• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4.5 Hasil analisis aktivitas antioksidan vitamin C pada menit

Aktivitas antioksidan ekstrak selada air diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi DPPH pada panjang gelombang 515,5 nm pada menit ke-60 dengan adanya penambahan larutan uji dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH (tanpa penambahan larutan uji). Untuk melihat hubungan absorbansi DPPH terhadap pertambahan konsentrasi larutan uji dalam menganalisis aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.

Gambar 4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak n-heksan selada air pada menit ke-60.

Gambar 4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etilasetat selada air

pada menit ke-60.

0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000 1,4000 0 100 200 300 400 500 A b so rb a n si Konsentrasi (ppm)

EHSA

60(1) 60(2) 60(3) 0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000 1,4000 0 100 200 300 400 500 A b so rb a n si Konsentrasi (ppm)

EESA

60(1) 60(2) 60(3)

Gambar 4.4 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak metanol selada air

pada menit ke-60.

Pada gambar di atas, hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak n- heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol selada air dapat dilihat adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang diberi larutan uji dibandingkan terhadap kontrol pada setiap kenaikan konsentrasi.

Gambar 4.5 Hasil analisis aktivitas antioksidan vitamin C pada menit ke-60. 0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000 1,4000 0 100 200 300 400 500 A b so rb a n si Konsentrasi (ppm)

EMSA

60(1) 60(2) 60(3) 0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000 0 2 4 6 8 10 A b so rb a n si Konsentrasi (ppm)

Vitamin C

60(1) 60(2) 60(3)

Penurunan nilai absorbansi ini menunjukkan telah terjadi pemerangkapan radikal bebas DPPH oleh larutan uji sehingga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari sampel. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen kepada DPPH, akan menetralkan radikal bebas DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang maksimumnya akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Molyneux, 2003).

4.6 Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas DPPH oleh Sampel Uji

Kemampuan antioksidan diukur pada menit ke-60 sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaan warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji dihitung sebagai persen peredaman. Hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh nilai persen peredaman pada setiap kenaikan konsentrasi sampel uji seperti yang terlihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil analisis peredaman radikal bebas ekstrak selada air dan vitamin C Jenis ekstrak Konsentrasi Larutan Uji (ppm) % Peredaman I II III EHSA 0 (blanko) - - - 50 4,54 4,56 4,56 100 5,73 5,58 5,45 200 19,88 20,03 20,13 400 26,14 26,46 26,75 EESA 0 (blanko) - - - 50 7,88 7,79 7,89 100 22,45 22,59 22,79 200 22,60 22,92 23,26 400 48,90 49,37 49,65 EMSA 0 (blanko) - - - 50 14,46 14,51 14,52 100 14,55 14,64 14,73 200 43,56 44,20 44,75 400 68,92 69,53 70,19 Vitamin C 0 (blanko) - - - 1 14,79 14,68 14,46 2 30,88 30,85 30,64 4 59,55 59,32 59,16 8 95,63 95,63 95,63

Pada Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan uji maka semakin meningkat aktivitas peredaman DPPH karena semakin banyak DPPH yang berpasangan dengan atom hidrogen dari ekstrak sehingga serapan DPPH menurun.

4.7 Analisis Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) Sampel Uji

Nilai IC50 diperoleh berdasarkan persamaan regresi linier yang

DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan dimana konsentrasi larutan uji (ppm) sebagai absis dan nilai persen peredaman sebagai ordinat. Hasil analisis nilai IC50 yang diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi dapat

dilihat Tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4 Nilai IC50 ekstrak selada air dan vitamin C

Sampel Nilai IC50

EHSA 712,81 ppm

EESA 405,01 ppm

EMSA 273,14 ppm

Vitamin C 3,97 ppm

Tabel 4.5 Kategori nilai IC50 sebagai antioksidan

No. Kategori Konsentrasi (ppm)

1. Sangat kuat <50

2. Kuat 50-100

3. Sedang 101-150

4. Lemah 151-200

Dikutip dari Mardawati dkk., 2008.

Menurut kategori kekuatan antioksidan pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa ketiga ekstrak yakni ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol selada air memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong sangat lemah sedangkan vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong sangat kuat.

Hal ini disebabkan antioksidan yang terlarut dalam pelarut nonpolar (n- heksan) seperti vitamin E dan vitamin A memiliki kandungan yang sangat sedikit yakni 1,46 mg/100 g porsi dan 420 µg/100 g porsi (dikonversi dari satuan betakaroten), demikian halnya dengan ekstrak etilasetat dan metanol yang tergolong antioksidan sangat lemah disebabkan kandungan vitamin C dalam selada air yakni 62 mg/100 g porsi serta kandungan flavonoid seperti

kuersetin dan kaemperol yang dari hasil skrining menunjukkan warna kuning lemah (Costain, 2007).

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian menurut Salamah dkk. (2011) yang menunjukkan ekstrak etanol daun, batang dan selada air utuh memiliki antioksidan sangat lemah dengan nilai IC50 masing-masing sebesar

331,39 ppm, 439,10 ppm dan 337,32 ppm.

Data nilai IC50 dari ketiga ESA juga dianalisis secara statistik dengan

metode ANAVA lalu dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap sampel.

Hasil analisa statisitik antara EHSA, EESA, EMSA dan vitamin C diperoleh nilai signifikansi (0,000). Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan aktivitas antioksidan yang signifikan antara EHSA, EESA, EMSA dan vitamin C. Tabel hasil analisa statistik dengan metode ANAVA dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 78. Perbedaan antara aktivitas antioksidan ini ditunjukkan secara nyata dengan analisis Tukey HSD pada Tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Hasil analisis secara Tukey HSD

Sampel (I) Sampel (J) Signifikansi

EHSA EESA 0.000 EMSA 0.000 Vitamin C 0.000 EESA EHSA 0.000 EMSA 0.000 Vitamin C 0.000 EMSA EHSA 0.000 EESA 0.000 Vitamin C 0.000 Vitamin C EHSA 0.000 EESA 0.000 EMSA 0.000

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara EHSA dengan EESA, EMSA dan vitamin C; EESA dengan EHSA, EMSA dan vitamin C; EMSA dengan EHSA, EESA dan vitamin C serta vitamin C dengan EHSA, EESA dan EMSA. Perbedaan ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (0.000). Hasil analisa statistik aktivitas antioksidan dengan uji Post Hoc Tukey HSD dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 79.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil karakterisasi simplisia selada air yakni untuk kadar air 3,98%; kadar sari larut air 40,27%; kadar sari larut etanol 17,09%; kadar abu total 12,46% dan kadar abu tidak larut asam 2,16% Hasil ini memenuhi persayaratan Materia Medika Indonesia.

b. Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak n-heksan mengandung steroid/triterpenoid, pada simplisia dan ekstrak etilasetat selada air mengandung glikosida, flavonoida, dan steroid/triterpenoid sedangkan pada ekstrak metanol mengandung glikosida dan flavonoida.

c. Ekstrak n-heksan, etilasetat dan metanol selada air memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar

712,81 ppm; 405,01 ppm dan 273,14 ppm.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan isolasi senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada selada air serta penetapan kadar senyawa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Baradinath, A.V., Mallikarjuna, K., Chetty, C.M.S., Ramkanth, S., Rajan, T.V.S., and Gnanaprakash, K. (2010). A Review of In-vitro Antioxidant Methods: Comparisons, Correlations and Consideration. International Journal of PharmTech Research. 2(2): 1276-1285. Bender, D.A. (2003). Nutritional Biochemistry of the Vitamins. Edisi Kedua.

London: Cambridge University Press. Hal 73.

Bell, P. and David, C. (1965). Strasburger’s Textbook of Botany. London: Longmans, Green & Co Ltd. Hal. 589, 618, 670-671, 669, 653

Boyd, L.A., Mark, J.M., Yumi, H., Richard, N.B., Chris, I.G., and Ian, R.R. (2006). Assessment of the Anti-Genotoxic, Anti-Proliferative, and Anti-Metastatic Potential of Crude Watercress Extract in Human Colon Cancer Cells. Nutrition and Cancer. 55(2): 232-241.

Carey, F.A., and Richard, J.S. (2007). Advanced Organic Chemistry Part A: Structure and Mechanism. Edisi Kelima. Virginia: Springer Science + Business Media. Hal. 465-466.

Cartea, M.E., Marta. F., Pilar, S., and Pablo, V. (2011). Phenolics Compounds in Brassica Vegetables. Molecules. 16: 251-280.

Costain, L. (2007). Watercress the Original Superfood. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013.

http://watercress.co.uk/wp-content/uploads/2012/01/superfood1.pdf. Corona, M.R.C., Monica, A., Ramirez, C., Omar, G.S., Elvira, G.G., Isidoro,

P.P., and Julieta, L.H. (2008). Activity Against Drug Resistant- Tuberculosis Strains of Plants Used in Mexican Traditional Medicine to Treat Tuberculosis and Other Respiratory Diseases. Phytotherapy Research. 22: 82-85.

Depkes. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid Kedua. Jakarta: Depkes RI. Hal. 150-156.

Depkesa. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI. Halaman 29,47.

Depkesb. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid Ketiga. Jakarta: Depkes RI. Hal. 35-38.

Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid Keenam. Jakarta: Depkes RI. Hal. 302, 321, 325.

Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman. Jakarta: Depkes RI. Hal. 9-12.

FAO. (2001). FAO/WHO Expert Consultation on Human Vitamin and Mineral Requirements. Rome: FAO. Hal.73, 121-122,

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 263.

Gonçalves, E.M., Cruz, R.M.S., Abreu, M., Brandao, T.R.S., and Silva, C.L.M.. (2009). Biochemical and Colour of Watercress (Nasturtium officinale R.Br) during Freezing and Frozen Storage. Journal of Food Engineering. 93: 32-39.

Gruenwald, J., Thomas, B., and Christof, J. (2000). PDR for Herbal Medicine. Montvale: Medical Economics Company, Inc. Hal. 798.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Hal. 47-102, 152-153.

Hoseini, H.F., Ahmad, R.G., Soodabeh, S., Naghi, S.M, and Abbass, H. (2009). The Effect of Nasturtium officinale on Blood Glucose Level in Diabetic Rats. Pharmacologyonline. 3: 866-871.

Khare, C.P. (2007). Indian Medicinal Plants. New Delhi: Springer Science and Business Media LLC. Hal. 434-435.

Kosasih, E.N., Tony, S., dan Hendro, H. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Hal. 42, 56-57, 88.

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Cetakan Pertama. Surabaya: Trubus Agrisarana.Hal. 25-26, 39-40.

Lingga, L. (2012). The Healing Power of Anti-oxidant. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 3, 160.

Maestri, D.M., Nepote, V., Lamarque, A.L., and Zygadio, J.A. (2006). Natural Products as Antioxidants dalam Phytochemistry: Advanced in Research. Editor: Filipino Imperato. Kerala: Research Signpost. Hal. 107-108.

Mardawati, E., Cucu S.A., dan Herlina M. (2008). Kajian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan

Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya. Laporan Penelitian. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran.

Mc Murry, J. (2008). Organic Chemistry. Edisi Ketujuh. California: Thomson Brooks/Cole. Hal. 140.

Merck, E. (1978). Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography. Darmstadt: Federal Republic of Germany. Hal. 1.

Molyneux, P. (2003). The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science Technology. 26(2): 211-219. Mukhopadhyay, A.K. (2006). Antioxidant Natural and Synthetic. Kiel: Amani

International Publishers. Hal. 1.

Özen, T. (2009). Investigation of Antioxidant Properties of Nasturtium officinale (watercress) Leaf Extracts. Acta Poloniae Pharmaceutica Drug Research. 66(2): 187-193.

Prakash, A. (2001). Antioxidant Activity. Medallion Laboratories-Analytical Progress. 19(2): 1-4 .

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 220-264.

Rosidah, Mun, F.Y., Amirin, S., and Mohammad, Z.A. (2008). Antioxidant Potential of Gynura procumbens. Pharmaceutical Biology. 46(9): 616-625.

Salamah, E., Sri, P., dan Ellis, P. (2011). Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Pada Selada Air (Nasturtium officinale L.R.Br.), Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Shekelle P, Morton S, and Hardy M. (2003). Effect of Supplemental

Antioxidants Vitamin C, Vitamin E, and Coenzyme Q10 for the Prevention and Treatment of Cardiovascular Disease. Evidence Report/Technology Assessment. Rockville: Agency for Health Care Research and Quality.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 39-41. Smith, E.S. (2002). Terapi Sayuran. Cetakan Pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Hal. 200

WHO (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: WHO. Hal. 31-33.

Dokumen terkait