• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN PT. INALUM DALAM MENERAPKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN

A. Kendala dan Hambatan dalam penerapan Corporate Social Responsibility

(CSR)

Hambatan terhadap pengawasan implementasi Corporate Social Responsibility PT. INALUM yang dilakukan secara internal oleh perusahaan sendiri telah melakukan penelitian langsung terhadap lingkungan masyarakat dan dalam pelaksanaan CSR yang dilakukan hanya terdapat sambutan masyrakat yang acuh tak acuh, seperti program pemberian pelatihan menjahit dan pelatihan memasak, sering terjadi tanggapan masyarakat yang tidak mendukung.140

Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi perusahan, yang jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu sangat sedikit keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada masyarakat.

140

Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Korporasi akan kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa memperdulikan kondisi masyarakat sekitar.

Hal ini akan memicu ketidakpuasa dari masyarakat sekitar. Selain itu, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seyogiyanya dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Berbeda dengan konsep community development yang menekankan pada pembangunan sosial pembangunan kapasitas masyarakat, di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli lingkungan. Untuk keperluan ini Agenda 21 disarankan menggunakan empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro gender dan pro lapangan kerja.

CSR yang seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai strategi dan policy manejemennya, tetap masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan pelaku bisnis di Indoneisa. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat terbaca sepenuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri baru sekedar wacana dan implementasi atas tuntutan masyarakat. Hal ini otomatis akan mengurangi implementasi dari CSR itu sendiri.

Untuk dapat melaksanakan CSR bukanlah hal yang mudah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa cara pandang perusahaan terhadap CSR yaitu:141

1. Sekedar basa-basi dan keterpaksaan

Bahwa CSR dilaksanakan hanya sebagai sebuah keterpaksaan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan dari hati pihak perusahaan untuk menjalankan CSR. Hal ini dapat dilihat dari kasus Lapindo Brantas bahwa pihak perusahaan seakan setengah hati dalam memberikan ganti rugi kepada masyarakat sekitar yang diakibatkan oleh semburan Lumpur panas Lapindo Brantas tersebut. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan daripada kesukarelaan. Program CSR yang dilakukan hanya sekedar basa-basi hanya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang telah ada.

2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance)

CSR diimplementasikan karena adanya regulasi, hukum dan aturan yang bersifat memaksa. Kesadaran akan pelaksanaan CSR baru saja menjadi trend image

bagi perusahaan seiring dengan maraknya berbagai elemen menyuarakan tentang kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan hidup sekitar. CSR bukan dilakukan dengan hati sebagai mana mestinya tetapi hanya untuk memenuhi kewajiban serta

trend image yang ada di masyarakat. Kesadaran dari sebagian perusahaan belum kelihatan hanya sekedar untuk melakukankewajiban bukan dari hati nurani untuk dapat mensejahterakan masyarakat dan melakukan perlindungan terhadap lingkungan sekitar.

3. Bahwa perusahaan tidak lagi sekedar compliance tetapi beyond compliance

141

CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit centre) di masa mendatang. Logikanya sederhana, apabila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar daripada nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Selain itu terjadi resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Dengan demikian menciptakan suasana beyond compliance inilah yang sebenarnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan agar corporate sustainability

dapat diraih dengan baik.

Selanjutnya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis seperti CSR ini yaitu:142

1. Mentalitas para pelaku bisnis

Mentalitas ini sangat diperlukan dalam keberlangsungan CSR di dalam suatu perusahaan. Ini tergantung pada manajer perusahaan apakah memiliki moral yang rendah atau tidak,sehingga berdampak pada kinerja bisnis perusahaan

142

2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh tipu-muslihat dan keserakahan serta bekerja hanya untung mencari untung saja.

3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Namun perlu diketahui perusahaan mengimplementasikan CSR juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: pertama, terkait dengan komitmen pimpinan perusahaan.

Kedua, ukuran dan kematangan perusahaan. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin kondusif regulasi dan semakin besar intensif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat dan ketertarikan kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.143 Dengan demikian pada dasarnya hambatan atau rintangan yang timbul dalam pelaksanaan CSR sebagai perilaku etika dapat berasal dari dalm diri pelaku bisnis/perusahaan (hambatan internal) dan berasal dari luar diri perusahaan (hambatan eksternal). Hambatan yang berasal dari dalam diri perusahaan (hambatan internal) yaitu antara lain:144

1. Kepemimpinan dalam perusahaan

Pimpinan perusahaan yang tidak peka terhadap masalah sosial dan ligkungan hidup sekitar, jangan diharapkan akan mempedulikan aktivitas social.

143

Ibid., hal. 93

144

2. Sistem manajemen perusahaan dalam arti luas

Perusahaan yang lebih besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusinya daripada perusahaan yang lebih kecil dan belum mapan. Kematangan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan menjadi tolak ukur/cara pandang terhadap implementasi CSR.

3. Budaya perusahaan

Budaya dalam hal ini mencakup pelbagai tingkat dan aspek dari perilaku, yaitu cara produksi, skill, sikap terhadap disiplin dan hukuman, kebiasaan nilai yang diletakkan atas pelbagai kegiatan, keyakinan yang dianut, proses pengambilan keputusan. Disamping hal-hal tersebut di atas, terdapat juga faktor hambatan yang berasal dari luar perusahaan (hambatan eksternal) bagi pihak yang berusaha bersikap etis untuk mewujudkan CSR, yakni berupa:

1. Lingkungan budaya setempat/komunitas lokal

Filsuf Frans Magnis Suseno mengkonstatir bahwa prinsip kekeluargaan dalam budaya Indonesia merupakan kendala serius untuk lahirnya perilaku etis dalam berbisnis. Selain itu terdapat juga kecenderungan budaya untuk menghindari konflik dan mencari keselarasan (harmoni). Seseorang tidak hanya memikirkan hal yang abstrak (seperti yayasan, lembaga, Negara) tetapi lebih kepada pencegahan konflik harus didahulukan. Apabila kepatuhan yang berlebihan dituntut, seseorang akan segan menentangnya secara terbuka.145

145

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007), hal. 232

2. Lingkungan politis ekonomi makro

Bahwa seringkali tatanan yang ada menghasilkan efek samping dalam skala yang begitu besar, sehingga orang cenderung menerima keadaan tersebut dan bersikap apatis. Salah satu masalah yang dihadapi Negara berkembang dalam hal ini adalah fleksibilitas keputusan hukum serta masalah korupsi yang notabene berkaitan dengan birokrasi yang dibentuk. Dengan demikian penerapan CSR secara konsisten merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha, terutama untuk membangun corporate value di mata stakeholdersnya.

B. Hambatan Pelaksanaan CSR pada PT. Inalum

Hambatan CSR sering di temukan dalam internal perusahaan itu sendiri, kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak pada komitmen dari perusahaan itu sendiri. Apakah perusahaan bersangkutan mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan sekitarnya atau tidak. Sebab, jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak ada.

Hal itu, juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan, kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. "Banyak perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang

dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata.

CSR merupakan keharusan bagi perusahaan bila ingin terus maju dan berkembang. ''Komitmen perusahaan terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari pembangunan citra perusahaan. 'Di negara-negara maju, CSR merupakan salah satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. 146

Indonesia belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR, Saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai pemadam kebakaran. Begitu terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat sekitar. 147

Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram, serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya, perancangan dan perencanaan

146

Irfan, CSRAntara Tuntutan Dan Kebutuhan, Republika 10 maret 2007

147

program CSR tetap memerlukan pemahaman yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui program tersebut. ''Salah pendekatan akan menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha. 148

Mendapatkan beberapa temuan penyebab kurang berhasilnya program pengembangan komunitas CSR. Pertama, rendahnya komitmen perusahaan. Kedua, kekeliruan perancanan program dan miskonsepsi. Ketiga, penempatan personel yang kurang tepat. Keempat, penempatan fungsi dalam struktur organisasi perusahaan, sehingga menjadi marjinal dan pengambilan keputusan sangat lambat. 149

CSR yang selama ini dilakukan oleh korporasi yang mendasarkan pada prinsip sukarela voluntary dan kedermawanan philanthropy dianggap tidak efektif. Demikian kegelisahan yang disampaikan Sekjen PBB dalam pertemuan UN Global Compact di Jenewa. Korporasi dianggap tidak mempunyai kepedulian terhadap persoalan sosial seperti lingkungan hidup, HAM, dan community development. Terbukti dengan meningkatnya krisis pemanasan global (global warming), ketimpangan ekonomi (extreme poverty), mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan serta persoalan sosial lainnya. Demikian pula di Indonesia, pengaturan kewajiban CSR dalam UUPT dan UUPM justru banyak ditentang oleh pelaku usaha.150

Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak

148

Oky Syeiful R. Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Pikiran Rakyat Rabu 11 Januari 2007

149

Nur Ayani, CSR Bukab Sekedar Tren, SinarHarapan, 25 Maret 2009

150

Mukti Fajar, CSR : Tindakan A Moral Perusahaan? http://www2.umy.ac.id/2008/11/csr-tindakan-a-moral-perusahaan/, Diakses tanggal 10 April 2012.

dalam aspek philantropy maupun level strategi, melainkan harus merambat naik naik ke tingkat kebijakan (policy) yg lebih makro dan riil. Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan-perusahaan yg telah terlebih dahulu melaksanakn program CSR sbgi salah satu policy dari manjemen perusahaan.151

PT. Inalum Asahan dalam pelaksanaan CSR-nya telah mengangkat pelaksanaan CSR sebagai bentuk kebijakan perusahaan yang berkelanjutan sebagai kewajiban perusahaan terlepas dari pandangan sebagai kewajiban moral ataupun kewajiban yuridis. Namun dalam pelaksanaan program-program CSR-nya, PT. Inalum Asahan bukan tidak menghadapi hambatan-hambatan yang dapat menjadikan pelaksanaan CSR menjadi hilang dan lepas dari sasarannya.

Adapun beberapa hambatan-hambatan dalam upaya pelaksanaan CSR oleh PT. Inalum Asahan antara lain:152

1. Pandangan negatif dari sebagian masyarakat mengenai kegiatan CSR sebagai bentuk promosi perusahaan.

PT. Inalum Asahan dalam pelaksanaan CSR-nya sering dikait-kaitkan dengan promosi dari perusahaan sehingga dalam pelaksanaanya CSR PT. Inalum Asahan sering dibiaskan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan citra PT. Inalum Asahan terlebih lagi untuk menggagalkan tujuan dari pelaksanaan CSR itu sendiri. Padahal dalam setiap kegiatan CSR-nya, PT. Inalum Asahan benar-benar secara profesional telah memisahkan kebijakan-kebijakan di setiap event, baik itu yang

151

Yesa, CSR Antara Tuntutan dan Kebutuhan, http://yesalover.wordpress.com/2007/03/10/ csr-antara-tuntutan-dan-kebutuhan/ Diakses tanggal 10 April 2012.

152

Hasil Wawancara dengan Julian Faisal Amirsal, Seksi Hubungan Masyarakat dan CSR, Pada Tanggal 2 Mei 2012

bersifat marketing ataupun yang bersifat sosial seperti CSR. Hal ini terlihat dari adanya penggunaan logo khusus dalam setiap pelaksanaan event-event CSR yang sangat berbeda dengan event lainnya.

2. Pemaksaan pelaksanaan kegiatan sosial oleh masyarakat kepada PT. Inalum Asahan

Pelaksanaan CSR PT. Inalum Asahan tentu saja telah ditentukan secara mendetail, terencana dan berkelanjutan. Sehingga ada beberapa program CSR yang menjadi perhatian besar PT. Inalum Asahan yakni olahraga, pendidikan, dan lingkungan. Pada kenyataannya banyak masyarakat memaksakan keinginannya kepada PT. Inalum Asahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan terlebih lagi apabila kegiatan tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan kegiatan sosial sehingga berujung pada penolakan. Tentu saja setiap kegiatan harus mendapat persetujuan dan pertimbangan yang independent dari PT. Inalum Asahan, sehingga dalam setiap event PT. Inalum Asahan sangat selektif untuk melihat esensi dan manfaat setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Tidak adanya arahan dari produk hukum yang menunjang pelaksanaan CSR. Pemerintah telah mengeluarkan UUPT sebagai landasan mengenai CSR yang terlihat pada Pasal 74 UUPT, namun peraturan tersebut tidak memiliki suatu arahan yang jelas mengenai bentuk dan sanksi tentang pelaksanaan CSR. Bahkan sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah dalam menjalankan Pasal 74 UUPT tersebut. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan yang jelas di hadapan hukum antara pelanggar hukum dan pihak yang taat terhadap hukum. Terlebih lagi program CSR

PT. Inalum Asahan sering di copy oleh perusahaan lain karena tidak mempunyai arahan dalam pelaksanaan CSR.

4. Lemahnya penegakan hukum dalam pelakasanaan CSR.

Pungutan Liar, iklim usaha yang tidak sehat, banyaknya korupsi, kolusi dan nepotisme membuat perusahaan sangat terbebani dalam pelaksanaan CSR sehingga tujuan dari pelaksanaan CSR terasa kurang maksimal. Implementasi pengawasan terhadap segala sesuatu yang menyangkut tentang CSR yang sudah dilakukan tidak ada, perlu pengetuaran terhadap hal tersebut.

BAB V