• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap

Tingkat kemampuan seseorang berbeda-beda dalam hal menyesuaikan diri. Namun proses penyesuaian diri tidak selalu berjalan begitu saja tanpa adanya kendala ataupun hambatan. Kendala ataupun hambatan ini pula yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Terutama jika lingkungan tersebut memiliki kondisi kebudayaan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya, maka kemungkinan hambatan yang ditemukan akan jauh lebih besar dikarenakan adanya perbedaan nilai-nilai budaya antara kedua lingkungan.

Beberapa hal yang menjadi hambatan dalam proses adaptasi dapat berasal dari dalam diri seseorang maupun dari luar diri seseorang seperti faktor keadaan lingkungan. Maka pada hasil penelitian ini menjelaskan tentang

hambatan yang ditemukan mahasiswa asal Bima dalam proses adaptasi terhadap culture shock.

a) Homesick

Homesick diartikan sebagai perasaan rindu rumah. Homesick biasanya

dialami oleh seseorang saat berada jauh dari lingkungan dan orang-orang terdekat seperti orang tua atau keluarga. Homesick menjadi hambatan bagi salah satu mahasiswa Bima yaitu Yuyun. Ia menuturkan, “Pastinya

hambatannya sering kangen sama orang tua kangen keluarga.” (wawancara,

02/10/20)

Yuyun menjelaskan bahwa hambatan pertama dalam proses adaptasinya yaitu karena sering merasakan rindu terhadap orang tua dan keluarganya di Bima. Perasaan rindu tersebut mengarah pada kondisi homesick yang juga merupakan reaksi terhadap culture shock. Jadi dengan kata lain, homesick yang dialami Yuyun bukan hanya sebagai reaksi dari culture shock yang dialaminya tetapi juga menjadi hambatan baginya untuk berbaur dengan lingkungan barunya karena selalu teringat pada lingkungan asalnya.

b) Kesulitan memahami bahasa

Persoalan bahasa tidak hanya menjadi faktor mahasiswa mengalami

culture shock, akan tetapi juga menjadi hambatan bagi mahasiswa Bima dalam

beradaptasi. Yulianah mengungkapkan:

“Kalau yang penyesuaian diri sih bahasanya aja sampai sekarang kan masih belum terlalu fasih gitu kan kalau berbahasa Makassar. Bahkan sering salah menginterpretasikan sesuatu kayak bahasa gitu. Jadinya kayak salah paham gitu.” (wawancara, 28/08/20)

Yulianah menjelaskan bahwa yang menjadi penghambat dalam proses adaptasinya yaitu mengarah pada persoalan komunikasi. Ia belum fasih dalam menggunakan bahasa Makassar dan belum banyak memahami kata-kata yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat. Kendala tersebut membuatnya sering mengalami kesalahpahaman karena ia sering salah menafsirkan kalimat yang dilontarkan orang lain saat berkomunikasi dengan dirinya. Sehingga untuk berkomunikasi dengan baik ia hanya mampu menggunakan bahasa Indonesia yang formal.

Mahasiswa lainnya yaitu Uswatun juga mengalami hambatan yang sama,

“Hambatannya itu bahasa. Bahasanya dulu nda dipahami begitu.”

(wawancara, 28/09/20). Sama seperti Yulianah, Uswatun juga mengungkapkan bahwa faktor penghambat dalam proses adaptasinya yaitu faktor bahasa yang dulunya belum dipahami sehingga membuatnya cukup sulit untuk berkomunikasi dengan teman-teman atau orang-orang yang berbahasa Makassar.

c) Takut berbaur dengan orang baru

Ketakutan berbaur dengan orang baru menjadi penghambat dalam proses adaptasi bagi mahasiswa Bima yaitu Yuyun. Ia menuturkan, “Kadang juga

takut berbaur dengan orang-orang baru karena banyak di berita keluar bahwa

kejahatan di Kota Makassar sering terjadi.” (wawancara, 02/10/20).

Kabar tentang maraknya tindak kejahatan di Kota Makassar yang sering didengar Yuyun menimbulkan ketakutan pada dirinya untuk berbaur dengan orang baru. Ketakutan tersebut membuat dirinya tidak mudah percaya pada

orang asing yang ditemuinya. Sehingga keadaan tersebut menjadi penghambat baginya dalam beradaptasi, sedangkan berbaur dengan orang baru merupakan salah satu cara untuk bisa beradaptasi di lingkungan baru.

d) Kultur asal yang kuat

Kuatnya nilai-nilai budaya yang dibawa oleh seseorang sejak lahir terkadang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima nilai dan budaya yang lain. Hal tersebut dialami oleh Rajak, ia menuturkan:

“Saya enggak bisa secara total mengubah semisalkan kayak perlakuan kita kayak kebiasaan kita dengan keadaan yang baru dengan teman-teman dan masyarakat yang baru. Apalagi kayak saya ini sejak lahir di Bima terus kan jadi kulturnya bisa dibilang kuat lah.” (wawancara, 30/09/20)

Rajak menjelaskan bahwa faktor kultur yang sudah melekat kuat pada dirinya sejak ia lahir yakni kultur Bima, membuatnya merasa tidak mudah untuk mengikuti budaya dan kebiasaan masyarakat di Kota Makassar termasuk dalam lingkungan pertemanannya yang didominasi oleh orang-orang yang berasal dari Sulawesi, seperti gaya berbicara dan beberapa kebiasaan tertentu. Sehingga hal tersebut cukup menyulitkan dirinya untuk bisa menyatu dengan kebudayaan baru yang ada meskipun ia adalah orang yang mudah berbaur dengan orang lain.

e) Karakter pribadi

Karakter pribadi yang dimaksud adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat seseorang sulit untuk berinterkasi dengan orang lain seperti sifat pemalu dan pendiam. Karakter inilah yang ada pada diri mahasiswa Bima yaitu pertama dari Uswatun. Ia menuturkan, “Karena saya pendiam jadi kayak susah

Karakter Uswatun yang pendiam membuatnya sulit untuk membangun interaksi dengan orang lain. Hal ini tentu berpengaruh terhadap proses adaptasi karena menjalin komunikasi dengan orang lain sangat dibutuhkan agar bisa menyatu dengan lingkungan baru.

Mahasiswa kedua yaitu Jumriati, “Hambatannya itu menurut saya karena

saya pemalu jadi agak malu kenal orang baru, terus saya juga orangnya tidak

berani memulai bicara dengan orang baru.” (wawancara, 29/10/20). Hal yang

menghambat Jumriati dalam proses adaptasinya adalah karena sifat pemalu yang dimiliki sehingga ia tidak berani memulai komunikasi dengan orang baru atau orang yang tidak dikenal.

Maka berdasarkan penuturan kelima informan mengenai hambatan dalam proses adaptasi, dapat dilihat pada tabel matriks berikut:

Tabel 4.6. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture

Shock

No. Nama Jenis Hambatan

1. Yuyun - Homesick

- Takut berbaur dengan orang baru

2. Rajak Kultur asal yang kuat sehingga tidak bisa sepenuhnya mengikuti kebiasaan dan budaya masyarakat setempat

3. Yulianah - Kesulitan memahami bahasa

4. Uswatun - Kesulitan memahami bahasa - Karakter pribadi (Pendiam) 5. Jumriati - Karakter pribadi (pemalu)

Berdasarkan penuturan informan mengenai hambatan dalam proses adaptasi dapat disimpulkan bahwa masing-masing informan memiliki hambatan yang berbeda dalam proses penyesuaian diri di Makassar. Hambatan-hambatan tersebut ada yang berasal dari dalam diri informan seperti karakter pribadi informan yang pendiam dan pemalu sehingga informan tidak berani memulai komunikasi dengan orang-orang baru yang ditemui, sering mengalami

homesick, serta adanya ketakutan untuk berbaur dengan orang baru. Ada pula

yang berasal dari lingkungan seperti faktor bahasa dan faktor kultur asal yang sudah melekat kuat sehingga informan tidak bisa sepenuhnya mengikuti budaya tuan rumah.

Dokumen terkait