• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Hambatan dalam Membangun KE/EQ a Perasaan Dan Tindakan Tidak Sehat

Dalam dokumen pimp4KECERDASANEMOSIONAL (Halaman 40-45)

KEPEMIMPINAN DAN DINAMIKA EQ DI TEMPAT KERJA

B. Pengendalian Emosional Dalam Menjalankan Tugas.

2. Beberapa Hambatan dalam Membangun KE/EQ a Perasaan Dan Tindakan Tidak Sehat

Takut, terpengaruh, cemburu, manipulasi, intimidasi, dan membenci diri adalah sedikit di antara kata-kata yang dapat menjadi halangan nyata dalam membangun KE/EQ saat terbawa dalam kehidupan melalui pikiran dan tindakan kita.

Seseorang yang rnenunjukkan sikap dan perilaku hidup ini berada dalam pusaran pertentangan dan kesengsaraan diri. Kita tidak dapat menyangkal perasaan negatif ini menimbulkan bayangan tak terlihat dalam kehidupan kita dan seringkali menjadi nyata dalam bentuk tindakan menyimpang dan kata- kata menyakitkan yang dapat membuat karakter dan kepribadian kita menjadi suram. Tidak hanya halangan ini mengakibatkan duka kepada orang lain, namun juga mengurangi kadar harga diri yang kita miliki yang setiap kali kehilangan unsurnya yang berharga saat kita melakukan perilaku yang menyakitkan ini yang menyakitkan diri kita atau orang lain.

b. Kerangka Berpikir Menghancurkan Dalam Hubungan

Hambatan KE/EQ lainnya adalah kerangka berpikir yang menghancurkan. Ini terjadi saat kita berjuang mencapai sesuatu yang ideal agar dapat diterima oleh orang lain yang mungkin bertentangan dengan siapa sebenarnya diri kita. Ini akan menjadi akar penyebab banyak masalah dalam harga diri. Secara tradisional, pria diajarkan untuk bersaing dan membuktikan kemampuan dan keberhasilannya dengan apa yang ia menangkan. Secara tradisional, wanita diajarkan untuk mencoba menjadi yang paling cantik, paling menyenangkan, dan paling cerdik sejauh tidak menjatuhkan kaum pria. Dalam beberapa hal wanita bersaing dengan wanita lainnya dalam menilai diri masing-masing melalui apa yang menghubungkan dirinya dengan wanita lain... Apakah ia lebih cantik, ber- pakaian lebih baik, memiliki rambut indah: adalah pertanyaan yang sering diajukan kepada diri kita. Semua lambang luar dari status dan daya tarik. Beberapa pria memusatkan diri pada apa yang dimiliki orang lain sebagai cara meraih keberhasilan, namun cenderung tidak memusatkan diri pada

penampilan seperti yang dilakukan wanita. Dalam kebanyakan hal, pria menggunakan kekuatan sebagai cara menguasai dan memantapkan diri dalam suatu posisi status yang telah disedia kan baginya berkat kaitan keturunan. Kerangka berpikir atau mental model seperti ini menjadi masalah kalau mereka harus bekerja untuk, atau dengan, wanita. Apa yang lebih jauh merumitkan hubungan ini adalah saat-saat sukar yang dihadapi pria dalam mengungkapkan perasaaannya. Semakin dirinya tidak tenang, semakin sulit dirinya berbicara. Alih-alih dari mengungkapkannya, mereka melakukan cara-cara intimidasi, dan suatu sikap memerintah untuk mengurangi kewenangan seseorang. Akibatnya hal ini membuat pria ini merasa sendirian, tegang, dan tidak dapat menikmati rasa berkawan/ persahabatan yang biasa. Wanita cenderung menujukkan rasa tidak bahagianya kepada dirinya sendiri dengan berikap cemburu kepada yang lain, dan merasa tidak berdaya saat bersaing dengan pria. Beberapa wanita dan bahkan pria, cenderung mengumbar rasa iri hati dengan mencoba merendah kan harga diri orang lain. Ini dilakukan melalui pergunjingan, tindakan tidak benar, dan cara lisan atau perbuatan yang cenderung mengurangi keyakinan dan potensi seseorang. Pesan yang dapat kita artikan dapat menjadi sangat gamblang seperti wanita melihat dirinya bersaing dengan wanita lain demi merebut gelar “siapa yang paling jujur di antara semuanya,” atau pria menganggap citra ketangguhan dan keberhasilan (diartikan memenangkan dengan segala cara) sebagai cara membuktikan diri mereka. Sikap yang mengacu pada peran jenis kelamin ini terus merubah melalui gerakan yang mengarah pada persamaan, namun tetap bertahan dalam banyak kalangan masyarakat dan harus terus menerus diperhatikan.

c. Persekongkolan

Bacalah salah satu critical incidence dibawah ini:

“Beberapa tahun yang lalu, saat suamiku masih bekerja diperusahaan besar multinasional, kami menghadiri suatu pesta perusahaan bagi para karyawan dan istri mereka. Aku sangat terpesona melihat betapa serupanya suasana pengaturannya dengan pesta dansa anak sekolah lanjutan. Para pria berkumpul di salah satu pojok dan para wanita berkelompok di sudut lainnya. Aku mengenali dua orang wanita yang sedang memperhatikan diriku dan kelihatannya saling mengobrol. Salah satu dari wanita itu adalah isteri bos. Mereka telah memutuskan dan beberapa pertemuan sebelumnya bahwa aku tidak akan dapat memasuki klub tak resmi para istri di perusahaan ini karena aku tidak memenuhi persyaratan yang mencakup: menjadi istri yang tumbuh bersama perusahaan, dan bukannya memiliki karier sendiri, bersikap tidak mengancam (bagi wanita yang tidak mengetahui harga dirinya), dan di atas semua mematuhi semua keinginan istri bos. la biasanya menyampaikan penilaian tentang betapa terasa terancamnya dirinya oleh anda. Kalau ia merasa tidak terancam maka anda dapat bergabung. Kalau ia merasa maka anda harus ke luar. Persyaratan utama lainnya adalah bahwa anda harus mau mengakui dirinya sebagai pemimpin yang tidak dapat diganggu gugat. Saat telah menjadi jelas bahwa aku tidak akan terundang masuk ke dalam klubnya yang elit, teringat olehku betapa banyak dari kita tampaknya tidak cukup senang dengan kategori atau kelompok apa pun tempat orang selalu berusaha menguasai orang lain. Sebagai perorangan yang unik, kita hendaknya bertahan seperti apa adanya diri kita dan tidak tunduk pada perkawanan yang bergantung pada lambang status. Lebih baik kita berusaha membangun

hubungan yang nyata dan berharga yang saling memberdaya- kan, memenuhi, dan mendukung.

Saat pesta terus berjalan, aku dapat merasakan bahwa kedua wanita itu sedang menjalin persekongkolan/dan dirikulah yang menjadi sasaran utamanya. Seperti yang aku perkirakan, pertunjukan baru saja akan dimulai. Para pengikut istri bos menghampiri suamiku dan menyapanya dengan gerakan dan ucapan yang dilebih-lebihkan. Ruangan segera menjadi senyap karena orang dengan asyiknya memperhatikan apa yang sedang terjadi. Aku berusaha tampak tenang, walau suhu ruangan, atau diriku sendiri, menjadi semakin menjauhi normal. Aku berusaha tertawa dan bercanda dengan kawan- kawan, dan para pengikut istri bos itu menjadi merasa tidak puas bahwa tindakan mereka tidak mendapatkan tanggapan seperti yang mereka harapkan dariku. Ia memutuskan menarik diriku masuk ke dalam aksinya dengan membuatku menjadi bintang pendamping. Ia memanggil namaku dan berusaha mengatakan kepadaku tentang betapa tampannya suamiku, dan betapa beruntungnya diriku berhasil mendapatkannya sekaligus mengingatkanku bahwa kalau aku tidak berhati-hati, seseorang akan mencurinya dari sisiku. Suamiku yang tidak tahu menahu merasa terkejut akan sikap yang terus terang ini dan kalau seandainya pintu jebakan sudah terbuka lebar, ia akan segera lenyap tanpa dapat tertolong lagi. Aku berbalik, tersenyum dan langsung menghadapinya sambil berkata dengan penuh semangat, “suamiku sungguh luar biasa dan aku yakin apa yang baru anda katakan layak mendapatkan tepuk tangan”. Semua orang mulai bertepuk tangan dan tertawa. Aku membuatnya terpojok pada adegannya sendiri dari pada kebalikannya yang telah ia rencanakan terhadap diriku. Sementara itu kawannya terus berdiri sambil mengamati

dengan cermat untuk mengawasi kalau rencana mereka membuatku menjadi cemburu telah berjalan lancar. Ternyata semuanya telah membuat mereka kecewa”.

Dari pengalaman kasus dimuka kita kadang terjebak dalam perilaku kekanak-kanakan seperti dicontohkan di atas. Hal ini hanya mengurangi diri kita sebagai wanita dan membuat kesertaan diri kita dalam kelompok kerja dan struktur sosial yang menyertainya menjadi lebih sulit dan membuat putus asa. Kita hendaknya bekerja dengan saling mendukung dan membangun koalisi seperti yang telah dilakukan kaum pria selama bertahun-tahun. Kita telah berjalan jauh, namun kita masih memiliki bermil-mil untuk dijalani sebelum kita dapat menyingkirkan rasa iri hati dan diri kita yang mengejawantah sendiri dalam perilaku rendah.

d. Rasa tidak aman dan terancam

Saat pria merasa terancam mereka dapat menggunakan cara seperti intimidasi, permainan kekuasaan, atau menggunakan usaha tidak jujur dalam lingkungan kerja untuk menangkis ancaman ini.

Seorang pimpinan pria yang memegang posisi tinggi dalam suatu perusahaan sangat takut kepada pejabat perusahaan yang lebih muda. Untuk mempertahankan keunggulannya ia akan terus membuat bawahannya menunggu informasi yang pasti, dan dengan sengaja menetapkan acara rapat yang dimulai pukul 06.30 pagi, kemudian tidak muncul. Sikap tidak menghargai dan tidak dapat diduga ini membuat pejabat yang lebih muda merasa tidak aman. Sang bos akan terburu-buru memanggil dan meminta informasi, dan ketika pejabat yang lebih muda ini kembali dengan laporan yang telah dipersiapkan dan lebih lengkap, bosnya hanya mau kembali memperhatikan laporan sebelumnya dengan membuat satu lingkaran merah

pada bagian yang tidak jelas salahnya di mana, dan tidak mau memberikan komentar lebih lanjut. Ia sama sekali tidak mau memperhatikan laporan yang lebih baru, namun sebaliknya memilih memusatkan diri pada bagian yang dianggapnya salah dari laporan terdahulu. Bos seperti ini menggunakan usaha intimidasi dan kekuasaan untuk mengurangi dan merendahkan semangat serta potensi pegawainya dengan mengurangi kepercayaan dirinya. Terlalu sering taktik seperti ini digunakan terhadap wanita dengan tambahan dimensi seperti pelecehan seksual yang kini juga dialami oleh kaum pria di tempat kerja. Hal ini membutuhkan kepercayaan diri, ketegasan, dan kelihaian politik untuk menghadapi para “penyalahguna kekuasaan ini” (orang yang menggunakan posisi dan kewenangannya dengan sengaja untuk menghancurkan kepercayaan diri, potensi karier, serta harga diri pada pegawai yang mereka anggap mengancam dirinya).

Cara menghadapi para bos atau kelompok yang mencoba menghancurkan semangat dan keseimbangan emosi anda adalah:

" Hindari memberikan kekuatan anda kepada mereka dengan meyakinkan mereka bahwa anda tidak efektif atau mampu.

" Buat catatan khusus tentang setiap diskusi yang anda lakukan untuk persiapan kalau anda membutuhkannya pada saat evaluasi.

" Sempurnakan diri dalam pekerjaan anda, dan bangun jembatan dengan mitra kerja lainnya.

" Buat catatan lengkap tentang segala tindakan dan pekerjaan anda, sambil menyusun arsip yang terus disesuaikan.

" Selalu bersikap tetap/konsisten, menyenangkan, dan profesional dengan semua pegawai termasuk bos anda.

" Rahasiakan masalah anda dengan bos kecuali anda memiliki pembimbing atau rekan kerja yang dapat dipercaya.

" Berusahalah membangun hubungan kerjasama dengan bos dengan memberikan penghormatan sepatutnya, meminta petunjuk untuk dapat bekerja lebih baik, dan membicarakan beberapa pendapat tentang keadaan pekerjaan anda. Jangan mengemukakannya sebagai suatu keluhan.

" Teruslah berusaha mencari peluang baru kalau situasi anda tidak kunjung membaik.

e . Kecemburuan

Kecemburuan dapat melanda siapa saja. Orang yang merasa cemburu dengan bakat kita pada kenyataannya merasa lebih lemah, dan acapkali mencoba meyakinkan diri kita, bahwa kita tidak cukup berharga dan bakat kita tidak bernilai. Seorang guru yang kukenal menceritakan kepadaku suatu kisah tentang kawannya yang cemburu dengan gelar PhD yang berhasil ia dapatkan sambil tetap bekerja sebagai guru paruh waktu. Kawannya, yang hanya lulus sekolah lanjutan, setelah mengetahui hasil yang diperolehnya, berkomentar bahwa mendapatkan gelar PhD tidak sulit, dan juga tidak perlu pandai benar untuk mampu meraihnya. Pertanyaannya adalah kalau memang begitu mudahnya mengapa ia tidak berusaha mendapatkannya sendiri? Orang seperti ini atau yang lainnya menghabiskan waktunya seumur hidup untuk mencoba memperkecil usaha orang lain dalam usahanya

menempatkan dirinya sendiri lebih tinggi. Beberapa orang dapat menjadi sangat licik dalam usahanya untuk menghalangi usaha kita, dan mengurangi kekuatan pribadi kita dalam. usahanya untuk memperkuat dirinya sendiri.

Aku teringat pada seorang pria yang terus bertanya kepadaku, seolah ia adalah yang berkuasa atau berhak menghakimi, kepercayaan seperti apa yang aku miliki dalam menulis suatu buku. Ia berusaha menginterogasi diriku tentang prinsip- prinsip yang aku gunakan dalam menulis dan mengapa membutuhkan waktu begitu lama bagi diriku untuk menyelesaikannya, padahal aku hanya memerlukan waktu tiga bulan untuk menyelesaikannya. Ini bukan suatu pertanyaan yang bersifat menyerang, namun cara atau sikap lebih berkuasa yang ditunjukkannya dalam bertanya, terutama karena ia tidak pernah menulis apa pun. Sikapnya yang merendahkan dan terlihat sangat yakin dimaksudkan untuk mengurangi semangat dan kepercayaan diriku, membuatku meragukan kemampuan sendiri. Apa yang tidak ia sadari, aku akhirnya mendapatkan suatu contoh yang dapat aku gunakan mengisi bukuku!

f. Gunjingan

Banyak orang senang bergunjing. Aku pernah mendengar orang membenarkan hal ini dengan menyatakan, bahwa ini hanyalah salah satu sifat alami manusia. Apa yang terjadi kalau kita ikut-ikutan melakukan eksploitasi penuh kebengisan akan kehidupan dan masalah orang lain, bahwa kita tidak pernah bercermin diri dan tidak mau berhadapan dengan masalah yang kita ciptakan sendiri, atau harus menanggung- nya sendiri. Ikut-ikutan bergunjing hanyalah menghabiskan waktu, dan tidak ada manfaatnya dalam meningkatkan potensi. Kalau terlanjur terlalu jauh hal ini akan

menghancurkan. Ada perbedaan antara menerima informasi yang mungkin bermanfaat bagi anda dan menerima informasi yang dimaksudkan untuk melukai atau menghancurkan reputasi seseorang. Gunjingan dalam bentuk apapun adalah menghancurkan, dan tidak produktif untuk mengembangkan emosi. Hal ini dapat membuat lingkungan menjadi canggung dan menjadi tidak nyaman untuk bekerja dan hendaknya tidak ditoleransi sama sekali.

g. Pengkondisian Negatif/Samar

Pengkondisian kecil-kecilan yang bersifat negatif terus terjadi di sekeliling kita, dan dapat memasuki psikis kalau kita tidak menyadarinya. Bahkan di sekolah, di mana adanya peraturan tentang perilaku diberlakukan, suatu tinjauan lengkap dan terinci tentang apa yang akan terjadi kalau kita berlaku buruk dan imbalan apa yang akan kita dapatkan kalau kita berlaku baik. Televisi mengemukakan yang bersifat negatif lebih banyak daripada yang positif.

Contohnya, berapa banyak yang senang, orang yang tersesuaikan dengan baik dalam sebuah acara obrolan? Atau berapa banyak peran contoh yang kita akui yang memiliki kehidupan yang dapat memperkaya bagi diri mereka dan orang lain? Sayangnya tidak begitu banyak. Orang yang kita bangga-banggakan dalam industri hiburan ternyata memiliki masalah yang sama banyaknya dengan diri kita sendiri. Walau banyak di antara kita yang tidak mau mengakuinya. Aku ragu berapa banyak bintang yang membuat kita iri bersedia bertukar tempat dengan orang biasa? Ketika aku berkata kepada kawanku bahwa begitu banyak acara obrolan yang berisikan tentang masalah ketidakbahagiaan atau pribadi sakit syaraf. ia menjawab,

“tingkat kesukaan (rating) pemirsa akan menurun, dan orang akan berhenti menyaksikan acara ini kalau yang menjadi perhatian adalah masalah-masalah yang positif.” Ini menggambarkan lebih jauh bahwa kita terkondisikan tidak hanya terhadap pengharapan yang bersifat negatif, namun bahkan juga memintanya terjadi.

h. Tidak Membiarkan Sesuatu Berlalu

Membiarkan sesuatu berlau merupakan salah satu ciri berpikir linear. Bahkan seseorang dengan harga diri dan kecerdasan emosional yang tinggi akan menjadi tertekan, dan kadang terbutakan saat berhadapan dengan kekecewaan dalam hidup. Sukar untuk menghadapi kekacauan pribadi dalam hubungan, krisis keluarga dan kemunduran karier tanpa kadang menjadi takut atau marah. Merasa tertekan dalam suatu jangka waktu tertentu adalah wajar, dan dapat dibersihkan. Walau demikian, penting untuk mengungkapkan perasaan dan tidak memendamnya dalam diri, atau berpura- pura tidak ada. Membiarkan diri kita merasakan dukanya dan berusaha mengatasinya adalah positif. Masalahnya akan memuncak kalau kita tidak dapat atau tidak ingin melepaskan- nya, atau sama dengan tidak membiarkan diri kita maju. Dalam setiap kekurangan, kekecewaan, dan rasa duka terkandung suatu peluang untuk tumbuh. dan memperbaiki diri. Suatu kegagalan, apakah bersifat pribadi atau profesional, dapat berbalik menjadi pengalaman yang positif kalau kita dengan sadar berusaha untuk bersikap kreatif dalam pemikiran, dan menganalisa cara yang dapat kita petik dari setiap kekurangan daripada membiarkannya atau menyerah saja.

Satu perbedaan penting antara orang yang mencapai keberhasilan pribadi dalam hidup dari mereka yang tidak, adalah bahwa mereka telah mengerahkan ketrampilan dalam

diri mereka untuk membantu mereka melalui masa-masa penuh kesulitan. Mereka tidak terlalu kritis terhadap diri mereka sendiri, atau mendendam kepada orang yang telah menghancurkan hidup mereka. Kalau kita yakin bahwa diri kita berharga dan bernilai, kita membiarkan diri kita merasa terluka dan tertekan atas suatu keadaan, namun kita juga memberikan kesempatan kepada diri kita untuk terus maju dengan penuh optimisme dan harga diri.

Kita dapat merasakan semacam pembebasan kalau kita menggabungkan sisi emosional dengan sisi pemikiran untuk membantu menciptakan keseimbangan dalam pandangan kita. ini akan menciptakan sesuatu yang meringankan dalam suasana yang tertekan sehingga hal ini tidak akan sampai melahap kita bulat-bulat.

Dalam dokumen pimp4KECERDASANEMOSIONAL (Halaman 40-45)

Dokumen terkait