• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMKA DAN TASAWUF

A. Biografi Hamka a. Masa Kecil Hamka

2. Hamka tentang tasawuf

Islam merupakan jalan kebahagiaan yang hakiki. Meskipun banyak rumusan-rumusan tentang kebahagian datang, namun Islamlah yang satu-satunya jalan itu. Agama Islam yang saat di dipahami telah terpecah belah menjadi memilik sekte-sektenya masing-masing,dan dengan prakti ibadah yang mereka buat serta mereka yakini masing-masing untuk diamalkan, sehingga sesunnguhnya mereka sendiri telah jauh dari sumber utama yaitu al-Qur’an dan Sunnah.

Menurut Hamka kekuatan Islam terletak pada Aqidah Islam.yang menimbulkan Akhlak Islam, Aqidah pasti menegakkan Akhlak.Semata-mata ilmu pengetahuan saja tanpa tegak atas Aqidah, tidaklah menimbulkan Akhlak. Hamka meyakinan bahwa Aqidahlah yang akan membawa kemajuan. “Suatu kemajuan, pembangunan, ketinggian dan martabat yang mulia diantara bangsa-bangsa, bagi kita umat Islam tidaklah dapat dicapai kalau tidak berdasarkan kepada Aqidah Islam.259Serta memahami tasawuf dengan aqidah Islam yang berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang satu dan tidak sekutu baginya yaitu Allah swt.

Saat ini, umat dihadapkan pada elit-elit Islam yang terkesan mengindap inferiority complex alias minder dengan identitas Islam.Mereka selalu mengelak jika dituding ingin menegakan syariat Islam. Seolah-olah syariat Islam adalah boomerang yang biasa menghancurkan karir politiknya, merusak reputasinya, bahkan menghambat laju popularitasnya. Islam tak lagi dianggap sebagai identitas yang menjual dalam panggung politik. Karena itu, bagi mereka politik identitas atau politik aliran sudah ketinggalan zaman. Umat yang seperti inilah yang akan merusak identitas Islam denga aqidahnya.

259Hamka, Dari Hati ke Hati, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002, hal. 34

Padahal Negara dan Bangsa akan maju jika umatnya memliki Aqidah yang baik

Menurut Hamka dalam prakteknya masyarakat bernegara harus menguasai ilmu Tasawuf untuk melandasi kekuatan Aqidah. Sebab dengan kekuatan inilah, perjalanan tasawuf akan terhindar dari bentuk-bentuk kemusyrikan yang sering kali terjadi pada seorang sufi.260

Tasawuf yang patut diamalkan zaman modern, tasawuf yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

- Bermuatan memahami , menyadari dan menghayati zuhud yang tepat seperti yang dicontohakan Rasulullah saw yang cukup sederhana pengertiaanya, yaitu Memengang sikap hidup dimana hati berhasil dikuasai oleh keduniawian.

- Sikap hidup zuhud tersebut diambil dari hasil pemahama terhadap makna di balik kewajiban peribadatan itu dapat diambil makna metaforiknya, yang tentu saja peribadatan berdasarkan I’iqad yang benar.

- Sikap hidupzuhud yang dilaksanakan berdampak mempertajam kepekaan sosial yang tinggi dalam arti mampu menyumbang kegiatan pemberdayaan umat (social empowering), seperti bergairah mengeluarkan zakat dan infaq sebergairah menerima keuntungan dalam kerja dan sebagainya.

-

Memfungsikan tasawuf yang bersemangat jual seperti terumus di atas perlu dibahaskan (diartikulasikan) secara modern.261

Konsepsi zuhud Hamka, yaitu dengan jalan meninggalakan hal-hal yang berlebihan, walaupun halal, menunjukan sikap hemat, hidup sederhana, dan menghindari berlebih-lebih, kemewahan atau pemilikan harta yang lebih bernialai sebagai promotor status dari pada sebagai harta kekayaan produktif. Zuhud, juga dapat melahirkan sikap menahan diri memanfaatkan harta untuk kepentingan produktif.Zuhud mendoronguntuk mengubah harta bukan saja asset ilahiyah yang mempunyai nilai ekonomis, tetapi juga sebagai asset sosial dan mempunyai tanggung jawab pengawasan aktif terhadap pemanfaatan dalam masyarakat. Tasauf akan menjadi sangat positif jika dilkakuan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan sosial yang tinggi. Dalam arti, kegiatan mendukung pemberdayaan umat bisa teratasi dengan baik.Namun tasawufakan menjadi sangat negative ketika

260Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991, hal. 54

261Damami, Mohammad, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000, hal. 177-180

dilaksanakan dengan berbentuk kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran agama Islam yang terumus dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan diwujudkan dalam kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan bahwa dunia ini harus dibenci.262

Konsep Zuhud menurut Imam Al-Ghazali, ada tiga tingkat, yaitu:

Tingkatan pertama.Ini adalah tingkatan zuhud yang pertama yang paling rendah. Orang berada pada tingkat zuhud ini menahan tangannya dari suatu amalan yang tidak mempunyai hubungan dengan agama, tetapi ia tetap tidak bisa melepaskan dirinya dari keterikatan kepada dunia. Ia berusaha keras menjaga harinya dari keterikatan kepada dunia. Hati orang seperti ini dapat berubah-rubah.Kadang-kadang dapat zuhud terhadap dunia, tetapi kadang-kadang kembali tertarik kepada dunia.

Tingkat kedua.Ini adalah tingkat zuhud yang menegah.Zuhud terhadap dunia bagi orang pada tingkat ini relative mudah. Itu karena memandang dunia ini hina jika dikaitkan dengan apa yang diharapkan, yaitu pahala. Ini dapat dibaratkan orang yang mengeluarkan satu dirham untuk mendapatkan dua dirham.Ia berfikir bahwa nilai satu dirham yang ia keluarkan akan tergantika dengan dan nilai dua dirham yang ia harapkan akan diperolah masa mendatang.

Tingkat ketiga.Tingkatan zuhud ini adalah tingkatan yang tertinggi, dan orang yang berada pada tingkatan ini telah mampu meninggalkan dunia karena mencintai akhirat.Ia mencintai akhirat karena Allah Ta’ala, dan karena tahu bahwa dunia tidak bernilai apapun. Bagi orang ini, dunia seolah-olah tiada dan yang ada hanyalah akhirat.Ia dapat diibaratkan seperti orang yang langsung meninggalkan tembaga untuk memperoleh emas dan tidak tertarik sedikitpun pada sesuatu yang lain.263

Jadi dengan perkataan lain zuhud adalah memalingkan hati dari segala kesenangan nafsu. Apabila kita telah berhasil memalingkan hati dari segala kesenangan nafsu, maka kita akan meninggalkan pikiran untuk hidup kekal di dunia ini. Dengan demikian, kita hanya akan mengambil dunia ini sekedarnya, karena kesenangan di dunia hanya berlangsung sekecap.

Menurut Hamka, berapa banyak kejadian, orang orang yang suci hatinya, tinggi maksudnya, hendak berbuat baik, bagi orang lain, tetapi cita-cita terhalang, karena sebelum mengurus keperluan orang

262https://www.rangkumanmakalah.com.

263Imam Al-Ghazali,IHya’’Ulumuddin, menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama, Bandung:

Marja, 2016, buku ke-4, hal. 137

itu, perlu membeli beras lebih dahulu. Akan tetapi kemuka umum, baju sendiri telah robek, sehingga malu tampil ke muka.Akan dibawa tetamu masuk rumah, rumah sendiri buruk.Sehingga lantaran mengerjakan pekerjaan bagi umum, bahkan tidak ada kesempatan menuntut ilmu padahal ilmu itu sebagai tiang untuk kesempurnaan akal, sebagai dikatakan tadi.Di kesempurnaan akal tiang pula bagi kesempurnaan agama tiang bagi bahagia akhirat.Karena miskin tak dapat berzakat, tak dapat naik haji. Orang lain dapat mengerjakan rukun Islam kelimanya, si miskin paling tinggi hanya tiga, yaitu taat dapat mengobat dengan takbir, tahmid dan, tahlil, atau dengan menghindarkan duri dari tepi jalan, ganti sedekah.264

Jika melihat dari ungkapan-ungkapan tersebut diatas, inilah yang membedakan cara berpikir tasawuf Hamka dengan kaum sufi yang hidup mereka hendak memerangi hawa-nafsu, dunia dan setan, tetapi kadang-kadang mereka tempuh jalan yang tidak digariskan oleh agama. Terkadang mereka haramkan kepada diri sendiri barang yang dihalalkan Tuhan, bahkan ada yang tidak mau lagi mencari rezeki, menyumpahi harta, membelakangi huru-hara dunia, membenci kerajaan.Sehingga kemudiaanya, ketika bala tentara Mongol masuk kenegeri Islam, tidak ada lagi sejata yang tajam buat menangkis, sebab orang telah terbagi pecah belah.Sebagian menjadi budak harta, yang lebih sayang kepada hartanya dari agamanya.Setengahnya lagi jadi budak fiqhi, bertengkar bertegang urat leher, memperkatakan apakah batal wudhu kalau sekiranya darah tuma lekat kepada baju.Dan ada pula karam di dalam khalwatnya, dengan pakaian Shufnya, tidak pedulu apa-apa, tidak menangkis serangan, karena merasa “lezat”didalam kesunyian tasawuf itu.

Pendapat Hamka, Tasawuf demikian tidaklah asal dari pelajaran Islam. Zuhud yang melemahkan itu bukanlah bawaan Islam.Semangat Islam ialah semangat berjuang, semagat berkorban, bekerja, bukan semangat malas, lemah paruh dan melempem.

Pemikiran tasawuf Hamka mengklasifikasikan struktur tasawuf ada empat sebagai berikut:

1. Konsep tentang Tuhan dan manusia serta hubungan antara keduanya, aqidah “tauhid” (pengesakan Allah swt). Bahwa Allah swt bersifat transenden secara mutlak. Hubungan manusia mestilah

264Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991, hal. 19

antara “khaliq” (Pencipta, Allah swt) dan “makhlik” (yang diciptakan), dan oleh karena itu ada yang disembah (Ma’bud) yaitu Allah swt dan ada yang menyembah (‘abid) yaitu manusia. Oleh sebab itu manusia harus beribadah sesuai yang telah diturunkan oleh Allah swt. sendiri lewat Al-Qur’an dan As-Sunnah. Proses-proses hidup secara sufi harus berdasarkan aqidah “tauhid’ini.

2. Jalan tasawuf, Hamka memilih jalan tasawuf dengan mengedepankan makna tasawuf sebagai sikap zuhud yang dapat dilaksanakan lewat peribadatan resmi (seperti shalat, siyam, zakat, infaq, dan sebagainya) dan akidah yang benar (prinsip “tauhid’).

3. Penghayatan tasawuf, bagi Hamka jalan tasawuf itu adalah peribadatan resmi yang telah diajarkan Al-Qur’an dan as-sunnah (yang disistematisasikan oleh para fagih (fuqaha) sebagaimana terjadi dalam sejarah(seperti shalat, siyam, zakat, infaq, dan sebagainya), maka jika jalan tasauf yang termuat dalam peribadatan itu berhasil dilaksanakan dengan sungguh-sungguhnya makan jalan tasawuf tersebut akan menghasilkan (membuahkan) pengalaman tasauf yang berupa taqwa.

4. Refleksi pekerti tasawuf, Hamka menghendaki agar zuhud yang dijalankan, yaitu berkehidupan bertasawuf, utamanya dalam menjalankan peribadatan sehari-hari, dapat melahirkan sikap etos sosial yang tinggi, kepekaan sosial yang tinggi. Dengan demikian, derajat yang diperoleh oleh si sufi bukan karena “karamah” dalam arti magis, tetapi “karamah” dalam arti sosio-religius, yakni kehormatan karena kiprah dan jasa sosial yang dimotivasi oleh dorongan kesalehan beragama.265

Perbedaan tasawuf Orang-orang sufi dan Hamka. Kalau orang sufi memandang tasawuf dari segi syari’at, sedangkan menurut Hamka memandang tasauf dari segi aqidah, syari’at dan fiqih.

Kehidupan orang sufi menjauhkan dari pergaulan kehidupan sehari-hari, mengurangi tidur, mengurangi bicara, mengurangi segala yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan duniawi.

Pada dasarnya semua ajaran tarikat, baik syari’at maupun suluknya yang mencerminkan bahwa mereka senantiasa menghindari keinginan yang bersifat duniawi.Sedangkan tasawuf

265Damami, Mohammad, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000, hal. 182-192

menurut Hamka, agama Islam adalah agama yang menyeru umatnya mencari rezeki dan mengambil sebab-sebab buat kemuliaan, ketinggian dan keagungan dalam perjuangan hidup bangsa-bangsa.

Dokumen terkait