• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum di Tingkat Penyidikan (Studi di Polresta Medan) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum di Tingkat Penyidikan (Studi di Polresta Medan) Chapter III V"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT

PENYIDIKAN

A.Diversi Pada Tingkat Penyidikan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak sudah tidak memadai lagi dalam memberikan solusi terhadap anak

yanng berhadapan dengan hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama Pemerintah RI telah membahas

Rancangan Perundang-Undangan (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak pada tahun

2011 sampai dengan tahun 2012.128

RUU Sistem Peradilan Pidana Anak disampaikan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono kepada Pimpinan DPR RI dengan Surat No. R-12/Pres/02/2011 tanggal

16 Februari 2011. Presiden menugaskan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial,

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili

Presiden dalam pembahasan RUU tersebut. RUU ini ditterima dalam rapat pleno

Komisi III dan kemudian dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja).

Juli 2012, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui RUU sistem Peradilan Pidana Anak

menjadi Undang-Undang. Pada tanggal 30 Juli 2012, Presiden Susilo Bambang

(2)

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.130

1. Anak merupakan amanah dankarunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki

harjat dan martabat seutuhnya;

UU No. 11 tahun 2012 diundangkan atas

dasar pertimbangan bahwa:

2. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan

perlindungan khusus, terutama perlindugan hukum dalam sistem peradilan;

3. Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention

on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum

terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus

terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena

belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang

berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang

baru.

Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 21

ayat (6) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan

Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun. Maka, Pemerintah

memutuskan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65

130

(3)

Tahun 2015 yang berisi mengenai Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan

Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Anak yang berkonflik dengan hukum menurut Pasal 1 ayat (3) UU No. 11

Tahun 2012 adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Penyidik dapat melakukan upaya diversi terhadap anak yang berkonflik

dengan hukum, dalam Pasal 29 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa

penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah

penyidikan dimulai dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah

dimulainya proses Diversi.

Diversi dalam UU No. 11 tahun 2012, dirumuskan dalam Bab II yang berisi

mengenai persyaratan, pelaksanaan dan apa saja yang yang harus diperhatikan dalam

diversi. Diversi mempunyai beberapa tujuan dalam pelaksanaannya yang diatur

dalam Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2012, antara lain:

a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Pengertian diversi dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 11 tahun 2012 adalah

pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar

(4)

berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa Sistem

Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.

Keadilan restoratif menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 adalah

penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga

pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian

yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan

pembalasan.

Pasal 7 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa pada tingkat

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib

diupayakan diversi dan pada Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012, upaya diversi

dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan :

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Tindak pidana yang dapat diupayakan melalui proses diversi adalah anak

tersebut bukanlah seorang residivis. Dalam kaitannya dengan hal yang bukan

merupakan pengulangan tindak pidana, anak yang berkonflik dengan hukum hanya

dapat menjalani satu kali saja proses diversi jika anak tersebut melakukan tindak

pidana kembali maka proses diversi tidak dapat dilakukan kembali. Pada penjelasan

terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf b UU No. 11 tahun 2012, pengulangan tindak pidana

dalam ketentuan ini merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, baik tindak

(5)

Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat

lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.131

Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik

sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1).132 Syarat untuk dapat ditetapkan

sebagai Penyidik anak, adalah sebagai berikut:133

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Jika belum terdapat Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 26 ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang

melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar

penyidikan tetap dapat dilaksanakan walaupun di daerah yang bersangkutan belum

ada penunjukan Penyidik.134

131 Pasal 26 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012. 132 Pasal 26 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012. 133 Pasal 26 Ayat (3) UU No. 11 tahun 2012. 134

Pasal 26 Ayat (4) UU No. 11 tahun 2012 .

Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa yang

dimaksud dengan “mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah

(6)

1. pembinaan Anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola pembinaan sopan

santun, disiplin Anak, serta melaksanakan pendekatan secara efektif, afektif,

dan simpatik;

2. pertumbuhan dan perkembangan Anak; dan

3. berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang memengaruhi kehidupan

Anak.

Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing, Kemasyarakatan, Advokat

atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara

Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut

kedinasan.135

a. kepentingan korban;

Dalam pelaksanaan proses Diversi ada beberapa hal yang wajib diperhatikan,

antara lain sebagai berikut:

b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;

c. penghindaran stigma negatif;

d. penghindaran pembalasan;

e. keharmonisan masyarakat; dan

f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.136

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam melakukan Diversi harus

mempertimbangkan:

a. kategori tindak pidana;

b. umur Anak;

c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan

135 Pasal 22 UU No. 11 tahun 2012. 136

(7)

d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.137

Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi,

Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan

Sosial Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum

lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan

suasana kekeluargaan tetap terpelihara.138

d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012

suuasana kekeluargaan misalnya suasana yang membuat Anak nyaman, ramah Anak,

serta tidak menimbulkan ketakutan dan tekanan.

Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU 11 Tahun 2012 selama proses diversi, anak

harus ditempatkan bersama orang tua/Wali.

Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau

keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:

a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;

b. tindak pidana ringan;

c. tindak pidana tanpa korban; atau

139

Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa

pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian

korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (2) UU No 11 Tahun 2012 dapat dilakukan oleh penyidik bersama

137 Pasal 9 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012. 138 Pasal 18 UU No. 11 tahun 2012 . 139

(8)

pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan

tokoh masyarakat.140

1. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;

Kesepakatan Diversi atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat

berbentuk:

2. rehabilitasi medis dan psikososial;

3. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

4. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

5. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.141

Terdapat beberapa bentuk hasil kesepakatan Diversi, antara lain sebagai

berikut:

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.142

Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan

berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat

pemeriksaan.143

Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa yang dimaksud

“atasan langsung” antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua

(9)

Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi

dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan,

pembimbingan, dan pengawasan.144

Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang

ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang

bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1).145 Pejabat tersebut yakni

yang dimaksud “atasan langsung” antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan,

dan ketua pengadilan dan pejabat yang bertanggung jawab tersebut wajib

menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.146

Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam

bentuk kesepakatan Diversi.

147

Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal proses Diversi tidak

menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.

Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa

Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini ditandatangani oleh para pihak yang

terlibat.

148 Jika

proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara

Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat

(10)

Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan

melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi

dan laporan penelitian kemasyarakatan.150

Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1)

disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat

pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu

paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.

151

2. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

Upaya diversi di tingkat penyidikan menurut Pasal 14 Ayat (1) PP No. 65

Tahun 2015 harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua

puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya penyidikan, Penyidik memberitahukan

dan menawarkan kepada Anak dan/atau orang tua/Wali, serta korban atau Anak

Korban dan/atau orang tua/Wali untuk menyelesaikan perkara melalui Diversi.

Ketika upaya Diversi dilakukan, Penyidik memberitahukan upaya Diversi

tersebut kepada Penuntut Umum dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali

dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya upaya Diversi.152

(11)

PP No 65 tahun 2015 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap

selanjutnya mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab gagalnya Diversi.

Jika Anak dan/atau orang tua/Wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau

orang tua/Wali sepakat melakukan Diversi, Penyidik menentukan tanggal dimulainya

musyawarah Diversi.153 Proses Diversi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya Diversi.154

Jika orang tua/Wali Anak tidak diketahui keberadaannya atau berhalangan

hadir, musyawarah Diversi tetap dilanjutkan dengan dihadiri oleh Pembimbing

Kemasyarakatan sebagai pengganti dari orang tua/Wali155

a. Penyidik;

dan dihadiri oleh Pekerja

Sosial Profesional sebagai pengganti dari orang tua/Wali.

Pada Pasal 15 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015 proses Diversi dilakukan

melalui musyawarah Diversi. Pelaksanaan musyawarah Diversi melibatkan:

b. Anak dan/atau orang tua/Walinya;

c. korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Walinya;

d. Pembimbing Kemasyarakatan; dan

e. Pekerja Sosial Profesional.156

Jika dikehendaki oleh Anak dan/atau orang tua/Wali, pelaksanaan

musyawarah Diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas:

(12)

a. tokoh agama;

b. guru

c. tokoh masyarakat;

d. Pendamping; dan/atau

e. Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum.157

Musyawarah Diversi dipimpin oleh Penyidik sebagai fasilitator dan

Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.158 Musyawarah Diversi yang

dimaksud dapat melibatkan masyarakat159 dan tokoh masyarakat.160

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan

orang tua/Walinya, korban atau anak Korban dan/atau orang tua/Walinya,

Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan

pendekatan Keadilan Restoratif.161

Dalam Penjelasan PP No. 65 Tahun 2015 bahwa

yang dimaksud dengan “musyawarah” adalah proses perundingan yang dilakukan

dalam suasana kekeluargaan, ikhlas dan tidak boleh ada pemaksaan. musyawarah

dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial dan/atau masyarakat. Dalam

Penjelasan UU No. 11 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan “masyarakat”

(13)

Jika Diversi tidak diupayakan walaupun syarat telah terpenuhi dan demi

kepentingan terbaik bagi Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dapat meminta proses

Diversi kepada penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).162

Jika Diversi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan,

Pembimbing Kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung

Penyidik untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dengan tembusan

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.163

Seluruh proses pelaksanaan Diversi dicatat dalam berita acara Diversi.164

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan Diversi di tingkat penyidikan

diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.165

Jika musyawarah diversi tidak berhasil, Penyidik mengirimkan berkas perkara

kepada Penuntut Umum serta melanjutkan proses peradilan pidana.166 Namun, jika

diversi berhasil maka dituangkan dalam Surat Kesepakatan diversi.167 Hasil

kesepakatan Diversi harus ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri di wilayah

tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan Diversi dibuat.168

Kesepakatan Diversi dirumuskan dalam Surat Kesepakatan Diversi yang

ditandatangani oleh Anak dan/atau orang tua/Wali, Penyidik, dan Pembimbing

(14)

Kemasyarakatan.169 Penetapan dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari

terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.170 Penetapan disampaikan kepada

Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu

paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.171 Setelah menerima penetapan, Penyidik

menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan

penetapan penghentian penuntutan.172 Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan

penetapan kesepakatan Diversi dan sekaligus menetapkan status barang bukti dalam

jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Surat

Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi.173 Penetapan tersebut disampaikan

kepada Penyidik dan Pembimbing Kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama

3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan.174

Penyidik meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan Diversi

setelah menerima penetapan.175 Atasan langsung Penyidik melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan kesepakatan Diversi.176 Pembimbing Kemasyarakatan

melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan Pelaksanaan kesepakatan

Diversi.177

175 Pasal 21 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015. Dalam Penjelasan UU No. 65 Tahun 2015

bahwa yang dimaksud dengan “para pihak” antara lain Anak dan/atau orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/Wali, atau pimpinan lembaga pendidikan dan pelatihan, serta pimpinan tempat Anak melakukan pelayanan masyarakat.

176 Pasal 21 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015. 177

(15)

Dalam hal kesepakatan Diversi mensyaratkan pembayaran ganti kerugian atau

pengembalian pada keadaan semula, kesepakatan Diversi dilakukan dalam jangka

waktu yang telah disepakati dalam Diversi, namun tidak boleh melebihi 3 (tiga)

bulan.178 kesepakatan Diversi dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)

bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.179

a. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal

diterimanya surat penetapan pengadilan, jika kesepakatan Diversi berbentuk perdamaian tanpa ganti kerugian atau penyerahan kembali Anak kepada orang tua/Wali;

Setelah musyawarah

diversi berhasil dan hasil kesepakatan diversi tersebut telah dilakukan penetapan oleh

Pengadilan Negeri setempat, penyidik akan menerbitkan surat ketetapan penghentian

penyidikan:

b. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal

kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa pembayaran ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat;

c. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal

kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa keikutsertaan Anak dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS; atau

d. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal seluruh

kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan.180

Surat ketetapan penghentian penyidikan sekaligus memuat penetapan status

barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat.181

178 Pasal 8 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015. Dalam Penjelasan UU No. 65 Tahun 2015 bahwa

yang dimaksud dengan “pengembalian pada keadaan semula” antara lain melakukan perbaikan suatu barang, pengobatan, dan biaya lain yang timbul karena tindak pidana, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(16)

laporan proses Diversi dan berita acara pemeriksaan dengan tembusan kepada Anak

dan orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/Wali, Pembimbing

Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan Ketua Pengadilan Negeri

setempat.182

3. Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008

Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006

yang memberi petunjuk dan aturan tentang teknik diversi yang dapat dilakukan

terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. TR Kabareskrim Polri yang

berpedoman pada Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang membahas masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini

memberi pedoman dan wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil tindakan lain

yang bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani anak yang

berhadapan dengan hukum. TR ini bersifat arahan untuk menjadi pedoman dalam

pelaksanaan diversi.

TR Kabareskrim No. 1124/XI/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi

Bagi Kepolisian Merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 UU No. 2

Tahun 2002 yang memberikan kewenangan diskresi kepada aparat kepolisian, maka

penanganan perkara tindak pidana anak tidak seharusnya dilakukan dengan mengikuti

sistem peradilan pidana formal yang ada. Dengan kata lain bahwa, sesuai

182

(17)

kewenangan yang dimilikinya, maka dalam penanganan perkara tindak pidana anak,

aparat kepolisian dapat lebih leluasa mengambil tindakan berupa tindakan pengalihan

(diversi) di luar dari sistem peradilan pidana formal.

Penahanan terhadap anak hanya dilakukan ketika sudah tidak ada jalan lain

dan merupakan langkah terakhir (ultimum remedium) dan pelaksanaannya harus

dipisahkan dari tahanan dewasa.183

Diversi merupakan bentuk pengembalian kepada orang tua si anak baik tanpa

ataupun disertai peringatan informal/formal, mediasi, musyawarah pokok keluarga

pelaku dan keluarga korban atau bentuk-bentuk penyelesaian terbaik lainnya yang

sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Peringatan informal adalah pemberian

peringatan disertai penjelasan tentang dampak buruk dari perbuatan anak baik bagi

korban maupun dari orang lain, menasihati serta memperingatkan si anak agara tidak Pada TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 terdapat pengertian

mengenai diversi, yakni suatu pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang

bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang di

nilai terbaik menurut kepentingan anak. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa

diversi artinya pengalihan kasus-kasus yang berkaitan dengan anak yang disangka

telah melakukan pelanggaran diluar prosedur peradilan formal dengan atau tanpa

syarat-syarat tertentu. Berdasarkan uraian di atas dalam hal anak yang berhadapan

dengan hukum, hanya anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku

tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur diversi.

183

(18)

melakukannya lagi. Peringatan formal adalah peringatan informal yang diberikan

kepada si anak baik secara tertulis atau lisan di depan orang tua si anak.184

Diversi dalam bentuk mediasi adalah tindakan polisi menjadi perantara guna

mengkomunikasikan atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan korban dan

perlindungan terhadap anak sebagai pelaku bingkai tujuan menyelesaikan persoalan

yang timbul akibat perbuatan si pelaku anak. Musyawarah pokok keluarga adalah

pertemuan antar anak sebagai pelaku dengan semua pihak yang telah dirugkan oleh

tindakan si anak untuk, secara bersama-sama memutuskan hal-hal yang harus

dilakukan untuk memperbaiki kesalahannya dan mencegah terulangnya perbuatan

serupa di kemudian hari, sementara polisi tetap berperan sebagai fasilitator.

185

Dasar hukum penerapan prinsip diversi adalah Pasal 26 Ayat (1) huruf L UU

No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang berbunyi mengadakan tindakan lain menurut

hukum yang bertanggung jawab dengan batasan bahwa tindakan tersebut tidak

bertentangan dengan hukum yang berlaku, selaras dengan kewajiban hukum/profesi

yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus

patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya didasari pada

pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak

Asasi Manusia (HAM).

186

Sedapat mungkin mengembangkan prinsip diversi dalam model restorative

justice guna memproses perkara pidana yang dilakukan oleh anak yakni dengan

184 Ibid.

185 Ibid. 186

(19)

membangun pemahaman dalam komunitas setempat bahwa keterlibatan anak dalam

tindak pidana harus dipahami sebagai kenakalan anak akibat kegagalan/kesalahan

orang dewasa dalam mendidik dan mengawal anak sampai usia dewasa. Tindak

pidana anak juga harus dipandang sebagai pelanggaran terhadap manusia dan relasi

antar manusia sehingga memunculkan kewajiban dari semua pihak/seluruh komponen

masyarakat untuk terus berusaha dan membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik

melalui keterlibatan semua pihak untuk ambil peran guna mencari solusi terbaik, baik

bagi kepentingan pihak-pihak yang menjadi korban dan juga bai kepentingan anak

sebagai pelaku dimasa sekarang dan di masa datang. Dengan cara demikian,

diharapkan setiap tindak pidana yang melibatkan anak dari proses hukum

formal/pengadilan agar anak terhindar dari trauma psikologis dan stigmasi serta

dampak buruk lainnya sebagai ekses penegakan hukum formal.187

Kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diancam dengan sanksi

pidana sampai dengan 1 tahun dapat diterapkan diversi; Kategori tindak pidana yang

diancam dengan sanksi pidana di atas 1 tahun s.d. 5 tahun dapat dipertimbangkan

untuk penerapan diversi; dan anak kurang dari 12 tahun dilarang untuk ditahan, dan

penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum harus mengedepankan

konsep restorative justice.188

Tindak pidana yang dapat dialihkan secara diversi dengan diskusi

komprehensif atau restorative justice, dilakukan berdasarkan hasil litmas dari bapas,

187 TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia dari

Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008

188

(20)

merupakan tindak pidana biasa, mendapatkan maaf dari korban, komponen

masyarakat dengan atau tanpa syarat, dalam bentuk formal, mediasi dan musyawarah

secara kekeluargaan.189

Tindak pidana yang tidak dapat dialihkan (diversi) merupakan tindak pidana

berat seperti pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan

kekerasan, perkosaan, penganiayaan dengan korban luka berat atau mati, pengedar

narkotika, senjata api dan terorisme.

190

Setelah dilakukan diversi atau restorative justice oleh penyidik, dikembalikan

kepada orang tua/wali, jika orang tua tidak sanggup membina, anak berhadapan

dengan hukum dapat direkomendasikan untuk dibina di panti milik departemen sosial

/dinas sosial.

191

B. Sinkronisasi Telegram Rahasia Kabareskrim terhadap Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Diversi.

Berikut ini merupakan sinkronisasi TR Kabareskrim No. Pol.:

TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol.

TR/395/DIT.I/VI/ 2008 dengan UU No. 11 Tahun 2012 serta PP No. 65 Tahun 2015,

(21)

1. Pada Telegram Rahasia Kabareskrim TR Kabareskrim No. Pol.:

TR/1124/XI/2006 dan Pasal 15 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015 turut

melibatkan keluarga dan masyarakat dalam melakukan pelaksanaan diversi.

2. Pada TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Pasal 16 Ayat (1) PP

No. 65 Tahun 2015 yang menjadi fasilitor dalam pelaksanaan diversi adalah

penyidik.

3. Pada Surat Telegram Rahasia Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan

Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/

2008 diversi dilaksanakan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative

justice) hal ini juga tercantum dalam UU No. 11 tahun 2012 serta PP No. 65

Tahun 2015.

4. Pada Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol.

TR/395/DIT.I/VI/2008 diversi dilakukan untuk anak pelaku tindak pidana

dengan ancaman hukuman 1 sampai dengan 5 tahun, hal ini berbeda dengan

ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012,

Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan

pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan

tindak pidana.

5. Dalam Surat Telegram Rahasia Kabareskrim Polri ini belum ada pengaturan

penyidik yang dapat menjadi penyidik anak. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal

26 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 yang menyatakan penyidikan terhadap

(22)

Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain

yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

6. Dalam Telegram Rahasia Kabareskrim tidak mengatur mengenai hasil

kesepakatan diversi, hal ini tiak sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) PP No. 65

Tahun 2015 yang menyatakan bahwa hasil kesepakatan Diversi dituangkan

dalam bentuk Surat Kesepakatan Diversi.

7. Tidak adanya koordinasi antara polisi dan Kejaksaan dalam Telegram Rahasia

ini. Seharusnya ada koordinasi antara Kepolisian dengan Kejaksaan

dikarenakan dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan

dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita

acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan seperti yang tercantum

dalam Pasal 29 Ayat (4) UU No. 11 tahun 2012 serta dalam Pasal 12 Ayat (3)

PP No. 65 Tahun 2015 ketika upaya Diversi dilakukan, Penyidik

memberitahukan upaya Diversi tersebut kepada Penuntut Umum dalam

jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung

sejak dimulainya upaya Diversi. Dalam penjelasan PP No 65 tahun 2015

bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap selanjutnya

mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab gagalnya Diversi.

8. Dalam Telegram Rahasia belum diatur mengenai penetapan kesepakatan

diversi oleh Pengadilan Negeri jika diversi berhasil. Hal ini berbeda dengan

(23)

dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya

kesepakatan Diversi.

Diskresi (discretionary power) menurut Loraine Gelsthorpe dan Nicola

Padfield yakni wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak

pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara,

mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya.192 Diskresi

dalam Black’s law Dictionary yakni “a public official’s power or right to act in

certain circumtances according to personal judgement and conscience (diskresi

merupakan keputusan pejabat publik untuk bertindak berdasarkan kewenangan yang

dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hati nurani).193

192 Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit. hal. 2. 193

Syamsul Fatoni, Op. Cit, hal 127.

Sudah

sebaiknya peraturan internal Kepolisian yang berkaitan dengan pelaksanaan diversi

direvisi dan disesuaikan dengan Peraturan perundnag-undangan yang berlaku.

Namun, sebaiknya peraturan internal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan

(24)

BAB IV

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI POLRESTA MEDAN

A.Pedoman Peraturan yang digunakan mengenai pelaksanaan diversi di Polresta Medan

Dalam melakukan pelaksanaan diversi, peraturan yang digunakan Polresta

Medan adalah UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan

instruksi pelaksanaan diversi yang dikeluarkan Kabareskrim Polri yakni Telegram

Rahasia Kabareskrim POLRI TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/2008 tentang

pelaksaan diversi dan restorative justice dalam penanganan kasus anak pelaku dan

pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban

atau saksi.194

194 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari

Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 10.30 WIB.

Upaya diversi yang dilakukan Polresta Medan merupakan diskresi dari

tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan pada moral pribadi

dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat.

Hal tersebut diatur di dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, dimana polisi telah diberi kebebasan yang bertanggung-jawab

untuk melaksanakan hal tersebut. Implementasi dikresi tersebut ditetapkan dalam

(25)

Penerapan diversi merupakan pengarahan hak diskresi oleh petugas untuk

mengurangi kekuatan hukum pidana dalam menangani perkara anak. Oleh karena itu,

untuk menjalankan diversi diperukan aturan dan cara pelaksanaan yang benar-benar

dibangun agar dapat menjadi sisi lain dari penegakan hukum yang tepat pada

masyarakat.195

Menurut Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA)

Polresta Medan Iptu. Efriyanti Telegram Rahasia Kabareskrim POLRI

TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/2008 merupakan arahan dari pimpinan Polri

kepada jajaran Kepolisian untuk melaksanakan diversi dengan pendekatan restorative

justice.196

Polresta Medan belum menggunakan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan

Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun sebagai pedoman

pelaksanaan diversi, hal ini dikerenakan belum ada perintah dan belum ada peraturan

internal yang diterbitkan dari pihak Polri.197

B.Prosedur (tahapan) sebelum pelaksanaan diversi

Pelaksanaan diversi berupaya mengurangi penggunaan kekuatan hukum dan

berusaha menyelesaikan dan mengakhiri konflik. Penggunaan jalan penghukuman

195

Marlina, Pengantar Konsep Diversi... Op. Cit, hal. 18.

196 Hasil Wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari

Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 10.30 WIB.

197 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

(26)

sebagai usaha paling akhir penyelesaian konflik.198

Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Polresta Medan segera melakukan

persiapan untuk diversi. diversi harus dilakukan paling lama 7 hari setelah penetapan

anak sebagai tersangka. Penahanan akan dilakukan untuk anak yang melakukan

tindak pidana dengan ancaman diatas 7 tahun. Polresta Medan tidak mempunyai

ruangan khusus untuk tahanan anak dikarenakan tidak disediakan oleh negara. Untuk

tahanan anak tersebut, Polresta menggunakan sel tahanan dewasa namun, tahanan

anak dipisahkan atau tidak dicampur dengan tahanan dewasa.

Pada Pasal 7 Ayat (1) UU No. 11

Tahun 2012 disebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan

perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi.

199

1. Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan

paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

Mengenai

penangkapan dan penahanan ditentukan pada pasal 30 UU No. 11 Tahun 2012, yakni:

2. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus

Anak.

3. Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang

bersangkutan, anak dititipkan di LPKS.

4. Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan

memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

5. Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada

anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Menurut Kanit PPA Polresta Medan, sejak dimulainya penyidikan, Penyidik

dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam meminta:

198 Marlina, Pengantar Konsep Diversi... Op. Cit, hal. 18.

199 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

(27)

a. Pembimbing Kemasyarakatan untuk hadir mendampingi Anak dan

melakukan penelitian kemasyarakatan; dan

b. Pekerja Sosial Profesional untuk membuat laporan sosial terhadap Anak

Korban dan/atau Anak Saksi.

Diversi harus dilakukan paling lama 7 hari setelah penetapan menjadi

tersangka, Pasal 29 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa penyidik wajib

mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan

dimulai dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya proses

Diversi. Sebelum diversi dilaksanakan, pihak Polresta Medan akan memanggil para

pihak dalam sebuah surat undangan. Para pihak tersebut antara lain pihak dari Balai

Pemasyarakatan (Bapas), pihak tersangka dan keluarga, pihak korban ataupun

keluarganya, tokoh masyarakat, pihak pendamping dan lain sebagainya.200

d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Sebelum melakukan pelaksanaan diversi di Polresta Medan, penyidik harus

mempertimbangkan beberapa hal seperti yang diatur dalam pasal 9 UU No. 11 Tahun

2012, antara lain:

a. kategori tindak pidana;

b. umur Anak;

c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan 201

200 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari

Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 10.30 WIB.

201

(28)

Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas

dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan

pendampingan.202 Penelitian yang dilakukan oleh Bapas berfungsi bagi aparat

Kepolisan untuk mengetauhi latar belakang mengapa seorang anak terlibat dan

melakukan tindak pidana.203

a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi,

melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak

selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya

kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;

Pada pasal 65 UU No. 11 Tahun 2012, tugas

Pembimbing Kemasyarakatan untuk diversi pada tingkat penyidikan adalah:

b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan,

penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar

sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA.

Syarat yang diterapkan Polresta terhadap anak yang akan melakukan

musyawarah diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.204

Sebelum musyawarah dilakukan, para pihak akan diundang untuk hadir pada

hari musyawarah ditetapkan. Jika salah satu pihak (terutama pihak korban dan Bapas)

tidak dapat hadir maka pihak Polresta Medan akan mengirimkan undangan kedua

202 Pasal 1 angka 24 UU No. 11 Tahun 2012. 203 Edi Iksan, et. al., Op. Cit. hal. 91. 204

(29)

kalinya untuk pemberitahuan pelaksanaan musyawarah diversi. Namun, apabila pada

panggilan kedua tersebut pihak yang dipanggil kembali tidak hadir, maka

musyawarah diversi tidak akan dilaksanakan. Seperti yang diatur dalam Pasal 13 UU

No. 11 Tahun 2012, proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:

a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau

b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.205

C.Pelaksanaan Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Diversi merupakan wewenang dari penegak hukum yang menangani kasus

tindak pidana yang dilakukan oleh anak untuk mengambil tindakan meneruskan

perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan

kebijakan yang dimilikinya, berdasarkan hal tersebut terdapat suatu kebijakan apakah

kasus tersebut diteruskan atau dihentikan.206 Apabila perkara itu diteruskan, maka

akan dihadapkan dengan sistem peradilan pidana dan terdapat sanksi pidana yang

harus dijalankan. Namun apabila perkara tersebut tidak diteruskan, maka dari awal

tingkat penyidikan perkara akan dihentikan guna kepentingan bagi kedua belah pihak

yang prinsipnya memulihkan hubungan yang terjadi karena tindak pidana untuk

kepentingan masa depan bagi kedua belah pihak.207

205

Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

206 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’i, Sosiologi Peradilan Pidana

(Jakarta: Yayasan Obor, 2015), hal. 99.

207

Ibid.

(30)

memastikan bahwa dalam pelaksanaan diversi, hak anak yang tercatum dalam pasal 3

UU No. 11 Tahun 2012 sudah terpenuhi, seperti:208

1. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai

dengan umurnya;

2. Dipisahkan dari orang dewasa;

3. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

4. Melakukan kegiatan rekreasional;

5. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak

manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

6. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

7. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan

dalam waktu yang paling singkat;

8. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak

memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

9. Tidak dipublikasikan identitasnya;

10. Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh

Anak;

11. Memperoleh advokasi sosial;

12. Memperoleh kehidupan pribadi;

13. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

208 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari

(31)

14. Memperoleh pendidikan;

15. Memperoleh pelayananan kesehatan; dan

16. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tabel 2

Data Pelaksanaan Diversi di Polresta Medan*

No. Jumlah Pelaksanaan Tidak Berhasil Berhasil

1. Tahun 2015 22 16

2. Semester I Tahun 2016 10 5

Jumlah 32 21

*Sumber: Polresta Medan

Tahun 2015 sampai semester I tahun 2016, Polresta Medan telah

melaksanakan musyawarah diversi sebanyak 53 kali. Pada tahun 2015, musyawarah

diversi yang berhasil sebanyak 16 sedangkan pada semester I tahun 2016 baru 5 kali

musyawarah diversi berhasil. Musyawarah diversi yang gagal pada tahun 2015

sebanyak 22, sedangkan pada semester I Tahun 2016 sebanyak 10.

Pelaksanaan diversi di Polresta Medan tidak menetapkan kriteria khusus

kepada penyidik anak. Semua penyidik dapat menjadi fasilitator diversi dan tidak ada

kriteria tertentu. Kanit PPA Polresta Medan menyatakan bahwa tidak ada pelatihan

khusus yang diberikan kepada penyidik anak di jajaran Polresta Medan, sehingga

seluruh penyidik dapat menjadi penyidik anak.209

209 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

Hal ini berbeda dengan ketentuan

(32)

terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemeriksaan terhadap

Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik anak. Syarat untuk dapat

ditetapkan sebagai Penyidik anak, adalah sebagai berikut:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Syarat yang diterapkan oleh Polresta Medan untuk anak yang berkonflik

dengan hukum yakni sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012, yaitu Pada Pasal 7 Ayat

(2) UU No. 11 tahun 2012, Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang

dilakukan:

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.210

Serta syarat yang berpedoman pada Pasal 9 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012 bahwa

kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak

Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:

a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;

c. tindak pidana ringan;

d. tindak pidana tanpa korban; atau

210

(33)

e. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi

setempat.211

Untuk kordinasi anak yang merupakan residivis, tidak ada cara khusus yang

diterapkan. Hanya bertanya kepada anak apakah sudah pernah menjalani diversi

sebelumnya. Tidak ada database yang menjadi panduan untuk melihat data anak yang

pernah mengikuti diversi di Polresta Medan dan Polsek di jajaran lingkungan Polresta

Medan.212

Pada pelaksanaan diversi di Polresta Medan, penyidik menggunakan atribut

kedinasan dikarenakan atribut tersebut merupakan seragam harian yang digunakan

selama bekerja.

213

Untuk tempat pelaksanaan diversi di Sat Reskrim Polresta Medan, tidak

disediakan ruangan khusus. Pelaksanaan diversi sepanjang ini dilakukan di ruangan

Kanit PPA. Pihak yang hadir pada musyawarah diversi di Polresta Medan, yakni: Sedangkan pada Pasal 22 UU No. 11 tahun 2012 diatur bahwa

Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing, Kemasyarakatan, Advokat atau

pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak,

Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.

214

1. Penyidik sebagai fasilitator musyawarah diversi.

2. Pihak Balai Pemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.

(34)

4. Pihak korban/pelapor.

5. Tokoh masyarakat (pemanggilan disesuaikan dengan kondisi tertentu).

6. Pihak pendamping (seperti PKPA ataupun KPAID Sumatera Utara).

7. Pekerja Sosial.

Dalam pelaksanaan diversi, Polresta Medan terkadang menunjuk pihak

pendamping seperti Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) medan.215 Permintaan

tersebut dalam bentuk surat permohonan bantuan menghadiri pelaksanaan diversi

yang ditandatangi oleh Kasat Reskrim Polresta Medan. Tokoh masyarakat juga dapat

dihadirkan pada proses diversi, dalam hal ini permintaan kehadiran tokoh masyarakat

dapat dilakukan oleh penyidik Polresta Medan ataupun pihak keluarga korban atau

tersangka seperti yang diatur dalam Penjelasan UU No. 11 Tahun 2012 bahwa yang

dimaksud dengan “masyarakat” antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh

masyarakat.216

Pelaksanaan diversi di Polresta Medan menggunakan Pendekatan restorative

justice yang diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa

keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan

pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk

bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada

keadaan semula, dan bukan pembalasan. Selanjutnya, dalam pasal 5 ayat (1) UU No.

215

Menurut Azmiati Zuliah dalam wawancara yang dilaksanakan pada Jum’at 17 Juli 2016, PKPA Medan telah diminta menjadi pihak pendamping dalam pelaksanaan diversi di Polesta Medan sejak tahun 2014.

216 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

(35)

11 tahun 2012 disebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan

pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif yang dimaksud dalam UU No. 11

Tahun 2012 adalah kewajiban melaksanakan Diversi.217

Banyak faktor yang mendorong anak yang berkonflik dengan hukum

bersumber pada lingkungan keluarga dan komunitas anak tersebut tinggal. Sehingga

konsep restorative justice digunakan untuk penanganan kasus anak yang berkonflik

dengan hukum.

218

Keadilan restoratif (restorative justice) tidak saja mendefinisikan

kejahatan sebagai pelanggaran hukum semata, namun juga memahami bahwa pelaku

merugikan korban, masyarakat dan bahkan dirinya sendiri. Restorative justice

melibatkan banyak pihak dalam merespon kejahatan, tidak hanya sebatas urusan

pemerintah dan pelaku kejahatan namun juga korban kejahatan. Restorative justice

mengukur kesuksesan dengan cara yang berbeda dari seberapa besar hukuman

dijatuhkan, namun juga mengukur seberapa besar kerugian dapat dipulihkan atau

dicegah.219

1. Pihak terlapor telah meminta maaf kepada pihak pelapor.

Salah satu kasus yang diselesaikan dengan musyawarah diversi dengan

pendekatan restorative justice yang melibatkan pihak seperti tokoh masyarakat yakni

tindak pidana pencurian oleh AXS (15 Tahun), berdasarkan Berita Acara kesepakatan

Diversi No. 3/KD/1/2016/RESKRIM upaya diversi berhasil dan para pihak sepakat

untuk tidak melanjutkan proses penyidikan dengan ketentuan sebagai berikut:

2. Pihak terlapor berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

217 Ibid.

218 Edi Ikhsan et. al., Op. Cit. Hal. 45. 219

(36)

3. Pihak terlapor mengembalikan barang bukti kepada pelapor dan mengganti

kerugian pelapor.

Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, maka dilakukan Permohonan Penetapan oleh

penyidik Kepolisan Resor Kota Medan No.B/1345/II/2016/Reskrim tanggal 5

Februari 2016. PN Medan menetapkan untuk mengabulkan Permohonan Pemohon

Penyidik Resor Kota Medan Sektor Medan berdasarkan Penetapan No.

1/PENT.PID.Sus-Anak/2016/PN.MDN yang ditetapkan pada 17 Februari 2016.

Pertemuan dalam musyawarah diversi tersebut juga dihadiri Samsul Harahap yang

merupakan Kepala Lingkungan VII Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

di wilayah tempat tinggal AXS. Pada pasal 10 ayat (1) UU No. 11 tahun 2012

disebutkan bahwa Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang

berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai

kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat dapat

dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing

Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

Pasal 12 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 mengatur bahwa dalam jangka

waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak surat perintah

penyidikan diterbitkan, Penyidik menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya

(37)

Polresta Medan dikarenakan PP No. 65 Tahun 2015 belum menjadi Pedoman dalam

pelaksanaan diversi.220

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) juga terlibat dalam diversi yang dilaksanakan

di Polresta Medan. Menurut Kanit PPA Polresta Medan, BAPAS terlibat sebagai

pendamping anak dan bukan sebagai wakil fasilitator. Hal ini berbeda dengan yang

diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 yakni musyawarah Diversi

dipimpin oleh Penyidik sebagai fasilitator dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai

wakil fasilitator.

221

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

Terdapat beberapa bentuk hasil kesepakatan Diversi yang terjadi di Polresta

Medan seperti yang diatur dalam Pasal 11 UU No. 11 tahun 2012, antara lain sebagai

berikut:

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.222

220 Ibid.

221 Ibid. 222

(38)

Tabel 2

Kesepakatan Diversi di Polresta Medan*

1. Perdamaian dengan atau tanpa

ganti kerugian

16 5 21

2. Penyerahan kembali kepada orang

tua/Wali

- - -

3. Keikutsertaan dalam pendidikan

atau pelatihan di lembaga

pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan

- - -

4. Pelayanan Masyarakat - - -

Total 16 5 21

*Sumber: Polresta Medan

Ide diversi yaitu gagasan jika dengan pertimbangan yang layak untuk

menghindari stigma (cap jahat) pada anak. Maka, setiap saat dalam tahapan-tahapan

sistem peradilan pidana anak, pejabat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pihak

Pengadilan maupun Lembaga Pemasyarakatan) diberi kewenangan untuk

mengalihkan proses peradilan kepada bentuk-bentuk kegiatan, seperti penyerahan

pembinaan oleh orang tua/ walinya, peringatan, pembebanan denda/restitusi,

(39)

konseling.223

Namun, dalam hal perdamaian dengan kesepakatan ganti kerugian,

pihak penyidik Polresta Medan tidak mencampuri proses tersebut.224

Koordinasi pihak Kepolisian dengan pihak Kejaksaan dilakukan dengan

mengirimkan berkas ketika diversi dinyatakan gagal dan dilanjutkan ke

penuntutan.

Hal ini berbeda

dengan pasal 14 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 yang menjelaskan bahwa

pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada

pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan.

225

Setelah musyawarah diversi mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan

berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri

untuk dibuat penetapan seperti yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) UU No. 11 Tahun

2012 dan jika Diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan Seperti dalam Pasal 29 Ayat (4) UU No. 11 tahun 2012 yakni Dalam

hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara

ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian

kemasyarakatan. Jika diversi berhasil, Polresta Medan mewajibkan penyidik anak

untuk meminta penetapan kepada Pengadilan Negeri Medan seperti yang tercantum

dalam Pasal 12 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 Hasil kesepakatan Diversi

disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat

pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu

paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.

223 Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 14-15. 224 Ibid.

225

(40)

melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi

dan laporan penelitian kemasyarakatan seperti yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4)

UU No. 11.226

D.Hambatan dan Strategi Penyelesaian dalam Pelaksanaan Diversi

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana

terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak

menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan

memberikan stigmatisasi terhadap anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk

menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana.227 Seorang anggota Kepolisian

yang sedang melaksanakan tugasnya dituntut agar mempunyai pengetahuan dan

pengalaman yang banyak agar tidak terdapat petugas yang melakukan tindakan yang

salah.228 Penyidik anak dalam pelaksanaan diversi di Polresta Medan tidak

menetapkan kriteria khusus yang diterapkan kepada penyidik anak,229

226 Ibid.

227

Randall G. Shelden, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation, (Washington: U,S Department of Justice, 1997), hal 1. Dikutip dari Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit hal 11.

228 Djoko Prakoso, Op. Cit, hal. 189

229 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari

Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 10.30 WIB.

hal ini dapat

menjadi hambatan dalam pelaksanaan diversi. Jika, penyidik tersebut tidak dibekali

sebagai penyidik anak maka penyidik yang dalam hal ini merupakan fasilitator tidak

anak berperan aktif dalam mengupayakan keberhasilan diversi tersebut. Seharusnya

ada pembekalan yang dilakukan Polresta Medan terhadap penyidik yang akan

(41)

Tidak hadirnya salah satu pihak yang diundang untuk musyawarah diversi

menjadi hambatan yang terjadi dalam proses diversi di Polresta Medan. Pihak yang

sering tidak hadir adalah pihak dari korban yang merasa proses diversi memberikan

keringanan untuk tersangka yang telah memberikan kerugian bagi pihak korban. Jika

hal ini terjadi, pihak Polresta Medan akan mengirimkan undangan kedua kalinya

untuk pemberitahuan pelaksanaan musyawarah diversi. Namun, apabila pada

panggilan kedua tersebut pihak korban juga tidak hadir, maka musyawarah diversi

tidak dilakukan. Seperti yang diatur dalam Pasal 13 UU No. 11 Tahun 2012, proses

peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:

c. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau

d. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.230

Musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan seperti yang terjadi dalam

musyawarah diversi atas nama terlapor/tersangka DG dalam perkara tindak pidana

pencabulan. Musyawarah diversi tersebut tidak berhasil mencapai kesepakatan

dengan alasan bahwa keluarga korban masih belum terima dengan perbuatan

pencabulan yang telah dilakukan DG terhadap korban.231

Menurut Pusat kajian Perlindugan Anak (PKPA) Medan sebagai pihak

pendamping melihat bahwa penyidik anak sebagai fasilitator masih bingung atau

tidak paham mengenai pelaksanaan diversi, serta tidak adanya kata pemaaf dari pihak

230 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul 11.00 WIB.

231

(42)

korban serta kompensasi yang tidak seimbang menjadi faktor gagalnya musyawarah

diversi.232

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

Keberhasilan musyawarah diversi di Polresta Medan terjadi karena adanya

kesepakatan, seperti yang tertera dalam pasal 11 UU No. 11 tahun 2012 hasil

kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.233

Terdapat pula kesepakatan lain yang timbul dalam keberhasilan musyawarah

diversi, seperti dalam diversi terhadap RN sebagai tersangka/terlapor yang melakukan

tindak pidana penganiayaan terhadap anak. Hasil yang diraih dalam musyawarah

tersebut, yakni:

1. Terlapor meminta maaf secara kekeluargaan ke rumah pihak pelapor/korban.

2. Terlapor membuat surat pernyataan bahwa tidak anak mengulangi perbuatan

yang sama.

3. Dalam hal terlapor tidak mengalami perubahan sikap dalam 1 (satu) bulan,

maka akan diajukan untuk dibina oleh Dinas Sosial di LPKS (Lembaga

Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).

232 Hasil wawancara dengan Azmiati Zuliah, Loc. Cit.

233 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

(43)

4. Pihak terlapor akan membayar uang pengobatan korban sebesar Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah).234

Pada poin ke 3 kesepakatan tersebut terlihat bahwa, terdapat pula kesepakatan yang

dilakukan oleh pihak tersangka untuk merubah sikap dan terdapat sanksi yang akan

diberikan jika melanggar perjanjian tersebut. Diversi berhasil karena pihak korban

mau memaafkan serta pihak terlapor sepakat untuk Kesepakatan diversi dalam Pasal

11 Tahun 2012 adalah:

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.

Polresta Medan mempunyai strategi agar para korban ataupun keluarganya

mau menyelesaikan kasus melalui musyawarah diversi ataupun setuju dengan

penghentian penyidikan dengan beberapa kesepakatan. Penyidik anak (fasilitator),

Bapas, pihak pendamping memberikan penjelasan bahwa akan ada efek yang buruk

terhadap pelaku anak jika terus megikuti proses peradilan formal dan sebaiknya

dilakukan musyawarah secara kekeluargaan untuk jalan perdamaian.235

Pelaksanaan diversi dilatar belakangi keinginan menghindari efek negatif

terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan

234 Berdasarkan Berita Acara Kesepakatan Diversi No. 15/KD/II/2016.

235 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni

(44)

pidana Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum ini disebut dengan diskresi.236

Pelaksanaan diskresi menurut Lode Walgrave oleh penegak hukum yakni

memberikan kesempatan bagi penegak hukum dalam membuat keputusan sesuai

dengan rasa keadilan atas pertimbangan subyektif petugas penegak hukum itu sendiri.

Dengan kata lain, diskresi dianggap sebaagai kebebasan kekuasaan untuk membuat

suatu keputusan atas dasar kewenangan yang dimilikinya dengan pertimbangan

pribadi dengan memperhatikan kebaikan semua pihak, guna mencari alternatif lain

yang bukan pidana (non penal).237

Diversi merupakan pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum

untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau

menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara

lain menghentikan atau tidak meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana

atau mengembalikan/menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan

sosial lainnya. Diversi dapat diterapkan disemua tingkat pemeriksaan untuk

mengurangi dampak negatif keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut238

236 Marlina, Pengantar Konsep Diversi...., Op. Cit, hal. 2.

237 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’i, Op. Cit. hal. 101-102. 238

Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit, hal. 68.

Pelaksanaan diversi sebagai diskresi yang dilakukan Kepolisian hendaknya lebih

mengutamakan kepentingan pelaku yang masih anak yang dibawah umur serta harus

selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta proses.

(45)

mengabaikan hak-hak anak. Dalam pasal 2 UU No. 11 Tahun 2012, terdapat beberapa

asas-asas yakni:

a. perlindungan; yang dimaksud dengan ”perlindungan” meliputi kegiatan yang

bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan

anak secara fisik dan/atau psikis.

b. keadilan; yang dimaksud dengan “keadilan” adalah bahwa setiap

penyelesaian perkara Anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi Anak.

c. nondiskriminasi; yang dimaksud dengan ”nondiskriminasi” adalah tidak

adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan,

jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum Anak, urutan

kelahiran Anak, serta kondisi fisik dan/atau mental.

d. kepentingan terbaik bagi Anak; yang dimaksud dengan ”kepentingan terbaik

bagi Anak” adalah segala pengambilan keputusan harus selalu

mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak.

e. penghargaan terhadap pendapat Anak; yang dimaksud dengan ”penghargaan

terhadap pendapat Anak” adalah penghormatan atas hak Anak untuk

berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan,

terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupan Anak.

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; yang dimaksud dengan

“kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak” adalah hak asasi yang

paling mendasar bagi Anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,

(46)

g. pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. proporsional; yang dimaksud dengan ”proporsional” adalah segala perlakuan

terhadap Anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi

Anak;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; yang

dimaksud dengan “perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir”

adalah pada dasarnya Anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali

terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara

j. penghindaran pembalasan.

Diskresi (discretionary power) menurut Loraine Gelsthorpe dan Nicola

Padfield yakni wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak

pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara,

mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya.239

Pelaksanaan diskresi menurut Lode Walgrave oleh penegak hukum yakni

memberikan kesempatan bagi penegak hukum dalam membuat keputusan sesuai

dengan rasa keadilan atas pertimbangan subyektif petugas penegak hukum itu sendiri. Diskresi

yang dilakukan oleh Kepolisian hendaknya mengikuti aturan yang telah ditetapkan

dan diversi tersebut harusnya mengutamakan kepentingan yang terbaik untuk anak,

sehingga Kepolisian harus lebih aktif dalam musyawarah tersebut dikarenakan diversi

dilakukan untuk menghidari efek negatif dengan menggunakan sarana tanpa

penghukuman (non penal).

239

(47)

Dengan kata lain, diskresi dianggap sebagai kebebasan kekuasaan untuk membuat

suatu keputusan atas dasar kewenangan yang dimilikinya dengan pertimbangan

pribadi dengan memperhatikan kebaikan semua pihak, guna mencari alternatif lain

yang bukan pidana (non Penal). Diskresi tersebut dilakukan sesuai kebijakan yang

dimiliknya.240

Diskresi memberikan kesempatan bagi penegak hukum sebuah kebebasan

dalam membuat keputusan sesuai dengan rasa keadilan oleh pribadi seseorang yang

mempunyai wewenang kekuasaan. Diskresi menunjukkan kebebasan kekuasaan

untuk membuat keputusan dengan pertimbangan pribadi yang memperhatikan

kebaikan dan keadilan bagi semua pihak, guna mencari alternatif lain yang bukan

pidana (non penal).

Dengan menggunakan sarana non penal, maka musyawarah diversi

yang menggunakan pendekatan restorative justice yang melibatkan orang tua, tokoh

masyarakat bahkan pihak lain yang berada di lingkungan kehidupan anak akan

mempunyai peran dalam penyelesaian kejahatan oleh anak di luar jalur formal sistem

peradilan pidana.

241

240 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli’i, Op. Cit. hal. 101-102. 241

(48)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pemaparan yang telah diuraikan pada beberapa bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Diversi mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi anak maupun pihak lain

yang terlibat. Pengaruh positif diversi antara lain: Anak terhindar dari proses

hukum lebih lanjut, Menghindari stigma sebagai penjahat kepada anak,

Menghidarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek penyelenggaraan

peradilan anak, Keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam penyelesaian

masalah dengan cara musyawarah, Memperbaiki luka karena kejadian

tersebut, kepada korban dan masyarakat, Memberikan rasa tanggung jawab

atas perbuatannya dan memberikan pelajaran untuk mengamati efek dari

kejadian tesebut, memahami kesalahannya serta berjanji untuk tidak

mengulangi tindakannya lagi, Anak tetap dapat berkomunikasi dengan

lingkungannya sehingga tidak perlu beradaptasi sosial pasca terjadinya

kejahatan, Memberikan kesempatan kepada anak yang berkonflik dengan

hukum kesempatan untuk menepuh jalur non penal seperti ganti kerugian dan

kerja sosial, Diversi menjadikan tindakan penagkapan, penahanan dan

Gambar

Tabel 2
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

carok , maka elemen permukiman yang termasuk dalam elemen permukiman tradisional Madura ( Madurese village structure ) tidak hanya tanean lanjang , tetapi juga kampong meji

Website ini dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak yakni Sublime Text 2, XAMPP yang merupakan gabungan dari Apache Web Server, bahasa pemrograman PHP, dan

Oleh karena itu, diperlukan sistem informasi penjualan berbasis website agar produk yang dijual oleh Percetakan CV. Era Baru lebih dikenal

Pada tingkat pelayanan ini, tersedia ruang yang cukup bagi pejalan kaki untuk memilih kecepatan berjalan normal dan mendahului pejalan kaki lain terutama yang bergerak

Suatu cara untuk menghitung jumlah penduduk di suatu tempat adalah dengan jalan yang biasa disebut sensus atau cacah jiwa.. Dengan cacah jiwa, jumlah penduduk di suatu tempat

Badan Wakaf UII Nomor 03 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor Dan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia dengan perkembangan pelbagai peraturan yang berlaku

Dari arah Kebjakan-kebijakan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa DPKAD sebagai Pihak yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengelola pendapatan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang