• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Tanaman Sawi Caisim

5. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Sawi Caisim

Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman sawi caisim adalah :  Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn)

Ciri-ciri : imago aktif terbang pada senja atau malam hari, tubuhnya berwarna keabu-abuan dan sayapnya berwarna kelabu dengan tanda hitam sampai coklat. Ulat berwarna hitam atau hitam keabu-abuan, aktif merusak tanaman pada malam hari dan

kadang-kadang bersifat pemangsa diantara sesama jenis (kanibal), lama daur hidup hama ini 6-8 minggu.

Tanaman inang utama adalah famili Cruciferae, juga tomat serta berbagai jenis sayuran lainnya, karena bersifat pemangsa (pemakan) segala jenis tanaman sayur (polifag). Menyerang hebat di musim kemarau.

Gejala serangan ulat tanah : tanaman atau tangkai daun menjadi rebah karena dipotong pada pangkalnya.

Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara non-kimiawi ataupun kimiawi. Pengendalian secara non-kimiawi adalah mengumpulkan ulat tanah dan membunuhnya langsung, serta menjaga kebersihan lahan atau kebun dari rumput liar dan sisa- sisa tanaman agar tidak menjadi sarang hama tersebut. cara kimiawi adalah menggunakan pestisida yang efektif (mangkus), antara lain insektisida yang mengandung bahan aktif Tri-klorfor misalnya Dipterex 95 SP, dengan dosis sesuai dengan anjuran yang tertera pada kemasan (Rukmana, 1994).

 Ulat Plutella (Plutella xylostella L.)

Ciri-ciri : imagonya berwarna ngengat kecil berwarna coklat kelabu. Pada sayap depan terdapat tanda “tiga berlian” yang berupa gelombang (undulasi). Warna tiga berlian pada betina lebih gelap dibandingkan ngengat jantan. Lama siklus hidup

hama ini ± 21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam hari. Stadium hama yang palung membahayakan adalah larva (ulat). Larva ini terdiri atas tiga instar, ukuran yang paling besar sebesar 1 cm.

Tanaman inang utama hama Plutella adalah tanaman kubis- kubisan seperti petsai, sawi, kobis-krop, kubis-bunga, brocoli, dan lain-lain.

Gejala serangannya : daun berlubang-lubang kecil dan jika serangan berat tinggal tulang-tulang daunnya saja. Bila ulat Plutella tersentuh, akan menggeliat dan menjatuhkan diri dengan alat bantu benang sutra yang dibentuknya. Serangan yang berat dan hebat biasanya terjadi pada musim kemarau.

Pengendalian non-kimiawi terdapat hama ini dapat dilakukan secara kultur teknik (pergiliran tanaman yang bukan sefamili

Cruciferae), pengendalian secara hayati (biologi) dengan melepaskan predator atau parasitoid seperti Diadegma eucerophaga, Cotesia plutella Kurdj, dan Diagnema simeclausum. Pada pengendalian kimiawi menggunakan insektisida selektif (insektisida mikroba) seperti Dipel, Thuricide, Bactospeine, Delfin, Florbac, Centari atau Agrimec (Rukmana, 2007).

 Ulat Jengkal (Chysodeixis chalcites Esp dan C. orichalcea L.) Ciri-ciri : ngengat berwarna gelap dan berwarna bintik-bintik keemasan berbentuk “Y” pada sayap depan. Telurnya berukuran kecil berwarna keputih-putihan dan diletakkan secara tunggal ataupun berkelompok pada daun tanaman inang. Ulat (larva) berwarna hijau dan garis-garis putih disisinya. Ciri khas ulat jengkal adalah cara jalannya seperti sedang menjengkal. Daur hidup hama ini dari telur menjadi kupuu-kupu berlangsung selama 18-24 hari.

Tanaman inang utama hama ini adalah famili Cruciferae, dan juga tanaman sayuran lainnya karena bersifat polifag.

Gejala serangannya : daun sawi menjadi rusak berlubang- lubang, sehingga dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi.

Pengendalian non-kimiawi terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara penanaman yang serempak , dan melakukan pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili Cruciferae (Brassicaceae). Sedangkan pengendalian kimiawi dapat menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif Profenopos, misalnya : Curacron 500 EC atau Deltametrin, seperti : Decis 2,5 EC yang dosis penyemprotannya sesuai dengan anjuran pada kemasan (Rukmana, 1994).

b. Penyakit Pada Tanaman Caisim

Penyakit utama yang menyerang tanaman sawi adalah :  Bercak Daun (Alternaria brassicae (Berk.) Sacc)

Penyebabnya adalah cendawan, yang terdapat terbawa oleh biji dan dapat tertinggal pada sisa-sisa tanaman.

Gejala serangan penyakit ini adalah pada daun terdapat bercak- bercak berwarna hitam kelabu-gelap yang meluas dengan cepat, lambat laun membentuk bercak bulat bergaris tengah ± 1 cm. Pada kondisi lingkungan yang lembab, jamur ini tampak seperti bulu-bulu halus kebiru-biruan di pusat bercak dan terdapat cincin sepusat dalam bercak tersebut. Bila bercak-bercak berwarna hitam (gelap) maka penyebabnya adalah A. brasicicola (Schw.) Wiltsh.

Pengendalian non-kimiawi terhadap penyakit ini antara lain melakukan perendaman benih sawi dalam air panas 500 C selama 30 menit sebelum disemaikan. Sedangkan pengendalian kimiawi dapat disemprotkan dengan fungisida yang mengandung bahan aktif Benomil atau Mankozeb, seperti Benlate dan Delsene MX 200 (Rukmana, 1994).

 Busuk Hitam (Xanthomonas campestris Down)

Penyebab (patogen) penyakit ini adalah bakteri yang mampu bertahan hidup pada biji kubis-kubisan, tanah, tanaman inang maupun sisa-sisa makanan yang sakit.

Gejala serangannya : diawali dengan infeksi pada pori-pori air (hidapoda) dalam ujung-ujung tepi daun, kemudian menyebabkan tepi daun berubah warna menjadi hijau menjadi kuning (klorosis) yang meluas ke beberapa bagian tengah daun. pada tulang daun terlihat garis kehitaman, kemudian meluas pada bagian pelepah daun dan batang, akhirnya daun menjadi luruh (rontok). Penyakit ini dapat menyebabkan busuk kering bila serangannya terjadi dalam keadaan lembab, dan karena serangan jasad sekunder dapat berubah menjadi busuk basah serta mengeluarkan bau yang tidak enak.

Pengendalian non-kimiawi terhadap penyakit ini adalah mencabut tanaman yang terserang berat, kemudian dimusnahkan. Pengendalian kimiawi dapat disemprotkan dengan fungisida yang efektif (mangkus) antara lain yang mengandung bahan aktif Kaptofol, Propineb, Mankozeb, dan Maneb (Rukmana, 1994).

 Busuk Lunal Erwinia carotovora (Jones) Holland atau E. carotorova pv. Carotovora (jones) Dye

Penyebab (patogen) penyakit ini adalah bakteri yang mempunyai sifat dapat mempertahankan diri dalam tanah dan sisa-sisa tanaman.

Gejala serangannya : terjadi bercak busuk basah berwarna coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, maupun kepala telur (krop). Bercak membesar dan mengendap (melekuk) bentuknya tidak teratur. Bila keadaan lingkungan (iklim) lembab dan suhu udara relatif tinggi , tingkat serangan penyakit meningkat dan bercak- bercaknya menjadi warna krem atau kecoklatan seta agak berbutir-butir halus.

Serangan berat biasanya terjadi pada pertanaman sawi di musim hujan, namun di musim kemarau pun, kadang-kadang terjadi serangan memfatal. Untuk mengurangi serangan penyakit ini, cara pengendalian non-kimiawi antara lain memperbaiki drainase tanah, yakni dengan cara memperdalam selokan ± 40 cm, dan mencabut tanaman yang terserang untuk secepatnya dimusnahkan (Rukmana, 1994).

 Akar Pekuk (Plasmodiophora brassica Wor)

Penyebab penyakit ini adalah cendawan yang dapat hidup sebagai saprofit dalam tanah, dan menular (menyebar) melalui

bantuan air (irigasi), alat-alat pertanian, bibit tanaman, binatang, tanaman inang (famili Cruciferae).

Gejala serangannya dapat diamati pada bagian akar bawah permukaan tanah maupun tanaman di atas permukaan tanah. Pada akar tanaman yang terserang biasanya terjadi pembengkakan yang bentuk dan ukurannya tidak beraturan mirip gada. Tanaman di atas permukaan tanah tampak layu, terutama pada siang hari. Meskipun pada malam harinya segar kembali, namaun lambat laun pertumbuhan menjadi kerdil dan akhirnya akan mati.

Pengendalian penyakit akar pekuk dapat dilakukan secara terpadu, yaitu meliputi : perlakuan perendaman benih dengan larutan ekstrak umbi ataupun daun bawang putih 8% selama 2 jam, sterilisasi media semai dengan cara di kukus atau menggunakan fungisida, pengapuran tanah dengan bahan kapur pertanian (Kaptan, Dolomit, Zeloit/Zeagro, dll), sebanyak 2-4 ton/hektar pada 15-30 hari sebelum tanam (Rukmana, 1994).

 Rebah Semai atau Rebah Kecambah (damfing off)

Penyebabnya adalah cendawan Rhizoctonia solani Ikuhn dan Phytium sp.

Gejala serangan penyakit ini adalah bibit di persemaian hipokotilnya tampak luka kebasah-basahan, batang dekat

permukaan tanah bercak-bercak berwarna coklat sampai hitam dan mengecil, sehingga bibit menjadi rebah.

Pengendaliannya adalah menggunakan persemaian yang bebas patogen penyakit tersebut, dan juga melakukan sterilisasi media persemaian (Rukmana, 1994).

Dokumen terkait