• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMA PERUBAHAN BUDAYA KORPORASI BUMN (PENGALAMAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO))

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROBLEMA PERUBAHAN BUDAYA KORPORASI BUMN (PENGALAMAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO))"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMA PERUBAHAN BUDAYA KORPORASI BUMN (PENGALAMAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO))

(Skripsi)

Oleh

INDAH PUTRI SARI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE PROBLEM OF CORPORATE CULTURE CHANGE OF COMPANY OWNED BY GOVERNMENT (BUMN) (THE EXPERIENCE OF PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII

(PERSERO))

By

INDAH PUTRI SARI

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) or PTPN VII in Lampung is one of a company owned by government running its business in plantation. This company seeks to make corporate culture change to answer global challenges and to be able to compete with other competitors in term of performance achievement. The objective of this research was to analyze corporate culture change process conducted by PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) in Lampung and to find out spectacles of this corporate culture change process. This was a descriptive research with qualitative approach. Data were collected with interview, documentation, and observation.

(3)

monitoring system established to ensure the ProMOSI corporate culture in PTPN VII, so that its development could not be identified periodically; lack of supports from new substituting Directors that caused ProMOSI corporate culture cultivation hibernated; and finally the less effective of reward and punishment system in PTPN VII to prevent increasing disciplinary violations.

(4)

ABSTRAK

PROBLEMA PERUBAHAN BUDAYA KORPORASI BUMN (PENGALAMAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO))

OLEH

INDAH PUTRI SARI

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Lampung merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang perkebunan. Perusahaan ini telah berupaya melakukan perubahan budaya korporasi guna menjawab tantangan global dan agar mampu bersaing dengan perusahaan lain dalam hal pencapaian kinerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses perubahan budaya korporasi yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Lampung dan mengetahui hambatan dari proses perubahan budaya korporasi tersebut. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskritif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan observasi.

(5)

kelemahan sistem pengawasan yaitu belum adanya sistem pengawasan yang secara khusus dibentuk untuk mengawal perkembangan budaya ProMoSI di PTPN VII, sehingga perkembangan mengenai penanaman budaya ProMoSI tidak dapat diketahui secara berkala. Selanjutnya kurangnya dukungan dari direksi pengganti yang menyebabkan upaya-upaya penanaman budaya ProMOSI tidak lagi gencar dilakukan dan mati suri. Terakhir kurang efektifnya penerapan sistem reward and punishment di PTPN VII (Persero) yang menyebabkan masih adanya pelanggaran kedisiplinan yang terjadi di PTPN VII.

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Indah Putri Sari, lahir di Bandar Lampung pada tanggal 6 februari 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rusdi, S.T dan Ibu Saudah. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis yaitu TK Kartini I Bandar Lampung pada tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Rawa Laut (Teladan) Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan lanjut tingkat pertama di SMP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007. Memasuki jenjang berikutnya, penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2010.

(11)

Moto

Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah

(Lao Tzu)

Harapan yang tinggi adalah kunci dari setiap

keberhasilan

(Sam Walton)

Harapan adalah tiang penyangga dunia

(Pliny the Elder)

(12)

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala

karunia, nikmat dan hidayah-Nya kupersembahkan karya

sederhanaku ini kepada orang-orang terkasih.

Papa dan Mamaku tercinta yang telah membesarkan dan

mendidikku dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas segala

doa, kasih sayang, dukungan, semangat, pengorbanan dan

kesabaran dalam membimbing setiap langkah demi keberhasilanku

Adik-adikku tersayang, Muhammad Rizali dan Dhinda Kayla

Annisa yang selalu memberikan semangat dalam hidupku

Teman-teman yang selalu memberikan warna dihidupku

Para pendidik dan Almamater Universitas Lampung yang selalu

memberikan ilmu dan pesan moral untuk melangkah kedepan

(13)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin....

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Penyayang atas berkat, rahmat serta izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia biasa yang sungguh luar biasa yang

syafa’atnya selalu kita nanti hingga yaumilakhir kelak. Aamiin

Skripsi dengan judul ”Problema Perubahan Budaya Korporasi BUMN

(Pengalaman PT Perkebunan Nusantara VII (Persero))” dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Bapak Syamsul Ma’arif, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing utama.

(14)

kepada penulis dalam menyelesaikan dan menyempurnakan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung beserta jajaran Dekanat.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara. Terima kasih atas semua masukan, serta turut mendukung kelancaran dalam beberapa hal administratif penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah penulis peroleh pada saat perkuliahan dapat menjadi bekal berharga dan bermanfaat dalam kehidupan penulis ke depannya.

6. Ibu Nur sebagai Staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi.

(15)

mama yang selalu menjadi tempatku bercerita, yang tidak ada hentinya berdoa untuk keberhasilan anaknya dan ini tidak akan terbalaskan oleh apapun (ku persembahkan kebanggaan ini).

9. Adik-adikku Muhammad Rizali dan Dhinda Kayla Annisa yang selalu memberikan warna disetiap hari-hariku. Semoga kita bisa menjadi kebanggaan mama sama papa. Aamiin

10.Teman-teman tercinta Intan Ayu M (yang udah berkarir duluan di Ibu Kota) teman yang setia jaman kuliah kemana-mana selalu bareng pake baju sama tas sama sepatu sama, semoga kita ketemu lagi ya. Cita Nur S tempat curhat paling oke yang selalu dengerin semua cerita dan keluh kesahku. Erisa Tri A terima kasih banyak atas semua bantuannya selama ini sis, teman yang selalu setia nemenin dalam berbagai moment. Nurul, Hanny, Dewinta Fenny, Maritha Septiana.

(16)

banyak membantu selama masa perkuliahan. I love you all guys.

12. Teman KKN Rymni Chintya yang selalu setia bantuin banyak hal. Nemenin riset bulak-balik, terima kasih banyak banget untuk semua waktunya yang rela direpotin rela nemenin kemana-mana, bantuin banyak hal. I love you so

much you’re one of a kind friend really.

13.Sahabat setia dari SMA Okta Viana Sari, Aulia Cahya Wilujeng, Fitri Aprilia, Oktaviani Panintya, Yusuf Andri, Heru Jaya, Fahri Rizki. Semoga kita bisa kumpul satu kota bareng lagi, make a story together. I miss you all guys. 14.Terima kasih untuk seluruh kakak tingkat dan adik tingkat Himagara yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

15.Untuk seseorang yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya, yang selalu setia dengerin semua ceritaku setiap hari, selalu sabar dan selalu setia untukku. Terima kasih kamu selalu ada buat aku dalam kondisi apapun, I love you so much my one and only that I love “Donni Junico Sembiring”.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan dan doa semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Aamin.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis

(17)

DAFTAR ISI

B. Budaya Korporasi BUMN ... 15

C. Perubahan Budaya Korporasi BUMN ... 21

D. Hambatan Perubahan Budaya Korporasi ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 41

(18)

C. Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) ... 50

D. Pembagian Tugas ... 51

E. Persebaran Distrik/ Unit Usaha PTPN VII (Persero) ... 56

F. Budidaya Tanaman ... 58

G. Budaya Lama Perusahaan ... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Perubahan Budaya Korporasi ... 60

1. Fase Penilaian Budaya ... 61

2. Fase Analisis Kesenjangan Budaya ... 67

3. Fase Mempengaruhi Budaya Baru ... 72

4. Fase Melanjutkan Budaya Baru ... 83

B. Hambatan Perubahan Budaya Korporasi... 86

1. Ketidaksiapan Mental Karyawan ... 87

2. Kelemahan Sistem Pengawasan ... 89

3. Kurangnya Dukungan Direksi Pengganti ... 91

4. Kurang efektifnya sistem reward andpunishment ... 93

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Tabel Penurunan Kinerja PTPN VII Tahun 2009-2012 ... 5

Tabel 2.Daftar Informan ... 39

Tabel 3.Daftar Dokumen ... 40

Tabel 4.Tahapan Bedah Proses bisnis ... 68

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Analisis Data Model Interaktif ... 43

Gambar 2. SK Penetapan Budaya ProMOSI... 63

Gambar 3. Gambar Prosedur Kerja Lama PTPN VII ... 69

Gambar 4. Gambar Prosedur Kerja Baru PTPN VII ... 70

Gambar 5. Gambar saat direksi melakukan sosialisasi pengenalan budaya ... 73

Gambar 6. Gambar saat karyawan tengah menerima pengarahan sosialisasi ... 74

Gambar 7. Buku saku karyawan PTPN VII ... 75

Gambar 8. SK Pembentukan Komite SOC ... 77

Gambar 9. Daftar Formasi anggota SOC ... 78

Gambar 10. Breafing dan doa bersama ... 85

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan tentang pelaku ekonomi nasional terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.1 Keberadaan BUMN dalam pembangunan ekonomi di Indonesia menjadi penting setelah krisis ekonomi menerpa negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Peranan BUMN dalam menyumbang pendapatan negara merupakan tugas pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, seperti yang tercermin dalam Misi Kementerian BUMN yaitu: 1) Mewujudkan organisasi modern sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik; 2) meningkatkan daya saing BUMN di tingkat nasional, regional, dan internasional; 3) meningkatkan kontribusi BUMN kepada ekonomi nasional.2 Dalam hal meningkatkan kontribusi terhadap Negara, BUMN sering menghadapi tantangan dan berbagai persoalan. Kebanyakan dari

1

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1.

2

(22)

perusahaan atau korporasi lebih menitikberatkan terhadap skill SDM yang dimilikinya dan strategi guna memenuhi target perusahaan. Namun budaya perusahaan seperti pola pikir, pola tindak, dan perilaku korporasi masih sering dikesampingkan. Padahal hal tersebut adalah ruh dari perusahaan dan akan membedakan dari perusahaan lain. Perubahan telah menjadi pengaruh utama pada bagaimana perusahaan menjalankan bisnis dan merencanakan masa depan.

Beberapa tahun belakangan ini, istilah transformasi budaya perusahaan mulai mencuat kepermukaan. Runtuhnya beberapa perusahaan papan atas dunia yang disebabkan pelanggaran moral dan etika, memunculkan kesadaran akan pentingnya penguatan aspek budaya kerja perusahaan.3 Hal tersebut semakin dirasakan penting karena sebuah perusahaan senantiasa mengalami fluktuasi. Tantangan yang dihadapi saat ini tidak sama jika dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya. Dengan demikian, sikap maupun cara menghadapi tantangan juga harus mengalami penyesuaian.

Budaya perusahaan merupakan refleksi dari organisasi manusia. Mengabaikan bagaimana perusahaan berfungsi sebagai sistem sosial dari keyakinan manusia, aspirasi, kemampuan, dan kinerja adalah sama dengan mengabaikan sifat organisasi bisnis sendiri. Karena itu, downsizing, business process reengineering, operations improvement, restructuring dan outdated business planning secara konsisten gagal memperbaiki kinerja dan memfungsikan organisasi bisnis.4 Apapun masalah dalam menjalankan bisnis, semuanya adalah masalah orang.

3

http://m.esq-news.com/2012/berita/02/07/transformasi-budaya-perusahaan-sebuah-keniscayaan. Diakses tanggal 6 april 2014.

4

(23)

Bisnis dijalankan oleh orang dan akar dari semua masalah dalam bisnis adalah tentang orang. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang sukses mempunyai harapan hidup 40-50 tahun. Menurut Jerome Want perusahaan yang mempunyai umur panjang menunjukkan sifat kunci yaitu: (1) Sensitif pada lingkungan eksternal; (2) Mereka secara sosial erat dengan perasaan kuat pada komunitas dan identitas; (3) Perusahaan toleran bahkan mendukung perubahan internal; (4) Secara finansial konservatif.5

Saat ini umumnya perusahaan telah memiliki Corporate Culture berupa visi, misi, dan nilai perusahaan. Namun banyak perusahaan yang gagal dalam membangun budaya kerja sehingga kinerjanya tidak meningkat. Hal ini disebabkan karena karyawan tidak merasakan adanya keselarasan antara visi, misi, nilai perusahaan, dengan visi, misi, dan nilai pribadi. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan perubahan budaya korporasi. Perubahan budaya merupakan perubahan pola pikir manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan serta melakukan interaksi di antara mereka.6

Terdapat dua tipe perubahan budaya korporasi, yang pertama perubahan yang terjadi karena penurunan kinerja, kedua perubahan terjadi ketika korporasi menyadari dirinya harus melakukan perubahan. Tipe yang kedua pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan kelas dunia yaitu GE (General Electric) yang melakukan transformasi budaya karena pimpinan GE, Jack Welch melihat bahwa 5 tahun mendatang masa depan perusahaannya dalam kondisi berbahaya, padahal saat melakukan perubahan, kinerja GE sedang bagus-bagusnya.

5

Ibid. hal: 251.

6

(24)

Langkah GE (General Electric) yang melakukan transformasi budaya korporasi tersebut, menginspirasi PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) untuk melakukan langkah serupa. Menyadari bahwa perusahaan harus melakukan perubahan untuk menghadapi tantangan yang semakin berat, maka PTPN VII pada tahun 2008 melakukan perubahan budaya korporasi. Perubahan itu ditandai dengan ditetapkannya sejumlah nilai-nilai baru yang meliputi: produktifitas, mutu, organisasi, servis dan inovasi atau yang dikenal dengan budaya ProMOSI. nilai-nilai baru tersebut diharapkan dapat menggantikan nilai-nilai-nilai-nilai yang terdapat pada budaya korporasi yang lama yaitu keteladanan, keterbukaan, dan kebersamaan atau yang lebih dikenal dengan budaya K3.

(25)

penyempurnaan terus menerus untuk mengembangkan proses kerja dan produk dalam rangka menciptakan nilai tambah. Semangat Perubahan tersebut dirumuskan dengan memperhatikan aspek-aspek dominan sesuai dengan jenis, karakteristik, lingkungan serta proses bisnis, dan digali dari nilai-nilai yang berasal dari budaya insani perkebunan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). Budaya ProMOSI sendiri dicetuskan oleh CEO PTPN VII (Persero) pada tahun 2008 yaitu Bapak Andi Punoko yang kemudian membentuk tim implementasi Spirit of Change ProMOSI dengan tugas untuk mensosialisasikan budaya ProMOSI keseluruh karyawan di perusahaan.

Pada saat akan dicetuskan, perusahaan menggandeng konsultan dari PT. Astra Internasional yang juga pernah melakukan transformasi budaya diperusahaannya dengan sukses. Akan tetapi perubahan budaya tersebut tidak menghasilkan perubahan kinerja pada perusahaan. Kinerjanya tidak mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya saat budaya ProMOSI belum ditetapkan sebagai budaya perusahaan di PTPN VII. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data penurunan kinerja finansial PTPN VII (Persero) pada tahun 2008 hingga 2012:

Tabel 1. Perolehan Laba Bersih PTPN VII Tahun 2008-2012

Tahun Laba Bersih PTPN VII

2008 Rp. 260,8 Miliar

2009 Rp. 150,3 Miliar

2010 Rp. 253,2 Miliar

2011 Rp. 153,4 Miliar

2012 Rp. 54,3 Miliar

(26)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pencapaian laba PTPN VII antara tahun 2009-2012 tidak berjalan dengan baik. Pada tahun 2009, perolehan laba bersih PTPN VII hanya mencapai Rp. 150,3 miliar. Jika dibandingkan dengan laba bersih PTPN VII tahun 2008 sebesar Rp. 260,8 miliar, berarti laba PTPN VII menurun hingga 57,6 %. Peningkatan laba bersih PTPN VII sempat terjadi pada tahun 2010 laba bersihnya mencapai Rp 253,2 miliar atau mengalami peningkatan Rp. 103 miliar dari pendapatan laba bersih pada tahun 2009. Namun pada tahun 2011, kinerja PTPN VII kembali mengalami penurunan yang ditandai dengan pencapaian laba bersih yang hanya sebesar Rp 153,4 miliar atau turun 39,4% di bawah realisasi tahun 2010. Hal ini mengakibatkan rasio per lembar saham (earning per share) menurun dari Rp 693.819 menjadi Rp 420.301 per lembar saham.

(27)

Namun kenyataan yang terjadi justru menunjukkan fakta yang sebaliknya. Fenomena ini menarik untuk diteliti karena hal ini menunjukkan bila PTPN VII (Persero) belum maksimal dalam membangun budaya korporasi sehingga kinerjanya tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yakni sebelum ditetapkannya budaya baru yaitu budaya ProMOSI sebagai budaya perusahaan di PTPN VII (Persero). Untuk itulah, peneliti tertarik melihat permasalahan mengenai proses perubahan budaya korporasi BUMN pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) di samping permasalahan mengenai penurunan kinerja yang terjadi pada PTPN VII (Persero) dalam beberapa tahun terakhir.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses perubahan budaya korporasi BUMN yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero)?

2. Apa saja hambatan yang dihadapi PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) dalam proses perubahan budaya korporasi BUMN.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan proses perubahan budaya korporasi pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero).

(28)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan penambahan ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu Administrasi Negara, khususnya dalam ranah Manajemen BUMN.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi tiap

BUMN dalam melaksanakan proses perubahan budaya koporasi BUMN.

3. Sebagai salah satu bahan acuan atau referensi penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ide para peneliti dalam melakukan penelitian dengan tema

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dapat ikut campur tangan baik secara aktif maupun secara pasif. Keterlibatan pemerintah dalam perekonomian, tidak lepas dari ideologi yang dianut oleh negara tersebut. Sedangkan mengenai luas tidaknya peranan pemerintah dan mendalam tidaknya intervensi pemerintah dalam ekonomi, hal itu tidak hanya ditentukan oleh sifat permasalahan ekonomi yang dihadapi, tetapi juga ditentukan oleh sistem ekonomi dan politik negara yang bersangkutan.

(30)

salah satu pelaku ekonomi nasional. Sejak saat itu nasionalisasi mengakhiri dominasi ekonomi Belanda sekaligus menjadi titik awal pembentukan BUMN Indonesia. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 740/KMK 00/1989 yang dimaksud BUMN ialah:

Badan Usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara (Pasal 1 ayat 2a). Atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN yaitu (Pasal 1 Ayat 2b): (1) BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah; (2) BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya; (3) BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional atau asing di mana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.7

Sama seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk usaha negara menjadi atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.8 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu unit usaha yang sebagian atau seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Peranan BUMN berkaitan erat dengan berbagai tujuan yang perlu dicapai BUMN, seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang

7

Anoraga, Pandji. 1995. BUMN, Swasta, dan Koperasi: Tiga Pelaku Ekonomi. Jakarta: Pustaka Jaya. Hal: 1.

8

(31)

Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan. PP No. 3/ 1983 ini, yang meliputi Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan), menetapkan tujuan-tujuan BUMN adalah9: (1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; (2) Mengadakan pemupukan keuntungan dan pendapatan; (3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; (5) Menyelenggarakan perintis kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu; (6) Turut aktif memberikan bimbingan kepada sektor swasta, khusunya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi; (7) Turut aktif dan menunjang pelaksanaan program dan kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

Menurut Hamid dan Anto dalam Akadun (2007), BUMN didesain untuk tujuan tertentu seperti menciptakan lapangan pekerjaan, pengembangan daerah, merintis sektor yang belum dimasuki swasta, menyediakan fasilitas semi publik, ringkasannya tujuan BUMN adalah memaksimumkan kesejahteraan masyarakat dan memaksimumkan tujuan tertentu termasuk kemungkinan memperoleh keuntungan maksimal.10 Sedangkan berdasarkan Undang Undang

9

Anoraga, Pandji. 1995. Op. Cit. Hal 18−19.

10

(32)

Nomor 19 Tahun 2003 pasal 2, maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak lain ialah: (a) untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; (b) mengejar keuntungan; (c) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (d) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; (e) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.11

Selain tujuan-tujuan tersebut, ada beberapa arahan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tahun 1983 tentang tujuan pembentukan BUMN, antara lain sebagai: (a) penyumbang perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara; (b) mampu berjalan baik dan menumpuk keuntungan, bermanfaat bagi umum terutama dalam memenuhi hajat hidup orang banyak; (c) melaksanakan kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh swasta dan koperasi serta bersifat melengkapi terutama dalam menyediakan kebutuhan masyarakat luas; (d) aktif memberi bimbingan kepada usaha ekonomi lemah dan koperasi; aktif menunjang pelaksanaan program pemerataan12. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan BUMN secara garis besar yaitu sebagai motor penggerak perekonomian nasional yang dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara serta mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional di masa yang akan datang. Pada dasarnya tujuan

11

Moeljono, Djokosantoso. 2004. Reinvensi BUMN: Empat Strategi Membangun BUMN Kelas Dunia. Elex Media Komputindo:Jakarta. Hal: 136.

12

(33)

umum pendirian BUMN adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Latar belakang berdirinya BUMN tersebut dapat terlaksana dengan adanya kinerja yang baik dari dalam tubuh BUMN tersebut sehingga BUMN dapat mewujudkan tujuannya dan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional di Indonesia. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan tujuan awal didirikannya BUMN, maka suatu BUMN dinyatakan berhasil jika sudah dapat meningkatkan kemakmuran rakyat dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan.

Menurut Muchayat (2010) hal-hal yang mempengaruhi kinerja BUMN banyak terkait dengan lemahnya daya saing yaitu: (1) Rendahnya produktivitas karena tingginya biaya tetap, sehingga berakibat pada tingginya harga pokok produksi; (2) Kemampuan dalam memproduksi barang jasa yang berkualitas, karena lemahnya riset dan pengembangan; (3) Kurangnya komitmen dalam memenuhi pasok barang dan jasa terhadap pelanggan akibat dari masalah di atas BUMN sering kalah bersaing dengan usaha-usaha lain sejenis terkait quality, cost, and delivery.13

Kemudian terdapat juga kendala lain yang dihadapi oleh BUMN yang menyebabkan kinerjanya tidak bisa maksimal. Kendala-kendala tersebut meliputi: (1) Cash flow yang lemah sehingga tidak mampu menyelesaikan kewajiban jangka pendek. Bagaimanapun, kecukupan kas diperlukan agar perusahaan bisa survive dalam melaksanakan usahanya; (2) Lemahnya rasio antara ekuitas dan

13

(34)

utang (debt to equity ratio), sehingga meningkatkan biaya uang (cost of money) perusahaan; (3) Sering juga kita jumpai BUMN yang mengalami rasio negatif antara total aset dan kewajiban (ratio asset to lialibility). Rendahnya kinerja bisnis BUMN pada dasarnya bukan semata-mata kesalahan dari para profesional pengelolanya, namun karena pertama, struktur organisasi dan keberadaannya yang kurang menguntungkan. Dengan berada dibawah departemen teknis, tentu akan terjadi kecenderungan dari sebagian pengelolanya untuk menjaga hubungan baik dengan pimpinan departemen teknisnya dari pada pelanggannya. Sehingga, penentuan siapa yang berhak menduduki posisi puncak dalam BUMN tidak lebih banyak ditentukan oleh prestasi bisnisnya, melainkan lebih kepada pimpinan departemen teknis yang membawahinya. Dengan demikian, terjadi proporsi yang kurang tepat.

(35)

pemerintah dalam berbagai bentuk.14 BUMN berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Dengan jumlahnya yang banyak, BUMN dapat menjadi sumber terbesar pemasukan negara. Selain itu, BUMN juga berperan sebagai penyedia sarana dan prasarana kebutuhan masyarakat Indonesia serta memberikan pelayanan publik secara maksimal kepada masyarakat. Pada kenyataannya BUMN belum dapat melaksanakan perannya secara maksimal sehingga kesejahteraan belum bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan dalam hal pengelolaan bagi BUMN baik struktur, strategi, maupun budaya organisasinya.

B.Budaya Korporasi BUMN

Suatu organisasi adalah sebuah platform umum dimana individu bekerja untuk tujuan bersama. Salah satu isu penting bagi Perusahaan Negara atau BUMN pada saat ini adalah budaya perusahaan. Secara umum, budaya organisasi memiliki peran penting bagi kinerja dan efisiensi organisasi. Diantara peran penting budaya organisasi itu adalah menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan sebuah organisasi. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tanggal 23-25 april 1999 di Cambrige diselenggarakan simposium Cultural Values and Human Progress, American Academy of Arts and Sciences, dengan penyelenggara Harvard Academy for International and Area Studies. Simsosium ini menghadirkan temuan budaya dari seluruh dunia yang dirangkum dalam sebuah buku Culture Matters: How Values Shape Human Progress (2000) yang menyimpulkan bahwa budaya menentukan kemajuan dari setiap masyarakat, Negara, dan bangsa

14

(36)

diseluruh dunia, baik ditinjau dari sisi politik, sosial maupun ekonomi tanpa kecuali.15 Budaya korporat pada umumnya merupakan pernyataan filosofis yang dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Menurut Kreitner dan Kinicki (1992) budaya korporat yaitu sebagai perekat organisasi yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang ditaati, peralatan simbolis, dan cita-cita sosial yang ingin dicapai.16 Sementara itu, Mondy (1993) memperjelas dengan mengartikan budaya korporat sebagai sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam organisasi yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku.17 Tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas, Robbins (1990) berpendapat bahwa budaya korporat yaitu sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah.18

Sejalan dengan hal tersebut, Robbins (2001) memberikan karakteristik dalam mendefinisikan budaya korporat, yaitu sebagai berikut: (1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko; (2) Perhatian terhadap detail (Attention to detail); (3) Berorientasi pada hasil (Outcome orientation); (4) Berorientasi pada manusia (People orientation); (5) Berorientasi pada tim (Team orientation); (6) Agresif; (7) Stabil.19 Selain itu, Aholk dkk (1991) mengemukakan bahwa ada 7 dimensi budaya yang terdiri atas (a) konformitas; (b) Tanggung jawab; (c) Penghargaan; (d) Kejelasan; (e) Kehangatan; (f) Kepemimpinan; (g) Bakuan mutu.20 Sedangkan

15

Moeljono, Djokosantoso. 2004. Op.cit. hal: 78.

(37)

Kotter dan Heskett (1992) mengemukakan bahwa budaya perusahaan memiliki dua tingkat. Pada tingkat yang lebih dalam dan kurang diamati, budaya diartikan sebagai nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota didalam suatu kelompok dan cenderung untuk menetap dan bahkan apabila anggota-anggota kelompok telah berganti. Pada tingkat yang lebih dapat diamati, budaya menggambarkan pola perilaku atau gaya kerja disuatu perusahaan yang secara otomatis dianjurkan oleh karyawan lama untuk diikuti rekan-rekan kerja mereka yang baru.21 Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya korporat adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan yang berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Dari sisi fungsi, menurut Robbins budaya korporat mempunyai beberapa fungsi yaitu: (1) Budaya mempunyai suatu peran pembeda, hal itu berarti bahwa budaya korporat menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain; (2) Budaya korporat membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) Budaya korporat mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual; (4) Budaya korporat meningkatkan kemantapan sistem sosial.22 Menurut Nelson dan Quick budaya korporat mempunyai 4 fungsi dasar yaitu: (a) perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi; (b) alat pengorganisasian anggota; (c)

21

Moeljono, Djokosantoso. 2005. Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporate Governance. Elex Media Komputindo: Jakarta. Hal: 40.

22

(38)

menguatkan nilai-nilai dalam organisasi; (d) mekanisme control atas perilaku.23 Dengan demikian, fungsi budaya korporat adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan dan hal tersebut dapat berfungsi sebagai kontrol atas perilaku para karyawan. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Djokosantoso Moeljono, fungsi budaya korporat yaitu sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya korporat yaitu sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Menurut Beer dalam Chatterjee (2009) mengemukakan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi budaya organisasi. Keempat faktor tersebut adalah people, process, structure, dan environment. People adalah kemampuan karyawan, kebutuhan, nilai dan harapan karyawan. Process merupakan tingkah laku, sikap, dan interaksi yang terjadi di dalam organisasi, baik pada level individu, kelompok, maupun intergroup. Structure adalah mekanisme formal dan sistem di dalam organisasi dan memenuhi kebutuhan anggota organisasi. Sedangkan environment adalah kondisi eksternal yang harus dihadapi oleh organisasi termasuk pasar, pelanggan, teknologi, pemegang saham, regulasi pemerintah, budaya dan nilai-nilai sosial tempat perusahaan beroperasi.24

23

Ibid.hal:86.

24

(39)

Terdapat beberapa pandangan para ahli mengenai dimensi budaya organisasi. Yang pertama dimensi budaya organisasi menurut Hofstede (2010) yang menyatakan bahwa terdapat 6 dimensi budaya organisasi yaitu: (1) process oriented vs result oriented (berorientasi pada proses vs berorientasi pada hasil); (2) employee oriented vs job oriented; (3) open system vs closed system; (4) loose vs tight control; (5) normative vs paradigmatic.25

Sementara itu, Cameron dan Quinn (2006) menyatakan bahwa terdapat 6 dimensi budaya organisasi sebagai basis penilaian OCAI (Organizational Culture Assesment Instrument), sebagai berikut: (1) the dominant chacteristic of the organization or what the overall organization is like (karakteristik dominan organisasi); (2) the leadership style and approach that permeate the organization (gaya kepemimpinan); (3) the management of employees or the style that characterizes how employees are treated and what the working environment is like (pengelolaan karyawan); (4) the organizational glue or bonding mechanism that hold the organization together (mekanisme organisasi); (5) the strategic emphases that define what areas of emphasis drive the organization’s strategy

(startegi organisasi); (6) the criteria of success that determine how victory is define and what gets rewarded and celebrated (kriteria keberhasilan).26

Kemudian penelitian yang dilakukan Flamholz dan Narasimhan (2005) menemukan 6 faktor atau dimensi dari budaya organisasi. Keenam faktor itu adalah customer service, corporate citizenship, performance standards, indentification with the company, human resources practices and organization

25 Ibid. hal: 101. 26

(40)

communication.27 Berdasarkan faktor tersebut, 4 faktor diantaranya secara langsung memenuhi kinerja keuangan perusahaan yaitu customer service, corporate citizenship, performance standards, indentification with the company. Sedangkan 2 faktor lainnya mempengaruhi secara tidak langsung kinerja keuangan perusahaan. Arti penting budaya dalam suatu perusahaan atau BUMN adalah membantu karyawan memberi tanggapan atas ketidakpastian yang tidak bisa dihindari dan keruwetan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya perusahaan merupakan suatu persepektif untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Dengan demikian, budaya perusahaan mencerminkan peleburan dari norma dan nilai-nilai yang diseleksi hingga membentuk budaya budaya kerja yang kondusif. Keberadaan budaya kerja yang kondusif ini menjadi penting karena mendukung terbentuknya sikap dan pola pikir manajer.

Harapannya, perilaku manajer mampu memberikan semangat dan arahan bagi individu atau kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan. Pola membangun budaya kondusif ditunjukkan oleh skema sebagai berikut: (1) People menjadi atmosfir bergeraknya roda perusahaan atau BUMN. People dapat dipahami dari motivasi seseorang yang bekerja. Berdasarkan teori tentang motivasi yakni teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow yang menyatakan hipotesis bahwa kebutuhan setiap manusia itu berjenjang-jenjang mulai dari yang mendasar hingga di tingkat atas seperti kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri; (2) Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian atau hal-hal yang berkaitan satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan; (3) Struktur adalah suatu jaringan kerja terstruktur

27

(41)

yang dapat membantu memahami interelasi sistem dan menyediakan kebutuhan, dinyatakan dalam efektivitas manajemen yang dinamis dan terukur.28

C. Perubahan Budaya Korporasi BUMN

Berdasarkan salah satu teori mengenai perubahan yang telah tersebar luas selama 15 tahun terakhir yang menyimpulkan bahwa hambatan paling besar untuk menciptakan perubahan dalam sebuah kelompok adalah budaya.29 Perubahan budaya organisasi di satu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun di sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan benar. Apabila tidak melakukan perubahan budaya organisasi, sedangkan lingkungan berubah, maka dapat dipastikan mengalami kemunduran. Menurut Wibowo perubahan budaya merupakan proses penataan kembali nilai-nilai, sikap, norma perilaku, dan gaya manajemen.30 Sedangkan menurut Jeff Cartwright (1999) bahwa perubahan budaya organisasi adalah sebuah proses psikologis.31

Sejalan dengan hal tersebut Victor Tan (2002) mengatakan bahwa mengubah budaya organisasi adalah menselaraskan organisasi pada visi, misi, tujuan dan lingkungan.32 Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perubahan budaya organisasi merupakan transformasi kultural dan transformasi kultural harus dilakukan karena adanya perubahan tujuan organisasi yang semakin meningkat dan menantang. Perubahan budaya organisasi harus dilakukan sejak

Wibowo. 2013. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Rajawali Pers: Jakarta. Hal: 222.

31

Ibid: 223.

32

(42)

dini, karena proses perubahan budaya akan memerlukan waktu lama untuk memberikan hasil. Implikasi keterlambatan perubahan budaya organisasi sangat bervariasi yaitu rendahnya moral staf, pergantian staf tinggi, meningkatnya keluhan pelanggan, kehilangan bisnis dan peluang, rendahnya produktivitas, rendahnya respon terhadap perubahan, mengikisnya kinerja perusahaan serta perilaku dan praktik tidak sehat ditempat kerja. Oleh karena itu, kuncinya adalah berubah sebelum kondisi yang tidak diinginkan mencapai proporsi yang tidak terkelola.

Menurut Victor Tan (2002), perubahan harus dilakukan karena adanya tantangan sebagai berikut: (1) ketika dua perusahaan atau lebih mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan konflik berkepanjangan diantara mereka dan mulai mengikis kinerja; (2) ketika sebuah organisasi sudah ada sejak lama dan cara kerjanya sangat kokoh sehingga menghindarkan organisasi menyerap perubahan dan bersaing dipasar; (3) ketika perusahaan bergerak menjadi industri yang secara total berbeda cara untuk melakukan sesuatu adalah melakukan penyelamatan organisasi; (4) ketika perusahaan dengan staf yang terbiasa bekerja dibawah kondisi ekonomi yang menyenangkan dan tidak dapat menerima tantangan yang ditunjukkan oleh perlambatan ekonomi.33

Terrence Deal dan Allan Kennedy (2000) mengemukakan adanya situasi dimana manajemen puncak harus mempertimbangkan perlunya membentuk kembali budaya perusahaannya yaitu: (1) ketika lingkungan sedang mengalami perubahan fundamental dan perusahaan sangat didorong oleh nilai-nilai; (2) ketika industri

33

(43)

sangat kompetitif dan lingkungan berubah cepat; (3) ketika perusahaan biasa-biasa saja atau menjadi lebih buruk; (4) ketika perusahaan benar-benar diambang menjadi perusahaan besar.34 Sejalan dengan hal tersebut, Carol Bernick (2002) juga menyatakan bahwa perubahan terhadap budaya organisasi diperlukan apabila perusahaan menghadapi kenyataan bahwa penjualan mendatar dan lingkungan kompetitif bisnis sulit.35

Pendapat-pendapat diatas, menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor atau kondisi yang dapat menjadi pemicu bagi adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan. Apabila terdapat tanda-tanda tersebut diperlukan segera melakukan tindakan perubahan budaya organisasi. Bagaimana konsep melakukan perubahan budaya organisasi sering dinyatakan sebagai model perubahan budaya organisasi. Terdapat beberapa model perubahan budaya organisasi menurut para ahli. Pertama model perubahan Victor Tan, Victor Tan menggambarkan model perubahan budaya organisasi dalam 4 fase, yaitu cultural assessment, culture gap analysis, influencing culture change, dan sustaining the new culture.36

1. Culture Assesment (Penilaian Budaya)

(44)

wawancara satu per satu atau diskusi kelompok fokus, untuk menilai budaya yang diinginkan dalam organisasi. Budaya yang diinginkan tidak sekedar mencangkup aspirasi pribadi dan organisasi tetapi juga mempertimbangkan permintaan eksternal (termasuk kompetisi, pelanggan, pemegang saham, dan stakeholder lain) yang memungkinkan organisasi bersaing dan berhasil.

2. Culture Gap Analysis (Analisis Kesenjangan Budaya)

Analisis ini melihat orang, kebijakan, proses, teknologi, strategi dan struktur organisasi. Satu cara untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan melihat pada apa yang sedang menghalangi organisasi dari pencapaian visi, misi, dan tujuan yang diinginkan. Cara lainnya adalah dengan mendefiniskan hubungan yang hilang menjadi sumber daya mereka, gaya kepemimpinan yang tepat perlu ditunjukkan untuk memungkinkan organisasi mencapai tahap masa depan yang diinginkan. Hasil dari analisis tersebut akan memberikan masukan untuk mengembangkan program perubahan untuk mempengaruhi dan membentuk budaya organisasi.

3. Influencing Culture Change (Mempengaruhi Perubahan Budaya)

(45)

orang lain untuk melebihi mereka. Perubahan berikutnya harus mengubah kebijakan organisasi, prosedur, dan sistem diselaraskan dengan budaya yang baru. Untuk memastikan pengaruh jauh kedepan dari budaya baru, organisasi dapat melakukan pelatihan secara luas dalam organisasi untuk mengkomunikasikan sistem keyakinan baru, nilai-nilai inti, dan pola perilaku yang dinginkan.

Organisasi harus mengkapitalisasi setiap saluran komunikasi untuk dipublikasikan secara luas dan mengkomunikasikan budaya organisasi baru. Newletters, email, rapat dan kegiatan bersama merupakan saluran yang berguna untuk mempromosikan dan memperkuat budaya baru dalam organisasi. Perubahan budaya memerlukan monitoring secara tetap dan penyesuaian pendekatan untuk mencapai hasil yang efektif.

4. Sustaining The New Culture (Melanjutkan Budaya Baru)

(46)

harmonis untuk mencapai kerja sama saling menguntungkan. Mereka juga harus memastikan tercapainya praktik semacam ini ditempat kerja: (a) orang menjadi jelas tentang arah yang dihadapi organisasi; ((b) orang terlibat dan masukan mereka diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan; (c) tempat kerja bersahabat dan berarti orang menikmati untuk datang kerja; (d) komunikasi jelas, pada waktunya dan relevan; (e) orang mendapatkan sumber daya dan mendukung keperluan mereka untuk melakukan pekerjaan; (f) orang dihargai, dikenal, dan terapresiasi untuk melakukan pekerjaan yang baik; (g) orang dijaga tetap memperoleh informasi tentang apa yang terjadi didalam organisasi; (h) orang dijaga akuntabel atas pekerjaan mereka dan mereka bertanggung jawab pada setiap masalah yang mungkin timbul; (i) usaha individu dan tim dihargai; (j) terdapat spirit antusiasme dan merasa menjadi bagian.

Model perubahan yang kedua yaitu model perubahan Jerome Want yang menyatakan apabila perusahaan ingin berhasil menjalankan perubahan budaya korporasi, maka diperlukan langkah bertahap sebagai berikut:

1. Develop a Systematic Change Plan (mengembangkan rencana perubahan sistematis). Rencana perubahan harus menggambarkan sasaran, jangka waktu, orang yang perlu disertakan dalam proses, taktik untuk mengatasi hambatan, sumber daya diperlukan, persyaratan kepemimpinan yang diperlukan, dan ukuran yang dipergunakan untuk menandai kemajuan.

(47)

potensial untuk proses perubahan. Selain itu, dapat dibantu tim ahli yang dapat memberi saran kepada pemimpin. Penasihat ini dapat berasal dari bagian internal organisasi atau konsultan eksternal. Diperlukan beberapa pemimpin, masing-masing bertanggung jawab pada komponen kunci atau sasaran proses pembangunan budaya yaitu komunikasi, pengambilan keputusan, efektivitas manajemen, inovasi dan pengambilan resiko, perilaku organisasi, desain dan struktur, dan pengetahuan serta kompetensi.

3. Openess to New Ideas (keterbukaan pada gagasan). Tim perubahan maupun organisasi yang lebih besar perlu bersikap terbuka untuk mendengarkan gagasan baru, tidak peduli berapapun besar perbedaan yang terjadi.

4. Building a Broad Consensus for Change (membangun konsensus luas untuk perubahan). Membangun konsensus bukan hanya sekedar kompromi untuk mendapatkan orang melalui rapat dan sudah pasti bukan kelompok fokus, membangun konsensus memberi kesempatan orang berbagi pandang berbeda dan susudah itu membawa pandangan tersebut bersama menempa keyakinan konsensus sekitar isu budaya utama. Apabila pembangunan consensus tumbuh, orang sekitar perusahaan tertarik pada proses, dan menjadi proses dinamis, dan bahkan menjadi titik awal dimana momentum secara dramatis bergeser pada membangun budaya baru.

(48)

pembangunan budaya dan perlu diimplementasikan oleh ahli yang memahami perilaku individu dalam konteks organisasi yang lebih besar.

6. Individualisze Change Strategies (strategi perubahan sendiri). Kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada dua organisasi bisnis yang sama. Pendekatan yang dipertimbangkan cocok untuk satu organisasi mungkin tidak benar untuk organisasi lain. Perusahaan sering meniru perusahaan lain walaupun apa yang mereka tiru tidak berjalan. Ini adalah addictive behavior dunia bisnis. Perilaku ini menjadi atribut kurangnya kreativitas, takut mengambil resiko, atau kepemimpinan yang kurang suka kebebasan. Apa yang diperlukan adalah strategi yang bersifat individual. Proses memperhitungkan dimana perubahan berdiri dalam siklus perubahan bisnis, kondisi kompetitif eksternal, umur dan sejarah perusahaan, kepemimipinan dan gaya manajemen, tujuan masa depan, masalah dan tantangan yang dihadapi dan terutama budaya sekarang.

(49)

8. A Never Ending Process (suatu proses tidak pernah berakhir). Pembangunan budaya bukan program sekali jadi dengan titik akhir definitive. Merupakan proses yang sedang berjalan dan harus dijaga tetap bergerak dengan perubahan internal perusahan terutama kekuatan perubahan eksternal dipasar.37

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model perubahan Victor tan yaitu cultural assessment, culture gap analysis, influencing culture change, dan sustaining the new culture. Alasan penulis menggunakan model perubahan Victor Tan karena model perubahan ini cenderung top-down yaitu berasal dari pemimpin lalu dilanjutkan oleh para bawahan. Pada lokasi yang akan diteliti yaitu PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Lampung, model perubahan budaya organisasi yang dilakukan yaitu model perubahan dari atas ke bawah (top-down) sehingga model perubahan Victor Tan cocok untuk digunakan untuk menganalisis perubahan budaya organisasi dalam penelitian ini.

D. Hambatan Perubahan Budaya Korporasi

Dalam sebuah proses perubahan budaya organisasi seringkali terdapat hambatan-hambatan dalam prosesnya. Menurut Barry Phegan (2000), hambatan-hambatan dalam proses perubahan budaya organisasi antara lain: (1) budaya kerja sangat stabil, sering kali merasa lebih baik mati dari pada harus berubah; (2) perusahaan takut kehilangan kontrol atas pekerja; (3) manajer mengetahui cara lebih baik, tetapi mereka tidak yakin budaya perusahaan akan menerimanya; (4) ketika budaya kerja mengalami kemunduran, mereka semua tahu bahwa hal tersebut bukanlah

37

(50)

merupakan kerugian; (5) apabila orang menolak perubahan, hal tersebut karena budaya kerja mengatakan pada mereka; (6) banyak budaya kerja yang kuat, keras, dan tidak seimbang tetapi mereka berpikir dan dan berperilaku dengan cara sederhana; (7) manajer lebih tinggi mungkin berpikir bahwa supervisor menolak perubahan. Kenyataannya adalah bahwa budaya kerja tidak mendukung perubahan.38 Sejalan dengan hal tersebut, Jerome Want (2006) menyebutkan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan perubahan, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. The wrong sponsorship (salah dukungan). Salah satu hal yang penting dilakukan sebelum memulai proses perubahan budaya yaitu mengidentifikasi potensi hambatan atas proses tersebut. Proses perubahan dapat menyebabkan perasaaan asing dan kerusakan terutama mereka kehilangan kenyaman dan perlakuan khusus. Menurut Edgar Schein, budaya perusahaan tidak akan berubah sampai kebutuhan psikologis dikenal dan dipuaskan di dalam organisasi. Proses perubahan budaya terlalu penting untuk didelegasikan semata-mata pada fungsi human resources atau lainnya. Mereka harus menciptakan harapan organisasi yang jelas untuk tingkat komitmen yang diperlukan dan bagaimana proses perubahan diselesaikan.

2. We have no time: the company is in trouble (merasa tidak punya waktu karena perusahaan dalam kesulitan). Perusahaan yang berjuang untuk bertahan hampir selalu resisten menghadapi kegagalan budayanya sendiri. Manajer tidak memahami bahwa budaya sering menjadi dasar kontributor

38

(51)

masalah sekarang. Mengabaikan budaya perusahaan bermasalah hanya akan menyebabkan keruskaan kelangsungan hidupnya.

3. We have no need: the company is doing fine (merasa tidak perlu karena perusahaan berjalan baik). Perusahaan yang berada di atas gelombang sukses merasa tidak perlu merusak status quo sehingga melakukan pengujian budaya merupakan hal yang sangat jauh dari pikirannya. Meskipun demikian, keuntungan sekarang bukanlah prediktor sukses masa depan atau merupakan kesiapan budaya melayani perusahaan selama masa sulit. Perusahaan yang bersaing dalam pasar yang terkenal, perlu memeriksa potensi kemampuan dalam budaya mereka dan tidak tertidur ke dalam pemikiran yang salah, bahwa budaya mereka semua baik-baik saja.

4. Bankruptcy (kebangkrutan). Perlindungan corporate bankruptcy menjadi penyembuhan dalam dunia korporasi. Bankruptcy atau kebangkrutan juga memberikan perlindungan pada pemimpin perusahaan dari konsekuensi kepemimpinannya sendiri dan membiarkan mereka menghindari berurusan dengan budaya mereka.

(52)

6. Organizational fragmentation (fragmentasi organisasi). Perusahaan dengan fragmented cultures sangat perlu pengembangan budaya. Mereka mendapat kesulitan besar dalam penyusunan sumber dayanya menjadi kompetitif dipasar. Sering fragementasi terjadi antara manajemen dan tenaga kerja atau manajemen senior dengan sisa orang lainnya. Apabila pemimpin perusahaan membantu dirinya sendiri dengan dirinya sendiri dengan perlakuan khusus, sementara membatasi dari akuntabilitas telah melakukan fragmentasi budaya. Pengembangan budaya dapat menjadi kekuatan utama untuk membawa perusahaan terfragmentasi kembali bersama.

7. Overreliance on fads: fix its, and magic bullets (kepercayaan berlebihan pada metode yang berkembang). Restructuring, downsizing, outsourcing, business process, reengineering, dan peningkatan produktivitas tidak akan melakukan sesuatu untuk mengkompensasi budaya bisnis yang kurang berprestasi. Terdapat batas berapa banyak produktivitas dapat ditekan keluar dari operasi organisasi dan pada titik tertentu, usaha semacam ini hanya merusak budaya perusahaan.

8. Incremental responses to change (meningkatnya respons terhadap perubahan). Strategi perubahan harus proaktif, jangkauan jauh, dan cepat diwujudkan. Tujuan ambisius dan rencana tindakan terus terang perlu ditempatkan untuk memastikan bahwa proses pembangunan budaya akan sukses. Perubahan terjadi demikian cepat dalam iklim bisnis sekarang dapat menyebabkan respons menjadi usang sebelum dapat diimplementasikan. 9. Saya tidak peduli terhadap budaya. Mereka yang menolak proses perubahan

(53)

kesempatan pada masa yang akan datang untuk dilibatkan. Dalam kasus yang ekstrem, orang harus ditransfer atau bahkan dipisahkan dari perusahaan apabila mereka menunjukkan keinginan berkelanjutan mengikis budaya baru yang muncul. Tidak ada manfaatnya melakukan inisiatif proses perubahan budaya, apabila chief executive officer atau seluruh team senior management hanya memberikan sedikit kepercayaan pada budaya korporasi.39

Akhir-akhir ini kecenderungan dunia bisnis diarahkan pada membuat uang lebih banyak, yang mengecilkan arti kinerja manusia dan keinginan bekerja. Akibatnya terlalu banyal budaya bisnis sekarang didominasi oleh ketakutan, moral buruk, tidak kompeten, produk sedang, enggan terhadap resiko, kualitas buruk, kelakuan tidak etis, turunnya inovasi, manajemen tidak mendapat informasi, lingkungan kerja otoriter, organisasi terpetak-petak dan kinerja rendah, kinerja financial tidak konsisten. Budaya seperti ini hanya mampu melayani untuk melanjutkan kecenderungan bisnis yang ada. Organisasi yang menganut aliran ini akan mengalami kesulitan melakukan perubahan budaya dan mengembangkan diri.

39

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati41. Sementara itu Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah42.

Kemudian menurut Miles dan Huberman, penelitian kualitatif akan memunculkan data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari, dokumen, pita rekaman) dan yang biasanya diproses melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis.43 Penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah

41

Moeleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hal: 4.

42

Ibid.hal: 6.

43

(55)

(natural setting). Disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna atau data yang pasti dan merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.44

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan data atau informasi yang bersifat sebenar-benarnya serta memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai problema perubahan budaya korporasi BUMN pengalaman pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Provinsi Lampung). Sehingga penelitian ini tergolong pada penelitian tipe deskriptif. Menurut Bugdon dan Taylor, jenis penelitian deskriptif adalah berupaya menggambarkan kejadian dan fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dimana data hasil berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.45

B. Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Spradley menyatakan bahwa fokus merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial46. Sedangkan menurut Moleong fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian

44

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Hal : 8−9.

45

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Op.cit. hal:4.

46

(56)

guna untuk memilih data yang relevan dan data yang tidak relevan. Hal yang harus diperhatikan dalam penelitian kualitatif adalah masalah dan fokus penelitian, karena fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian.47 Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan yang akan diperoleh dari situasi sosial. Fokus yang sebenarnya dalam penelitian kualitatif diperoleh setelah peneliti melakukan grand tour observation dan grand tour question atau yang disebut dengan penjelajahan umum. Dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih pada tahap permukaan tentang situasi sosial. Fokus dalam penelitian ini adalah : 1. Proses perubahan budaya korporasi BUMN:

a. Fase Penilaian Budaya

b. Fase Analisis Kesenjangan Budaya c. Fase Mempengaruhi Perubahan Budaya d. Fase Melanjutkan Budaya Baru

2. Hambatan perubahan budaya korporasi BUMN: a. Ketidaksiapan mental karyawan

b. Kelemahan sistem pengawasan

c. Kurangnya dukungan dari direksi pengganti

d. Kurang efektifnya penerapan sistem reward and punishment

47

(57)

C.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang seharusnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data yang akurat. Menurut Moleong, penetuan lokasi penelitian merupakan cara terbaik yang ditempuh dengan mempertimbangkan substansi dan menjajaki lapangan, serta untuk mencari kesesuaian dengan melihat kenyataan di lapangan.48 Mempertimbangkan hal di atas dan untuk membatasi penelitian, maka secara substansial penelitian ini akan mengambil lokasi di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Lampung. Alasan peneliti memilih PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Lampung sebagai lokasi penelitian dan unit analisis adalah sebagai berikut:

1. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Provinsi Lampung merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencoba melaksanakan perubahan budaya korporasi BUMN.

2. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Provinsi Lampung merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi korporasi terbesar di bidang usaha perkebunan di Lampung.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data 49. Menurut Sutopo pengumpulan data dalam penelitian

48

Moleong, Lexy. 2007. Op.cit. Hal : 4.

49

(58)

kualitatif lebih mementingkan makna, tidak ditentukan oleh kuantitasnya, tetapi lebih ditentukan oleh proses terjadinya jumlah (dalam bentuk angka) dan cara memandang atau perspektifnya.50 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam (indepht interview)

Moleong mendefinisikan wawancara sebagai percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan atas jawaban itu.51 Sedangkan Esterberg mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.52

Teknik ini digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara yang teraplikasi dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara. Dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannyapun telah disiapkan, kemudian tape recorder dan catatan-catan kecil. Dalam penelitian ini, informan yang diwawancarai adalah aktor-aktor yang terlibat dalam proses pelaksanaan perubahan budaya korporasi BUMN pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Provinsi Lampung, antara lain:

50

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Hal : 55.

51

Moleong, Lexy. 2007. Op.cit. hal: 186.

52

(59)

Tabel 2. Informan

No. Informan Jabatan Informasi 1. Budi Firman Kepala Bagian Teknologi

Sistem dan Informasi PT.

3. Sandri R. Kamil Kepala Urusan Humas, Protokoler dan Biro Direksi

4. Subanul Muktafi Staf Bidang Teknologi, Informasi dan Sistem yang

5. Yuraidil Syafitra Staf Urusan Investasi dan Evaluasi Tanaman PT.

(60)

bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data, dan merupakan bahan utama dalam penelitian. Adapun dokumen dalam penelitian ini adalah:

Tabel 3. Dokumen Perusahaan Tahun 1996 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

(61)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.53 Langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan. Menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, karena data-data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.54 Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

53

Moleong, Lexy. 2007. Op.cit. hal:248.

54

(62)

jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Secara teknis, pada kegiatan reduksi data yang telah dilakukan dalam penelitian ini meliputi: perekapan hasil wawanacara kemudian pengamatan hasil pengumpulan dokumen yang berhubungan dengan fokus penelitian.

2. Penyajian Data (Data Display)

Menyajikan data yaitu penyusunan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart atau sejenisnya. Dalam penelitian ini, secara teknis data-data akan disajikan dalam bentuk teks naratif, tabel, foto, bagan.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

(63)

Berikut ini adalah analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman.55 Bagan tersebut akan menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan data, proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sampai data yang ditemukan jenuh.

Gambar 1. Model Teknik Analisis Data (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman)

Sumber: Miles dan Huberman dalam Sugiyono56

Bagan analisis data model interaktif Miles dan Huberman di atas menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Proses yang bersamaan tersebut meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

F. Teknik Keabsahan Data

Gambar

Tabel 1. Perolehan Laba Bersih PTPN VII Tahun 2008-2012
Tabel 2. Informan
gambar-gambar
Gambar 1. Model Teknik Analisis Data (Matthew B. Miles dan A. Michael

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan ini merupakan perancangan ouput data-data software yang tersimpan di database, sebagai informasi data-data software yang terpasang di perangkat

Jangka waktu RTRW ataupun RZWP-3-K berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali, Pasal 9 ayat (2) UU No 14 Tahun

Objektf berarti semua orang akan memberikan penafsiran yang sama; valid berarti adanya ketepatan antara data yang terkumpul oleh peneliti dengan data yang trejadi pada

Dari hasil analisis pada pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan website yang dikelola Pemerintah Kabupaten Sukabumi dinilai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri, kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM), serta identifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam

Pada materi pembelajaran semester 1, kalian telah mempelajari tentang sumber daya yang dibutuhkan dalam usaha kerajinan dari bahan limbah berbentuk bangun datar yang meliputi

 Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas. Ciptaannya atau produk Hak

Hasil dari penelitian ini adalah (1) kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh positif dan