• Tidak ada hasil yang ditemukan

International Auto 2000 Medan)

Dalam suatu kontrak, para pihak yang terlibat di dalamnya diharapkan dapat memenuhi segala hak dan kewajibannya sehingga perjanjian kerja dapat berjalan dengan baik, seimbang, adil dan proporsional sesuai dengan apa yang telah disepakati para pihak.

90

Dalam melakukan perjanjian kerja sesuai dengan hal-hal yang diperjanjikan dalam kontrak, terdapat berbagai hambatan yang dilalui para pihak,

Asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks dan tujuan yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.

89

https://gietayonghwa.wordpress.com/2011/ 02/19/hak-dan-kewajiban/ Diakses pada tanggal 17 Maret 2017. Pukul 06.42 WIB

90

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm 232

yaitu antara perusahaan selaku pihak majikan dan karyawan sales marketing selaku pihak pekerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, hambatan-hambatan yang dialami para pihak terjadi dikarenakan faktor internal yang dapat mempengaruhi eksistensi kontrak yang diadakan oleh para pihak. Adapun sebab faktor internal itu terjadi dikarenakan kelalaian yang dilakukan oleh karyawan sales marketing sebagai pekerja yang melibatkan konsumen sebagai pihak ketiga, di mana karyawan sales marketing menaikkan harga jual mobil diluar batasan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, dan menggunakan sebagian uang hasil penjualan mobil dari konsumen untuk kepentingan pribadi. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari karyawan itu sendiri yang mempengaruhi produktivitas kerja. Tentu hal ini yang mengakibatkan kerugian pada perusahaan dan juga konsumen.

Saat terjadi kelalaian yang dilakukan oleh karyawan sales marketing, maka dalam hal ini perusahaan harus memenuhi kewajibannya, yaitu melaksanakan sosialisasi terhadap karyawan sales marketing terlebih dahulu dengan membicarakan maksud, tujuan, serta alasan karyawan melakukan tindakan tersebut dan diselesaikan sesuai dengan rentang waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebab apa yang telah menjadi kewajiban, maka sudah sepatutnya kewajiban tersebut untuk dilaksanakan.

Jika karyawan yang bersangkutan tersebut tidak dapat untuk bersosialisasi baik dengan perusahaan, maka perusahaan wajib memanggil pihak keluarga

sebagai jaminannya. Jika sama sekali tidak ada juga iktikad baik dari karyawan sales marketing tersebut, maka perusahaan akan melaporkan tindakan tersebut kepada pihak yang berwajib.91

Hambatan-hambatan yang terjadi karena kelalaian karyawan sales marketing di dalam prakteknya dikatakan pernah terjadi tetapi jarang.

Pada dasarnya kelalaian tersebut dapat dikenakan Pasal 474 KUHP yang menyebutkan, “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.”

Selain itu, pada pelaksanaan perjanjian kerja Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, sebagai perusahaan mobil pernah mengalami hambatan di mana karyawan sales marketing tidak dapat mencapai target penjualan mobil yang telah ditentukan perusahaan selama masa periodik yang tercantum di dalam isi perjanjian kerja. Akibatnya, perusahaan dapat memberi surat peringatan hingga pengambilan keputusan pengakhiran hubungan kerja dengan karyawan sales marketing.

92

PT. Astra Internasional, Tbk yang menjadi tempat penelitian merupakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan ini telah tercatat di Bursa Efek Jakarta sejak tanggal 4 April 1990 dan perusahaan ini adalah

91

Hasil wawancara dengan Adril Amran SE. MM. Ak. CA., Koord Fin & Adm Head Sumatera di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, 7 Maret 2017

92

Hasil wawancara dengan Adril Amran SE. MM. Ak. CA., Koord Fin & Adm Head Sumatera di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, 7 Maret 2017

perusahaan yang telah go-public. Artinya apabila terdapat rumor atau issue terhadap kinerja perusahaan go-public, maka dapat secara langsung mempengaruhi atau menyebabkan harga saham perusahaan turun.

Etika bisnis di dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation)

yang tinggi, di mana diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua dan biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Jika di lihat dari bentuknya, Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk merupakan Perseroan Terbatas (PT) karena perusahaan ini termasuk dalam badan hukum dan juga menggunakan pedoman Good Coorporate Governance (GCG) agar menjadi acuan dalam menjalankan perusahaan agar senantiasa memperhatikan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan.

Adapun kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan

berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan perangkat pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, yaitu Fairness, Transparency, Accountability, Responsibility, Disclosure dan Independence dapat diterapkan dengan baik. Good Corporate Governance berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, pemutusan hubungan kerja terjadi apabila diketahui karyawan telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar peraturan yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, dan bilamana karyawan sales marketing sakit berkepanjangan, tidak mampu bekerja, tidak cakap bekerja, meninggal dunia, atau

ditahan oleh pihak yang berwajib, maka dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Apabila mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau ditilik dari definisi yang diambil dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.

Jadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat di bedakan menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pemutusan hubungan kerja atas kehendak pengusaha

a. Terjadinya efesiensi di dalam perusahaan yang mengakibatkan harus dilakukannya pengurangan tenaga kerja yang di karenakan kondisi perusahaan yang labil dan terancam pailit/bangkrut (PHK Massal)

b. Pekerja sudah memasuki usia tidak produktif atau menurunya produktifitas kerja. Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa usia produktif pekerja adalah sampai dengan usia maksimal 55 tahun

c. Pekerja melanggar ketentuan-ketentuan atau aturan dan tata tertib yang dijalankan di dalam perusahaan yang bersifat ringat atau berat yang telah diatur di dalam perjanjian kerja

2. Pemutusan hubungan kerja atas kehendak pekerja a. Mengundurkan diri

b. Pekerja mengajukan pensiun dini di karenakan masalah kesehatan (sakit). c. Pekerja sudah memasuki usia tidak produktif atau menurunnya

produktifitas kerja. Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa usia produktif pekerja adalah sampai dengan usia maksimal 55 tahun. Untuk hal ini pekerja berhak mengajukan pensiun apabila pengusaha belum juga menjalankan ketentuan yang telah di atur di dalam perjanjian kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013

3. Pekerja meninggal dunia

Hal tersebut tidak dapat dihindari namun dapat diantisipasi oleh perusahaan dengan membuat substansi dalam perjanjian kerja sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembuatnya, yaitu perusahaan, yang mau tidak mau pihak karyawan sales marketing yang telah menyepakati substansi perjanjian dan tidak dapat menghindari konsekuensi yang mengikuti suatu perjanjian yang telah dibuat.

Konsekuensi tersebut dapat timbul apabila sewaktu-waktu ada pihak yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama di dalam suatu perjanjian kerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, dalam hal bila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan bukan karena karyawan sales marketing melakukan pelanggaran berat

atau karena karyawan sales marketing mengundurkan diri, karyawan sales marketing tidak akan dikenakan denda apapun oleh perusahaan. Perusahaan wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang akan diterima oleh karyawan sales marketing. Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.

Berikut cara perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013: 1. Uang Pesangon:

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun : 1 bulan upah b. Masa kerja 1 tahun, tetapi kurang dari 2 tahun : 2 bulan upah c. Masa kerja 2 tahun, tetapi kurang dari 3 tahun : 3 bulan upah d. Masa kerja 3 tahun, tetapi kurang dari 4 tahun : 4 bulan upah e. Masa kerja 4 tahun, tetapi kurang dari 5 tahun : 5 bulan upah f. Masa kerja 5 tahun, tetapi kurang dari 6 tahun : 6 bulan upah g. Masa kerja 6 tahun, tetapi kurang dari 7 tahun : 7 bulan upah h. Masa kerja 7 tahun, tetapi kurang dari 8 tahun : 8 bulan upah i. Masa kerja 8 tahun atau lebih : 9 bulan upah 2. Uang Penghargaan Masa Kerja:

a. Masa kerja 3 tahun, tetapi kurang dari 6 tahun : 2 bulan upah b. Masa kerja 6 tahun, tetapi kurang dari 9 tahun : 3 bulan upah c. Masa kerja 9 tahun, tetapi kurang dari 12 tahun : 4 bulan upah d. Masa kerja 12 tahun, tetapi kurang dari 15 tahun : 5 bulan upah

e. Masa kerja 15 tahun, tetapi kurang dari 18 tahun : 6 bulan upah f. Masa kerja 18 tahun, tetapi kurang dari 21 tahun : 7 bulan upah g. Masa kerja 21 tahun, tetapi kurang dari 24 tahun : 8 bulan upah h. Masa kerja 24 tahun atau lebih : 10 bulan upah 3. Uang Penggantian Hak:

a. Penggantian hak pengobatan/perawatan dan perumahan 15 % dari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja

b. Sisa cuti yang belum di ambil : gaji : 30 x sisa cuti

Berikut hak-hak yang harus di dapatkan karena pemutusan hubungan kerja berdasarkan besaran kompensasi:

1. Pemutusan hubungan kerja massal atau karena efesiensi, berhak atas 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak 2. Memasuki usia tidak produktif atau pensiun, berhak atas 2 kali uang pesangon,

1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

3. Perusahaan pailit, berhak atas 1 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

4. Pekerja melakukan kesalahan berat, berhak atas uang penggantian hak

5. Pekerja melakukan pelanggaran perjanjian kerja, berhak atas 1 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak 6. Pekerja mengundurkan diri, berhak atas uang penggantian hak

7. Pekerja meninggal dunia, erhak atas 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian kerja telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan, hal tersebut dapat ditinjau berdasarkan kenyataan di lapangan dalam bentuk, yaitu PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja telah melaksanakan waktu kerja, memberikan waktu istirahat dan cuti kepada karyawan sales marketing, memberikan kesempatan secukupnya kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya, sampai dengan PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja berusaha untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemberi kerja kepada karyawannya agar betah bekerja di perusahaan.93

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak

Apabila timbul perselisihan dikemudian hari mengenai pelaksanaan dan segala akibat dari perjanjian kerja ini, dengan didasarkan pada itikad baik, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan dengan musyawarah secara perundingan bipartit. Definisi perundingan bipartit terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial adalah perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

93

Hasil wawancara dengan Adril Amran SE. MM. Ak. CA., Koord Fin & Adm Head Sumatera di Perusahaan Toyota Mobil Indonesia PT. Astra International Auto 2000, Tbk Cabang Medan Sisingamangaraja, 7 Maret 2017

menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Apabila setelah dilakukan perundingan bipartit gagal dicapai, maka pekerja dan pengusaha harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit. Dalam pengaturan UU Ketenagakerjaan, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:

a. Mediasi

Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenaga kerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuka perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.

b. Konsiliasi

Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.

c. Arbitrase

Lain dengan Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

Apabila setelah dilakukan musyawarah gagal, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya dengan berpedoman kepada ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku. Selama dalam proses penyelesaian perselisihan, para pihak wajib menjaga supaya kegiatan produksi/operasional tetap berlangsung dengan lancar dan aman.

D. Pelaksanaan Program Jaminan Sosial pada Karyawan Sales

Dokumen terkait