• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan dan Strategi Penyelesaian dalam Pelaksanaan Diversi

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI POLRESTA MEDAN

D. Hambatan dan Strategi Penyelesaian dalam Pelaksanaan Diversi

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk

menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana.227 Seorang anggota Kepolisian

yang sedang melaksanakan tugasnya dituntut agar mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak agar tidak terdapat petugas yang melakukan tindakan yang

salah.228 Penyidik anak dalam pelaksanaan diversi di Polresta Medan tidak

menetapkan kriteria khusus yang diterapkan kepada penyidik anak,229

226 Ibid.

227

Randall G. Shelden, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation, (Washington: U,S Department of Justice, 1997), hal 1. Dikutip dari Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit hal 11.

228 Djoko Prakoso, Op. Cit, hal. 189

229 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 10.30 WIB.

hal ini dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan diversi. Jika, penyidik tersebut tidak dibekali sebagai penyidik anak maka penyidik yang dalam hal ini merupakan fasilitator tidak anak berperan aktif dalam mengupayakan keberhasilan diversi tersebut. Seharusnya ada pembekalan yang dilakukan Polresta Medan terhadap penyidik yang akan menjadi penyidik anak.

Tidak hadirnya salah satu pihak yang diundang untuk musyawarah diversi menjadi hambatan yang terjadi dalam proses diversi di Polresta Medan. Pihak yang sering tidak hadir adalah pihak dari korban yang merasa proses diversi memberikan keringanan untuk tersangka yang telah memberikan kerugian bagi pihak korban. Jika hal ini terjadi, pihak Polresta Medan akan mengirimkan undangan kedua kalinya untuk pemberitahuan pelaksanaan musyawarah diversi. Namun, apabila pada panggilan kedua tersebut pihak korban juga tidak hadir, maka musyawarah diversi tidak dilakukan. Seperti yang diatur dalam Pasal 13 UU No. 11 Tahun 2012, proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:

c. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau

d. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.230

Musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan seperti yang terjadi dalam musyawarah diversi atas nama terlapor/tersangka DG dalam perkara tindak pidana pencabulan. Musyawarah diversi tersebut tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan alasan bahwa keluarga korban masih belum terima dengan perbuatan

pencabulan yang telah dilakukan DG terhadap korban.231

Menurut Pusat kajian Perlindugan Anak (PKPA) Medan sebagai pihak pendamping melihat bahwa penyidik anak sebagai fasilitator masih bingung atau tidak paham mengenai pelaksanaan diversi, serta tidak adanya kata pemaaf dari pihak

230 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

231

korban serta kompensasi yang tidak seimbang menjadi faktor gagalnya musyawarah

diversi.232

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

Keberhasilan musyawarah diversi di Polresta Medan terjadi karena adanya kesepakatan, seperti yang tertera dalam pasal 11 UU No. 11 tahun 2012 hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.233

Terdapat pula kesepakatan lain yang timbul dalam keberhasilan musyawarah diversi, seperti dalam diversi terhadap RN sebagai tersangka/terlapor yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak. Hasil yang diraih dalam musyawarah tersebut, yakni:

1. Terlapor meminta maaf secara kekeluargaan ke rumah pihak pelapor/korban.

2. Terlapor membuat surat pernyataan bahwa tidak anak mengulangi perbuatan

yang sama.

3. Dalam hal terlapor tidak mengalami perubahan sikap dalam 1 (satu) bulan,

maka akan diajukan untuk dibina oleh Dinas Sosial di LPKS (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).

232 Hasil wawancara dengan Azmiati Zuliah, Loc. Cit.

233 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

4. Pihak terlapor akan membayar uang pengobatan korban sebesar Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah).234

Pada poin ke 3 kesepakatan tersebut terlihat bahwa, terdapat pula kesepakatan yang dilakukan oleh pihak tersangka untuk merubah sikap dan terdapat sanksi yang akan diberikan jika melanggar perjanjian tersebut. Diversi berhasil karena pihak korban mau memaafkan serta pihak terlapor sepakat untuk Kesepakatan diversi dalam Pasal 11 Tahun 2012 adalah:

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.

Polresta Medan mempunyai strategi agar para korban ataupun keluarganya mau menyelesaikan kasus melalui musyawarah diversi ataupun setuju dengan penghentian penyidikan dengan beberapa kesepakatan. Penyidik anak (fasilitator), Bapas, pihak pendamping memberikan penjelasan bahwa akan ada efek yang buruk terhadap pelaku anak jika terus megikuti proses peradilan formal dan sebaiknya

dilakukan musyawarah secara kekeluargaan untuk jalan perdamaian.235

Pelaksanaan diversi dilatar belakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan

234 Berdasarkan Berita Acara Kesepakatan Diversi No. 15/KD/II/2016.

235 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

pidana Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum ini disebut dengan diskresi.236 Pelaksanaan diskresi menurut Lode Walgrave oleh penegak hukum yakni memberikan kesempatan bagi penegak hukum dalam membuat keputusan sesuai dengan rasa keadilan atas pertimbangan subyektif petugas penegak hukum itu sendiri. Dengan kata lain, diskresi dianggap sebaagai kebebasan kekuasaan untuk membuat suatu keputusan atas dasar kewenangan yang dimilikinya dengan pertimbangan pribadi dengan memperhatikan kebaikan semua pihak, guna mencari alternatif lain

yang bukan pidana (non penal).237

Diversi merupakan pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau tidak meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana atau mengembalikan/menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan sosial lainnya. Diversi dapat diterapkan disemua tingkat pemeriksaan untuk

mengurangi dampak negatif keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut238

236 Marlina, Pengantar Konsep Diversi...., Op. Cit, hal. 2.

237 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’i, Op. Cit. hal. 101-102.

238

Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit, hal. 68.

Pelaksanaan diversi sebagai diskresi yang dilakukan Kepolisian hendaknya lebih mengutamakan kepentingan pelaku yang masih anak yang dibawah umur serta harus selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta proses. Penghukuman adalah jalan terakhir (ultimum remedium) dengan tetap tidak

mengabaikan hak-hak anak. Dalam pasal 2 UU No. 11 Tahun 2012, terdapat beberapa asas-asas yakni:

a. perlindungan; yang dimaksud dengan ”perlindungan” meliputi kegiatan yang

bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis.

b. keadilan; yang dimaksud dengan “keadilan” adalah bahwa setiap

penyelesaian perkara Anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi Anak. c. nondiskriminasi; yang dimaksud dengan ”nondiskriminasi” adalah tidak

adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum Anak, urutan kelahiran Anak, serta kondisi fisik dan/atau mental.

d. kepentingan terbaik bagi Anak; yang dimaksud dengan ”kepentingan terbaik bagi Anak” adalah segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak.

e. penghargaan terhadap pendapat Anak; yang dimaksud dengan ”penghargaan terhadap pendapat Anak” adalah penghormatan atas hak Anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupan Anak.

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; yang dimaksud dengan “kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak” adalah hak asasi yang paling mendasar bagi Anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

g. pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. proporsional; yang dimaksud dengan ”proporsional” adalah segala perlakuan terhadap Anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi Anak;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; yang dimaksud dengan “perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir” adalah pada dasarnya Anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara

j. penghindaran pembalasan.

Diskresi (discretionary power) menurut Loraine Gelsthorpe dan Nicola Padfield yakni wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara,

mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya.239

Pelaksanaan diskresi menurut Lode Walgrave oleh penegak hukum yakni memberikan kesempatan bagi penegak hukum dalam membuat keputusan sesuai dengan rasa keadilan atas pertimbangan subyektif petugas penegak hukum itu sendiri.

Diskresi yang dilakukan oleh Kepolisian hendaknya mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan diversi tersebut harusnya mengutamakan kepentingan yang terbaik untuk anak, sehingga Kepolisian harus lebih aktif dalam musyawarah tersebut dikarenakan diversi dilakukan untuk menghidari efek negatif dengan menggunakan sarana tanpa penghukuman (non penal).

239

Dengan kata lain, diskresi dianggap sebagai kebebasan kekuasaan untuk membuat suatu keputusan atas dasar kewenangan yang dimilikinya dengan pertimbangan pribadi dengan memperhatikan kebaikan semua pihak, guna mencari alternatif lain yang bukan pidana (non Penal). Diskresi tersebut dilakukan sesuai kebijakan yang

dimiliknya.240

Diskresi memberikan kesempatan bagi penegak hukum sebuah kebebasan dalam membuat keputusan sesuai dengan rasa keadilan oleh pribadi seseorang yang mempunyai wewenang kekuasaan. Diskresi menunjukkan kebebasan kekuasaan untuk membuat keputusan dengan pertimbangan pribadi yang memperhatikan kebaikan dan keadilan bagi semua pihak, guna mencari alternatif lain yang bukan pidana (non penal).

Dengan menggunakan sarana non penal, maka musyawarah diversi yang menggunakan pendekatan restorative justice yang melibatkan orang tua, tokoh masyarakat bahkan pihak lain yang berada di lingkungan kehidupan anak akan mempunyai peran dalam penyelesaian kejahatan oleh anak di luar jalur formal sistem peradilan pidana.

241

240 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’i, Op. Cit. hal. 101-102.

241

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pemaparan yang telah diuraikan pada beberapa bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Diversi mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi anak maupun pihak lain

yang terlibat. Pengaruh positif diversi antara lain: Anak terhindar dari proses hukum lebih lanjut, Menghindari stigma sebagai penjahat kepada anak, Menghidarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek penyelenggaraan peradilan anak, Keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam penyelesaian masalah dengan cara musyawarah, Memperbaiki luka karena kejadian tersebut, kepada korban dan masyarakat, Memberikan rasa tanggung jawab atas perbuatannya dan memberikan pelajaran untuk mengamati efek dari kejadian tesebut, memahami kesalahannya serta berjanji untuk tidak mengulangi tindakannya lagi, Anak tetap dapat berkomunikasi dengan lingkungannya sehingga tidak perlu beradaptasi sosial pasca terjadinya kejahatan, Memberikan kesempatan kepada anak yang berkonflik dengan hukum kesempatan untuk menepuh jalur non penal seperti ganti kerugian dan kerja sosial, Diversi menjadikan tindakan penagkapan, penahanan dan pemenjaraan sebagai upaya terakhir, Mengurangi beban pada peradilan dan

lembaga pemasyarakatan. Pengaruh negatif diversi antara lain sebagai berikut: tindak pidana yang dilakukan anak tersebut ancaman pidananya dibawah 7 tahun dan dilakukan diversi terhadapnya, maka dikuatirkan hal itu tidak memberi efek jera dan anak tersebut akan melakukannya lagi, penerapan konsep Diversi ditakutkan akan menjadi celah bagi pelaku kejahatan yang mempergunakan anak sebagai subyek pelaku dan akan menjadi celah bagi si anak yang berkonflik dengan hukum untuk melakukan kejahatan serupa lagi atau tindak pidana lainnya serta berpotensi melahirkan pemerasan korban terhadap pelaku atau ada pihak yang memanfaatkan kondisi itu untuk jadi makelar diversi.

2. Antara Telegram Rahasia, UU No. 11 Tahun 2012 dan PP No. 65 Tahun 2015

turut melibatkan keluarga dan masyarakat dalam melakukan pelaksanaan diversi, fasilitor dalam pelaksanaan diversi adalah penyidik, diversi dilaksanakan dengan pendekatan keadilan restoratif serta sepakat untuk mengutamakan kesejahteraan bagi anak. Terdapat perbedaan antara Telegram Rahasia dengan peraturan perundang-undangan yakni dalam penerapan diversi terhadap anak dalam hal ancaman hukuman, penyidik anak, kesepakatan diversi serta kordinasi dengan pihak penuntut umum (kejaksaan) serta penetapan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri setempat.

3. Pada pelaksanaan diversi di Polresta Medan, pedoman yang digunakan yakni

UU No. 11 tahun 2012, Telegram Rahasia Kabareskrim Polri TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/2008 namun belum menjadikan PP

No. 65 Tahun 2015 sebagai Pedoman pelaksanaan diversi. Terdapat beberapa pelaksanaan diversi yang dilakukan Polresta yang tidak sesuai dengan aturan dalam UU No. 11 Tahun 2012. Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Polresta Medan segera melakukan persiapan untuk diversi. diversi harus dilakukan paling lama 7 hari setelah penetapan anak sebagai tersangka. Pelaksanaan diversi di Polresta Medan tidak menetapkan kriteria khusus kepada penyidik anak. Untuk kordinasi anak yang merupakan residivis, tidak ada cara khusus yang diterapkan. Hanya bertanya kepada anak apakah sudah pernah menjalani diversi sebelumnya. Tidak ada database yang menjadi panduan untuk melihat data anak yang pernah mengikuti diversi di Polresta Medan dan Polsek di jajaran lingkungan Polresta Medan. Pelaksanaan diversi di Polresta Medan menggunakan Pendekatan restorative justice. Perdamaian dengan kesepakatan ganti kerugian, pihak penyidik Polresta Medan tidak mencampuri proses tersebut. Koordinasi pihak Kepolisian dengan pihak Kejaksaan dilakukan dengan mengirimkan berkas ketika diversi dinyatakan gagal dan dilanjutkan ke penuntutan. Setelah musyawarah diversi mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka terdapat beberapa saran, antara lain:

1. Pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan diversi sebaiknya dapat meyakinkan anak untuk tidak melakukan kejahatan kembali setelah diversi berhasil dilaksanakan. Keberhasilan atas suatu musyawarah diversi yakni adalah anak yang dahulu berkonflik dengan hukum telah sadar akan perbuataannya, tidak mengulangi perbuatannya serta kembali menjadi masyarakat yang taat hukum. Potensi menjadikan anak sebagai pelaku harus dihindari dan sebaiknya ada aturan yang mengatur mengenai pengawasan dalam pelaksanaan diversi. Sebaiknya terdapat pihak yang netral (diluar pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) dijadikan sebagai fasilitator diiversi agar musyawarah diversi berlangsung dengan adil.

2. Sudah sebaiknya peraturan internal Kepolisian yang berkaitan dengan pelaksanaan

diversi direvisi dan disesuaikan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, sebaiknya peraturan internal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Sebaiknya PP No. 65 Tahun 2015 dapat dijadikan pedoman diversi di Polresta

Medan dikarenakan dalam PP tersebut sudah diatur lebih rinci mengenai pelaksanaan diversi yang tidak terdapat dalam UU No. 11 Tahun 2012. Pihak Kepolisian Republik Indonesia sudah sepatutnya menjadikan PP No. 65 Tahun 2015 sebagai pedoman pelaksanaan diversi dan sebaiknya pihak Polresta Medan bekerja dengan mengikuti isi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terjadi tindakan yang sewenang-wenang dari aparat. Peran serta

masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi kinerja aparat dalam melaksanakan diversi di Polresta Medan.

Dokumen terkait