• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.5. Hasil Analisis Data

5 6 7 8 Eksperimen YU MQ MY ND RY AS FR AI

Fisik dan Verbal Fisik dan Verbal Fisik dan Verbal Fisik,Verbal dan

Relasional Fisik, Verbal dan

Relasional Verbal

Verbal dan Relasional Verbal dan Relasional

35 34 40 37 40 37 39 39 1 2 3 4 5 6 7 8 Kontrol AR SC IN AN AD LU AM SS

Verbal dan Relasional Verbal dan Relasional

Verbal dan Fisik Verbal dan Fisik Verbal dan Fisik Fisik, Verbal dan

Relasional Fisik dan Verbal Verbal dan Relasional

30 31 38 31 29 37 36 31

4.1.5. Hasil Analisis Data

Teknik analisa yang dipakai untuk menjawab hipotesis penelitian dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji t-test Mann-Whitney (uji nonparametrik). Bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan tingkat self-efficacy pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis data

dengan menggunakan teknik 2 independent sample pada skala self-efficacy saat pretest diketahui p (2-tailed) = 0.453 > 0,05.

Hal ini berarti tidak ada perbedaan tingkat self-efficacy antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diberikan intervensi the support group method. Dalam artian tingkat self-efficacy pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen saat sebelum diberikan intervensi the support group method kondisinya relatif sama. Secara rinci bisa dilihat pada mean skor yang diperoleh pada kelompok kontrol sebesar 9.38 dan kelompok eksperimen sebesar 7.63.

Adapun hasil analisa data setelah intervensi (posttest) dengan menggunakan teknik 2 independent sample pada skala self-efficacy diketahui p (2-tailed) = 0. 015 > 0,05. Hal ini berarti ada perbedaan tingkat self-efficacy antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesedah diberikan intervensi the support group method. Dengan kata lain, intervensi the support group method efektif dalam meningkatkan self-efficacy korban bullying. Secara rinci hal ini juga dapat dilihat dari perbandingan skor Mean antar dua kelompok yakni skor mean kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi the support group method sebesar 5.63 dan skor Mean kelompok eksperimen yang mendapatkan intervensi the support group method sebesar 11.58. Rangkuman hasil 2 independent sample Mann-Whitney adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Hasil 2 Independent Sample Mann-Whitney Skala Self-efficacy Periode

Kelompok Mean Sum of Ranks P (2-tailed) / Signifikansi Pretest KK 9.38 75.00 0.453 KE 7.63 61.00 Posttest KK 5.63 45.00 0.015 KE 11.38 91.00

Jika ditampilkan dalam bentuk grafik mengenai hasil perbedaan skor Mean antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dimulai pada periode prestest hingga posttest dengan teknik 2 independent sample Mann-Whitney pada skala self-efficacy, dapat dilihat sebagai berikut:

Grafik 1.

Perbandingan Mean Skor

4.2. Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yakni pembahasan data individu dan pembahasan data kelompok.

0 2 4 6 8 10 12 Pretest Posttest

Mean Kelompok Skala Self-efficacy Post-test

4.2.1. Pembahasan Individu

Pembahasan data individual yang akan diuraikan sebagai berikut, merupakan subjek dari kelompok eksperimen yang berjumlah 8 orang diantaranya;

A. YU (laki-laki, 13 tahun)

YU siswa yang tergolong tidak menonjol di kelas dan ia lebih banyak berteman dengan teman perempuan daripada laki-laki. Pada awalnya ia terlihat kurang komunikatif dalam mengungkapkan aktivitas kesehariannya. Hal ini terlihat pada awal menit-menit awal pertemuan namun selanjutnya ia mulai bisa menceritakan lebih detail mengenai kesehariannya baik itu mengenai keluarga, dirinya dan teman-temannya. Ia lebih banyak berteman dengan perempuan karena menurutnya teman laki-laki lebih kasar dan tidak

menyenangkan. Ia sering mendapat panggilan ”si kakak” (verbal bullying) walaupun tidak merasa terintimidasi namun terkadang ia kesal ketika ia merasa tidak mood. Ketika kesail ia hanya diam dan mencaci dalam hati, ia tidak berani melawan. Ia pernah menolak kehendak mereka namun ia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti ditolak kepalanya dengan tangan mereka sambil diejek (physical bullying). Sehingga ia lebih banyak diam dan menghindari agar tidak berinteraksi dengan mereka.

Sebelum intervensi tergambar bahwa tingkat self-efficacy YU tergolong rendah terlihat dari sikap dan pemikirannya. Hal itu biasanya terjadi saat jam istirahat ketika guru tidak berada di kelas atau ketika jam

pergantian pelajaran saat guru tidak sedang berada di kelas. Pengaruh atmosfer kelompok jelas terlihat pada diri YU, dimana sebelumnya ia mengungkapkan bahwasanya ia merasa tidak mampu untuk menghentikan tindak bullying yang ia alami. Namun setelah sesi intervensi diberikan ada beberapa perubahan perilaku dan pemikiran yang tampak pada diri Yu. Dimana ia mulai beranggapan bahwa ada beberapa permasalahan yang tidak dapat terselesaikan dengan hanya berdiam, dengan dukungan teman-teman yang memiliki kemiripan situasi membantunya untuk meyakini dirinya bahwa ia tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu dan ada baiknya melibatkan orang dewasa dalam menyelesaikan permasalahan remaja. Ia mulai sering meminta bantuan baik solusi atau dukungan ketika ia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dan ia merasa lebih berani dalam mengemukakan idenya.

B. MQ (laki-laki)

MQ tergolong anak yang tidak banyak bicara dan cenderung pendiam, dalam pertemuan awal ia tidak terlalu detail menceritakan mengenai dirinya. Ia menjawab singkat beberapa pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator. Ia menceritakan bahwa ia sering diejek dan dipijak kakinya ketika perintah atau keinginan teman tersebut tidak dituruti (bullying fisik dan verbal). Dalam mengerjakan suatu pekerjaan terlihat MQ membutuhkan waktu lebih daripada yang lain (ia merasa tidak percaya dengan kemampuannya, ia sering merasa takut salah) sehingga hal ini membuatnya menjadi bahan ejekan dari teman-teman yang lain.

Sebelumnya ia merasa tidak merasa yakin ia mampu menyelesaikan permasalahan yang tengah ia hadapi sendirian. Seperti permasalahan bullying, percaya dengan kemampuannya sendiri. perilaku dan pemikiran-pemikirannya terlihat sesuai dengan skor dan gambaran self-efficacy MQ yang tergolong rendah sebelum intervensi. Pada sesi intervensi dalam kelompok ia menuturkan bahwa ia mendapatkan gambaran pemikiran dari teman-teman yang lain mengenai tindak bullying, sehingga ia merasa sedikit terkejut dengan komentar teman-temannya yang menganggap bahwa mereka merasa tidak berdaya dengan hal tersebut. Pada akhir sesi intervensi ia merasa lebih lega dan lebih termotivasi untuk mengemukakan ide dan kesulitannya dengan orang terdekat. Ia menuturkan bahwasanya berkumpul dengan anggota lain membuat ia merasa ada teman dan merasa lebih nyaman untuk bercerita mengenai kesulitan ataupun kemudahan terutama dalam aktivitas yang terjadi di sekolah, ia mulai mencoba lebih terbuka dengan solusi atas permalasahannya terlihat dari keyakinannya akan kemampuannya menyelesaikan suatu tugas dan permasalahan bullying yang dialami di kelas. Hal ini menunjukkan adanya perubahan tingkat self-efficacy pada diri MQ terlihat dari cara pikir dan sikapnya.

C. MY (laki-laki)

Ia mengemukakan bahwa ia sering mendapat tindak bullying dalam bentuk fisik dan verbal, seperti diejek dan dijitak atau dipukul lengan tangannya. Tindak bullying tersebut ia dapatkan dari teman sekelas yang memiliki kecenderungan perilaku nakal. Ia merasa tidak mampu melawan

atau mencoba membela diri karena ia merasa hal itu justru akan memperkeruh keadaan, seperti semakin diejek dan dikenali sehingga ia akan semakin sering diganggu. Ia merasa tersakiti dan merasa gagal terhadap dirinya sendiri ketika ia mendapatkan perlakuan tersebut. Sikap dan pemikiran seperti cukup menunjukkan bahwa self-efficacy yang dimiliki MY tergolong rendah. Pengalaman bullying ini sering dialami ketika jeda jam belajar, istirahat, jam sekolah usai dan pergantian jam pelajaran. Adapun ejekan atau tindakan bullying yang bersifat cyber sangat jarang terjadi karena mereka tidak diperbolehkan menggunakan handphone selama jam pelajaran dan ia sering tidak membawanya ke sekolah sehingga mereka hampir tidak menggunakan media elektronik dalam berkomunikasi.

Setelah mendapat intervensi, terlihat adanya perubahan sikap dan pemikiran dari MY yang menunjukkan adanya perubahan tingkat self-efficacy. Hal ini terlihat ketika ia mulai memberanikan diri membela diri ketika diganggu dan dipaksa untuk membeli jajanan temannya walaupun bentuk penolakannya, karena ia merasa ia tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu dari siapapun. Ia dan teman-teman dalam kelompok merasa mereka sepantasnya mendapat perlakuan yang lebih baik dan mereka merasa mampu membela diri mereka. Ia merasa lega bisa melakukan hal tersebut, walaupun tindakan tersebut ia lakukan dengan kekhawatiran akan balasan yang akan diterima, karena dukungan dari kelompok ia merasa harus memberanikan diri.

D. ND (Laki-laki)

Salah satu korban bullying yang sering mendapat ejekan dari teman-teman karena ia tergolong anak yang tidak banyak bicara. Ia menceritakan bahwa ia memang tergolong sulit untuk berteman, karena ia merasa tidak cukup terbuka dalam berbicara dan ia tidak memiliki ketertarikan yang sama dengan teman-teman yang popular di kelasnya. Ia sering mengalami tindakan bullying karena ia tidak berteman dengan siswa-siswa yang terkenal atau dominan di kelas sehingga ia menjadi target dan tempat untuk disuruh-suruh. Ia mengemukakan hanya menuruti permintaan dan menerima perlakuan dari teman yang melakukan tindak bullying seperti dicubit tangannya, diejek bahkan terkadang tidak diajak gabung pada kelompok saat ada diskusi kelompok ( bullying fisik, verbal dan relasional). Ia merasa marah sekaligus sakit hati akan tindakan tersebut namun ia merasa tidak dapat melakukaan apa-apa.

Dalam sesi intervensi ia mencoba menerangkan mengenai perasaan yang tertindas akibat diejek, dijegal terkadang hingga dipijak secara sengaja hanya untuk menganggu. Ingin rasanya ia menghentikan tindakan mereka namun ia merasa tidak cukup tangguh atau kuat. Selain itu ia merasa takut akan pembalasan yang akan mereka berikan. Ia juga merasa kalau memberitahukan kepada guru karena hal tersebut dianggap tidak

menyelesaikan permasalahan, malah hanya akan dianggap sebagai “tukang ngadu”.

Setelah mendapatkan intervensi ND merasa bahwa ia menjadi lebih dekat dan lebih terbuka dengan teman-teman. Ia merasa lebih termotivasi dalam mengerjakan atau melaksanakan suatu tugas atau permasalahan. Ia merasa lebih percaya diri. Contohnya ketika ia mendapat ejekan dari temannya yang mengatakan dia seorang yang lambat, ia kemudian berani merespon dengan menolak pandangan tersebut kemudian meninggalkan teman tersebut. Ia mengatakan bahwa sekarang ini dia merasa bahwa ia lebih yakin dengan dirinya sendiri, ia merasa ia sanggup dan pantas diperlakukan dengan baik, hal ini tercipa karena kebersamaannnya dengan teman-teman. Dukungan dan cerita teman-teman dalam kelompok membangkitkan semangat dan memotivasi dirinya untuk hal tersebut.

E. RY (Laki-laki)

Ia merupakan anak yang cukup terbuka dibandingkan anggota yang lain dan dari awal pertemuan itu sudah terlihat. Ia menjawab dengan jabaran yang detail mengenai peristiwa tindak bullying yang dialami dan mengenai perasaan dan pikirannya. Ia mengatakan bahwa ia sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman di kelas atau ketika ia pulang sekolah walaupun niat mereka terlihat hanya untuk senang-senang tapi baginya itu menjengkelkan bahkan menyakitkan (diasingkan dalam kegiatan kelompok, diejek terkadang mau ditolak kepalanya). Hal ini menunjukkan bahwa ia sering mengalami relational bullying. Ia diejek karena kondisi fisiknya yang tergolong gemuk dan berkulit sawo matang. Ketika ditolak kepala ia tidak berani melawan karena teman yang biasa melakukan tindak

bullying lebih besr dari dirinya sehingga ia takut akan dibalas dengan tindakan yang lebih parah. Ia sering merasa marah dan kesal pada teman dan dirinya karena ia tidak mampu memberikan pembelaan terhadap dirinya dna ia tidak bisa mengharapkan guru untuk membelanya karena hal tersebut tidak mungkin ia lakukan.

Secara pribadi ia tidak ingin tergolong orang yang frontal dan ketika diganggu ia cenderung menghindari teman yang menganggunya atau lebih memilih diam, sikap ini menurutnya alternatif yang dapat diambil. Bentuk perilaku tersebut ia pilih ketika belum mendapatkan intervensi. Ia merasa bahwa diskusi kelompok cukup membantunya dalam menyampaikan perasaan dan berbagi pengalaman, ia menjadi lebih berani mengungkapkan ide atau pemikiran mengenai peristiwa bullying. Ia mengatakan bahwa bersama teman-teman ia merasa lebih memiliki kemampuan untuk menindak teman yang melakukan bullying di kelas.

F. AS (Perempuan)

AS berteman cukup dekat dengan YU, dalam sesi intervensi diketahui bahwa ia sering mendapat ejekan yang mengarah ke hal fisik (dipanggil “si bulat”)

hal ini menunjukkan bahwa ia sering mengalami verbal bullying. Pada awalnya ia hanya mengacuhkan hal tersebut tetapi lama-lama ia merasa sakit hati dengan perlakuan temannya tersebut. Mayoritas pelaku bullying adalah siswa laki-laki yang memang terkenal karena keusilan dan kebandelan mereka. Perilaku tersebut muncul ketika guru atau wali kelas tidak berada di kelas. Ketika pelaksanaan intervensi kelompok, pada awalnya ia lebih banyak

mendengarkan dan ketika memberikan masukan hanya memberikan gambaran umum yang terlihat kurang aplikatif.

Pada sesi lanjutan ia mulai menceritakan lebih banyak hal mengenai dampak dan solusi yang ia rasakan selama mengalami tindak bullying, hal ini tercetus ketika ia mulai terbiasa mengikuti sesi intervensi. Beberapa kali ia terlihat berbincang dengan YU mengenai pemikirannya mengenai hal tersebut dan dengan anggota kelompok ia terlihat cukup terlibat dalam interaksinya. Terlihat setelah selesai waktu sesi intervensi AS dan anggota kelompok terlihat berbincang mengenai hasil diskusi dan bersama melakukan aktivitas selanjutnya.

Setelah intervensi ia mengemukakan bahwa ia mengalami perubahan perasaan, ia merasa bahwa setiap persoalan memiliki solusi dan pemecahannya yang diperlukan hanyalah keberanian dan kemauan. Bersama dengan teman-teman kelompok ia merasa mendapat suntikan rasa percaya akan kemampuannya, ia mulai mampu mengutarakan rasa tidak suka terhadap perilaku yang tidak menyenangkan yang didapatnya. Ketika ia mendapatkan ejekan dari teman ia menanyakan alasannya hingga membela diri. Hal ini menunjukkan bahwa ia mengalami perubahan tingkat self-efficacy dimana salah satunya adalah kepercayaan dirinya dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

G. FR (Perempuan)

Ia menuturkan bahwa ia sering merasa disisihkan oleh teman-teman perempuan di kelasnya, ia merasa ia tidak diikutkan dalam pertemanan atau

pertemuan karena hal yang tidak diketahuinya. Ia merasa tidak diikutsertakan oleh beberapa teman perempuan di dalam kelas dan ia sering sekali menjadi pilihan terakhir dalam pemilihan kelompok belajar. Walaupun ia memiliki teman sebangku yang cukup membantunya dalam hal pelajaran namun ia merasa masih merasa kurang bergaul, secara singkat tergambar dari sikap dan pemikiran bahwa ia memiliki self-efficacy yang cenderung rendah.

Pada awalnya ia canggung dan terlihat kurang nyaman dengan komentar dan pemikiran anggota kelompok namun setelah sesi-sesi selanjutnya ia mulai menyadari beberapa hal yang ia tidak sadari selama ini. Misalnya tentang kelemahannya yang terkadang kurang peka dengan komentar teman-temannya mengenai kelemahannya, ia malah tidak memperdulikan hal tersebut. Kemudian mengenai kurang inisiatifnya dia dalam kelompok, itu yang digambarkan oleh anggota kelompok dalam sesi-sesi intervensi. Selama proses intervensi ia menjadi lebih mengetahui tindakan apa yang harus diambil ketika berhadapan dengan tindak bullying terutama di kelas. Ia akan memilih untuk tidak terlibat atau memberikan pembelaan terhadap diri ketika ada yang mencoba mengejek dan lebih bersikap terbuka dan memulai komunikasi yang baik dengan teman-teman di kelas sebagai upaya agar lebih diterima oleh mereka. Ia juga mulai mengurangi sikap cuek terhadap komentar teman-temannya, malah berbalik sering menanyakan mengenai dirinya agar ia lebih dekat teman-teman. Ia mengatakan kegiatan dengan teman-teman kelompok memberikan pengaruh

yang besar terhadap dirinya, ia menjadi lebih terbuka atas kritik dan lebih berani menunjukkan aspek positif yang ada dalam dirinya.

H. AI (laki-laki)

Pada awal pertemuan dengan AI, ia terlihat seperti anak yang pemalu namun setelah beberapa saat ia terlihat mulai terbuka menguraikan kesehariannya di sekolah dan interaksinya dengan teman-teman sekelas. Ia sering mendapat tindakan yang bersifat verbal dan relasional. Ia sering diejek (karena fisiknya yang tergolong pendek dibanding anak dikelasnya) dan jarang diajak terlebih dahulu jika ada kegiatan tertentu namun ia terus menerus mengajukan diri untuk diikutkan. Ia merasa seperti tidak berharga dan tidak penting dibanding teman-teman lain yang dinilai popular, terkadang ia merasa risih dengan keadaan fisiknya namun ia merasa tidak terlalu jelek sehingga teman-temannya mengejeknya.

Selama proses intervensi ia menceritakan pemikiran dan perasaannya dengan cukup runtut, ia terlihat cukup terbuka menceritakan persitiwa yang dialaminya. Ia juga cukup tanggap ketika mendengarkan cerita yang dialami anggota kelompok yang menurutnya hampir sama dengan peristiwa yang dialami. Ia menceritakan bahwa dengan dalam kelompok ia merasa lebih terbantu dan merasa ingin selalu bersama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ia menuturkan bahwa ia sudah mencoba lebih aktif dalam mengajukan diri dan berusaha lebih terbuka dalam menanyakan atau mengungkapkan pemikirannya kepada teman-teman karena ia merasa selama ini dia adalah seorang yang tidak banyak bicara, ia merasa kebersamaan

dengan teman kelompoknya membuatnya lebih percaya dengan dirinya sendiri dan ia lebih memahami kondisi dirinya serta teman-temannya. Ia merasa mendapat dukungan yang lebih ketika bersama teman kelompoknya dimana ia merasa mampu melakukan segalanya.

Tabel 7.

Rekapitulasi tingkat self-efficacy kelompok eksperimen Pretest-posttest

No Inisial Pretest Post-test

1. YU - Tidak melakukan pembelaan ketika mengalami tindak bullying - Rasa kesal dan sakit hati

lebih banyak dia pendam. - Merasa tidak mampu

mengatasi permasalahan atau menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik.

- Ia mulai mampu

mengungkapkan rasa tidak suka terhadap perlakuan teman yang menindasnya, walau awalnya dia merasa takut

- Ia mulai meyakini bahwa ia harus menghentikan tindakan yang tidak menyenangkan tersebut.

2. MQ

- Ketika mendapat ejekan ia hanya diam dan memedamkan rasa malu dan kesalnya karena ia tidak mampu membela diri.

- Merasa mampu untuk menyelesaikan permasalahan dengan idenya sendiri ketika bersama teman-temannya. - Lega ketika mampu

menyampaikan perasaan dan pemikirannya.

3. MY - Merasa tidak mampu berbuat apa-apa ketika ditindas oleh teman sekelasnya dan hanya diam saja

- Merasa sakit hati.

- Berusaha membela diri ketika mendapatkan perlakuan tersebut, seperti menanyakan apa salahnya dan mencoba meminta temannya tersebut untuk menghentikan.

- Kebersamaan bersama dengan teman kelompok membuatnya lebih percaya diri dengan kemampuannya.

4. ND - Merasa takut terhadap teman yang melakukan bullying.

- Diam ketika ia menerima tindakan tersebut

- Merasa sakit hati, malu dan marah karena tidak mampu

- Setelah selesai intervensi ia menjadi lebih terbuka mengutarakan perasaan dan pikirannya.

- Merasa bahwa bahwa bersama dengan teman-teman ia menjadi lebih berani membela dirinya.

membela diri.

5. RY - Ketika mengalami tindakan bullying ia hanya diam dan tidak melakukan apa-apa karena ketakutan

- Setelah intervensi iamerasa harus mampu merespon dan menyelesaikan setiap permasalahan yang ia alami walaupun terlihat sulit.

- Mulai mencoba membela diri ketika mendapatkan bullying. 6. AS - Merasa takut sehingga ia

hanya diam saja.

- Lebih mampu mengungkapkan pemikiran dan perasaannya setelah intervensi.

- Berbaur dengan teman-teman yang memiliki peristiwa yang sama membuat ia merasa lebih berani untuk menuntaskan permasalahan.

7. FR - Lebih banyak diam ketika diejek atau ditindas.

- Ketika tidak dimasukkkan kedalam kelompok ia merasa tidak mampu melakukan apa-apa.

- Ketika menemui kesulitan ia lebih mampu mengajak temannya untuk berdiskusi - Menjadi terbuka dengan dirinya

sendiri dalam mengemukakan pendapat dan perasaannya. 8. AI -Merasa tidak berharga

karena sering mendapat perlakuan tersebut dan tidak mampu membela diri. - merasa tidak ada yang bisa

mengerti dirinya.

- Kebersamaan membuat ia lebih terbuka dengan teman-teman yang lain.

- Kesamaan peristiwa membuat ia lebih lega dan merasa memiliki teman dalam menyelesaikan permasalahan bersama.

- Mulai terbiasa berdiskusi mengenai masalah yangs edang dihadapi dengan teman kelompok.

4.2.2. Pembahasan Kelompok

Tingkat self-efficacy pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimean tergolong relatif sama rendahnya sebelum diberikan intervensi dimana hal ini dapat dilihat dari taraf signifikan dimana t table lebih besar dari t hipotesis yakni

bullying memiliki self-efficacy yang tergolong cukup rendah (Robinson & Maines, 2008). Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik 2 independent sample Mann-Whitney t-test pada skala self-efficacy pada kondisi pretest yakni sebelum intervensi diberikan diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat self-efficacy pada dua kelompok penelitian yakni kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Pemilihan subjek diantara dua kelompok dan penempatannya tergolong sesuai dengan kriteria penelitian eksperimen yakni diacak sehingga dianggap setiap subjek peneltian memiliki kesempatan yang sama tanpa pertimbangan atau pemilihan berdasarkan kriteria peneliti. Subjek penelitian terdiri dari 16 siswa yang mengalami tindak bullying secara kontinu diantaranya 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan dengan rata-rata usia 13-14 tahun.

Pada lingkungan sekolah keseluruhan subjek penelitian memang sering mengalami tindak bullying oleh teman-teman sekelas. Penelitian menunjukkan pertolongan atau dukungan untuk anak atau remaja yang menjadi korban bullying biasanya lebih memilih untuk mencari pertolongan atau dukungan dari teman-teman sebaya daripada guru atau orang tua (Rigby dan Barnes 2002). Penelitian

Dokumen terkait