• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.3. Harga Ular Sendok

Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tata niaga. Hasil wawancara dengan pegumpul daerah dan agen/sub agen bahwa harga ular sendok per ekor ditentukan berdasarkan kelas ukuran panjang, yaitu kelas ukuran A dengan panjang >95 cm, kelas B pada ukuran 90-95cm dan C kelas ukuran <90 cm. Harga ular kelas A berkisar antara Rp 12.000,- sampai Rp 16.000,- kelas B berkisar antara Rp 5.000,- sampai Rp 8.000,- dan kelas C berkisar harga Rp 2.000,- sampai Rp 3.000,-, sedangkan harga ular sendok yang dijual kepada pasar domestik sebagai bahan obat tradisional dan makanan, serta atraksi budaya berkisar antara Rp 30.000,- sampai Rp 40.000,-.

Perbedaan harga yang tinggi pada tiap kelas mendorong penangkap/ pemburu melakukan pemilihan terhadap ular yang memiliki harga yang tinggi, yaitu yang mempunyai ukuran >95 cm. Harga yang cukup tinggi pada pasar domestik sebagai bahan obat tradisional dan makanan mendorong setiap tingkat tata niaga (kecuali pedagang besar) juga memasok kebutuhan pasar domestik tersebut. Pedagang pasar domestik mempunyai hubungan dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah untuk pasokan ular sendok, hal ini berkaitan dengan penyediaan ular sendok yang harus tersedia. Pencarian/penangkapan ular tidak dilakukan sepanjang waktu, dimana pada musim panen padi banyak penangkap/pemburu ular yang beralih menjadi buruh tani.

Faktor perbedaan harga antara agen/sub agen dan pengumpul daerah mendorong pelaku menjual ular hasil tangkapan atau pengumpulan kepada pembeli yang menawarkan harga tertinggi. Penangkap/pemburu dengan agen/sub agen dan pengumpul daerah tidak mempunyai hubungan kerjasama formal, sehingga tiap pelaku dapat menjual ular sendok kepada pembeli yang menawarkan harga tertinggi. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Siregar (2012) bahwa dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca darah pengumpul kecil (agen/sub agen) dengan pengumpul besar (pengumpul daerah) mempunyai hubungan yang bebas atau tidak memiliki ikatan kerjasama sehingga pengumpul kecil menjual ke pengumpul besar lain.

5.2. Parameter Demografi

Pengukuran ular sendok sebanyak 232 ekor pada penangkap, agen/sub agen dan pengumpul daerah menunjukkan bahwa sebanyak 22 ekor (9,48%) termasuk kelas muda dan sebanyak 210 ekor (90,54%) termasuk dewasa yang secara lengkap tersaji dalam Tabel 1. Pada setiap tingkatan agen dan pengumpul daerah terdapat ular sendok kelas umur muda yang diperoleh dari penangkap sambilan. Penangkap sambilan menemukan ular sendok di sela aktifitas sehari-hari, seperti menemukan ular saat mengolah sawah. Penangkap ular profesional akan melepas kembali ular yang termasuk kelas muda karena dorongan pasar yang menginginkan ukuran >90 cm dan perbedaan harga yang jauh antara ukuran muda dan dewasa.

Tabel 1 Kelas umur ular sendok yang terkumpul penangkap, agen dan pengumpul daerah.

Tempat Pengukuran Kelas Umur (ekor) Jumlah

(ekor)

Muda Dewasa

Penangkap 2 8 10

Agen 2 44 46

Pengumpul daerah 18 158 176

Menurut Odum (1994) bahwa dalam suatu populasi sedang berlangsung cepat mengandung bagian besar individu-individu muda, populasi yang stationer/tetap memiliki pembagian umur yang merata antara muda dan tua, sedangkan populasi yang menurun akan mengandung individu-individu yang telah

tua. Populasi ular sendok yang berada di penangkap, agen/sub agen dan pengumpul didominasi ukuran dewasa. Kajian belum mengidentifikasi apakah ular dewasa yang dipanen dari alam (90,54%) merupakan ular dewasa yang sudah atau masih produktif. Namun demikian, jika ular yang dipanen merupakan ular dewasa yang telah tidak produktif maka akan memberikan kesempatan kepada yang muda untuk tumbuh dan berkembang. Pada sisi lain, jika dewasa yang tertangkap termasuk dalam masa produktif maka akan mengganggu keseimbangan populasi, yaitu terjadi penurunan populasi ular sendok di alam.

Penangkap/pemburu ular di Kabupaten Malang mempunyai kepercayaan bahwa pertemuan dengan ular yang masih anak akan berdampak dengan hasil tangkapannya. Penangkap/pemburu tersebut bila bertemu dengan anak atau ular sendok yang masih muda dalam perjalanan/perburuan ular, maka hasil tangkapannya akan sedikit bahkan tidak mendapatkan tangkapan, sehingga memutuskan untuk membatalkan perburuan ular pada hari itu dan akan melanjutkan kembali pada esok hari. Kearifan lokal penangkap tersebut hasil dari pengamatann yang dilakukan para pemburu selama mencari/memburu ular selama berpuluh tahun, walau secara empiris belum ada penelitian yang membuktikan adanya perjumpaan anak ular dengan beberadaan ular dewasa.

Tabel 2 Jenis kelamin ular sendok yang terkumpul penangkap, agen dan pengumpul daerah

Tempat Pengukuran Jenis Kelamin (ekor) Jumlah

(ekor) Sex rasio (nisbah kelamin) Jantan Betina Penangkap 1 9 10 1 : 9,00 Agen 7 39 46 1 : 5,57 Pengumpul daerah 34 142 176 1 : 4,18

Pengamatan ular sendok betina yang terkumpul pada penangkap, agen dan pengumpul daerah mencapai 190 ekor (81,90%) dan ular sendok jantan yang hanya 42 ekor (18,10%). Nisbah kelamin pada tiap tingkatan cenderung menurun dari tingkat penangkap, agen dan pengumpul besar seperti yang tersaji dalam Tabel 2. Pola penangkapan ular di alam memberikan pengaruh yang besar terhadap jenis kelamin ular yang ditangkap. Penangkapan ular yang dilakukan dengan membongkar sarang ular sendok akan memberikan peluang yang sama

antara ular jantan dan betina untuk tertangkap. Menangkap ular dengan menunggu ular keluar dari sarang untuk berjemur atau mencari mangsa memberi peluang yang besar betina untuk tertangkap, hal ini karena ular betina berjemur atau diluar sarang lebih lama dibandingkan dengan ular jantan. Penangkap ular yang menggunakan pola seperti ini akan melakukan pencarian ular antara jam 10.00 WIB sampai 14.00 WIB pada saat ular sendok keluar untuk berjemur atau mencari mangsa. Berdasarkan Tabel 2 tersebut menggambarkan secara jelas bahwa pola penangkapan ular di alam dilakukan dengan pola menunggu ular keluar dari sarang untuk berjemur atau mencari mangsa. Hasil pengamatan Phelps (2007) terhadap perilaku Naja nivea menunjukkan bahwa ular jantan akan keluar dari sarang beberapa menit setelah betina keluar dari sarang. Ular betina akan keluar sarang dan memasuki vegetasi di sekitar sarang, sedangkan ular jantan hanya untuk berjemur dan kemudian masuk kembali ke sarang.

5.3. Morfometri

Pengukuran morfometri terhadap ular sendok dilakukan penangkap sebanyak 9 ekor, agen/sub agen sebanyak 39 ekor dan pengumpul daerah sebayak 176 ekor. Hasil pengukuran morfometrik pada tiap tingkatan tata niaga menunjukkan adanya pengaruh pasar yang cukup besar terhadap pengambilan/ pemanenan ular sendok dari alam. Ular sendok yang mempunyai ukuran SVL <90 cm sebanyak 35 ekor dari 232 ekor (15,09%) terdapat di pengumpul daerah dan agen di Kabupaten Nganjuk. Panjang tubuh <90 cm pada agen dan pengumpul daerah diperoleh dari penangkap amatir yang menemukan ular dalam perjalanan ke sawah. Pengukuran peubah morfometrik pada tiap tingkatan tata niaga mengindikasikan rentang paling panjang berada pada pengumpul daerah, kecuali pada massa tubuh yang rentang paling tinggi berada pada penangkap. Rentang massa tubuh yang panjang disebabkan pada tingkat agen dan pengumpul daerah ular sendok telah disimpan dalam keadaan hidup yang lama tanpa memberikan makan/pakan, sehingga ular sendok dalam kondisi kurus. Hasil rekapitulasi pengukuran peubah tersaji secara lengkap pada Lampiran 16.

Tabel 3 Hasil analisis morfometri pada penangkap

Peu-bah Tempat pengukuran di Penangkap Proba-biltas Kesimpulan Pkp1 Pkp 2 Pkp 3 Pkp 4 Pkp 5 Pkp 6 Pkp 7 N 1 1 2 3 1 1 1 JM 9,4 9,1 14,7 14,0 14,6 11,7 11,2 0,291 Ho diterima SVL 870,0 850,0 930,0 986,7 1170,0 1200,0 1000,0 0,502 Ho diterima PE 140,0 130,0 117,5 127,3 190,0 170,0 160,0 0,244 Ho diterima PT 1010,0 980,0 1040,0 1114,0 1360,0 1370,0 1160,0 0,502 Ho diterima MB 390,0 200,0 570,0 590,0 910,0 1250,0 700,0 0,502 Ho diterima

Ket: Pkp = penangkap, JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).

Hasil uji nilai tengah terhadap morfometrik di tingkat penangkap menunjukkan tidak ada perbedaan ular sendok yang ditangkap oleh masing-masing penangkap seperti yang tersaji dalam Tabel 3. Penangkap menginginkan ular yang mempunyai panjang SVL >90 cm dan ular yang tertangkap berukuran <90 cm dilepas kembali ke alam. Penangkap hanya mengambil ular yang mempunyai ukuran SVL >90 cm karena dorongan harga yang sangat berbeda antara yang berukuran <90 cm dengan >90 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat penangkap juga sangat dipengaruhi oleh pasar.

Tabel 4 Hasil analisis morfometri pada agen

Ket: JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).

Pengujian pengukuran morfometrik pada agen/sub agen dengan menggunakan uji nilai tengah menunjukkan bahwa terjadi perbedaan secara nyata pada massa tubuh (tolak H0), hal ini disebabkan pada tingkat agen telah bercampur antara ular yang baru ditangkap dari alam dan ular yang telah lama dilakukan penyimpanan dalam kondisi hidup, seperti yang tersaji dalam Tabel 4. Setiap agen mempunyai rentang yang berbeda-beda dengan penangkap, rentang tersebut dipengaruhi oleh ada tidaknya sub agen, bila ular yang berada di agen diperoleh secara langsung dari penangkap/pemburu maka ular tersebut mempunyai masa tubuh yang tinggi dan bila berasal dari sub agen maka telah terjadi penyimpanan terlebih dahulu di sub agen. Ular sendok yang telah

Peubah Tempat pengukuran di agen/sub agen

Proba-biltas

Kesimpulan

Agen 1 Agen 2 Agen 3 Agen 4

N 9 11 9 17 JM 12,3 13,7 12,0 13,7 0,092 Ho diterima SVL 1042,2 959,5 1050,0 1012,9 0,184 Ho diterima PE 143,3 154,5 138,9 155,3 0,240 Ho diterima PT 1185,6 1114,1 1188,9 1168,2 0,240 Ho diterima MB 558,9 652,7 532,2 407,4 0,003 Ho ditolak

ditangkap tidak diberi makanan dalam penyimpanan dan ular akan mengalami penyusutan massa tubuh dan masih bisa bertahan hidup.

Uji nilai tengah terhadap morfometrik ular sendok di pengumpul daerah memberikan gambaran bahwa semua peubah berbeda secara nyata pada setiap pengumpul daerah seperti yang tersaji dalam Tabel 5. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain ukuran yang diterima bervariasi termasuk < 90 cm dan ular yang diperoleh/dikumpulkan dari berbagai tempat tanpa adanya seleksi pada tingkatan di bawahnya, yaitu agen/sub agen. Ular yang memiliki ukuran <90 cm yang ada di pengumpul daerah berasal dari penangkap sambilan yang berada di sekitar tempat tinggalnya dan biasanya menjual ular tersebut kepada pasar domestik sebagai kebutuhan obat dan makanan atau dilakukan tetap pengolahan. Pengumpul daerah mempunyai sarana untuk mengolah ular sendok dalam bentuk daging (utuh dan filet), kulit yang dapat memenuhi kebutuhan industri kerajinan lokal dan ekspor, serta empedu yang dijual sebagai bahan obat tradisional. Keberadaan sarana pengolahan tersebut membantu pengumpul daerah mengolah ular sendok yang mempunyai ukuran SVL >90 cm, meskipun lebih menggutamakan pada ukuran yang diiginkan oleh pasar internasional.

Tabel 5 Hasil analisis morfometri pada pengumpul daerah

Peubah Tempat pengukuran di pengumpul daerah Proba-biltas Kesimpulan Pgp 1 Pgp 2 Pgp 3 Pgp 4 Pgp 5 Pgp 6 N 79 18 36 20 14 9 JM 12,5 12,0 10,5 11,0 11,4 14,6 0,000 Ho ditolak SVL 907,7 1054,4 1016,1 1090,0 1055,0 1055,6 0,000 Ho ditolak PE 144,5 144,4 159,4 157,5 155,0 133,3 0,023 Ho ditolak PT 1052,2 1198,9 1175,6 1247,5 1210,0 1188,9 0,000 Ho ditolak MB 496,9 612,8 505,3 683,5 475,7 443,4 0,042 Ho ditolak

Ket: Pgp = pengumpul daerah, JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).

Untuk mengetahui hubungan antara antara penangkap, agen/sub agen dan pengumpul daerah dalam ukuran morfometrik, maka dilakukan uji nilai tengah peubah morfomtrik pada tingkatan tata niaga tersebut yang hasilnya tersaji pada Tabel 6. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hanya jarak mata yang berbeda nyata, sedangkan peubah lainnya tidak berbeda nyata. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pada tingkat penangkap, agen dan pengumpul daerah dalam perdagangan ular sendok menginginkan ukuran yang sama terutama panjang SVL dan total sesuai yang diinginkan pasar untuk komoditi kulit terutama

untuk pemenuhan eksport. Pasar internasional menjadi tujuan utama, sehingga pengumpul daerah mempengaruhi agen/sub agen dan penangkap secara selektif terhadap ukuran diinginkan pasar intermasional.

Tabel 6 Hasil analisa morfometri pada penangkap, agen dan pengumpul daerah.

Peubah Tempat pengukuran Probabiltas Kesimpulan

Penangkap Agen Pengumpul

daerah N 10 46 176 JM 13,1 13,1 11,9 0,000 Ho ditolak SVL 1006,8 1013,2 984,9 0,217 Ho diterima PE 141,9 149,6 149,3 0,782 Ho diterima PT 1148,7 1162,7 1134,2 0,293 Ho diterima MB 684,4 520,1 527,3 0,378 Ho diterima

Ket: JM = jarak mata (mm), SVL = Snout Venth Length (mm), PE = panjang ekor (mm), PT = panjang total (mm) dan MB = massa tubuh (gram).

Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap morfometri ular sendok pada penangkap, agen dan pengumpul daerah berdasarkan jenis kelamin memberikan gambaran bahwa hanya ukuran panjang ekor yang berbeda nyata dan peubah lainnya tidak berbeda nyata antara jantan dan betina seperti yang tersaji dalam Tabel 7. Ular sendok jantan lebih panjang dibandingkan ular sendok betina. Boeadi at al. (1998) yang melakukan pengukuran morfometri ular sendok dewasa yang yang diambil sampelnya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogya dan Jawa Barat menunjukkan bahwa rata-rata panjang SVL betina lebih besar dibandingkan dengan jantan (jantan=957,6 dan betina 1013,0). Ukuran rata-rata jantan lebih besar di bandingkan dengan betina pada untuk panjang kepala (jantan 36,3 dan betina 35,4), panjang ekor (jantan 156,7 dan betina 147,7) dan massa tubuh (jantan 498 dan betina 442,1).

Tabel 7 Hasil analisis morfometri ular sendok pada penangkap, agen dan pengumpul daerah berdasarkan jenis kelamin

Peubah

Rata-rata hasil pengukuran morfometri

Proba-bilitas Kesimpulan

Jantan Betina

N 42 190

Jarak mata (mm) 11,6 12,3 0,095 H0 diterima

SVL (mm) 999,2 988,9 0,909 H0 diterima

Panjang ekor (mm) 160,0 146,5 0,004 H0 ditolak

Panjang Total (mm) 1159,1 1135,4 0,528 H0 diterima

Hasil pengamatan Situngkir (2009) menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor tidak ada ukuran tertentu dalam penangkapan/perburuan ular sendok, hal ini disebabkan jumlah tangkapan yang berkurang dan tingginya permintaan ular sendok dari konsumen. Harga yang berbeda tidak memberikan dampak yang nyata pada penangkap/pemburu ular.

5.4. Panenan

Perhitungan estimasi pemanfaatan ular sendok pada 6 pengumpul daerah dilakukan saat pemanenan ular sendok minim. Kondisi tersebut disebabkan oleh musim panen padi, surat ijin tangkap yang belum terbit dari BBKSDA Jawa Timur dan kuota yang belum didistribusikan. Pemanenan/penangkapan ular sendok dan reptil jenis lainnya hanya dilakukan oleh sebagian pemburu/penangkap ular profesional dan sambilan, hal ini karena para penangkap profesional lebih memilih bekerja pada sektor pertanian (menjadi pemanen padi). Hasil penghitungan jumlah ular sendok yang ada di 6 pengumpul daerah tersaji dalam Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah panenan pada pengumpul daerah di Jawa Timur

No. Pengumpul daerah Jumlah

(ekor)

Rentang waktu (hari)

Rata-rata jumlah panenan per hari

1. Pgp 1 9 1 9,0 2. Pgp 2 20 2 10,0 3. Pgp 3 18 2 9,0 4. Pgp 4 79 7 11,3 5. Pgp 5 14 1 14,0 6. Pgp 6 36 7 5,1

Ket : Pgp = pengumpul daerah

Penghitungan rata-rata pemanenan ular sendok setiap hari pada 6 pengumpul daerah seperti yang tersaji dalam Tabel 8 di atas sebesar 9 ekor. Rata-rata pemanfaatan tiap pengumpul daerah tersebut dilakukan ekstrapolasi terhadap jumlah pengumpul daerah di Jawa Timur yang berjumlah 33 perusahaan dengan mempertimbangkan hari libur nasional dan cuti karyawan, sehingga jumlah hari kerja setiap bulan sebanyak 20 hari maka diperoleh jumlah pemanfaatan ular sendok pertahun minimal sebanyak 71.280 ekor setiap tahun.

Pemanenan ular sendok pada tingkat agen/sub agen yang tersaji pada Tabel 9 mempunyai rata-rata sebesar 5 ekor per hari dan bila rata-rata panenan tersebut

dilakukan ekstrapolasi terhadap jumlah agen/sub agen secara resmi yang ada di Jawa Timur sebanyak 78 agen/sub agen diperoleh jumlah panenan sebesar 93.600 ekor setiap tahunnya. Perhitungan jumlah panenan tersebut dengan memperhatikan hari libur nasional dan cuti karyawan sehingga jumlah hari kerja setiap bulan sebanyak 20 hari.

Tabel 9 Jumlah panenan pada agen/sub agen di Jawa Timur

No. Agen Jumlah

(ekor)

Rentang waktu (hari)

Rata-rata jumlah panenan per hari

1. Agen 1 9 2 4,5

2. Agen 2 11 4 2,7

3. Agen 3 9 3 3,0

4. Agen 4 16 1 16,0

Jumlah panenan di agen/sub agen lebih besar dibandingkan pengumpul daerah dengan selisih 22.230 ekor memberikan gambaran bahwa tidak semua jumlah ular yang telah dibeli dari penangkap dijual kepada pengumpul daerah yang menaunginya. Hasil pengamatan dilapangan ditemukan bahwa agen/sub agen selain menjual ular hasil pembelian dari penangkap kepada pengguna/konsumen dan pedagang domestik secara langsung untuk sebagai obat tradisional dan makanan. Agen/sub agen juga menjual kepada para pengumpul daerah yang tidak memiliki ijin tangkap (hanya memiliki ijin edar) dari daerah bahkan provinsi lain. Pedagang domestik/pengguna membeli ular sendok dengan harga yang tinggi yaitu antara Rp 30.000,- sampai Rp 40.000,- per ekor, selisih tersebut mendorong para agen untuk menjual hasil pembeliannya dari penangkap kepada pengguna atau pedagang domestik. Salah satu sub agen di Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo menjual ular kepada pengguna paling sedikit 24 ekor setiap bulan untuk sebagai obat tradisional.

Hasil penelitian Situngkir (2009) menunjukkan bahwa setiap pemburu/penangkap di Kabupaten Bogor setiap tahun menangkap ular sendok antara 330-360 ekor per tahun. Jumlah responden (pemburu/penangkap) sebanyak 17 orang, sehingga jumlah ular yang ditangkap/dipanen dari alam mencapai 5.610-6.120 ekor. Ular sendok tersebut dijual pada pasar domestik dan pasar internasional (ekspor).

Hubungan kerjasama yang tidak mengikat tersebut dan faktor harga mendorong agen/sub agen menjual ular sendok ke pengumpul daerah atau pembeli lain yang memberikan harga lebih tinggi atau fasilitas yang lebih memadai. Menurut Siregar (2012) bahwa dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca darah pengumpul kecil (agen/sub agen) dengan pengumpul besar (pengumpul daerah) mempunyai hubungan yang bebas atau tidak memiliki ikatan kerjasama sehingga ada kemungkinan pengumpul kecil menjual ke pengumpul besar lain.

Data jumlah ular sendok pada masing-masing tingkatan hingga saat ini belum tersedia dengan baik, hal ini disebabkan pencatatan transaksi dari setiap tingkatan hanya dilakukan dengan menggunakan nota pembelian dan bahkan tidak menggunakan pembelian. Laporan yang dibuat setiap tahun kepada institusi pemerintah (BBKSDA Jatim) merupakan laporan sebagai pertanggungjawaban usaha peredaran satwaliar dan cenderung belum mencerminkan pengambilan/pemanenan sebenarnya ular sendok dari alam. Pola pembelian secara langsung (tunai) menjadi salahsatu tidak adanya pencatatan yang kontinyu, terutama pada tingkat agen/sub agen hingga pengumpul daerah. Nota pembelian masih terbatas untuk penghitungan biaya yang harus dibayarkan dan tidak dilakukan pencatatan secara keseluruhan kembali pada buku induk, sehingga pencatatan data satwa yang diperdagangkan dalam setahun tidak tercatat secara keseluruhan.

Pemanfaatan satwa liar dari alam hingga saat ini belum didukung data yang memadai, terutama populasi dan sebaran di alam. Penetapan batasan pemanfaatan satwa liar dari alam sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 477/Kpts-II/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar disyaratkan bila dalam penetapan jumlah pemanfaatan satwa liar tidak tersedia data dan informasi ilmiah hasil inventarisasi monitoring populasi, maka penentuan kuota dapat diperoleh dari realisasi pengambilan dan penangkapan tumbuhan dan satwa liar dari tahun-tahun sebelumnya. Permasalahan lain yang timbul saat ini adalah data sebenarnya mengenai realisasi tangkapan/panenan belum ada.

Gambar 3 Penjualan ular sendok pada pengumpul daerah

Hasil perbandingan terhadap jumlah penjualan ular sendok pada satu pengumpul daerah selama 3 tahun (tahun 2012 hanya sampai data bulan Juli) mengindikasikan adanya penurunan penjualan ular sendok, seperti yang tersaji dalam Gambar 3. Tahun 2010 penjualan ular sendok sebanyak 2.472 ekor, pada tahun 2011 terjadi penurunan penjualan menjadi 2.089 ekor dan pada tahun 2012 hingga bulan Juli penjualan ular sendok mencapai 1.243 ekor. Hasil wawancara terhadap penangkap yang melakukan perburuan/ penangkapan ular lebih dari 10 tahun (8 orang) menyatakan adanya penurunan hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Penurunan tangkapan tersebut disebabkan oleh: (1) semakin banyak orang yang melakukan penangkapan dan semakin sulit mendapatkan ular tangkapan, sehingga mengakibatkan penurunan jumlah hasil tangkapan; (2) wilayah/daerah tangkapan yang semakin sempit, hal ini karena banyak sawah yang telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan kawasan industri.

Penangkapan ular sendok mengalami puncak/tertinggi dilakukan pada antara bulan Juni-Juli yang disebabkan pada bulan tersebut adalah musim bera, sehingga banyak orang melakukan penangkapan ular. Penangkap profesional melakukan penangkapan secara penuh karena tidak ada mata pencaharian lain. Penangka banyak melakukan penangkapan pada saat bera disebabkan posisi sawah yang bera atau habis panen mudah mencari ular di sawah, hal ini ular mudah terlihat karena tidak ada tanaman, juga dalam memburu ular dapat dilakukan hingga ke

tengah sawah. Penangkap ular akan mengalami kesulitan menangkap pada sawah yang masih ditanami padi atau tanaman pertanian semusim lainnya, hal ini tersebut disebabkan oleh: (1) ular yang masuk dalam tanaman padi atau tanaman semusim lainnya sulit untuk ditemukan; (2) bila penangkapan dengan melakukan pembongkaran sarang maka akan merusak saluran irigasi atau pematang yang menjadi sarang ular sendok.

5.5. Karakteristik Habitat

Data dan informasi mengenai karakteristik habitat dalam pengelolaan satwaliar penting diketahui, mengingat habitat merupakan tempat satwaliar untuk hidup dan berkembang biak. Ular sendok mempunyai habitat yang luas, muali dari semak di hutan, sawah hingga pemukiman, terutama pada dataran rendah Pulau Jawa (Supriatna 1995; Mumpuni 2002; Wowor 2010). Berdasarkan habitat tersebut dilakukan pengamatan berbagai karakteristik habitat pada berbagai tipe habitat yang manjadi habitat ular sendok.

Gambar 4 Penangkap sedang menggali sarang ular sendok di kebun jati (A) dan pematang sawah (B), serta hasil tangkapan ular sendok (C)

A C

5.5.1. Kabupaten Nganjuk

Pengamatan sarang ular sendok dilakukan pada habitat sawah di sekitar Kali Widas di Mabung dan Karangsemi Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Sarang ular yang ditemukan pada habitat tersebut sebanyak 27 sarang yang berada di pematang sawah tanaman pertanian semusim (padi, semangka, bawang merah dan kacang hijau) dan perkebunan tebu, serta kanan dan kiri jalan utama menuju sawah.

Gambar 5 Peta lokasi pengamatan ular sendok di Kabupaten Nganjuk. Pematang dan jalan utama menuju sawah yang menjadi sarang ular sendok adalah jalan yang jarang dilalui oleh manusia dengan lebar minimal 40 cm. Sarang ular sendok mempunyai diameter antara 4-11 cm dengan panjang antara 121-231 m. Dalam sarang ular sendok terdapat ruang yang lebih luas yang berukuran

antara 8-19 cm yang digunakan untuk bersarang dan menempatkan telurnya. Dari 22 sarang yang diukur terdapat 7 sarang yang mempunyai ruangan tersebut.

Dokumen terkait