BAB IV RANCANGAN PENGEMBANGAN
A. Hambatan-hambatan
c. Rancangan Pengembangan Potensi Diri dan Aktualisasi Diri.
F. Manfaat
Berbekal hasil-hasil belajar pada modul Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri, peserta diharapkan mampu menerapkan potensi yang ada dalam dirinya guna peningkatan kinerja instansinya.
BAB II
KONSEP PENGENALAN DAN
PENGUKURAN POTENSI DIRI
A. Pengertian
1. DiriApakah diri itu? William James (dalam bukunya Principles of Psychology, 1890 seperti dikemukakan dalam Sarwono, 1997) mengemukakan ada dua jenis diri yaitu “Diri” dan “Aku”. Diri adalah sebagai “diri public” (public self atau me) dan “diri pribadi” atau “aku” (private self atau I). Diri sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir dan berkehendak (subjective self). Akan tetapi, teori James yang menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono sulit dikembangkan lebih lanjut, karena baik dalam praktik maupun dalam penelitian-penelitian sulit dibedakan antara kedua diri ini. Oleh karena itu, dalam pandangan Sarwono, teori - teori yang timbul kemudian menggunakan salah satu konsep itu saja yaitu diri (self) dan ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan
mampu menjelaskan konsep pengenalan dan pengukuran potensi diri.
6 Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri
dalam satu konsep yang lebih menyeluruh yaitu kepribadian.
Antara self dan ego memang banyak diperbincangkan, karena sesungguhnya sangat sukar dibedakan. Solomon E Asch misalnya berpendapat bahwa secara fenomenal keduanya adalah identik tetapi secara fungsional keduanya tidak sama. Pandangan ahli mengatakan bahwa selain ego lebih luas daripada self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti daripada pribadi manusia sedangkan self adalah lebih sebagai perwujudan fungsional ego. Karena, baik self maupun ego, keduanya dapat dikembangkan, maka dalam modul ini yang dimaksudkan dengan diri adalah kedua-duanya atau secara menyeluruh yang ada pada diri dan kepribadian.
2. Potensi
Berbicara tentang potensi dalam bahan ajar ini yang dimaksudkan adalah potensi yang ada di dalam diri kepribadian manusia. Dalam hal ini tentu tidak akan lepas kaitannya dengan hakekat manusia itu sendiri. Hakekat manusia tersebut adalah: (1) sebagai makhluk Tuhan yang bertaqwa; (2) sebagai makhluk sosial; dan (3) sebagai makhluk yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Apakah yang dimaksud dengan potensi? Menurut kamus umum Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan potensi adalah “kemampuan-kemampuan dan kualitas-kualitas yang dimiliki oleh seseorang namun
Modul Diklatpim Tingkat IV 7
belum dipergunakan secara maksimal.” Potensi tersebut merupakan salah satu pembeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Adapun potensi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kemampuan dasar seperti tingkat intelegensia, kemampuan abstraksi, logika dan daya tangkap. Sikap kerja seperti ketekunan, ketelitian, tempo kerja dan daya tahan terhadap stress.
Kepribadian yaitu pola menyeluruh semua
kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang baik yang jasmaniah, mental, rohani, emosional maupun sosial yang semuanya telah ditata dalam cara khas di bawah aneka pengaruh dari luar. Pola ini terwujud dalam bentuk tingkah laku dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana yang telah dikehendaki (St Poul Society, The Challenge of Your Personality). Beberapa contoh kepribadian adalah keikhlasan, ketulusan, kelincahan, kecerdasan emosi dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Prof. DR. Buchari Zainun, MPA yang disebut dengan potensi adalah “daya”. Daya tersebut dapat bersifat positif yang berupa kekuatan (power) dan bersifat negatif atau kelemahan (weaknesses). Beberapa contoh potensi manusia tersebut antara lain kejujuran, ketegasan, kesucian, keimanan, kesetiaan, kerapian, kematangan, kedewasaan, kecerdikan, kebijakan, kecerdasan, kebenaran, keramah tamahan dan lain sebagainya.
3. Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri
Pengenalan berasal dari kata kenal atau tahu. Pengenalan dalam bahan ajar ini adalah tahu apa potensi yang dimiliki, karena kalau kita tidak tahu apa potensi yang kita miliki bagaimana mungkin kita akan mengembangkannya. Sedangkan pengukuran (measurement) adalah:
Kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur atau instrumen agar kita mengetahui apa potensi yang kita miliki.
Pemberian angka kepada suatu atribut tertentu yang dimiliki oleh orang, obyek tertentu menurut aturan/tolak ukur atau karakteristik tertentu.
Karakteristik Pengukuran adalah penggunaan angka atau skala tertentu dan menggunakan suatu aturan atau formula tertentu.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan, kekuatan dan daya yang ada pada diri dengan menggunakan cara, metode dan alat ukur atau instrumen tertentu dengan aturan/tolok ukur atau karakteristik tertentu. Dengan mengetahui potensi-potensi yang ada pada diri, maka diri yang bersangkutan akan dapat mengetahui potensi yang harus dikembangkan dan potensi mana yang harus dihilangkan dari diri.
B. Tujuan dan Manfaat Pengenalan dan
Pengukuran Potensi Diri
Pengembangan diri harus diawali dengan pengenalan diri Potensi diri merupakan suatu misteri bagi manusia. Oleh karena itu pengenalan dan pengukuran potensi diri tersebut adalah untuk mengungkap misteri yang ada dalam diri. Dengan mengenal dan mengukur potensi diri antara lain akan memberikan gambaran kepribadian seseorang, gambaran kecenderungan seseorang dalam berperilaku. Kecenderungan - kecenderungan ini bukan harga mati, tapi dapat berubah. “Kecenderungan” bukan merupakan “kepastian”. Dalam pengembangan potensi diri, pengukuran potensi diri dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmanakah potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang individu, baik yang diperoleh melalui introspeksi diri maupun melalui feed back dari orang lain serta tes psikologis. Dengan mengetahui potensi diri, maka diharapkan seseorang dapat memaksimalkan potensi - potensi positif (kekuatan-kekuatan) yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada.
Lalu apakah manfaat pengembangan potensi diri? Manfaat pengembangan potensi adalah untuk mengembangkan nature dan nurture secara tepat. Nature adalah kepribadian manusia yang terbentuk dari bawaan/lahir/bakat. Sedangkan nurture adalah kepribadian manusia yang terbentuk karena pengaruh lingkungan. Dengan demikian pengembangan potensi diri
10 Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri
berarti berusaha mengembangkan kepribadian yang berasal dari dalam/bakat dan dikembangkan setelah berinteraksi dengan lingkungan dimana seseorang berada. Pengembangan potensi diri ini adalah berusaha memaksimalkan potensi-potensi positif yang ada dan meminimalisasi kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan demikian seseorang mampu berperilaku sesuai dengan peran yang sedang dimainkannya baik sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial maupun makhluk Tuhan yang bertaqwa.
Selain itu, beberapa tujuan dan manfaat yang akan diperoleh baik sebagai individu maupun instansi yang bersangkutan, sebagai berikut:
1. Bagi Individu :
Memberi gambaran tentang kekuatan dan
kelemahan atau kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri.
Mengetahui kemampuan yang masih perlu
ditingkatkan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan akan diketahui mana potensi yang akan ditingkatkan dan mana yang harus dihilangkan atau paling tidak diminimalisasi.
Mengetahui bidang kerja yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dengan mengetahui potensi akan diketahui bidang pekerjaan yang tepat bagi diri. Dengan bekerja pada bidang yang sesuai
Modul Diklatpim Tingkat IV 11
dengan potensi, seseorang yang bekerja tidak akan merasa terpaksa.
2. Bagi Instansi/Perusahaan:
Memberi gambaran yang jelas tentang kemampuan seseorang /karyawan
Sebagai referensi untuk penempatan SDM
Sebagai referensi dalam human resource planning dan career planning.
C. Metode Pengukuran Potensi Diri
Agar hasil pengukuran mendekati kenyataan yang sebenarnya, maka hendaknya menggunakan metode-metode ilmiah. Yang dimaksudkan dengan metode ilmiah adalah “suatu cara kerja yang mengikuti prosedur ilmiah untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan suatu ilmu pengetahuan”. (Efendi dan Praja, 1993). Adapun suatu metode ilmiah, antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Obyektif, artinya dapat memberikan data atau informasi yang benar sesuai dengan keadaan obyek yang sesungguhnya;
2. Adekuat (Adequate) artinya memadai sesuai dengan masalah dan tujuannya;
3. Reliable, artinya dapat dipercaya, memberikan informasi yang tepat;
4. Valid artinya dapat dipercaya (sahih) sesuai dengan obyeknya (kenyataan);
5. Sistematis artinya memberi data/informasi yang tersusun baik sehingga memudahkan penarikan kesimpulan; 6. Akurat (accurate) artinya memberikan data/informasi
dengan teliti.
Dalam pengukuran potensi diri ada beberapa metode antara lain:
1. Self Assesment atau Introspeksi Diri;
2. Feedback;
3. Eksperimental; 4. Non – Eksperimental;
5. Tes Psikologis (tes kecerdasan, tes kepribadian, tes kepemimpinan, tes kreativitas dan lainnya);
6. Non Tes (Observasi, Wawancara, Focus Group
Discussion, On the Job Training dan lain-lain).
Dalam modul ini, akan digunakan beberapa metode, antara lain adalah self assessment (introspeksi diri, feed back dan tes).
D. Latihan
Latihan dalam materi ini lebih menitik beratkan pada pendekatan partisipatif dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tuliskan dengan bahasa sendiri apa yang dimaksud dengan potensi diri?
Tuliskan potensi-potensi diri anda yang sangat berpengaruh dalam menunjang karier anda.
Langkah-langkah apakah yang bisa anda lakukan dalam pengukuran potensi diri anda.
E. Rangkuman
Pengenalan dan pengukuran potensi diri sangat diperlukan bagi seorang pimpinan. Untuk itu pemahaman tentang potensi dirinya sangat dianjurkan. Pengukuran potensi diri tersebut dapat dilakukan melalui diri sendiri (introspeksi diri), malalui feed back dari orang lain serta tes-tes psikologis.
BAB III
PENGUKURAN POTENSI DIRI
Sebelum membahas dan mempraktikkan metode pengukuran potensi diri serta merancang pengembangannya terlebih dahulu akan dibahas mengenai konsep diri. Apa yang dimaksudkan dengan konsep, komponen konsep diri dan bagaimana meningkatkan konsep diri.
A. Apa yang dimaksudkan dengan KONSEP
DIRI?
Kita sering mendengar orang menyebut citra diri (self image), harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence). Kita sering bingung apa bedanya? Samakah dengan konsep diri? Dalam bab ini kita akan membahas mengenai konsep diri secara lebih gamblang. Mengapa? Menurut Adi W Gunawan, konsep diri adalah kunci pembuka harta karun potensi. Konsep diri merupakan pondasi utama keberhasilan dalam proses pembelajaran menuju sukses. Setiap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan diri, prestasi dan kompetensi di bidang apapun hanya akan dapat dilakukan dengan meningkatkan Konsep Diri seseorang. Lalu, apa yang dimaksudkan dengan konsep diri? Konsep Diri adalah persepsi (pandangan) seseorang terhadap dirinya yang
Setelah selesai membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu melakukan pengukuran potensi diri
dengan baik dan benar
Modul Diklatpim Tingkat IV 15
terbentuk melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan dan mendapat pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting. Konsep diri merupakan sistem operasi komputer mental yang mengendalikan apa yang kita pikirkan, ucapkan, lakukan dan rasakan. Tanpa ada upaya sadar dari pihak kita untuk mengubah konsep diri maka kita akan terus berpikir, berucap dan bertindak dan merasa sama seperti yang kita jalani selama ini.
Konsep diri terdiri dari 3 (tiga) komponen yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya yaitu diri ideal (self ideal), citra diri (self image) dan harga diri (self esteem). Apa yang dimaksud dengan masing-masing komponen, akan diuraikan secara singkat dibawah ini.
1. Diri Ideal (self ideal); adalah sosok individu yang kita ingin menjadi dimasa depan. Setiap orang mempunyai diri ideal baik disadari atau tidak. Ada yang menetapkan secara sadar diri idealnya, tapi ada yang tidak sadar bahwa dia tidak menetapkan diri idealnya. Dengan tidak menetapkan diri ideal sebenarnya dia juga membuat keputusan untuk tidak menjadi siapa-siapa. Diri ideal menentukan sebagian arah hidup seseorang.
2. Citra Diri (Self Image); adalah cara anda melihat diri anda sendiri dan berpikir mengenai diri anda sekarang (saat ini). Citra diri sering disebut cermin diri. Kita akan bertindak sesuai dengan apa yang kita lihat di dalam diri. Kalau kita melihat diri kita sukses dan percaya diri, kita
akan bertindak layaknya orang sukses dan percaya diri. Sebaliknya apabila melihat orang yang gagal dan tidak mampu, maka kita akan bertindak seperti cermin diri. 3. Harga Diri (Self Esteem); merupakan komponen yang
bersifat emosional dan merupakan komponen paling penting dalam menentukan sikap dan kepribadian kita, merupakan kunci mencapai keberhasilan hidup. Harga diri akan menentukan semangat, antusiasme dan motivasi diri. Harga diri menentukan prestasi dan keberhasilan diri. Harga diri berbanding lurus dengan citra diri. Jika citra diri baik, maka harga diri akan tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Itulah ketiga komponen yang saling mempengaruhi konsep diri seseorang.
B. Pengukuran Potensi Diri
Tahap pertama dalam pengembangan potensi diri adalah mengenal diri sendiri. Oleh karena itu mengenal diri sendiri perlu mendapat prioritas utama. Salah satu cara untuk mengenal diri sendiri adalah melalui teknik pengukuran potensi diri. Sebagaimana sudah dijelaskan dalam bab II, banyak metode untuk pengukuran potensi diri, namun disini akan digunakan beberapa metode pengukuran, antara lain dapat dilakukan melalui introspeksi diri, feed back orang lain serta pengisian instrumen tes kepribadian. Berikut ini akan dibahas satu persatu teknik tersebut.
1. Pengukuran Individual
Pernahkah anda merenungkan hakekat kehidupan anda? Pernahkah anda merenungkan potensi-potensi diri anda. Apabila hal ini anda lakukan sebenarnya anda sedang melakukan pengukuran terhadap diri anda sendiri, khususnya yang berkaitan dengan potensi diri anda. Teknik ini sangat efektif apabila anda memperhatikan kata hati anda. Sebab andalah yang paling mengetahui tentang diri anda sendiri.
Berikut in anda diminta untuk merenungkan diri anda sendiri dan merenungkan potensi-potensi yang ada pada diri anda sendiri seperti yang tertuang dibawah ini.
Lembar Pengukuran Individual*
No. Kriteria Potensi
1. Kemampuan dasar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 2. Sikap Kerja 1. 2.
18 Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri
No. Kriteria Potensi
3. 4. 5. 6. 7. 8. 3. Kepribadian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Untuk bahan latihan seperti tertuang dalam lembar kerja 1.
Dalam pengisian lembar kerja ini hendaknya anda telah melakukan kegiatan renungan diri melalui materi.
Pembinaan perilaku kepemimpinan di alam terbuka (out door)
Kecerdasan emosi Kesehatan mental
Hal ini disebabkan dalam materi-materi tersebut anda dipandu untuk lebih mengenal diri anda sendiri melalui proses pembelajaran yang telah dirancang dengan baik.
Modul Diklatpim Tingkat IV 19
2. Pengukuran melalui Feed Back Orang Lain
“Feed back” adalah komunikasi yang ditujukan kepada seseorang (atau suatu kelompok) yang akan memberikan
informasi kepada orang atau kelompok yang
bersangkutan, bagaimana kesan yang ditimbulkan pada orang lain dengan tingkah laku yang ditunjukkannya (bahan ajar motivasi berprestasi).
“Feed beck” itu membantu seseorang untuk menelaah dan memperbaiki tingkah lakunya dan dengan demikian ia akan lebih mudah mencapai hal-hal yang diinginkannya. Selanjutnya dalam bahan ajar ini akan dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan feed back sebagai berikut:
a. Feed back yang langsung dan tidak langsung
Ada dua macam respon dalam kita berhubungan dengan orang lain yang biasanya digunakan untuk menilai dirinya. Bila orang-orang bergaul, bagaimana formalnyapun pergaulan atau hubungan mereka toh seringkali mereka memberi petunjuk-petunjuk halus tentang perasaan mereka mengenai orang-orang yang dihadapi, ini dapat kita namakan feed back tidak langsung.
Sedangkan feed back yang langsung, terdiri dari pernyataan-pernyataan verbal yang secara khusus
melukiskan bagaimana persepsi orang lain, bagaimana reaksi yang satu terhadap yang lain.
Hal yang menarik pada feed back yang tidak langsung adalah bahwa biasanya sifat halus, samar-samar, suatu senyuman dapat merupakan kebiasaan
dalam pergaulan, tetapi senyuman dapat
menyampaikan keakraban dan pujian dengan apa yang dilihatnya, tetapi mungkin pula itu merupakan petunjuk bahwa orang tersebut takut menjadi akrab dengan orang lain.
Masalah feed back yang halus dan samar-samar ini dirumitkan lagi oleh kenyataan bahwa orang cenderung untuk melihat hal-hal yang ingin dilihatnya dan cenderung untuk sangat sensitive terhadap petunjuk-petunjuk dalam lingkungan yang menegaskan dugaan-dugaannya. Bila seseorang menduga bahwa orang lain akan sulit menerima dirinya, maka ia cenderung menafsirkan senyuman orang lain sebagai tingkah laku konvensional belaka. Dan bila orang lain agak diam maka ini akan mudah sekali ditafsirkan sebagai tanda bahwa orang lain itu menolak dirinya, tidak bersedia menerima dirinya.
Feed back yang tidak langsung ini tidak memungkinkan penafsiran yang tegas. Seringkali terjadi bahwa ada hal-hal tertentu pada orang lain
yang tidak kita terima atau benarkan, namun setelah mengetahui mengapa orang itu demikian atau orang itu berkesempatan untuk memberikan penjelasan kepada kita, maka tanggapan kita tentang dirinya berubah. Yang juga sering terjadi adalah bahwa feed back yang kita terima justeru memberikan informasi tentang si pemberi feed back itu sendiri.
Karena sifatnya yang samar-samar maka feedback yang tidak langsung tidak begitu berguna bagi yang menerimanya, bahkan feedback itu dapat merusak tujuan-tujuan evaluasi diri. Orang menerima feedback yang demikian harus menarik kesimpulan dari petunjuk-petunjuk yang kurang jelas tanpa mempunyai kesempatan untuk menjajaginya lebih jauh, sehingga ia tidak dapat mengetahui makna yang sebenarnya ataupun alasan yang mendasarinya.
Feed back yang langsung jauh lebih bermanfaat untuk evaluasi dirinya. Namun feedback yang langsung ini juga dapat tak berguna bila ia tidak merupakan penilaian atau reaksi yang jujur. Salah satu sebab mengapa tak ada kejujuran dalam hal ini terletak pada keharusan-keharusan tata krama pergaulan yang tidak membenarkan seorang mengecam orang lain secara terbuka. Akibatnya antara lain adalah bahwa kita kurang percaya bahwa orang lain akan jujur terhadap kita. Oleh karena itu
22 Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri
agak sulit diyakinkan bila orang lain mengatakan bahwa ia menerima diri kita setelah kita mengungkapkan aspek-aspek dirinya yang negatif. Karena larangan tata krama tadi maka feedback yang negatif (biasanya kecaman) seringkali disertai emosi yang kuat di pihak penerima. Banyak orang yang hanya akan secara terbuka mengecam orang lain bila ia dalam keadaan marah. Akibatnya adalah bahwa kita menjadi terbiasa untuk bersifat defensif (membela diri) atau membalas, sebagai respon terhadap kecaman yang kita asosiasikan dengan ancaman. Karena kita emosional dalam menyambut kecaman kita cenderung untuk menanggapinya sebagai penolakan terhadap seluruh diri kita, dan karena itu kecaman itu adalah sesuatu yang harus kita tangkis atau kita ingkari dengan cara apapun.
Feedback yang tidak langsung sekalipun tidak banyak berguna namun tetap memainkan peranan yang penting dalam penentuan identitas diri.
Respon-respon orang lain terhadap tingkah laku kita yang seringkali juga bersifat non verbal, mungkin mengandung informasi yang tak mungkin mereka nyatakan secara lebih langsung. Namun hal itu saja belum cukup, bagi sementara orang mereka lebih suka menerima feedback yang terus terang saja.
Modul Diklatpim Tingkat IV 23
b. Feed back yang evaluatif dan deskriptif
Terlebih dahulu akan dibicarakan tentang feedback yang evaluatif, yaitu komunikasi yang mengandung informasi berupa suatu penilaian tentang diri si penerima feedback. Feedback yang evaluatif adalah petunjuk-petunjuk dalam pergaulan yang dapat digunakan untuk evaluasi dan reevaluasi diri. Bagi banyak orang feedback yang evaluatif dapat mempunyai fungsi yang bermanfaat.
Melalui pengungkapan diri dan feedback yang kemudian diperolehnya mereka dapat menguji dugaan-dugaan mereka tentang sampai seberapa jauh orang lain menerima dan menyukai diri mereka. Hasilnya dapat meningkatkan harga diri mereka.
Feedback yang evaluatif memungkinkan orang untuk mempunyai dan memelihara gambaran yang realistis tentang kemampuan-kemampuan dan kelemahan-kelemahannya. Dan terakhir, feedback yang evaluatif merupakan dasar bagi perbaikan diri. Bila kita tidak mengetahui tentang kelemahan-kelemahan kita maka kita tidak akan tergerak untuk mengatasinya, jadi tidak akan tergerak untuk mengembangkan diri. Tidak semua orang merasa penting atau perlu untuk memperbaiki diri. Orang-orang yang mempunyai harga diri yang lemah pada umumnya terutama menginginkan untuk diyakinkan. Mereka cenderung
untuk mencari dalam respon-respon orang lain terhadap dirinya, petunjuk-petunjuk tentang apakah orang yang dihadapi itu memuji atau mencela dirinya, menerima atau menolak dirinya. Orang-orang yang “narsistis” mencari pujian, pengaguman dan tepuk tangan dari orang lain dalam usaha mereka yang tak henti-hentinya untuk menghilangkan keragu-raguan tentang dirinya sebagai manusia.
Oleh karena itu akan lebih bijaksana dan lebih bermanfaat apabila feedback yang diberikan berupa feedback yang deskriptif. Feedback yang deskriptif lebih banyak mendeskripsikan atau menguraikan bagaimana reaksi si pengirim atau tingkah laku si penerima, impact tingkah laku si penerima pada diri si pengirim oleh tingkah laku atau tindakan si penerima.
Ada orang yang tidak memperhatikan unsur-unsur evaluatif tadi tetapi mereka mengarahkan perhatiannya kepada petunjuk-petunjuk yang deskriptif yang dapat membantu mereka untuk mengetahui siapa mereka, mereka tidak begitu mementingkan apakah orang lain dapat menerima mereka atau tidak.
Bila orang mempunyai rasa harga diri yang lemah maka orang tersebut akan cenderung untuk terutama
memperhatikan unsur-unsur evaluatif pada sambutan-sambutan orang lain terhadap dirinya, pujian atau kecaman, penerimaan atau penolakan. Kurangnya feedback deskriptif yang bermanfaat untuk sebagian bersumber pada kesulitan untuk meramalkan apakah orang yang akan menerima feedback itu juga akan menerimanya seadanya ataukah nanti tetap akan mengusuti unsur-unsur evaluatif di dalamnya. Terlalu sering terjadi bahwa orang-orang yang ingin dapat memanfaatkan