berita, informasi dan penerangan, siaran olah raga dan hiburan, siaran pendidikan dan kebudayaan, siaran iklan, serta siaran agama. Untuk setiap jenis acara siaran, dijelaskan tujuan dan maksudnya dengan mengacu kepada latar belakang kebiasaan masyarakat pada umumnya serta keperluan dan keinginan khalayak sasaran.

Ayat 3 menyebutkan, waktu untuk menyiarkan suatu mata acara merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap lembaga penyiaran dengan mengacu pada kebiasaan masyarakat pendengar atau pemirsa berdasarkan umur. Sesuai dengan fungsi sosialnya, lembaga penyiaran perlu

memperhatikan dengan seksama keperluan lain masyarakat agar tidak mengganggu keseimbangan kehidupan mereka sehari-hari. Demikian pula mata acara untuk anak-anak perlu disiarkan pada jam-jam yang sesuai. Dalam

Dokumen terkait