• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan-hambatan yang dihadapi Polri dalam Penyidikan

BAB III HAMBATAN YURIDIS YANG DIHADAPI POLR

B. Hambatan-hambatan Yuridis yang Dihadapi Polri Dalam

1. Hambatan-hambatan yang dihadapi Polri dalam Penyidikan

Menurut Kom. Pol. Alberd Sianipar, hambatan-hambatan yuridis dan non yuridis yang dihadapi Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi di Polda Sumut, adalah sebagaiberikut :

a. Hambatan Yuridis, sebagai berikut:

1) Sulitnya pembuktian dalam Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diketahui, bahwa unsur pokok tindak pidana korupsi (sesuai uraian Pasal 2 dan 3, UU No 31 Tahun 1999) adalah barang siapa, perbuatan melanggar hukum, tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan Negara, keempat unsur tersebut seringkali sulit ditemukan secara keseluruhan untuk membuktikan bahwa perbuatan korupsi telah selesai dilakukan dan ada pelakunya.100

2) Proses perizinan yang memperlukan waktu yang lama dengan cara berjenjang khususnya untuk izin memeriksa anggota Dewan/Legislatif yang diduga terlibat tindak pidana korupsi memeriksa anggota dewan/Legislatif yang terlibat tindak pidana Korupsi. Pasal 43, UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (Susduk) mengatur bahwa setiap anggota dewan yang akan diperiksa atau

100

Wawancara dengan Kom.Pol. Alberd Sianipar. Kasat Tipikor. Dit. Reskrim. Polda Sumut, pada tanggal 11 Mei 2009.

dimintai keterangan, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Presiden, Menteri dalam Negeri (Mendagri), maupun Gubernur.101

b. Hambatan Non Yuridis, sebagaiberikut:

1) Penyidik/Penyidik pembantu kurang memahami permasalahan terkait perkembangan peraturan perundang-undangan.

2) Sikap Jaksa atau Hakim yang sering belum sepersepsi dengan penyidik, sehingga adakalanya berkas bolak balik dengan petunjuk yang berbeda- beda, tersangka diputus sangat ringan atau bahkan dibebaskan.

3) Perbuatan korupsi selalu diiringi dengan perbuatan/justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya perbuatan korupsi yang dilakukan di Pemda ditutupi dengan disahkannya Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) atau dengan dikeluarkannya Perda.

4) Banyaknya pengacara, maupun keluarga tersangka memanfaatkan institusi-institusi yang memiliki otoritas supervisi maupun pengawasan internal untuk mempengaruhi proses penyidikan dengan cara melemahkan penyidik atau memberikan petunjuk dan arahan dengan pandangan yang berbeda.

101

Pasal 43, UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD Dalam hal seorang Anggota MPR, DPR, dan DPRD. Patut disangka telah melakukan perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis Presiden bagi Anggota MPR dan DPR, persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi Anggota DPRD I, dan persetujuan tertulis Gubernur bagi Anggota DPRD II sesuai dengan peratutan perundang-undangan yang berlaku.

5) Adanya celah-celah hukum dalam perundang-undangan di Indonesia yang sering dimanfaatkan oleh pengacara bahkan oleh aparat penegak hukum di dalam proses pemeriksaan di pengadilan untuk membebaskan para tersangka.

6) Hasil audit BPKP atas kerugian Negara masih diperdebatkan oleh tersangka sehingga akibatnya penyidikan yang didasarkan oleh BPKP pada kerugian Negara belum satu bahasa/final.

7) Pelaku yang umumnya mempunyai otoritas dan koneksitas di bidang keuangan, sehingga mereka akan menutupi perbuatan korupsi yang dilakukan dengan cara membuat/memalsukan administrasi dalam pertanggungjawaban keuangan, sehingga sepintas dari luar tidak terlihat ada tindak pidana korupsi.102

8) Kurangnya sarana/prasarana untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

9) Minimnya anggota untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

10)Sesuai DIPA Polri tahun 2006, dan anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi khususnya di daerah masiH dipatok dengan pembagian yaitu untuk kasus berat Rp.2.500.000, dan kasus sedang

102

Wawancara dengan Kom.Pol. Alberd Sianipar. Kasat Tipikor. Dit. Reskrim. Polda Sumut, pada tanggal 11 Mei 2009.

1.500.000,-. Dengan demikian tidak ada anggaran khusus untuk penyelidikan awal, biaya saksi ahli, biaya auditor.

Sedangkan hambatan Penyidikan yang dilakukan dihadapi Kejaksaan terhadap tindak pidana korupsi di Kejati Sumut, sebagaiberikut :

Menurut M. Simanuruk adalah sebagaiberikut :103 1. Hambatan Yuridis

a. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ijin/persetujuan yang harus dimohonkan/diajukan oleh Kejaksaan terlebih dahulu kepada Pejabat/Instansi tertentu dalam tindakan pemanggilan/pemeriksaan saksi/tersangka tertentu, penggeledahan atau penyitaan barang bukti, serta dalam perhitungan kerugian keuangan negara b. Adanya atauran Menteri/pimpinan lembaga yang mewajibkan

pegawainya/stafnya harus dengan ijin terlebih dahulu dari pimpinan atau harus dengan surat perintah tugas pimpinan terlebih dahulu pada saat dipanggil oleh Kejaksaan untuk memberikan keterangan. Kemudian mewajibkan pula untuk setiap penyerahan dokumen / surat harus dengan ijin terlebih dahulu dari pimpinan dengan alasan pertimbangan kerahasiaan negara.

103

Wawancara dengan M. Simanuruk, Kasi.Penyidikan pada ASPIDSUS KEJATISU, pada tanggal 14 Mei 2009.

c. Adanya aturan-aturan yang baru menyangkut bidang keahlian yang baru yang serta merta diharuskan mendapat penjelasan dalam penyidikan yang sedang berjalan.

d. Adanya penyidikan yang semi overlapping diantara institusi penegak hukum (yang namanya overlapping, seharusnya tidak mungkin terjadi sebab melalui SKB-SKB sudah dikembangkan pola koordinasi). Semi overlapping dimungkinkan ketika ada dua kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh dua institusi penegak hukum atas dua kegiatan proyek bermasalah yang dikelola oleh satu kantor tertentu. Dua-duanya penyidikan sah menurut hukum dijalan, tetapi secara teknis tentu pasti ada hambatan.

2. Hambatan Non Yuridis

a. Dana yang dibutuhkan dalam proses penyidikan sangat besar, sementara anggaran yang tersedia sangat terbatas (misalnya pada 1 tahun Kasus Korupsi yang ditangani 20 kasus, sementara dana yang tersedia hanya untuk 5 kasus). b. Sumber Daya Manusia (SDM).

c. Distribusi surat disetiap instansi yang terlalu birokratis dan bertele-tele sehingga memakan waktu pemanggilan para saksi.

Upaya-upaya yang dilakukan Polri sebagai penyidik untuk mengurangi hambatan-hambatan yuridis dan non yuridis dalam penyidikan kasus korupsi di Polda Sumut, sebagaiberikut:

a. Mengikut sertakan Penyidik/Penyidik pembantu mengikuti pendidikan kejuruan Tindak Pidana Korupsi baik yang dilakukan di Polda maupun di Mabes Polri.

b. Menempatkan penyidik/penyidik pembantu yang memiliki latar belakang pendidikan minimal Sarjana Hukum.

c. Memberikan bimbingan teknis dan arahan kepada Penyidik/Penyidik Pembantu dalam memahami satu perkara.

d. Memberdayakan peran fungsi pengawasan internal yang ada di setiap Instansi.

e. Memberdayakan peran masyarakat, LSM, NGO untuk membantu memberikan informasi tentang korupsi baik instansi swasta maupun pemerintah, sekaligus berperan sebagai kontrol terhadap kinerja dari aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi.

f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi (membuat progress report).

g. Melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penuh rasa keadilan dan sesuai dengan hak asasi manusia serta bebas dari pengaruh politik dan interest-interst tetentu (proporsional dan professional).

h. Menghindari adanya intervensi terhadap penyidik, dari pihak-pihak tertentu dapat menghambat pelaksanaan penyidikan.104

2. Faktor-faktor penghambat dalam penyidikan yang Dihadapi Polri dan Jaksa Faktor-faktor yang menyebabkan pembuktian kasus korupsi yang disidik Polri sebagai penyidik terhambat, karena:

a. Tidak mudah instansi pemerintah atau swasta memberikan dokumen yang dimintakan penyidik dengan alasan harus se izin pemimpin (birokrasi).

b. Dokumen yang diminta tidak diberikan secara lengkap dengan alasan dokumen lain tidak ditemukan ataupun sudah hilang.

c. Syarat audit oleh BPKP harus lengkap sehingga hasil audit memperoleh legitimasi hukum.

d. Keterangan berupa kesaksian atau keterangan ahli dan dokumen harus diberikan oleh instansi yang mempunyai kompetensi secara konsekuen, sehingga penyidikan terganggu.

e. Kadang kala ada perbedaan persepsi diantara penegak hukum (penyidik dengan JPU) yang berakibat proses penyidikan tersendat. 105

Sementara itu, Faktor-faktor menyebabkan pembuktian kasus korupsi yang disidik JPU sebagai penyidik tersendat, dikarenakan:

104

Wawancara dengan Kom.Pol. Alberd Sianipar. Kasat Tipikor. Dit. Reskrim. Polda Sumut, pada tanggal 11 Mei 2009.

105 Ibid.

a. Secara hakiki lebih tersendat manakala perkara yang disidik oleh Polri dengan pemahaman bahwa penyidangan perkara yang disidik kejaksaan bersifat meneruskan pekerjaan sendiri, jelas berbeda dengan meneruskan pekerjaan orang lain. Contoh menghadirkan saksi di persidangan dan memahami pribadi para saksi tersebut akan lebih mudah bagi JPU karena semenjak penyidikan sudah diketahui lebih jauh dan mendalam, beda dengan berkas dari Polri karena JPU baru kenal dengan alamat atau pribadi saksi menjelang persidangan.

b. Kalaupun ada, mungkin dapat berupa pembuktian terhadap antara para pelaku dan saksi-saksi kasus korupsi saling melindungi

c. Dokumen-dokumen yang dihilangkan atau disembunyikan

d. Proses perhitungan jumlah Kerugian Negara membutuhkan waktu yang relatif lama.106

Sehingga upaya-upaya yang dilakukan Kejaksaan sebagai penyidik untuk mengurangi hambatan-hambatan yurudis dan non yuridis dalam penyidikan kasus korupsi di Kejati Sumut Untuk hambatan yang yuridis karena sifatnya sudah masuk lingkup legislasi nasional maka Kejati Sumut tidak mungkin akses terhadap hal tersebut hanya bersifat masukan kepada Pimpinan yang lebih tinggi, sedangkan terhadap hambatan yang non yuridis Kejatisu melakukan koordinasi kepada segenap instansi disamping melaporkan kepada pimpinan secara berjenjang.

106

Wawancara dengan M. Simanuruk, Kasi.Penyidikan pada ASPIDSUS KEJATISU, pada tanggal 14 Mei 2009.