• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PELAKSANAAN DIVERSI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

D. Hambatan Diversi di Pengadilan Negeri Medan

Pelaksanaan diversi telah pernah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan sesuai ketentuan undang-undang. Sepanjang tahun 2014 ada 27 kasus mengenai anak yang telah disidangkan oleh Pengadilan Negeri Medan dan 14 diantaranya telah dijatuhi putusan dan 13 diantaranya masih dalam proses penyelesaian hingga pada saat ini. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa, pelaksanaan diversi menemukan beberapa hambatan di dalam pelaksanaanya. Walaupun diversi sudah mulai dikenal sebagai upaya penanganan anak diluar proses peradilan akan tetapi, masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya diantaranya;

127Ibid, hal.93

a. Aparat Penegak Hukum

Aparat penegak hukum yang menangani proses diversi memiliki beban kerja yang terlalu banyak, tidak ada keseriusan di dalam menyelesaikan kasus melalui diversi, kemampuan penegak hukum, ketidak sabaran dalam memberikan pandangan mengenai efek yang dapat diterima oleh pelaku dan korban di dalam persidangan.128 b. Keberadaan Lembaga Penempatan Anak Sementara dan Lembaga

Penyelenggaraab Kesejahteraan Sosial.

Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki Lembaga Penempatan Anak Sementara dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Kedua lembaga ini membantu dalam mendidik anak dan melindungi kesejahteraan anak baik sebelum pelaksanaan diversi diberlakukan maupun sedang dilakukan. Lembaga ini dibutuhkan untuk menempatkan anak berusia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana.

c. Pandangan Masyarakat Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pandangan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana ialah bahwa seorang pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman penjara atau hukuman yang setimpalnya , bahkan tidak jarang masyarakat menghakimi sendiri pelaku tindak pidana tersebut dengan cara menghajar, melakukan pengeroyokan dan bahkan ada masyarakat

128 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Anak tanggal 23 Maret 205 di Pengadilan Negeri Medan

yang nekat membakar pelaku tindak pidana dikarenakan kekesalan yang telah disimpan selama pelaku beraksi.

d. Substansi Hukum

Diversi pada dasarnya telah diatur dalam UU SPPA dan Perma akan tetapi, peraturan tersebut belum sempurna dalam menjadi pedoman pelaksanaan diversi untuk melindungi anak. Contohnya, UU SPPA memerintahkan bahwa syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan haruslah diatur oleh Peraturan Pemerintah. Perintah UU untuk dibentuknya Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Pelaksana masih belum terealisasi dan untuk mencegah kekosongan hukum itu maka, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014. Untuk melengkapi mekanisme pelaksanaan diversi, maka perlulah PP tersebut segera dikeluarkan untuk mengatur perlindungan anak dalam menjalani masa hukuman sebelum melaksanakan diversi maupun setelah batalnya kesepakatan diversi.

e. Hambatan dalam menghadirkan anak, orang tua dan atau wali,129 Pada dasarnya seorang manusia ada rasa ingin membalas akan sesuatu yang diterima baik itu perbuatan baik maupun perbuatan jahat, dikaitkan dengan hal ini seorang anak atau korban ada rasa

129 Hasil wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

untuk melakukan pembalasan dengan melanjutkan perkara sampai kepada pengadilan.

f. Tempat

Tempat khusus di dalam menjalankan diversi belum ada dimiliki oleh Pengadilan Negeri Medan dan bahkan di dalam menjalankan diversi terkadang memakai ruang persidangan yang ada.130 Tempat ini dapat menjadi hambatan dalam memaksimalkan pelaksanaan diversi.

130 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

BAB IV

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM MENGHADAPI HAMBATAN PELAKSANAAN DIVERSI

DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Substansi Hukum

Membicarakan substansi berarti membicarakan Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut haruslah segera diterbitkan.131 Substansi hukum yang tepat dapat menjadi salah satu cara penanganan dalam menyelesaikan hambatan diversi. Hambatan diversi terjadi karena kurangnya pengaturan hukum dalam pelaksanaan diversi.

Pada dasarnya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak membutuhkan Peraturan Pelaksana yang berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur tata cara pelaksanaan diversi akan tetapi, setelah satu tahun di undangkan peraturan yang ditunggu tak kunjung tiba hingga pada akhirnya di tahun 2014 Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 4 Tahun 2014 untuk mengatasi kekosongan hukum di dalam menjalankan pelaksanaan diversi.

Peraturan Mahkamah Agung ini sifatnya terbatas dan berguna memfasilitasi pengadilan dalam menampung proses beracara di pengadilan.132

Perma ini sendiri tidak berada di dalam hirarki peraturan perundang-undangan akan tetapi, untuk mengatasi kekosongan hukum maka peraturan pelaksana diversi masih dibutuhkan.

131 Hasil wawancara denga Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

132 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

Meskipun Perma No. 4 Tahun 2014 mengatur mengenai pedoman pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak, tetap saja ada hal-hal lain yang tidak dapat ditentukan berdasarkan Perma tersebut dan tetap dimintakan diterbitkannya peraturan pemerintah dalam menangani pelaksanaan diversi. Perma sendiri merupakan pedoman pelaksana yang ditujukan kepada pengadilan di dalam melaksanakan penerapan diversi.133

Beberapa hal yang dimintakan oleh Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk dimuat dalam Peraturan Pemerintah ialah :

1. Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah. 134

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.135

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.136

Undang-Undang ini memerintahkan kepada pemerintah agar: 1. Setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik,

2. Setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum,

133 Hasil wawancara dengan ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

134 Pasal 15 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 135 Pasal 71 angka 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

136 Pasal 94 angka 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

3. Setiap Pengadilan wajib memiliki Hakim,

4. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun Bapas di kabupaten/kota,

5. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun LPKA dan LPAS di provinsi, dan

6. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun LPKS

Perintah tersebut diberikan agar dapat memaksimalkan kinerja peradilan pidana terhadap anak, terkhusus di dalam melaksanakan program diversi. Terdapat perbedaan pengaturan terkait penanganan kasus anak yang dapat dilakukan diversi berbeda antara UU SPPA dengan Perma No.4 Tahun 2014. UU SPPA menetukan bahwa diversi dapat dilakukan terhadap ancaman pidana dibawah 7 tahun sedangkan, Perma menyebutkan diversi juga dapat dilakukan dengan ancaman pidana di atas 7 tahun.

Menurut Dedi seorang panitera muda hukum pidana di Pengadilan Negeri Medan, dalam hal ini pengadilan berpegang kepada Perma No.4 Tahun 2014 dalam mekanisme pelaksanaan diversi. Pengaturan yang jelas antara UU SPPA dengan Perma No.4 Tahun 2014 harus dibuat dengan jelas dan harus dapat diselaraskan agar tidak terjadi kebingungan di dalam pelaksanaannya. Terhadap hal ini di perlukan penyeragaman arti dan batasan ancaman pidana untuk melaksanakan diversi terhadap anak agar tidak terjadi multi tafsir di dalam pelaksanaan diversi ke depannya.

B. Cultural Masyarakat

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan diversi melalui

Cultural Masyarakat adalah sebagai berikut ;

1. Pengetahuan Masyarakat

Masyarakat selama ini berpandangan bahwa pelaku tindak pidana harus dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya, bahkan ada masyarakat yang menilai perbuatan yang menghilangkan nyawa harus diganti dengan nyawa. Ini terlihat di dalam setiap proses persidangan pembunuhan dimana keluarga korban selalu meminta agar hakim menjatuhkan hukuman mati kepada pembunuh anggota keluarganya selain itu ada juga keluarga korban yang kesal melampiaskan amarah kepada pelaku di dalam ruang persidangan meskipun pelaku telah dikawal oleh polisi.

Pandangan masyarakat tersebut dapat kita katakan bersifat retributive

justice, dimana suatu perlakuan pidana dituntut dengan menerapkan

pembalasan. Pandangan tersebutlah yang harus diubah dan untuk itu perlulah diberitahukan kepada masyarakat bahwa, dalam perkara anak anak dikenal istilah diversi dimana anak dapat di damaikan dengan keluarga korban atau pelaku dengan melaksanakan musyawarah melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

2. Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat telah memahami apa yang dimaksud dengan diversi. Sosialisasi

kepada masyarakat dapat dilakukan melalui jalur Kadarkum maupun dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang konsen mengenai kasus-kasus anak yang ada , seperti : KPAI, KOMNAS HAM ANAK.137 Diversi adalah proses pengalihan penyelesaian anak dari yang formal menuju informal. Artinya, proses tersebut membawa anak keluar dari jalur pengadilan dan menyelesaikannya melalui proses musyawarah. Untuk itu perlulah diberikan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya proses ini dilaksanakan.

Pelaksanaan diversi dapat dilakukan di setiap tingkatan baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun di pengadilan. Sayangnya , ketika proses diversi yang dilakukan mencapai kesepakatan di tengah jalannya persidangan (sebelum pembacaan putusan) maka kesepakatan tersebut hanya menjadi pertimbangan kepada hakim untuk meringankan hukum terhadap pelaku.138 Pemerintah harus menunjukkan eksistensi diversi dengan memberikan penyuluhan kepada setiap masyarakat terutama setiap kasus yang menyangkut anak baik sebagai pelaku maupun korban.

3. Mental Masyarakat

Mental Masyarakat harus diubah agar mengetahui bahwa persidangan merupakan jalan terakhir dan diversi adalah jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, karena ada waktu seseorang dapat menjadi

137 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

138 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

korban maupun pelaku atas suatu kejahatan.139 Selain itu, mental masyarakat terkait penghakiman masyarakat juga harus diubah. Masyarakat tidak boleh main hakim sendiri di dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat harus ikut berperan serta dalam menjaga lingkungannya dan mengawasi perkembangan anak di daerahnya.

C. Aparat Penegak Hukum

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan oleh aparat penegak hukum ialah sebagai berikut ;

1. Pelatihan

Di dalam menangani diversi dibutuhkan seorang aparat penegak hukum yang berpengalaman. Pengalaman tersebut dapat diberikan dengan dasar pelatihan. Aparat penegak hukum yang akan menangani perkara diversi tidak boleh sembarangan harus melewati pelatihan di dalam penanganan diversi.

Pelatihan yang diberikan dapat berupa pelatihan seminar, pelatihan khusus, dan lain sebagainya. Pelatihan tersebut bertujuan untuk menjelaskan kepada setiap aparat penegak hukum yang ada bahwa, sebelum perkara anak dilanjutkan harus terlebih dahulu dilakukan diversi dan diversi wajib dilakukan di dalam setiap tingkatan yang ada baik oleh penyidik, penuntut umum, maupun pengadilan.

139 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

Diversi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan harus dilaksanakan oleh Hakim Anak.140 Hakim yang melaksanakan diversi haruslah hakim anak yang telah mengikuti pelatihan secara khusus dan telah diberikan SK khusus oleh Mahkamah Agung untuk menangani perkara anak yang ada di Pengadilan Negeri Medan.141 Pelatihan yang diberikan haruslah dapat melatih aparat penegak hukum agar mampu menerangkan pengaruh yang dapat diterima baik oleh pelaku maupun korban melalui persidangan.142 Selain itu, pelatihan juga diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara anak melalui proses diversi143 dengan adanya pelatihan, maka dapat meningkatkan pelaksanaan diversi di setiap tingkatan.

2. Sertifikasi

Sertifikasi terhadap aparat penegak hukum diperlukan dengan tujuan menentukan seorang aparat penegak hukum telah layak ditunjuk dalam penyelesaian penanganan anak berkonflik dengan hukum melalui proses diversi. Sertifikasi ini juga menunjukkan seorang aparat penegak hukum telah memiliki pengetahuan yang cukup terkait pelaksanaan diversi. Mengingat besarnya peran dan tanggung jawab

140 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

141 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

142 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

143 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

aparat penegak hukum maka, sertifikasi ini juga bertujuan untuk memberikan tunjangan lebih kepada setiap aparat penegak hukum yang telah lulus pelatihan program diversi.

Sertifikasi diperlukan untuk memaksimalkan kinerja aparat penegak hukum dalam melaksanakan program diversi. Mengingat besarnya tanggung jawab dan rumitnya pekerjaan hakim anak maka perlulah diadakan tunjangan khusus yang diatur di dalam Keppres. Sertifikasi ini menentukan apakah seorang hakim itu layak untuk menyelesaikan suatu permasalahan diversi atau tidak.144

3. Surat Ketetapan

Seorang hakim haruslah ditunjuk melalui SK khusus untuk menangani perkara anak melalui diversi.145 SK ini ditunjuk dengan melihat apakah seorang hakim itu telah mengikuti pelatihan diversi atau belum dan juga dengan melihat sertifikat yang dimiliki hakim dalam menangani perkara anak melalui diversi. Hakim yang ditunjuk ialah harus seorang hakim anak dan tidak boleh menunjuk hakim yang belum mengikuti pelatihan diversi sebelumnya.

144 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

145 Hasil wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan – pembahasan yang telah di uraikan dari BAB II sampai BAB IV, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Diversi diatur di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Bab II dan Perma No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 menegaskan bahwa diversi dilakukan dengan melakukan pendekatan restorative justice. 2. Pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan

berdasarkan Ketentuan Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Pengaturan yang dimuat di dalam perma tersebut ialah mengatur mengenai persiapan diversi, musyawarah diversi, dan Kesepakatan diversi. Pelaksanaan diversi yang dilakukan belum dapat dilaksanakan secara maksimal yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pengetahuan aparat penegak hukum terkait pelaksanaan diversi yang merupakan suatu kewajiban, substansi hukum yang tidak memiliki kesamaan di dalam melaksanakan diversi baik oleh Undang-Undang No.11 Tahun 2012 maupun Perma No.4 Tahun 2014, dan juga tempat pelaksanaan diversi yang tidak memadai.

3. Upaya hukum dalam menghadapi hambatan pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan mengkaji substansi hukum yang ada di dalam UU No.11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014, selain itu melakukan sosialisasi hukum kepada masyarakat mengenai pentingnya diversi di dalam melindungi anak dari proses persidangan di pengadilan, melakukan pelatihan terhadap aparat penegak hukum agar dapat memahami tujuan dan tata cara pelaksanaan diversi di Indonesia.

B. Saran

Setelah menyampaikan kesimpulan tentang penerapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana , maka penulis juga akan menuliskan saran yang dapat menjadi masukan dalam memaksimalkan pelaksanaan diversi.

1. Pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah dalam mengatur berbagai hal lain yang dimintakan di dalam UU SPPA dan juga Peraturan Pemerintah tersebut dapat menunjukkan dengan jelas batas ancaman pidana yang dapat dilakukan diversi agar tidak terjadi multitafsir di dalam pelaksanaan diversi.

2. Pemerintah harus dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana dari retributive justice menjadi restorative

justice. Ini diperlukan agar setiap masyarakat mengetahui cara

penyelesaian anak berkonflik dengan hukum tanpa melalui jalur peradilan.

3. Aparat penegak hukum yang menjadi fasilitaor diversi haruslah orang yang memahami prosedur pelaksanaan diversi dan telah memiliki pengalaman sebelumnya serta memiliki minat, dedikasi, dan memahami masalah anak.

BAB II

PENGATURAN DIVERSI DI INDONESIA A. Konsep Diversi

1. Pengertian Diversi

Anak bukanlah untuk dihukum melainkan harus diberikan bimbingan dan pembinaan, sehingga bisa tumbuh dan berkembang sebagai anak normal yang sehat dan cerdas seutuhnya.31 Anak di dalam masa perkembangannya dapat melakukan sesuatu perbuatan buruk yang dapat merugikan orang lain baik secara fisik maupun materil. Kejahatan Anak ini dapat dikatakan sebagai kenakalan anak. Kenakalan anak diambil dari istilah asing Juvenile Deliquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan anak yang dimaksudkan di dalam Pasal 489 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.32 Kenakalan yang dibahas di dalam penulisan skripsi ini adalah kenakalan anak yang melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Menurut Kartini Kartono yang dikatakan Juvenile Deliquency adalah perilaku jahat/dusta, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.33

Romli Atmasasmita memberikan pula perumusan Juvenile Deliquency, yaitu setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun

31 M.Nasir Djamil, Op.cit, hal.1. 32 Wagiati Soetedjo, Op.cit, hal.8. 33Ibid, hal.9.

dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.34

Juvenile artinya anak-anak,anak muda, ciri karakteristik pada masa muda

sifat khas pada remaja, sedangkan Deliquency artinya terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, dan lain-lain.35 Berdasarkan defenisi mengenai juvenile deliquency dapat ditarik kesimpulan bahwa, Juvenile deliquency adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh seorang anak dibawah usia 18 tahun yang menimbulkan kerugian fisik maupun materil serta immaterial bagi orang lain. Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Dalam Pembahasanya ada kelompok yang menekankan segi pelanggaran hukumnya, ada pula kelompok yang menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum namun, semua sepakat dasar pengertiannya adalah perbuatan yang bersifat anti sosial.36

Indonesia sendiri telah memiliki undang-undang yang memperhatikan mengenai kepentingan anak, diantarnya ialah Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Pengadilan Anak, Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama. Undang-Undang-Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengenal istilah diversi dan restorative justice.

34Ibid, hal. 11.

35Ibid, hal.8. 36Ibid, hal. 9.

Menurut Agustinus Pohan , yang dimaksud Restorative Justice adalah merupakan konsep keadilan yang sangat berbeda dengan apa yang kita kenal saat ini dalam sistem hukum pidana Indonesia yang bersifat retributif. Konsep

restorative justice dari UNICEF menitikberatkan kepada keadilan yang dapat

memulihkan, yaitu memulihkan bagi pelaku tindak pidana anak, korban dan masyarakat yang terganggu akibat adanya tindak pidana tersebut.37 Proses konsep

restorative justice ini dijalankan melalui diversi.

Pengertian diversi terdapat banyak perbedaan sesuai dengan praktek pelaksanaanya. United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice butir 6 dan 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau non pemerintah.38

Diversi adalah Pengalihan atau pemindahan dari proses peradilan ke dalam proses alternatif penyelesaian perkara, yaitu melalui musyawarah pemulihan atau mediasi.39 Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan atau/masyarakat, Pembimbing Kemasyarakatan Anak, Polisi, Jaksa atau Hakim.40 Secara singkat, diversi adalah

37Ibid, hal.134.

38 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia ( Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice), Refika Aditama,2009, hal.11 (selanjutnya disebut buku II).

39 Wagiati Soetedjo,Op.cit, hal.135.

pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.41

2. Tujuan Diversi

Prinsip pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahan.42 Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakkan hukum negara, pelaksanaanya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk menempuh jalur non pidana sseperti ganti rugi, kerja sosial atau pengawasan orang tua.43 Langkah pengalihan dibuat untuk menghindarkan anak dari tindakan hukum selanjutnya dan untuk dukungan komunitas, di samping itu pengalihan bertujuan untuk mencegah pengaruh negatif dari tindakan hukum berikutnya yang dapat menimbulkan stigmatisasi.44

Tujuan dilakukan diversi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut45 ;

a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak, b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan

41 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Dokumen terkait