• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam sebuah proses perubahan budaya organisasi seringkali terdapat hambatan- hambatan dalam prosesnya. Menurut Barry Phegan (2000), hambatan dalam proses perubahan budaya organisasi antara lain: (1) budaya kerja sangat stabil, sering kali merasa lebih baik mati dari pada harus berubah; (2) perusahaan takut kehilangan kontrol atas pekerja; (3) manajer mengetahui cara lebih baik, tetapi mereka tidak yakin budaya perusahaan akan menerimanya; (4) ketika budaya kerja mengalami kemunduran, mereka semua tahu bahwa hal tersebut bukanlah

37

merupakan kerugian; (5) apabila orang menolak perubahan, hal tersebut karena budaya kerja mengatakan pada mereka; (6) banyak budaya kerja yang kuat, keras, dan tidak seimbang tetapi mereka berpikir dan dan berperilaku dengan cara sederhana; (7) manajer lebih tinggi mungkin berpikir bahwa supervisor menolak perubahan. Kenyataannya adalah bahwa budaya kerja tidak mendukung perubahan.38 Sejalan dengan hal tersebut, Jerome Want (2006) menyebutkan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan perubahan, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. The wrong sponsorship (salah dukungan). Salah satu hal yang penting dilakukan sebelum memulai proses perubahan budaya yaitu mengidentifikasi potensi hambatan atas proses tersebut. Proses perubahan dapat menyebabkan perasaaan asing dan kerusakan terutama mereka kehilangan kenyaman dan perlakuan khusus. Menurut Edgar Schein, budaya perusahaan tidak akan berubah sampai kebutuhan psikologis dikenal dan dipuaskan di dalam organisasi. Proses perubahan budaya terlalu penting untuk didelegasikan semata-mata pada fungsi human resources atau lainnya. Mereka harus menciptakan harapan organisasi yang jelas untuk tingkat komitmen yang diperlukan dan bagaimana proses perubahan diselesaikan.

2. We have no time: the company is in trouble (merasa tidak punya waktu karena perusahaan dalam kesulitan). Perusahaan yang berjuang untuk bertahan hampir selalu resisten menghadapi kegagalan budayanya sendiri. Manajer tidak memahami bahwa budaya sering menjadi dasar kontributor

38

masalah sekarang. Mengabaikan budaya perusahaan bermasalah hanya akan menyebabkan keruskaan kelangsungan hidupnya.

3. We have no need: the company is doing fine (merasa tidak perlu karena perusahaan berjalan baik). Perusahaan yang berada di atas gelombang sukses merasa tidak perlu merusak status quo sehingga melakukan pengujian budaya merupakan hal yang sangat jauh dari pikirannya. Meskipun demikian, keuntungan sekarang bukanlah prediktor sukses masa depan atau merupakan kesiapan budaya melayani perusahaan selama masa sulit. Perusahaan yang bersaing dalam pasar yang terkenal, perlu memeriksa potensi kemampuan dalam budaya mereka dan tidak tertidur ke dalam pemikiran yang salah, bahwa budaya mereka semua baik-baik saja.

4. Bankruptcy (kebangkrutan). Perlindungan corporate bankruptcy menjadi penyembuhan dalam dunia korporasi. Bankruptcy atau kebangkrutan juga memberikan perlindungan pada pemimpin perusahaan dari konsekuensi kepemimpinannya sendiri dan membiarkan mereka menghindari berurusan dengan budaya mereka.

5. Excluding people from the change process (tidak melibatkan orang dalam proses perubahan). Mengubah budaya perusahaan tidak dapat dilakukan dengan tidak mengikutkan orang dalam organisasi dari proses perubahan. Terlalu banyak pemimpin bisnis lebih suka memegang inisiatif perusahaan penting, tanpa mengikutsertakan kelompok elite perencana. Organisasi bisnis adalah diantara organisasi sosial yang paling penting dan setiap proses perubahan yang sukses harus termasuk orangnya.

6. Organizational fragmentation (fragmentasi organisasi). Perusahaan dengan fragmented cultures sangat perlu pengembangan budaya. Mereka mendapat kesulitan besar dalam penyusunan sumber dayanya menjadi kompetitif dipasar. Sering fragementasi terjadi antara manajemen dan tenaga kerja atau manajemen senior dengan sisa orang lainnya. Apabila pemimpin perusahaan membantu dirinya sendiri dengan dirinya sendiri dengan perlakuan khusus, sementara membatasi dari akuntabilitas telah melakukan fragmentasi budaya. Pengembangan budaya dapat menjadi kekuatan utama untuk membawa perusahaan terfragmentasi kembali bersama.

7. Overreliance on fads: fix its, and magic bullets (kepercayaan berlebihan pada metode yang berkembang). Restructuring, downsizing, outsourcing, business process, reengineering, dan peningkatan produktivitas tidak akan melakukan sesuatu untuk mengkompensasi budaya bisnis yang kurang berprestasi. Terdapat batas berapa banyak produktivitas dapat ditekan keluar dari operasi organisasi dan pada titik tertentu, usaha semacam ini hanya merusak budaya perusahaan.

8. Incremental responses to change (meningkatnya respons terhadap perubahan). Strategi perubahan harus proaktif, jangkauan jauh, dan cepat diwujudkan. Tujuan ambisius dan rencana tindakan terus terang perlu ditempatkan untuk memastikan bahwa proses pembangunan budaya akan sukses. Perubahan terjadi demikian cepat dalam iklim bisnis sekarang dapat menyebabkan respons menjadi usang sebelum dapat diimplementasikan. 9. Saya tidak peduli terhadap budaya. Mereka yang menolak proses perubahan

kesempatan pada masa yang akan datang untuk dilibatkan. Dalam kasus yang ekstrem, orang harus ditransfer atau bahkan dipisahkan dari perusahaan apabila mereka menunjukkan keinginan berkelanjutan mengikis budaya baru yang muncul. Tidak ada manfaatnya melakukan inisiatif proses perubahan budaya, apabila chief executive officer atau seluruh team senior management hanya memberikan sedikit kepercayaan pada budaya korporasi.39

Akhir-akhir ini kecenderungan dunia bisnis diarahkan pada membuat uang lebih banyak, yang mengecilkan arti kinerja manusia dan keinginan bekerja. Akibatnya terlalu banyal budaya bisnis sekarang didominasi oleh ketakutan, moral buruk, tidak kompeten, produk sedang, enggan terhadap resiko, kualitas buruk, kelakuan tidak etis, turunnya inovasi, manajemen tidak mendapat informasi, lingkungan kerja otoriter, organisasi terpetak-petak dan kinerja rendah, kinerja financial tidak konsisten. Budaya seperti ini hanya mampu melayani untuk melanjutkan kecenderungan bisnis yang ada. Organisasi yang menganut aliran ini akan mengalami kesulitan melakukan perubahan budaya dan mengembangkan diri.

39

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati41. Sementara itu Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah42.

Kemudian menurut Miles dan Huberman, penelitian kualitatif akan memunculkan data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari, dokumen, pita rekaman) dan yang biasanya diproses melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis.43 Penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah

41

Moeleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hal: 4.

42

Ibid.hal: 6.

43

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI- Press. Hal : 15.

(natural setting). Disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna atau data yang pasti dan merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.44

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan data atau informasi yang bersifat sebenar-benarnya serta memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai problema perubahan budaya korporasi BUMN pengalaman pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Provinsi Lampung). Sehingga penelitian ini tergolong pada penelitian tipe deskriptif. Menurut Bugdon dan Taylor, jenis penelitian deskriptif adalah berupaya menggambarkan kejadian dan fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dimana data hasil berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.45

Dokumen terkait