• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Analisis Data Penelitian 1.Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah disribusi variabel bebas dan variabel tergantung memiliki sebaran yang normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan

menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test

menggunakan SPSS versi 16.0.

Berdasarkan hasil uji normalitas pada variabel krisis identitas (X) diperoleh Z sebesar 1,443 dan taraf signifikansi 0,031. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi atau sebaran variabel bebasnya tidak normal karena memiliki taraf signifikansi p<0,05. Sedangkan pada variabel perilaku indisiplin (Y) diperoleh Z sebesar 1,220 dan taraf signifikansi 0,102. Kemudian pada variabel perasaan yang menyertai (M) diperoleh Z sebesar 0,708 dan taraf signifikansi 0,697. Hasil tersebut menunjukkan bahwa distribusi atau sebaran variabel tergantung dan mediatornya normal karena memiliki taraf signifikansi p>0.05.

Tabel 12 Uji Normalitas Variabel N Z Asymp.Sig (2-tailed) X (krisis identitas) 74 1,443 0,031 M (perasaan yang menyertai) 74 0,708 0,697 Y (perilaku indisiplin) 74 1,220 0,102

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara skor variabel bebas (krisis identitas/X) dan variabel tergantung (perilaku indisiplin/Y) merupakan garis yang linear (lurus) atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0.

Berdasarkan hasil pengujian linearitas pada variabel krisis identitas (X) dan variabel perilaku indisiplin (Y) diperoleh taraf signifikansi 0,006 yang menunjukkan bahwa kedua variabel dalam penelitian ini adalah linear karena p<0,05.

Tabel 13 Uji Linearitas F Sign Perilaku Indisiplin* Krisis Identitas (Combined) 1,242 0,272 Linearity 8,098 0,006 Deviation from Linearity 0,714 0,742 2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik analisis Mediator untuk mengetahui dan menguji apakah hipotesis yang telah ditetapkan dapat diterima atau tidak. Analisis Mediator merupakan analisis yang dapat digunakan untuk menguji apakah variabel yang diduga

memediasi hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Sebuah variabel dapat dikatakan memediasi hubungan antara sebuah variabel prediktor dan variabel outcome apabila variabel prediktor pertama harus memiliki efek pada variabel mediator, dan hal ini dapat menjadi berpengaruh terhadap variabel outcome (Miles & Shevlin, 2001).

Ketika dilakukan pengujian dengan menggunakan analisis mediator, harus melewati empat tahapan agar variabel mediator dapat dikatakan variabel yang sesuai (dapat memediasi). Tahap pertama adalah menunjukkan bahwa variabel bebas (X) adalah sebuah prediktor yang signifikan terhadap variabel tergantung (Y) dengan menggunakan uji regresi. Hasil uji regresi dalam tahap pertama ini diperoleh angka sebesar 0,005 yang berarti menunjukkan variabel X signifikan terhadap variabel Y (p≤0,05). Kemudian dilanjutkan dengan tahapan kedua, yaitu menunjukkan bahwa variabel bebas (X) adalah sebuah prediktor yang signifikan terhadap variabel mediator (M) juga dengan menggunakan uji regresi. Hasil pengujian ini memperoleh angka sebesar 0,935 yang menunjukkan bahwa variabel X tidak signifikan terhadap variabel M (p≥0,05). Apabila dalam tahapan kedua ini tidak terbukti signifikan maka tahap berikutnya tidak bisa dilanjutkan. Oleh karena itu, variabel mediator dalam penelitian ini tidak terbukti sebagai variabel yang dapat memediasi hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Akan

tetapi, dengan hasil tahapan pertama dapat dirumuskan bahwa ada hubungan diantara krisis identitas dengan perilaku indisiplin tanpa harus ada afek yang negatif.

Tabel 14 Uji Regresi (1)

No. Uji Regresi N Sign

1. Perilaku Indisiplin vs Krisis Identitas 74 0,005 2. Krisis Identitas vs Afek Negatif 74 0,935

Ketika dilakukan uji regresi terhadap ketiga variabel juga terlihat bahwa variabel bebas dan tergantung memiliki hubungan yang signifikan. Sedangkan variabel mediator tidak terbukti sebagai mediator yang komplit yang dapat memediasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Hasil tersebut dapat terlihat dari nilai p atau signifikansi sebesar 0,04 dan 0,77 ketika variabel bebasnya adalah X dan M, kemudian variabel tergantungnya adalah variabel Y.

Tabel 15 Uji Regresi (2)

No. Uji Regresi N Sign

1. Perilaku Indisiplin vs Krisis Identitas

74 0,004

2. Perilaku Indisiplin vs Afek Negatif

D. Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis yang pertama menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai p yang diperoleh sebesar 0,005 yang lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05. Nilai tersebut menandakan bahwa semakin tinggi krisis identitas yang dialami oleh remaja atau siswa SMA maka akan disertai tingginya perilaku indisiplin mereka di sekolah. Begitupun sebaliknya, semakin rendah krisis identitas yang dialami oleh remaja atau siswa SMA maka perilaku indisiplin mereka di sekolah juga semakin rendah.

Asumsi dari hipotesis penelitian yang pertama bahwa siswa SMA yang mengalami krisis identitas akan berperilaku indisiplin adalah berdasarkan teori Erikson (1989) dan Marcia dalam Santrock (2002) serta dalam Rice&Dolgin (2002). Teori tersebut menjelaskan bahwa masa krisis identitas adalah kebingungan dalam memilih peran dan memiliki suatu tahap khas yaitu mencoba-coba atau menjelajah berbagai kemungkinan/identitas guna mendapatkan hal yang cocok dengan diri remaja dan digunakan sebagai identitas mereka di dalam sebuah kelompok masyarakat. Apabila remaja salah dalam memilih model identifikasi maka bisa membuat remaja memiliki identitas negatif yang dapat mengakibatkan mereka melakukan tindakan indisiplin di sekolah. Hasil penelitian hipotesis pertama menunjukkan hal yang senada dengan teori yang digunakan Erikson dan Marcia.

Perilaku indisiplin yang dilakukan oleh siswa terkadang mendapatkan hukuman dari guru yang kurang sesuai. Hukuman yang kurang sesuai dari guru seringkali mengarah pada hukuman yang menghambat perkembangan diri siswa. Padahal guru diharapkan untuk memberikan hukuman yang bersifat konstruktif dalam perkembangan diri siswa. Menurut Marcia dalam Santrock (2002), krisis identitas penting dilalui tiap individu untuk mencapai identitas yang positif. Oleh karena itu, guru dan pendamping remaja lainnya diharapkan dapat mendampingi remaja atau siswa secara positif selama mengalami masa krisis. Mereka diharapkan menjadi model identifikasi yang positif sehingga perkembangan diri remaja atau siswa menjadi positif juga.

Hasil penelitian ini adalah ada atau terdapat hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin. Oleh karena itu, remaja yang sedang bingung dalam mencoba-coba atau menjelajah berbagai hal dalam mencari identitas atau jati dirinya tanpa pendampingan dari orang tua, guru dan lingkungan di tempat dia tinggal dapat membuat remaja melakukan tindakan indisiplin di sekolah. Hal ini dapat disebabkan karena remaja dapat salah dalam memilih model identifikasi untuk identitas diri mereka. Selain itu, ditambah dengan perkembangan remaja dalam hal kognitif dan sosial, yang memiliki pemikiran over kritis dan interaksi negatif terhadap figur otoritas juga dapat menyebabkan remaja salah dalam memilih model identifikasi. Apabila remaja salah dalam memilih model identifikasi maka

remaja dapat memiliki identitas yang negatif sehingga dapat berperilaku yang negatif pula.

Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa terdapat variabel mediator diantara hubungan kedua variabel, yaitu krisis identitas dan perilaku indisiplin. Namun demikian, hasil uji hipotesis menyatakan bahwa variabel mediator yaiu afek negatif, tidak terbukti secara signifikan sebagai variabel yang dapat memediasi variabel bebas (krisis identitas) dengan variabel tergantung (perilaku indisiplin).

Asumsi dari hipotesis penelitian yang kedua adalah bahwa remaja yang mengalami krisis identitas akan disertai oleh afek negatif, yaitu perasaan bimbang, gelisah, bingung, tidak stabil, murung (muram) dan lesu (Erikson, 1989). Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa krisis identitas tidak signifikan berhubungan dengan afek negatif dengan ditunjukkan nilai p sebesar 0,935. Nilai tersebut berarti bahwa hipotesis penelitian yang kedua ditolak. Hal ini menandakan bahwa krisis identitas belum tentu dapat memprediksi adanya afek negatif.

Berdasarkan hasil penelitian, krisis identitas memiliki hubungan dengan perilaku indisiplin. Akan tetapi, afek negatif tidak terbukti secara signifikan dapat memediasi krisis identitas dengan perilaku indisiplin. Hal tersebut menandakan bahwa remaja atau siswa SMA yang mengalami krisis identitas dapat berperilaku indisiplin, namun remaja atau siswa SMA yang mengalami krisis identitas belum tentu memiliki afek negatif.

55 BAB V

Dokumen terkait