• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Analisa Data Utama

Berikut adalah uraian beberapa hasil analisa data utama :

1. Regresi

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan positif antara dua variabel yaitu

psychological empowerment dan work life balance, melihat pengaruh dan seberapa besar

Serdang Bedagai, Sei Rampah, Sumatera Utara. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhana dengan bantuan program SPSS 17.00. Berikut hasil dari uji regresi sederhana :

Tabel 14.

Hasil Analisis Perhitungan Regresi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 253.739 1 253.739 9.719 .002a

Residual 4803.917 184 26.108

Total 5057.656 185

a. Predictors: (Constant), pe

b. Dependent Variable: wlb

Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai F = 9.719 dan p = 002. Jika nilai p<0.05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara psychological empowerment dan work

life balance.

Tabel 15.

Sumbangan Efektif Psychological Empowerment

Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .224a .050 .045 5.110 a. Predictors: (Constant), pe

Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinan (R square) sebesar 0.050. Hal ini menunjukkan bahwa psychological empowerment memberikan sumbangan 5% dalam menimbulkan work life balance pada pegawai.

Tabel 16. Koefisien Regresi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 36.756 2.791 13.171 .000 Pe .173 .056 .224 3.117 .002 a. Dependent Variable: wlb

Persamaan untuk garis linier sederhana adalah Y=a+bX. Work life balance dilambangkan dengan Y dan psychological empowerment dilambangkan dengan X, a merupakan harga konstan ketika X = 0 dan b merupakan koefisien regresi yang menunjukkan peningkatan atau penurunan variabel tergantung yang didasarkan pada perubahan variabel bebas.

Pada tabel 16 menunjukkan bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh adalah Y=36.576+0.173X. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai konstanta sebesar 36.576, berarti bahwa apabila psychological empowerment (X) memiliki nilai 0 maka work life balance memiliki nilai positif sebesar 36.576. Koefisien regresi variabel psychological empowerment (X) memiliki nilai 0.173. Hal ini berarti bahwa apabila psychological empowerment mengalami kenaikan sebesar satu satuan maka work life balance akan mengalami peningkatan sebesar

0.173. koefisien positif memiliki arti bahwa terdapat hubungan positif dan juga pengaruh pada

psychological empowerment terhadap work life balance.

a. Gambaran nilai empirik dan nilai hipotetik variabel

1. Gambaran nilai empirik dan nilai hipotetik psychological empowerment

Skala psychological empowerment terdiri dari 15 aitem dengan lima pilihan jawaban yang bergerak dari satu sampai lima. Berikut adalah gambaran skor empirik dan hipotetik seperti di bawah ini :

Tabel 17.

Gambaran Nilai Empirik dan Hipotetik Psychological Empowerment N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Empirik 186 29 67 49.74 6.75

Hipotetik 186 15 75 45 10

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh skor perbandingan mean empirik dan mean hipotetik dari variabel psychological empowerment yang menunjukkan μE>μH yaitu 49.74>45 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor psychological empowerment pada responden penelitian berada pada kategori sedang.

2. Gambaran nilai empirik dan nilai hipotetik work life balance

Skala work life balance terdiri dari 17 aitem dengan lima pilihan jawaban yang bergerak dari satu sampai lima. Berikut adalah gambaran skor empirik dan hipotetik seperti di bawah ini

Tabel 18.

Gambaran Nilai Empirik dan Hipotetik Work Life Balance N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Empirik 186 29 58 45.38 5.29

Hipotetik 186 17 85 51 11.33

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh skor perbandingan mean empirik dan mean hipotetik dari variabel work life balance yang menunjukkan μE<μH yaitu 45.38<51 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor work life balance pada subjek penelitian berada pada kategori rendah.

2. Kategorisasi Data Penelitian

Pengkategorisasian hasil penelitian dilakukan berdasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi secara normal (Azwar,2000). Kategori hasil penelitian dibagi menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut adalah norma yang digunakan :

Tabel 19. Norma Skor Kategorisasi Rentang Nilai

Rendah X < (μ -1.0 SD)

Sedang (μ -1.0 SD) ≤ X ≤ (μ +1.0 SD)

Tinggi X > (μ +1.0 SD)

(i) Kategorisasi Data Penelitian Psychological Empowerment

Berdasarkan deskripsi nilai hipotetik seperti pada tabel 17 maka dapat dihitung norma kategorisasi jenjang. Berikut adalah tabel kategorisasi variabel psychological empowerment :

Tabel 20.

Kategorisasi Variabel Psychological Empowerment

<42.99 Rendah 28 15.05

42.99-56.49 Sedang 129 69.35

>56.49 Tinggi 29 15.60

Total 186 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pegawai yang memiliki psychological

empowerment dengan kategori tinggi sebesar 15.60%, kategori sedang sebesar 69,35%, dan

kategori rendah sebesar 15.05%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian tertinggivariabel psychological empowerment berada pada kategori sedang sebanyak 129 orang (69.35%).

(ii)Kategorisasi Data Penelitian Work Life Balance

Berdasarkan deskripsi dari nilai hipotetik yang dapat dilihat pada tabel 18 maka berikut adalah hasil dari kategorisasi work life balance.

Tabel 21.

Kategorisasi Variabel Work Life Balance

Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah (orang) Persentasi (%)

<40.16 Rendah 35 18.82

40.16– 50.60 Sedang 124 66.66

>50.60 Tinggi 27 14.52

Total 186 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pegawai yang mengalami atau memiliki

work life balance dengan kategori tinggi sebesar 14.52%, kategori sedang sebesar 66.66%, dan

kategori rendah sebesar 18.82%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian tertinggi variabel work life balance berada pada kategori sedang sebanyak 124 orang (66.66%).

C. Pembahasan

Hasil utama penelitian yang dilakukan pada pegawai Kantor Bupati Serdang Bedagai, Sumatera Utara menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara psychological empowerment dan work life balance. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan positif antara psychological empowerment dan work life balance. Hal ini sejalan dengan Akda (2012: Wessels, 2013) yang menemukan adanya hubungan positif antara

psychological empowerment dan work life balance. Menurut Sugiyono (2010) nilai r yang

positif menunjukkan pola hubungan yang searah atau positif pada kedua variabel. Hubungan positif pada kedua variabel tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi 0.224. Artinya, semakin pegawai mengalami kenaikan skor psychological empowerment akan menyebabkan kenaikan skor pada work life balance. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Asarkarya, Cigdem dan Irmak Erdogan (2014) yang mengungkapkan hasil serupa yaitu terdapat hubungan positif antara psychological empowerment dan work life balance.

Kemudian diperoleh juga hasil penelitian yakni besaran pengaruh yang diberikan oleh

psychological empowerment terhadap work life balance dengan nilai R square 0.050. Hal ini

berarti psychological empowerment memberikan kontribusi sebesar 5% terhadap pembentukan work life balance pegawai. Terdapat beberapa alasan yang dapat menerangkan mengapa nilai korelasi antar variabel dikatakan rendah. Pertama, faktor yang mempengaruhi

psychological empowerment adalah faktor individual dan faktor organisasional. Faktor

individual meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat jabatan, locus of control dan masa kerja. Pada responden penelitian, terdapat variasi tingkat pendidikan yakni dari SMA (Sekolah Menengah Atas) sampai Strata II dan tingkat jabatan yang berbeda mulai dari Pengatur sampai Pembina. Sedangkan faktor organisasional meliputi ketidakjelasan peran, akses untuk informasi dan sumber daya, dukungan sosial dan iklim kerja. Berdasarkan data observasi di lapangan, terdapat kurangnya akses untuk informasi dan sumber daya seperti ada

beberapa kantor yang tidak memiliki alat bantu kerja seperti mesin printer dan mesin fotokopi sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan kesekretariatan. Ketiga, berkaitan dengan iklim kerja, beberapa bagian digabungkan dalam sebuah ruangan sehingga ruangan menjadi lebih sempit dan kurang nyaman untuk bekerja.

Kemudian berdasarkan gambaran nilai empirik, skor empirik work life balance pada responden tergolong rendah. Salah satu dimensi pembentuk work life balance adalah PLIW yaitu personal life interference with work yakni sejauh mana kehidupan pribadi mengganggu pekerjaan. Pada fenomena penelitian, mayoritas pegawai sudah menikah yang berarti pegawai sudah memiliki peran dan tanggung jawab lain selain pekerjaan yakni kehidupan keluarga nya. Hal ini mungkin mampu mewakili alasan mengapa skor empirik work life balance pegawai tergolong rendah.

BAB V

Dokumen terkait