i
HUBUNGAN ANTARA KRISIS IDENTITAS, AFEK NEGATIF DAN PERILAKU INDISPLIN PADA SISWA SMA KRISTEN 1 MAGELANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Oktiesa Dinny Dewitya NIM: 079114104
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA KRISIS IDENTITAS, AFEK NEGATIF DAN PERILAKU INDISIPLIN PADA SISWA SMA KRISTEN 1 MAGELANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Oktiesa Dinny Dewitya NIM: 079114104
Telah disetujui oleh:
Pembimbing, Yogyakarta,
iii SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KRISIS IDENTITAS, AFEK NEGATIF DAN PERILAKU INDISIPLIN PADA SISWA SMA KRISTEN 1 MAGELANG
OLEH
Oktiesa Dinny Dewitya NIM: 079114104 Telah dipertahankan di depan
Panitia penguji
Pada tanggal 15 Februari 2012 Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan panitia
Nama Lengkap Tanda Tangan
Penguji 1 A.Tanti Arini, S.Psi., M.Si ... Penguji 2 Titik Kristiyani, M.Psi ... Penguji 3 MM. Nimas Eki S., S.Psi., Psi., M.Si ...
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
MOTTO
“AD ASTRA PER ASPERA= To The Star Through Difficulties,
menuju puncak atau sukses melalui begitu banyak kesulitan”
(NASA, re- Denny Sumargo.Atlit Basket Nasional)
“Make it or Lose it”
(Denny Sumargo-Atlit Basket Nasional)
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi
dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan
semangat.”
(Winston Chuchill)
“Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis.”
(Aristoteles
)
“Keliru itu manusiawi, tetapi bersikeras mempertahankan pendapat
yang keliru adalah suatu kebodohan”
v
KARYA SEDERHANA INI KU PERSEMBAHKAN UNTUK:
TUHAN YESUS
yang tidak pernah meninggalkanku dalam kesulitan apapun yang tidak pernah bosan mendengar keluh kesahku
dan selalu menyertai perjalanan hidupku
PAPA DAN MAMA
yang selalu mendoakanku di segala kondisiku, baik ataupun buruk yang selalu memberiku semangat dalam pengerjaan tugas akhir
dan yang mengajariku prihatin dalam segala hal
ADIKKU
yang memberiku penghiburan ketika aku jenuh dalam pengerjaan tugas akhir ini
TEMAN-TEMANKU
VITAMIN, Putri Ringgo, Ocha, Teman-teman satu bimbingan, Cathy, Ikha uyud, Inang Bintang, Teman-teman KKN
yang telah banyak membantuku dalam menyelesaikan pengerjaan tugas akhir
ALM. BONIFASIUS PRASETYA KRISSUTANTRIASA
yang telah menjadi semangat dalam pengerjaan tugas akhir walau hanya sebentar dan selalu mengingatkanku untuk tidak lupa berdoa serta tekun dalam
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 02 Mei 2012
vii
HUBUNGAN ANTARA KRISIS IDENTITAS, AFEK NEGATIF DAN PERILAKU INDISIPLIN PADA SISWA SMA KRISTEN 1 MAGELANG
Oktiesa Dinny Dewitya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin pada siswa SMA Kristen 1 Magelang. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin pada siswa SMA Kristen 1 Magelang. Subjek penelitian ini adalah 74 orang yang terdiri dari 36 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 38 siswa berjenis kelamin perempuan, usia 15-18 tahun serta berada di kelas X, XI dan XII. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala krisis identitas,skala afek negatif dan skala perilaku indisiplin. Reliabilitas skala krisis identitasdianalisis dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil 0,909 dari 24 item. Kemudian skala perilaku indisiplin diuji dengan metode serupa dan diperoleh angka sebesar 0,969. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis mediator dengan analisis regresi. Hasil analisis data pada tahap pertama menghasilkan nilai sebesar 0,005. Artinya terdapat hubungan yang signifikan dalam hubungan krisis identitas dengan perilaku indisiplin. Akan tetapi, dalam pengujian mediator diperoleh angka sebesar 0,935. Artinya variabel mediator (afek negatif) dalam penelitian ini tidak terbukti secara signifikan dapat memediasi hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin.
viii
RELATIONSHIP BETWEEN IDENTITY CRISIS, NEGATIVE AFFECT AND INDISIPLIN BEHAVIOR AT MAGELANG CHRISTIAN 1 HIGH
SCHOOL STUDENTS
Oktiesa Dinny Dewitya
ABSTRACT
This research aims to look the relationship between identity crisis with indisiplin behavior at Magelang Christian 1 High school students. The hypothesis is there a relationship between identity crisis with indisiplin behavior at Magelang Christian 1 High school students. The sample is 74 people consisting of 36 male students and 38 female students. Those who become research subjects were students aged 15-18 years old and was in class X, XI and XII. The collection of data used in this research using the identity crisis scale and indisiplin behavior scale. Reliability of the scale of identity crisis was tested by using coefficient reliability alpha cronbach method and the value of 24 items is 0,909. Then indisiplin behavior scale was tested with similar methods and obtained figures of 0,969. Data were analyzed using analysis techniques mediators. This technique is done in phases and to obtain a complete mediator must pass through stages after stages. The result of data analysis in the first stage produces value of 0,005. This means there is a significant relationship between identity crisis with indisiplin behavior. However, in the next stage the figure is 0,935. This means that mediator variable in this research did not prove to significantly mediate the relationship between two variables.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Oktiesa Dinny Dewitya
NIM : 079114104
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul:
“Hubungan antara Krisis Identitas, Afek Negatif dan Perilaku Indisiplin pada siswa SMA Kristen 1 Magelang”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa harus meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal : 02 Mei 2012 Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang sudah menyertai
sampai pada saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan antara Krisis Identitas, Afek Negatif dan Perilaku Indisiplin pada siswa SMA Kristen 1 Magelang”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan skripsi dan
yang telah berperan baik dalam memberikan waktu, tenaga serta pikirannya.
Semua tidak akan terselesaikan dengan baik apabila tidak ada bantuan serta
kerjasama dari:
1. Tuhan Yesus yang sudah memberikan akal dan pikiran untuk
menyelesaikan skripsi ini
2. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan fakultas Psikologi Sanata
Dharma yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi
3. Sekretariat Psikologi yang juga telah banyak membantu kelancaran dalam
penyusunan skripsi
4. Ibu Aquilina Tanti Arini selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penulis dalam penulisan skripsi serta telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini terselesaikan
5. Papa P.G Sapto Utomo dan Mama C.M Titik Sri Sayekti yang sudah
mendoakan dan memberi semangat untuk penulis dalam mengerjakan
xi
6. Adikku yang cantik Cornelia Seilsa Dewi yang juga selalu menghibur
penulis ketika mulai jenuh dan bosan dalam mengerjakan skripsi
7. Teman-teman penulis yang sudah banyak membantu serta sharing yang berguna untuk menyelesaikan skripsi
8. Alm. Bonifasius Prasetya Krissutantriasa selaku pacar yang juga banyak
memberikan penulis semangat dalam pengerjaan skripsi walaupun hanya
sebentar
9. SMA Kristen 1 Magelang selaku responden yang sudah ikut berpartisipasi
dalam memberikan data penelitian sehingga terselesaikannya skripsi ini
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu banyak penulis dalam penyusunan skripsi
Penulis juga menyadari bahwa karya sederhana ini memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan adanya kritik
serta saran yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembacanya.
Yogyakarta, 19 Januari 2012
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ..i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
xiii
1. Pengertian Siswa SMA ... 9
2. Pengertian Remaja ...9
3. Perkembangan pada Remaja ... 10
BAB III. METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
xiv
A. Pelaksanaan Penelitian ... 46
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 46
C. Hasil Analisis Data Penelitian ... 47
1. Uji Asumsi ... 47
a . Uji Normalitas ... 47
b. Uji Linearitas ... 49
2. Uji Hipotesis ... 49
D. Pembahasan ... 52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 57
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Bentuk dan Jenis Pelanggaran Berdasarkan Observasi dan Wawancara di
Beberapa SMA di Magelang ... 2
Tabel 2. Spesifikasi Skala Perilaku Indisiplin... 33
Tabel 3. Spesifikasi Skala Krisis Identitas ... 35
Tabel 4. Blue Print Skala Krisis Identitas ... 36
Tabel 5. Spesifikasi Skala Afek Negatif ... 36
Tabel 6. Blue Print Skala Afek Negatif ...37
Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Perilaku Indisiplin Setelah Digugurkan ... 39
Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Krisis Identitas Setelah Digugurkan ... 40
Tabel 9. Distribusi Aitem Skala Afek Negatif Setelah Digugurkan ... 41
Tabel 10. Deskripsi Usia Subjek ... 47
Tabel 11. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ... 47
Tabel 12. Uji Normalitas ... 48
Tabel 13. Uji Linearitas... 49
Tabel 14. Uji Regresi (1) ... 51
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dan Perilaku Indisiplin
Pada Siswa SMA ... 26
Gambar 2. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dan Perilaku Indisiplin
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Skala Krisis Identitas dan Skala Perilaku Indisiplin ... 60
Lampiran II Reliabilitas Alat Ukur ... 71
Lampiran III Hasil Uji Normalitas ... 78
Lampiran IV Hasil Uji Linearitas ... ..80
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan merupakan dasar dari kebangkitan suatu bangsa.
Pendidikan juga dapat memajukan kondisi kesejahteraan sebuah bangsa.
Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (Undang-undang no
2/1989 pasal 10 no 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekolah merupakan bangunan atau
lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi
pelajaran (menurut tingkatannya).
Sekolah memiliki aturan serta tata tertib untuk dilaksanakan oleh
warga sekolah (guru, siswa maupun staf dan karyawan). Peraturan sekolah
merupakan satu persetujuan yang telah disetujui bersama dan bertujuan
untuk mendisiplinkan warga sekolah. Setelah peraturan dibuat
ternyata tidak ada jaminan bahwa peraturan tersebut akan dipatuhi.
Pemahaman yang kurang terhadap peraturan sekolah serta kurang tegasnya
hukuman yang diberikan akan membuat siswa sering melanggar aturan
tersebut. Pelanggaran aturan dapat terjadi di sekolah mana saja. Hal
tersebut dapat dilihat dari survey awal yang dilakukan oleh peneliti.
wawancara 76 siswa oleh peneliti di sekolah menengah atas yang berbeda
di Magelang.
Tabel 1
Bentuk dan Jenis Pelanggaran Berdasarkan Observasi dan
Wawancara di Beberapa SMA di Magelang
No Bentuk dan Jenis Pelanggaran Jumlah
1 Pelanggaran kerapihan diri
- Gondrong (siswa laki-laki)
- Rambut diwarna selain warna hitam
9 4 5 2 Pelanggaran Disiplin Pakaian
- Baju seragam ketat
- Baju seragam sengaja dikeluarkan
- Tidak menggunakan kaos kaki/sengaja menggunakan kaos kaki dibawah mata kaki - Rok/celana dimodifikasi
3 Pelanggaran Disiplin Belajar dan Kelalaian Belajar - Bolos mata pelajaran
- Merokok di kantin saat kegiatan belajar mengajar
- Tidak mengikuti upacara
- Mengaktifkan handphone saat kegiatan belajar mengajar
- Tidak membawa buku pelajaran sesuai dengan jadwal
- Terlambat sekolah
- Tidak mengerjakan pekerjaan rumah
24
Berdasarkan pengamatan dan pengetahuan peneliti, terlihat bahwa
terhadap aturan atau disiplin di sekolahnya masing-masing yang
cenderung memiliki aturan sekolah yang serupa. Berdasarkan tabel di atas,
bentuk pelanggaran yang paling banyak dilakukan oleh mereka adalah
pelanggaran terhadap disiplin pakaian (26 siswa). Kemudian pelanggaran
terbanyak kedua adalah pelanggaran disiplin belajar dan kelalaian belajar
siswa (24 siswa). Selanjutnya pelanggaran kerapihan diri siswa terdapat 9
siswa, berkelahi dan berbicara dengan bahasa yang tidak sopan terdapat 8
siswa, lalu 5 siswa melakukan pelanggaran mencontek dan yang terakhir
sebanyak 4 siswa melanggar aturan sekolah dengan merokok dalam
lingkup sekolah.
Perilaku melanggar aturan dapat juga disebut sebagai perilaku
indisiplin. Hal ini dikarenakan perilaku melanggar aturan artinya sama
dengan tidak disiplin terhadap peraturan yang telah ditentukan
sebelumnya. Beberapa hasil penelitian sebelumnya dan pemberitaan di
media massa menunjukkan pula perilaku indisiplin siswa. Artikel dalam
Kompasiana yang berjudul „Anak “Bolos” Sekolah, Ayo Salah Siapa?‟
menunjukkan bahwa fenomena perilaku indisiplin pada siswa yaitu
membolos adalah hal yang biasa terjadi di lingkungan sekolah (Wibowo,
2009). Kemudian berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian yang
dilakukan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI terungkap masih ada
siswa yang melakukan pelanggaran disiplin seperti terlambat datang ke
sekolah, membolos, tidak memperhatikan pelajaran, keluar pada saat jam
sekolah (Meitavani, 2008). Perilaku-perilaku siswa tersebut cenderung
pada perilaku yang tidak sesuai dan menyimpang dari peraturan yang telah
dibuat oleh sekolah.
Norma/aturan yang berlaku di sekolah memiliki fungsi untuk
mewujudkan ketertiban di sekolah. Suasana tertib di sekolah diperlukan
agar proses pendidikan berjalan dengan baik. Perilaku melanggar
aturan/norma yang ada di masyarakat atau perbuatan yang melanggar
aturan/norma yang seharusnya ditaati merupakan bentuk perilaku
indisiplin. Oleh karena itu, perilaku indisiplin pada siswa dapat dipandang
sebagai perbuatan yang menganggu ketertiban dan menghambat
pencapaian tujuan sekolah.
Perilaku melanggar aturan juga memiliki beberapa akibat,
diantaranya para siswa tidak memiliki sikap disiplin, siswa mendapat
hukuman dari sekolah, dan pencemaran nama baik sekolah. Hukuman dari
sekolah biasanya diberikan oleh guru, misalnya guru yang memergoki para
siswanya secara langsung melakukan pelanggaran aturan atau tata tertib
sekolah. Perlakuan guru terkadang ada yang dinilai keras dan tidak keras,
dilihat dari sudut pandang siswa itu sendiri.
Penegakan disiplin oleh para guru terkadang ada yang melampaui
batas kewajaran, yakni melakukan tindak kekerasan terhadap siswa
dengan alasan menegakkan disiplin pada siswa tersebut. Beberapa contoh
kasus kekerasan guru terhadap murid dapat kita lihat di media massa
di tahun 2011 adalah kasus tanggal 17 Februari 2011 seorang siswi SMP
yang terlambat datang ke sekolah juga mengalami penganiayaan oleh
gurunya dengan bentuk tamparan, tendangan, dan pukulan menggunakan
benda tumpul hasil kerajinan murid yang terbuat dari tanah liat.
Contoh kasus kekerasan di atas memperlihatkan bahwa guru belum
memberi perlakuan yang tepat ketika para siswanya melanggar peraturan
sekolah. Guru yang merusak hasil kerajinan siswa juga merupakan suatu
bentuk ketidakpahaman guru pada sebuah karya milik siswa yang
mungkin dapat membuat siswa menjadi sakit hati atau rendah diri. Selain
itu, sebagian guru dinilai kurang bisa memahami kondisi psikologis para
siswanya ketika siswa melakukan pelanggaran aturan dalam sekolah. Hal
tersebut terjadi ketika guru hanya menghukum dan tidak mau tahu apa
yang melatarbelakangi seorang siswa melanggar aturan yang ada di
sekolah. Oleh karena itu, penting untuk memahami kondisi psikologis
siswa yang melakukan tindakan indisiplin dan sedang berada pada tahap
usia remaja.
Secara psikologis, masa remaja seseorang dimulai pada usia 12
sampai 21 tahun. Remaja dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu remaja awal
batasan usia 12-15 tahun, remaja tengah dengan batasan usia 15-18 tahun
dan remaja akhir dari usia 18-21 tahun (Monks, 2002). Masa remaja
merupakan suatu masa dimana ketakutan dan emosionalitas yang tidak
stabil. Masa remaja juga merupakan masa pembentukan identitas diri
menginjak usia remaja tentunya juga berada di tahap pencarian identitas
diri.
Keraguan remaja akan identitas diri dan kebingungan remaja dalam
menjalankan peran dalam suatu masyarakat membawa mereka ke suatu
keadaan yang disebut krisis identitas. Krisis identitas selalu dikaitkan
dengan usia remaja. Siswa di sekolah menengah atas yang tergolong
remaja tengah juga mengalami krisis identitas dalam diri mereka. Tahap
khas dari krisis identitas adalah remaja mencoba-coba segala identitas
(dari identitas positif dan negatif) untuk akhirnya menetapkan yang cocok
bagi dirinya (Erikson, 1989).
Penelitian mengenai krisis identitas dengan perilaku indisiplin
belum pernah ditemukan oleh peneliti. Akan tetapi, terdapat penelitian
yang mengkaitkan krisis identitas dengan kecenderungan berperilaku
agresif pada remaja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta (Siallagan, 2003).
Hasil dari penelitian tersebut adalah ada hubungan antara krisis identitas
dengan kecenderungan berperilaku agresif. Perilaku agresif yang
dimaksudkan dalam penelitian tersebut adalah perilaku yang mengarah
pada tindakan kekerasan dan menyerang serta menyakiti/melukai orang
lain. Penelitian ini menggunakan subjek laki-laki. Berdasarkan sudut
pandang peneliti, perilaku agresif merupakan salah satu dari beberapa
perilaku indisiplin. Hal tersebut dikarenakan perilaku agresif merupakan
suatu perilaku yang lebih khusus dibandingkan dengan perilaku indisiplin,
yang terdapat di dalam perilaku indisiplin adalah berkelahi. Apabila
perilaku yang khusus seperti perilaku agresif terdapat hubungan dengan
krisis identitas, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan
antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin, yang cakupan
perilakunya lebih luas atau umum. Penelitian lainnya mengenai perilaku
misbehavior terdapat pernyataan yang mengatakan bahwa salah satu penyebab perilaku indisiplin adalah jenis kelamin. Sutherland dan Cressey
dalam Abubakar dan Anwar (2011) membandingkan bahwa pelaku
indisiplin antara pria dan wanita dengan angka 15:1. Angka tersebut
menandakan bahwa dari 15 kasus indisiplin yang ditemukan, hanya satu
terjadi pada pelaku wanita. Hal ini menandakan bahwa wanita juga dapat
melakukan perilaku indisiplin, tidak hanya pria seperti pada subjek
penelitian krisis identitas diatas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti perilaku indisiplin yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun
oleh perempuan.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah
yang terdapat dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin pada siswa SMA?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah
yang berarti terhadap bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi
perkembangan dan psikologi pendidikan. Hal ini terkait dengan krisis
identitas serta perilaku indisiplin pada siswa di sekolah menengah
atas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pendamping remaja (orang tua, sekolah dan guru), dapat
memberi saran agar lebih mengenali remaja terkait dengan
pembentukan identitas diri dan dapat memberi perlakuan yang
tepat pada pelaku indisiplin, khususnya remaja yang sedang
berada pada masa krisis identitas.
b. Bagi remaja, diharapkan penelitian ini dapat memberi
informasi mengenai krisis identitas yang mungkin dialaminya
serta hubungannya dengan perilaku indisiplin sehingga dapat
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Siswa SMA dalam Tahap Perkembangan Remaja
1. Pengertian Siswa SMA
Menurut Kamus Besar Indonesia Kontemporer, siswa adalah orang
yang menuntut ilmu di sekolah dasar sampai sekolah menengah. Siswa yang
bersekolah di sekolah dasar hingga sekolah menengah memiliki rentang usia
antara enam sampai delapan belas tahun. Siswa sekolah menengah atas
berada pada rentang usia lima belas sampai delapan belas tahun sehingga
siswa pada sekolah menengah termasuk dalam tahap remaja.
2. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan
biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Senada dengan
pengertian diatas, Papalia (2005) juga mendefinisikan masa remaja sebagai
masa transisi antara anak-anak dan dewasa yang meliputi perubahan fisik,
kognitif dan psikososial.
Menurut Erikson (1989), masa remaja adalah suatu periode
lingkaran hidup yang dilalui setiap orang yang beranjak dari masa
kanak-kanak dan menuju masa dewasa. Masa remaja mengharuskan setiap remaja
lihat dalam dirinya sendiri dan bagaimana menurut penilaian serta
pengharapan dari orang lain.
Batasan usia masa remaja adalah masa diantara 12-21 tahun.
Perinciannya yaitu 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir (Monks, 2002). Senada
dengan pendapat diatas, Erikson dalam Gunarsa (2003) membagi masa
remaja menjadi tiga, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan 15-18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun.
3. Perkembangan pada Remaja
Remaja memiliki tiga aspek dalam tahap perkembangannya, yaitu
perkembangan fisik, kognitif dan sosial-emosional dengan rincian sebagai
berikut:
a. Perkembangan Fisik, faktor-faktor hormonal dianggap dapat
menjelaskan minimal sebagian dari meningkatnya emosi-emosi
negatif yang berubah-ubah yang merupakan karakteristik dari
remaja (Santrock, 2002).
b. Perkembangan kognitif, memiliki ciri utama yaitu pemikiran
operasional formal. Tahap ini remaja mulai berpikir abstrak dan
secara hipotesis, mengembangkan berbagai solusi dalam
memecahkan sebuah masalah, dan dalam tahap ini pemikiran
remaja juga sudah mulai sistematik.
Pengambilan keputusan yang terjadi selama perkembangan
logika tetapi juga dipengaruhi oleh pendapat dan opini berdasar
fakta-fakta yang gamblang atau dengan kata lain kepercayaan
pribadi/masyarakat (Bukatko, 2008).
c. Perkembangan sosial dan emosional memiliki ciri khusus, yaitu
pengalaman remaja lebih negatif dan memiliki interaksi yang
negatif dengan orang tua daripada dengan anak dari usia lain.
Remaja yang berada dalam tahap perkembangan ini
menggunakan strategi regulasi emosi seperti melakukan
pemecahan masalah daripada penolakan atau merenung, lebih
sedikit menggunakan kategori internalizing dan externalizing problems. Internalizing problems adalah gangguan afek seperti perasaan bersalah dan kesedihan dan dalam beberapa kasus,
kecemasan dan depresi. Externalizing problems adalah manifestasi dari perilaku yang langsung keluar, biasanya agresi
atau perilaku tantrum yang dikendalikan oleh kemarahan.
Remaja yang memiliki kasih sayang yang terjamin
menunjukkan banyak kualitas positif, termasuk harga diri yang
tinggi, perasaan kuat terhadap identitas dirinya, sedikit gejala
depresi dan kompetensi sosial. Kasih sayang yang terjamin
pasangannya dan pada akhirnya dengan anak-anak mereka
(Bukatko, 2008).
Senada dengan pernyataan Bukatko (2008) dan Santrock (2002) di
atas mengenai perkembangan sosial dan emosional remaja yang cenderung
negatif, tingkah laku-tingkah laku yang selalu terdapat pada remaja
(Sarwono, 2007):
1. Pemalu dan perasa, tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif
sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di
lapangan psikologik remaja.
2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus
menerus merasakan pertentangan antarsikap, nilai, ideologi dan
gaya hidup. Konflik ini dipertajam dengan keadaan diri remaja
yang berada di ambang peralihan antara masa anak-anak dan
dewasa, sehingga ia dapat disebut manusia “marginal” (dalam arti:
anak bukan, dewasa pun bukan). Ia jadi tidak punya tempat
berpijak yang bisa memberinya rasa aman, kecuali dalam
hubungannya dengan teman-teman sebayanya.
3. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut diatas muncul dalam
bentuk ketegangan emosi yang meningkat.
4. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang
sangat ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis,
akibatnya sering muncul tingkah laku radikal dan memberontak di
5. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada berbagai
individu yang berbeda akan sangat ditentukan oleh sifat dan
kekuatan dorongan-dorongan yang saling berkonflik tersebut
diatas.
B.Perilaku Melanggar Aturan atau Indisplin
1. Definisi Perilaku Melanggar Aturan atau Indisplin
Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku melanggar aturan atau
dengan kata lain perilaku indisiplin. Definisi perilaku indisiplin akan
diuraikan oleh peneliti diawal dengan menggunakan definisi-definisi dari
kata dasarnya yaitu disiplin. Berikut merupakan uraian beberapa definisi
disiplin dimulai terlebih dahulu oleh definisi dari perilaku.
Definisi perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Selanjutnya definisi disiplin memiliki pengertian sebagai (1) tata tertib (di
sekolah, kemiliteran dll); (2) ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata
tertib dsb); (3) bidang studi yang memiliki objek, sistem dan metode
tertentu. Pengertian berdisiplin adalah menaati atau mematuhi tata tertib.
Disiplin berasal dari kata “disciple” yakni seseorang yang belajar
secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru
merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari
mereka, cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi,
disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa
pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap
peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua,
disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri, agar dapat
berperilaku tertib (Natalia, 2010).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
disiplin adalah tanggapan atau reaksi seseorang yang menunjukkan
ketaatan atau kepatuhan kepada praturan (tata tertib dsb) secara suka rela.
Perilaku indisiplin adalah tanggapan atau reaksi seseorang yang tidak taat
atau patuh kepada peraturan (tata tertib dsb).
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku Melanggar Aturan atau Indisiplin
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku indisiplin berdasar
definisi disiplin di atas (Hurlock, 1978) yaitu:
a. Orang tua, sebagai teladan di rumah dalam berperilaku disiplin.
Apabila orang tua tidak dapat memberikan teladan yang baik
maka anak dapat berperilaku indisiplin.
b. Guru, sebagai panutan dan pendamping dalam meningkatkan
kedisiplinan di sekolah. Kurangnya kepedulian guru dapat
c. Masyarakat, sebagai contoh dan pendukung bagi remaja untuk
berperilaku tertib. Kurangnya dukungan dari masyarakat atau
salahnya remaja dalam memilih model identifikasi juga dapat
menyebabkan anak berperilaku indisiplin.
d. Teman sebaya, terkadang teman sebaya juga dapat menjadi
panutan karena adanya konformitas pada remaja. Apabila
remaja salah dalam memilih teman dapat menyebabkan perilaku
indisiplin juga pada remaja.
Penelitian indisiplin merupakan salah satu dari delinkuensi atau yang
biasa disebut kenakalan remaja. Oleh karena itu, peneliti juga
menggunakan beberapa faktor yang mempengaruhi delinkuensi pada
remaja menurut Erikson dalam Santrock (2003).
Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Identitas negatif, Erikson yakin bahwa perilaku delinkuensi muncul
karena remaja gagal menemukan suatu identitas peran.
b. Kontrol diri rendah, beberapa anak dan remaja gagal memperoleh
kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses
pertumbuhan.
c. Usia, munculnya tingkah laku antisosial di usia dini (anak-anak)
berhubungan dengan perilaku delinkuensi yang lebih serius
nantinya di masa remaja. Namun demikian, tidak semua anak
bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku
d. Jenis kelamin (laki-laki), anak laki-laki lebih banyak melakukan
tingkah laku antisosial daripada anak perempuan.
e. Pengaruh orang tua dan keluarga. Seseorang berperilaku nakal
seringkali berasal dari keluarga, di mana orang tua menerapkan
pola disiplin secara tidak efektif, memberikan mereka sedikit
dukungan, dan jarang mengawasi anak-anaknya sehingga terjadi
hubungan yang kurang harmonis antar anggota keluarga, antara
lain hubungan dengan saudara kandung dan sanak saudara.
Hubungan yang buruk dengan saudara kandung di rumah akan
cenderung menjadi pola dasar dalam menjalin hubungan sosial
ketika berada di luar rumah.
f. Pengaruh teman sebaya. Memiliki teman-teman sebaya yang
melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku
kenakalan.
g. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Tempat dimana
individu tinggal dapat membentuk perilaku individu tersebut,
masyarakat dan lingkungan yang membentuk kecenderungan kita
untuk berperilaku ”baik” atau ”jahat”.
Berdasarkan uraian faktor-faktor di atas, dapat ditarik kesimpulan
tentang beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku melanggar aturan
atau indisiplin, yaitu:
a. Faktor Intern:
ii) Kontrol Diri rendah
iii) Usia
iv) Jenis Kelamin
b. Faktor Ekstern
i) Orang Tua
ii) Guru
iii) Teman sebaya
iv) Lingkungan masyarakat
3. Jenis – jenis Perilaku Melanggar Aturan atau Indisiplin
Perilaku Indisiplin menurut Karuppaya (2007) yang disebut juga
dengan misbehaviour adalah kecurangan sekolah dan kecurangan kelas,
mengancam siswa lain, mencuri, kasar, berkelahi, datang terlambat
sekolah atau kelas, membuat bising, vandalisme dan membolos.
Berdasarkan hasil survei peneliti dan buku panduan tata tertib di
Sekolah Menengah Atas Kristen 1 Magelang, diperoleh beberapa macam
jenis perilaku melanggar aturan atau indisiplin pada siswa, antara lain:
1. Keterlambatan dan perizinan
Jenis pelanggaran dalam bidang keterlambatan dan perizinan adalah:
i. Terlambat masuk sekolah
ii. Tidak mengikuti ekstrakurikuler wajib atau pilihan tanpa izin
iii. Terlambat masuk kelas setelah istirahat atau pergantian jam
pelajaran
2. Pakaian, sepatu dan aksesoris
Jenis pelanggaran dalam bidang pakaian, sepatu dan aksesoris adalah:
i. Memakai seragam tidak rapi
ii. Memakai pakaian ketat/rok mini/celana sempit/celana cutbray
iii. Memakai sepatu selain warna hitam tiap hari Senin dan Selasa
iv. Siswa putri berhias dan memakai perhiasan berlebihan
Siswa putra memakai anting
3. Rambut
Jenis pelanggaran aturan dalam bidang rambut adalah:
i. Siswa putra rambut menutup krah kemeja atau telinga atau alis,
kribo/gondrong
Siswa putri rambut bagian depan menutup muka atau klewer
ii. Rambut dicat selain warna hitam dan dipotong tidak rapi
4. Ketertiban
Jenis pelanggaran dalam bidang ketertiban adalah:
i. Membuat kegaduhan dalam kelas
ii. Mengaktifkan handphone, ipod, mp3 saat KBM berlangsung
5. Merokok
Jenis pelanggaran dalam bidang merokok adalah:
i. Membawa rokok ke dalam lingkungan sekolah
ii. Menghisap rokok di dalam lingkungan sekolah
6. Berkelahi
i. Berkelahi antar siswa/kelas
ii. Berkelahi/tawuran dengan siswa sekolah lain
iii. Menjadi penyebab dan pemicu perkelahian
7. Mencuri atau memeras dan meminta dengan paksa/ancaman serta
semua pelanggaran yang mencemarkan nama baik sekolah
Jenis pelanggaran dalam bidang di atas adalah:
i. Saya mencuri barang milik teman, sekolah, guru dan karyawan
ii. Saya membawa benda-benda/alat-alat/buku bacaan dll yang
bertentangan dengan pendidikan
8. Senjata Tajam
i. Membawa senjata tajam/api tanpa izin
ii. Menggunakan senjata tajam/api untuk mengancam, melukai
orang lain
9. Narkoba dan Minuman Keras
i. Mabuk karena minuman keras, narkoba atau sejenisnya di
lingkungan sekolah
ii. Membawa minuman keras, narkoba atau sejenisnya di
lingkungan sekolah
iii. Menggunakan narkoba atau sejenisnya di lingkungan sekolah
Tinggi rendahnya Perilaku Indisiplin dapat terlihat dari frekuensi
(seberapa sering seseorang melanggar aturan) dan/atau tingkatan
destruktifnya. Tingkatan destruktif ditentukan dari urutan sanksi yang
diasumsikan sama oleh peneliti dengan tingkatan destruktif dari tindakan
indisiplin bagi pengembangan diri siswa. Dasar teori dalam menentukan
tingkatan destruktifnya adalah tujuan dari pengertian disiplin, yaitu
mengembangkan diri. Perilaku indisiplin yang satu dengan yang lain
memiliki tingkat destruktif (kerusakan bagi diri sendiri atau orang lain)
yang berbeda-beda. Tingkatan destruktif tersebut memiliki dampak bagi
perkembangan diri remaja. Tingkat destruktif pada level yang tinggi dapat
berakibat lebih buruk untuk perkembangan diri remaja dibandingkan
tingkat destruktif pada level yang rendah.
Berdasarkan peraturan tata tertib SMA Kristen 1 Magelang, urutan
tingkat destruktifnya dari rendah ke tinggi adalah:
1. Keterlambatan dan perizinan
2. Pakaian, sepatu dan aksesoris
3. Rambut
4. Ketertiban
5. Merokok
6. Berkelahi
7. Mencuri/memeras dengan paksa/ancaman serta semua pelanggaran
yang mencemarkan nama baik sekolah
8. Senjata tajam
C. Krisis Identitas
Identitas merupakan sesuatu yang pada dasarnya tinggal dalam diri
seseorang dan sifatnya akan tetap sama selama perkembangan hidup
walaupun terjadi berbagai macam perubahan (Erikson, 1989). Identitas dapat
digambarkan baik secara positif atau negatif, tergantung bagaimana remaja
memutuskan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka yakini ataupun
apa yang mereka tidak inginkan untuk menjadi apa dan apa yang mereka
tidak percayai (Feist, 2010). Remaja seringkali menyangkal standar yang
ditentukan oleh orang yang lebih tua dan lebih memilih nilai-nilai teman
kelompok atau sebaya. Namun demikian lingkungan masyarakat di sekitar
mereka memainkan peranan yang penting dalam membentuk identitas pada
remaja (Feist, 2010).
Menurut Marcia dalam Santrock (2002), status identitas ditentukan oleh
ada atau tidaknya Krisis dan Komitmen. Krisis yang juga dikenal dengan
sebutan eksplorasi adalah suatu aktivitas yang secara aktif dilakukan individu
untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengintepretasi dengan seluruh kemampuan akal, pikiran dan potensi yang
dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif
pilihan.
Menurut Marcia dalam Rice&Dolgin (2002), krisis disini lebih mengarah
pada periode remaja dalam memilih berbagai alternatif yang berarti. Marcia
juga menjelaskan bahwa selama masa remaja, ada sebuah periode yang
disebut moratorium. Moratorium artinya adalah sebuah periode untuk
seseorang menunda yang belum siap membuat keputusan/asumsi dari sebuah
kewajiban. Beberapa subjek yang berada di periode moratorium akan
berakhir pada krisis yang berkelanjutan.
Masa remaja menjadi masa „krisis identitas‟, yang berarti remaja untuk
pertama kalinya harus menentukan siapa dan menjadi apakah dirinya
sekarang dan di masa depannya. Tahap khas dari krisis identitas adalah ketika
remaja mencoba-coba dengan segala identitas (berbagai macam konfigurasi
dari identitas positif sampai dengan negatif) untuk akhirnya menetapkan
mana yang cocok untuk mereka. Masa remaja merupakan peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, sehingga remaja harus melepaskan segala
identitas infantil yang tidak berguna lagi dan harus mengembangkan minat
baru untuk menjadi seseorang yang dapat diterima oleh masyarakat (Erikson,
1989).
Menurut Erikson (1989), Krisis identitas merupakan sebuah periode yang
dialami remaja akan ketidaktentuan tentang siapa dirinya dan peran apa yang
mereka gunakan di dalam lingkungan masyarakat.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Krisis Identitas adalah sebuah periode yang dialami oleh remaja akan
ketidaktentuan tentang siapa dirinya dan peran apa yang akan mereka
gunakan dalam sebuah lingkungan masyarakat sehingga mereka
mencoba-coba atau menjelajah berbagai hal atau kemungkinan untuk menemukan
D. Afek Negatif
Afek negatif merupakan perasaan-perasaan negatif seperti marah, takut,
sedih, merasa bersalah, jijik dan muak (Baumgardner&Crothers, 2009).
Kebingungan identitas pada remaja dapat mengakibatkan suasana
ketakutan, ketidakpastian, ketegangan, isolasi dan ketidaksanggupan
mengambil keputusan. Remaja merasa bahwa masyarakat memaksa dia untuk
mengambil suatu keputusan penting tetapi remaja merasa tidak sanggup
sehingga remaja menjadi lebih bersifat menentang lagi (Erikson, 1989).
Kebingungan identitas adalah normal dan dibutuhkan. Remaja harus
mengalami sedikit keraguan dan kebingungan akan diri mereka sebelum
mereka dapat mengembangkan identitas yang lengkap (Feist, 2010). Sebuah
krisis tidak harus menandakan ancaman atau malapetaka melainkan “titik
balik, periode penting akan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya
potensi” (Erikson dalam Feist, 2010).
L.W.Pye dalam Erikson (1989) mengatakan remaja yang mengalami krisis
identitas akan berada pada:
a. periode kemurungan (muram) serta perasaan sensitif
b. periode dari pikiran gelisah dan badan lesu
c. masa rasa berambisi serta keinginan kuat untuk menjelajah dan
mengenal segala kemungkinan
d. masa kebimbangan tak terduga antara keduniawian yang berlebihan
e. masa antara usaha menjadi lebih dewasa daripada orang dewasa
sendiri lalu menjadi lebih bersifat kekkanakan daripada
anak-anak.
Menurut Marcia dalam Rice&Dolgin (2002), konsekuensi dari krisis
yang berkelanjutan adalah remaja terlihat bingung, tidak stabil dan tidak
senang/puas. Beberapa remaja yang berstatus moratorium menghindari
urusan dengan problem-problem dan mereka bisa memiliki kecenderungan
menunda pekerjaan (prokrastinasi). Oleh karena para remaja mengalami
krisis, mereka bisa menjadi cemas.
Berdasarkan akibat krisis identitas dan ciri-ciri remaja yang
mengalami krisis yang dikemukakan oleh Erikson serta beberapa konsekuensi
dari krisis yang berkelanjutan menurut Marcia, maka dapat disimpulkan
bahwa aspek yang terdapat pada afek negatif adalah: Perasaan bimbang,
gelisah, bingung, tidak stabil, murung (muram), dan badan lesu. Remaja yang
sedang mengalami krisis identitas biasanya disertai dengan afek negatif
E. Dinamika Hubungan Antar Variabel
1. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dengan Perilaku Melanggar Aturan atau Perilaku Indisiplin pada Siswa SMA
Krisis identitas merupakan periode yang dialami oleh remaja
akan ketidaktentuan tentang siapa dirinya dan peran apa yang akan
digunakan di dalam lingkungan tempat mereka tinggal. Keadaan ini
dapat membuat remaja berperilaku mencoba-coba atau
mengeksplorasi segala identitas serta berbagai hal atau kemungkinan
untuk akhirnya dipilih yang sesuai dengan jati dirinya dan
dipergunakan di dalam sebuah kelompok masyarakat. Hal tersebut
merupakan tahap khas dari krisis identitas yang dikemukakan oleh
Erikson (1989).
Remaja dalam perkembangan sosialnya, memiliki interaksi
negatif terhadap figur otoritas dibanding dengan teman sebaya. Hal
tersebut dapat menyebabkan remaja dapat bersikap atau berperilaku
terbalik dari harapan-harapan figur otoritas yang ada di sekitar remaja
(Bukatko, 2008). Berdasarkan perkembangan kognitif yang dialami
remaja, remaja juga bisa menjadi over kritis karena pemikiran
operasionalnya belum matang sehingga dapat mencoba-coba hal-hal
di luar batas yang telah ditentukan oleh figur otoritas (Bukatko, 2008).
Remaja yang mencoba-coba segala hal bisa salah atau keliru dalam
memilih model identifikasi. Remaja yang keliru dalam memilih model
remaja tersebut negatif. Identitas negatif itu sendiri merupakan satu
dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya perilaku
indisiplin.
Gambar 1. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dan
Perilaku Indisiplin Pada Siswa SMA Krisis Identitas
Tahap Khas : mencoba-coba berbagai identitas serta mengeksplorasi (menjelajah) segala hal/kemungkinan untuk memperoleh jati dirinya di
dalam sebuah kelompok
masyarakat.
Keliru dalam memilih model identifikasi
Identitas negatif
Perilaku Indisiplin
2. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dan Perilaku Indisiplin dengan Mediator Afek Negatif
Remaja memiliki batas rentangan yaitu 12-21 tahun. Remaja
dibagi menjadi tiga, yaitu remaja awal, tengah dan akhir. Siswa SMA
termasuk dalam remaja tengah dengan rentang usia 15-18 tahun.
Remaja yang dalam proses mencari identitas adalah orang yang ingin
menentukan siapa dan bagaimana dia pada saat ini dan siapa atau
apakah yang dia inginkan di masa mendatang. Masa remaja juga
sering dikaitkan dengan masa krisis identitas yaitu remaja mengalami
kekacauan identitas dan kebingungan peran yang lebih berat dan
mendalam dari sebelumnya.
Menurut Erikson (1989) dan Marcia dalam Rice&Dolgin
(2002), krisis identitas yang dialami oleh remaja biasanya disertai
dengan afek yang negatif antara lain : perasaan bimbang, gelisah,
bingung, tidak stabil, murung (muram) dan badan lesu. Kemudian
krisis identitas juga memiliki beberapa akibat yaitu: remaja
mengalami suasana takut, suasana tidak pasti (bimbang), tegang,
isolasi dan tidak sanggup dalam mengambil keputusan.
Remaja yang memiliki perasaan-perasaan tersebut merasa
bahwa masyarakat memaksa dia untuk mengambil suatu keputusan
penting tetapi remaja merasa tidak sanggup sehingga remaja lebih
bersifat menentang (Erikson, 1989). Sikap menentang remaja tersebut
remaja menentang dan memberontak terhadap peraturan yang ada baik
itu di rumah, sekolah atau masyarakat. Peraturan yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah peraturan sekolah. Hal ini menandakan
bahwa remaja memiliki perilaku yang tidak mengindahkan peraturan
yang telah ditetapkan di sekolah, dengan kata lain remaja memiliki
perilaku melanggar aturan atau perilaku indisiplin.
Gambar 2. Dinamika Hubungan Antara Krisis Identitas dan
Perilaku Indisiplin dengan Mediator Afek Negatif
Pada Siswa SMA Krisis Identitas
Afek negatif:
Bimbang
Gelisah
Bingung
Tidak stabil
Murung (muram)
Badan lesu
Tidak sanggup dalam mengambil keputusan VS
Remaja merasa bahwa masyarakat memaksa dia untuk mengambil keputusan
Sikap menentang
F. Hipotesis
Beradasarkan kajian teori dan kerangka konseptual peneliti, maka
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis Mayor: Ada hubungan antara krisis identitas dengan perilaku melanggar aturan (indisiplin) pada siswa SMA.
30 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian inferensial dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif korelasi. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan kesimpulan antar variabel.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel tergantung / Y : perilaku indisiplin
2. Variabel bebas / X : krisis identitas
3. Variabel mediator / M : afek negatif
C. Definisi Operasional 1. Perilaku Indisiplin
Perilaku indisiplin adalah reaksi seseorang yang tidak taat atau
patuh terhadap peraturan atau tata tertib yang berlaku di dalam
sekolah.
Skor yang tinggi menunjukkan bahwa siswa SMA semakin sering
melanggar peraturan serta semakin tinggi tingkatan destruktifnya.
Sebaliknya skor yang rendah menunjukkan bahwa siswa SMA
semakin jarang melanggar aturan sekolah serta semakin rendah
2. Krisis Identitas
Krisis identitas adalah suatu keadaan yang dialami remaja akan
ketidaktentuan tentang siapa dirinya dan peran apa yang akan mereka
gunakan dalam sebuah masyarakat. Tahap khas dari krisis identitas
adalah perilaku eksplorasi (menjelajah) pada remaja.
Skor yang tinggi menandakan bahwa krisis identitas tergolong
tinggi dan sebaliknya skor yang rendah menandakan bahwa krisis
identitas tergolong rendah.
3. Afek negatif
Afek negatif adalah beberapa perasaan negatif yang muncul dalam
diri akibat adanya krisis identitas yang dialami oleh para remaja. Afek
negatif diukur dengan menggunakan skala afek negatif yang dibuat
berdasarkan pengertian afek negatif.
Skor yang tinggi menandakan bahwa afek negatif yang dialami
tergolong tinggi dan sebaliknya skor yang rendah menandakan afek
negatif yang dialami tergolong rendah.
D. Subjek Penelitian
Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko & Achmadi,
2007). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Kristen 1
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Alat untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode
angket. Metode angket yang digunakan oleh peneliti berupa dua buah
skala untuk mengungkap perilaku indisiplin dan krisis identitas.
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan tryout terpakai, dimana peneliti menggunakan satu bentuk tes yang dilakukan satu kali
dalam sekelompok subjek penelitian.
1. Skala Perilaku Indisiplin
Perilaku indisiplin akan diungkap melalui kuesioner yang berisi
berbagai jenis pelanggaran aturan sekolah berdasarkan peraturan tata
tertib Sekolah Menengah Atas Kristen 1 di Magelang. Siswa diminta
untuk mengisi kuesioner tersebut sesuai dengan keadaan dirinya.
Tinggi rendahnya perilaku tersebut dilihat dari seringnya (frekuensi)
dan/atau tingkatan destruktif yang dilakukan. Skor yang tinggi
menunjukkan bahwa siswa SMA semakin sering melanggar peraturan
serta semakin tinggi tingkatan destruktifnya. Sebaliknya skor yang
rendah menunjukkan bahwa siswa SMA semakin jarang melanggar
aturan sekolah serta semakin rendah tingkatan destruktifnya.
Berdasarkan peraturan sanksi dari sekolah, urutan tingkatan destruktif
dari yang terendah hingga tertinggi adalah apabila memiliki ciri
a) Siswa yang melakukan pelanggaran ringan, dinilai 1
b) Siswa yang melakukan pelanggaran tengah, dinilai 2
c) Siswa yang melakukan pelanggaran berat, dinilai 3
Tabel 2
Spesifikasi Skala Perilaku Indisiplin
No Indikator Nomor
7. Mencuri atau memeras dan
9. Narkoba dan minuman
keras
8, 16, 21 3 3
Jumlah 24
a. Susunan Skala
Skala perilaku indisiplin terdiri dari 24 aitem yang
mencakup pernyataan-pernyataan yang mengarah pada keadaan
perilaku indisiplin.
b. Bobot Penilaian
Aitem (pernyataan) diberi nilai 4 untuk jawaban SS (Sangat
Sering); nilai 3 untuk jawaban S (Sering); nilai 2 untuk jawaban
KK (Kadang-kadang) dan nilai 1 untuk jawaban TP (Tidak
Pernah).
Dalam skala perilaku indisiplin, bobot penilaiannya adalah
berdasarkan frekuensi (seberapa sering perilaku indisiplin
dilakukan) dan tingkat destruktif dari perilaku indisiplin yang
dilakukan. Tingkatan destruktif seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, ada tiga tingkatan dari yang tingkat destruktif rendah
sampai dengan tinggi. Tingkatan satu ke tingkatan berikutnya (dari
rendah ke tinggi) masing-masing diberi nilai kelipatan satu. Cara
penilaiannya, skor frekuensi dikalikan skor tingkat destruktif
sehingga mendapatkan hasil akhir penilaian skala perilaku
2. Skala Krisis Identitas
Krisis identitas akan diungkap melalui kuesioner yang berisi
perilaku eksplorasi (menjelajah) remaja untuk memperoleh jati dirinya
di tengah masyarakat. Kemudian siswa diminta untuk mengisi
kuesioner tersebut sesuai dengan keadaan yang ada pada dirinya
sendiri.
Tabel 3
Spesifikasi Skala Krisis Identitas
No. Indikator Nomor aitem Jumlah
1 Keinginan remaja untuk
menjelajah dan mengenal
aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable berisi
aitem yang mengarah pada keadaan krisis identitas, sedangkan
aitem unfavorable berisi aitem yang tidak mengarah pada keadaan
krisis identitas.
b. Bobot Penilaian
Aitem yang bersifat favorable diberi nilai 4 untuk jawaban
jawaban KS (Kurang Sesuai) dan nilai 1 untuk jawaban STS
(Sangat Tidak Sesuai).
Tabel 4
Blue Print Skala Krisis Identitas
No Jenis aitem Nomor dalam skala Jumlah
1 Favorable 1, 5, 9, 12, 16, 23 6
2 Unfavorable 2, 6, 13, 17, 20, 24 6
Total 12
3. Skala Afek Negatif
Afek negatif akan diungkap melalui kuesioner yang berisi beberapa
perasaan negatif yang dapat muncul ketika krisis identitas tengah
berlangsung. Kemudian siswa diminta untuk mengisi kuesioner
tersebut sesuai dengan keadaan yang ada pada dirinya sendiri.
Tabel 5
Spesifikasi Skala Afek Negatif
No. Indikator Nomor aitem Jumlah
1 Perasaan bimbang, gelisah,
bingung, tidak stabil, murung
a. Susunan Skala
Skala afek negatif terdiri dari 12 aitem yang mencakup
aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable berisi
aitem yang mengarah pada perasaan-perasaan negatif yang
muncul ketika remaja mengalami krisis identitas, sedangkan
aitem unfavorable berisi aitem yang tidak mengarah pada
perasaan-perasaan negatif yang muncul ketika remaja
mengalami krisis identitas.
b. Bobot penilaian
Aitem yang bersifat favorable diberi nilai 4 untuk jawaban
SS (Sangat Sesuai); nilai 3 untuk jawaban S (Sesuai); nilai 2
untuk jawaban KS (Kurang Sesuai) dan nilai 1 untuk jawaban
STS (Sangat Tidak Sesuai).
Tabel 6
Blue Print Skala Afek Negatif
No Jenis aitem Nomor dalam skala Jumlah
1 Favorable 3, 7, 10, 14, 18, 22 6
2 Unfavorable 4, 8, 11, 15, 19, 21 6
F. Kredibilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran.
Pengukuran sendiri dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak
suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan
oleh skornya pada instrumen pengukur yang bersangkutan (Azwar,
2009). Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sarwono,
2006).
Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menunjukkan
sejauh mana aitem-aitem dalam tes (skala penelitian) mencakup
keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh peneliti atau sejauh
mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar,
2009).
2. Seleksi Aitem
Prosedur pengujian konsistensi aitem-total akan menghasilkan
koefisien korelasi aitem-total (rix) yang umum juga dikenal dengan sebutan indeks daya beda aitem. Menurut Azwar (2009), pada hakikatnya suatu aitem yang konsisten merupakan aitem yang mampu
menunjukkan perbedaan antar subjek pada aspek yang diukur oleh tes
1. Skala Perilaku Indisiplin
Aitem dalam skala ini akan lolos seleksi apabila memiliki
koefisien daya beda (rix) ≥ 0,30. Pada skala perilaku indisiplin
diperoleh 20 aitem yang lolos seleksi dari 24 aitem yang ada.
Distribusi aitem perilaku indisiplin yang telah lolos seleksi
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Distribusi Aitem Skala Perilaku Indisiplin
Setelah Digugurkan
7. Mencuri atau memeras
dan meminta dengan
paksa/ancaman serta
semua pelanggaran yang
disesuaikan dengan komposisi tiap indikator yang akan diukur.
2. Skala Krisis Identitas
Aitem dalam skala ini akan lolos seleksi apabila memiliki
koefisien daya beda (rix) ≥ 0,30. Pada skala krisis identitas
diperoleh 9 aitem yang lolos seleksi dari 12 aitem yang ada.
Distribusi aitem krisis identitas yang telah lolos seleksi dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8
Distribusi Aitem Skala Krisis Identitas
Jumlah 9 aitem yang telah lolos seleksi juga telah
disesuaikan dengan komposisi tiap indikator yang akan diukur.
3. Skala Afek Negatif
Aitem dalam skala ini akan lolos seleksi apabila memiliki
koefisien daya beda (rix) ≥ 0,30. Pada skala afek negatif
diperoleh 11 aitem yang lolos seleksi dari 12 aitem yang ada.
Distribusi aitem afek negatif yang telah lolos seleksi dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9
Distribusi Aitem Skala Afek Negatif
Setelah Digugurkan
No Jenis aitem Nomor dalam
skala
Jumlah
1 Favorable 7, 10, 14, 18, 22 5
2 Unfavorable 4, 8, 11, 15, 19, 21 6
Total 11
Jumlah 11 aitem yang telah lolos seleksi juga telah
disesuaikan dengan komposisi tiap indikator yang akan diukur.
3. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai
hasil skala pengukuran tertentu (Sarwono, 2006). Hasil pengukuran dapat
terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama,
selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah
(Azwar, 2009).
Pada umumnya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila
koefisiennya mencapai 0,900. Dengan mengetahui tingginya koefisien
reliabilitas suatu skala orang dapat menentukan sejauhmana ia boleh dan
bersedia mempercayai skor hasil tes tersebut (Azwar, 2009). Pengujian
reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan SPSS for windows versi 16.0.
Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh pada skala perilaku
indisiplin adalah 0, 960. Kemudian setelah seleksi aitem dengan
menggugurkan aitem-aitem yang tidak terpakai, diperoleh koefisien
reliabilitas alpha sebesar 0,969.
Selanjutnya hasil perhitungan koefisien reliabilitas alpha yang
diperoleh pada skala krisis identitas adalah 0,909. Setelah dilakukan
seleksi aitem dengan menggugurkan aitem-aitem yang tidak terpakai,
diperoleh hasil perhitungan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,949.
Kemudian hasil perhitungan koefisien reliabilitas alpha yang
diperoleh pada skala afek negatif diperoleh angka sebesar 0,947.
Kemudian setelah seleksi aitem dengan menggugurkan aittem-aitem yang
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis mediator. Teknik ini digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara perilaku indisiplin dengan krisis identitas dan mengetahui
ada tidaknya peran mediator diantara hubungan kedua variabel. Sebelum
melakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran
atau distribusi data variabel bebas (krisis identitas) dan variabel
tergantung (perilaku indisiplin) bersifat normal atau tidak. Uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Testdalam program SPSS for windows versi 16.0. normal atau tidaknya sebaran atau distribusi data dapat terlihat dari taraf signifikansi ≥ 0,05.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pola hubungan antara variabel bebas (krisis identitas) dan variabel
tergantung (perilaku indisiplin) merupakan garis lurus (linear) atau
tidak. Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
2. Uji Hipotesis
Ada dua (2) hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :
(a) Ada hubungan antara krisis identitas dengan perilaku indisiplin
pada siswa SMA
(b) Hubungan keduanya dimediatori oleh afek negatif, yaitu perasaan
bimbang, gelisah, bingung, tidak stabil, murung (muram) dan lesu.
Kedua hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan analisis
mediator dengan empat tahapan, yaitu:
(a) Menggunakan uji regresi untuk memperlihatkan bahwa variabel
bebas (X) signifikan dengan variabel tergantung (Y)
(b) Menggunakan uji regresi untuk memperlihatkan bahwa variabel
bebas (X) signifikan dengan variabel mediator (M)
(c) Menggunakan uji regresi ganda dengan variabel bebas (X) dan
variabel mediator (M) sebagai prediktor dan variabel tergantung
(Y) sebagai outcome.
(d) Variabel bebas (X) harus menunjukkan angka nol (0), ketika
mengontrol variabel mediator (M) sehingga variabel mediator (M)
dapat dijadikan sebagai mediator yang komplit dalam hubungan
antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung (Y).
Keempat tahap tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung (Y) itu
sendiri dan untuk mengetahui apakah variabel mediator (M) merupakan
ini (Miles & Shevlin, 2001). Variabel mediator dapat dikatakan komplit
atau memenuhi syarat untuk menjadi mediator diantara kedua variabel
(X&Y) ketika keempat tahapan di atas dapat terpenuhi. Keempat
tahapan ini dilakukan dengan menggunakan uji regresi dan regresi
ganda untuk menentukan apakah variabel mediator dalam penelitian ini
sesuai atau benar-benar memediasi variabel bebas dan variabel
46 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Persiapan penelitian dimulai dengan mendapat izin dari dosen
pembimbing dan meminta surat izin penelitian dari Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma, kemudian diajukan ke Sekolah
Menengah Atas Kristen 1 Magelang. Setelah Kepala Sekolah memberikan
izin, kemudian peneliti baru bisa mulai melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 dan 23 November 2011. Skala
ini disebarkan oleh peneliti kepada siswa-siswi Sekolah Menengah Atas
Kristen 1 di Magelang yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian.
Pelaksanaan penelitian ini mengambil seluruh siswa yang sedang masuk
atau tidak absen di sekolah tersebut, yaitu sejumlah 74 siswa.
B. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 74 orang yang dipilih
menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian. Adapun subjek dalam
penelitian ini adalah siswa SMA Kristen 1 Magelang kelas X, XI dan XII.
Tabel 10
Deskripsi Usia Subjek
Usia Jumlah
15 tahun 10 orang
16 tahun 20 orang
17 tahun 27 orang
18 tahun 17 orang
Total 74 orang
Tabel 11
Deskripsi Jenis Kelamin Subjek
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 36 orang
Perempuan 38 orang
Total 74 orang
C. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
disribusi variabel bebas dan variabel tergantung memiliki sebaran