diterima.
Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif, karena secara sepintas terdapat persamaan antara jual beli murabahah dengan pembiayaan yang diberikan adalah komoditi (barang) bukan uang, dan pembayarannya dapat dilakuakn dengan cara tangguh atau cicilan ataupun cara lainnya. Namun jika diperhatikan ketentuan fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep syariahnya, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda.
Sesuai dengan sifat bisnis, pembiayaan murabahah juga memiliki manfaat dan resiko bagi bank yang harus dihadapi. Bagi bank, keuntungan murabahah diperoleh dari selisih antara harga jual dari pemasok dengan harga jual ke pembeli (nasabah). Selain itu murabahah merupakan transaksi yang cukup sederhana sehingga tidak memerlukan biaya administrasi yang besar. Menurut Asmita (2004) resiko yang harus diantisipasi oleh bank adalah:
a.Kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b.Fluktuasi harga, hal ini terjadi bila ada kenaikan harga di pasar. Bank tidak bisa merubah harga barang yang telah disepakati dengan pembeli.
c. Terjadi penolakan oleh pembeli, bisa dikarenakan barang tersebut rusak pada saat pengiriman maupun tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan oleh pembeli. Oleh sebab itu, bank perlu mengasuransikan barang yang dikirim. Bank juga harus berkonsultasi dengan pembeli tentang spesifikasi barang yang diinginkan pembeli agar tidak terjadi kesalahan. Bila bank telah menandatangi kontrak dengan penjual atau supplier, maka barang tersebut menjadi milik bank, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain jika pembeli/nasabah menolak untuk membeli barang tersebut.
d.Barang yang telah dijual kepada nasabah menjadi hak milik nasabah, walaupun pembayarannya masih dalam bentuk hutang cicilan. Nasabah bisa menjual kembali barangnya kepada pihak lain sehingga resiko kelalaian dari pihak nasabah atas kewajibannya kepada bank menjadi lebih besar.
Dalam kegiatan usaha selalu ada resiko yang harus dihadapi, begitupun dalam melaksanakan pembiayaan murabahah ada resiko yang harus diantisipasi dengan baik oleh bank syariah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kredit bermasalah dikemudian hari. Bank harus melakukan seleksi terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan ke bank, dan melakukan antisipasi dengan pengendalian internal yang bagus terhadap kemungkinan resiko yang mungkin timbul.
Pembiayaan berdasarkan pembagian resiko yang diidentikkan dengan model teoritis perbankan Islam tidak tampak menjadi karakter utama praktek
murabahah bank‐bank Islam. Namun demikian, para pendukung bank syari’ah
mengatakan bahwa dalam murabahah, faktor pembagian resiko tetap ada, yang itu menjadi alasan diambilnya laba, sampai nasabah memenuhi janji awal untuk
membeli barang. Muhammad (2004) berikut ini adalah resiko‐resiko yang terkait dalam murabahah sebagai berikut:
1. Resiko yang terkait dengan barang
Bank syari’ah membeli barang‐barang yang diminta oleh nasabah murabahah‐nya dan secara teoritis menanggung resiko kehilangan atau kerusakan pada barang‐barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah. Dalam kontrak murabahah, bank syari’ah diwajibkan untuk menyerahkan barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik. Bahkan, nasabah berhak menolak barang‐barang yang rusak, yang kurang jumlahnya atau tidak menghindari resiko‐ resiko tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak, yang telah disusun sedemikian rupa sehingga membantu bank syari’ah untuk menghindari segala resiko yang terkait dengan barang. Dengan demikian, segala resiko yang terkait dengan barang, yang secara teoritis harus ditanggung bank, secara efektif telah terhindarkan.
2. Resiko yang terkait dengan nasabah
Janji nasabah murabahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu transaksi murabahah, tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak untuk membeli barang ketika bank syari’ah menawari mereka dalam penjualan. Dalam prakteknya, resiko terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran di muka (sepertiga dari total harga, misalnya), dengan jaminan, jaminan pihak ketiga, dan dengan klausul kontrak. Dengan demikian, semua resiko yang secara teoritis mungkin ada dalam
kaitannya dengan penolakan nasabah untuk membeli barang, sebenarnya telah hilang dalam praktek perbankan syari’ah.
3. Resiko yang terkait dengan pembayaran
Resiko tidak terbayar penuh atau sebagian dari uang muka, seperti yang dijadwalkan dalam kontrak, memang ada dalam pembiayaan murabahah. Bank syariah menghindari resiko ini dengan adanya janji tertulis, jaminan, jaminan pihak ketiga dan klausul kontrak yang menyatakan bahwa semua hasil dari barang‐barang murabahah yang dijual kepada pihak ketiga dengan tunai maupun kredit harus ditaruh di bank sampai apa yang menjadi hak bank dibayar kembali sepenuhnya. Jika tidak adanya pembayaran itu disebabkan oleh faktor di luar kemampuan nasabah, bank syari’ah secara moral berkewajiban menjadwal ulang utang. Di pihak lain, jika nasabah memiliki kemampuan untuk membayar tepat waktu, tetapi ia tidak melakukannya, maka bank syariah telah mengadopsi praktek, bank syariah secara efektif telah menghilangkan semua resiko dalam pelaksanaan murabahah.
2.2. Margin Murabahah
2.2.1 Pengertian Margin Murabahah
Menurut informasi dari redaksi@tazkiaonline.com (17 Desember 2009). Pengertian margin adalah sebagai berikut: “Margin adalah kenaikan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari memegang aset yang mengalami peningkatan nilai
selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan. Keuntungan juga bisa diperoleh dari pemindahan saling tergantung insidental yang sah dan yang tidak saling tergantung, kecuali transfer yang tidak saling tergantung dengan pemegang saham, atau pemegang‐ pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang setara dengannya”.
Pengertian margin berdasarkan Sudarsono & Hendi (2004:179) adalah sebagai berikut:
“Margin adalah laba kotor atau tingkat selisih antara biaya produksi dan harga jual dipasar”
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa margin adalah tingkat selisih atau kenaikan nilai dari aset yang mengalami peningkatan nilai dari biaya produksi dan harga jual. beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan margin keuntungan dalam produk pembiayaan murabahah di bank syariah yaitu faktor biaya overhead dan proporsi bagi hasil dana pihak ketiga (DPK).
Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut menjadi acuan dan bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian ini selanjutnya. Pada dasarnya setiap orang/individu maupun institusi, dalam melaksanakan usaha ingin memperoleh laba dan menghindari kerugian. Begitupun dengan bank syariah, bank tidak ingin memperoleh kerugian, oleh karena itu tingkat margin keuntungan yang tinggi merupakan salah satu cara bagi bank untuk memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian.