• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.3 HASIL ANALISIS DATA

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui perilaku pengolahan makanan pedagang kuliner dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan melalui pengujian pengetahuan keamanan makanan, sikap, dan tindakan pengelolaan makanan berdasarkan prinsip higiene sanitasi makanan. Distribusi frekuensi gambaran pengetahuan keamanan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi gambaran tingkat pengetahuan keamanan makanan.

No Item Pertanyaan Frekuensi

Benar % Salah %

1 Di mana risiko terjadinya pencemaran makanan ditemukan?

26 50 26 50

2 Bagaimana keadaan makanan yang berpotensi untuk menyebabkan penyakit bawaan makanan (foodborne illness) pada orang yang rentan?

11 21,2 41 78,8

3 Apa yang boleh terkandung di dalam makanan? 46 88,5 6 11,5 4 Di mana seharusnya proses pencairan daging beku

dilakukan?

19 36,5 33 63,5

5 Bagaimana syarat tempat penyimpanan makanan

yang baik? 51 98,1 1 1,9

6 Apa penyebab menurunnya kualitas makanan? 36 69,2 16 30,8 7 Bagaimana cara mencuci tangan yang baik? 25 48,1 27 51,9 8 Bagaimana cara mencuci peralatan makan dan

peralatan dapur? 17 32,7 35 67,3

9 Manakah di bawah ini yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan (foodborne illness)?

37 71,2 15 28,8 10 Apa contoh makanan yang baik untuk kesehatan? 49 95,2 3 5,8 11 Apa langkah selanjutnya setelah menggunakan

peralatan penyajian?

46 88,5 6 11,5

12 Bagaimana kondisi peralatan penyajian yang tepat

sebelum dan sesudah penyajian? 51 98,1 1 1,9

13 Berapa jumlah pengunjung maksimal pada masa pandemi COVID-19 dibandingkan dengan normal?

28 53,8 24 46,2

14 Apa alat pelindung diri yang harus digunakan petugas, pengelola, dan pramusaji rumah makan selama beraktivitas pada masa pandemi?

35 67,3 17 32,7

15 Berapa suhu tubuh pengunjung yang diperbolehkan

untuk memasuki area rumah makan? 43 82,7 9 17,3

Hasil uji tingkat pengetahuan keamanan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7 Hasil uji tingkat pengetahuan keamanan makanan.

Tingkat Pengetahuan

Frekuensi (orang) Persentase (%)

Baik 6 11,5

Cukup 38 73,1

Kurang 8 15,4

Total 52 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas tingkat pengetahuan keamanan makanan responden adalah cukup yaitu sebanyak 38 orang (73,1%), diikuti oleh tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 8 orang (15,4%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 6 orang (11,5%).

Distribusi frekuensi gambaran sikap pengelolaan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi gambaran sikap pengelolaan makanan.

No Item Pernyataan Frekuensi

Setuju % Tidak Setuju % 1 Pengolah makanan harus mencuci tangan

menggunakan sabun sebelum memasak. 52 100 0 0

2 Pengolah makanan diperkenankan merokok saat

memasak. 1 1,9 51 98,1

3 Pengolah harus menggunakan air bersih yang memenuhi syarat air minum untuk memasak.

51 98,1 1 1,9

4 Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang mengalir.

52 100 0 0

5 Pengolah makanan harus memisahkan bahan

makanan mentah dengan makanan matang. 50 96,2 2 3,8 6 Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan

penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji, tutup panci, dll).

50 96,2 2 3,8

7 Penjamah memanaskan secara berulang-ulang

olahan sayuran hijau (bayam, kangkong, dll). 10 19,2 42 80,8

8 Pengolah makanan harus memilih bahan makanan

yang baik dan bersih. 52 100 0 0

9 Penjamah makanan harus menyediakan tempat

pembuangan sampah yang memadai. 52 100 0 0

10 Penjamah makanan harus menjaga kebersihan tempat berjualan.

52 100 0 0

Hasil uji sikap pengelolaan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9 Hasil uji sikap pengelolaan makanan.

Sikap Frekuensi (orang) Persentase (%)

Baik 48 92,3

Cukup 4 7,7

Kurang 0 0

Total 52 100

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas tingkat sikap pengelolaan makanan responden adalah baik yaitu sebanyak 48 orang (92,3%), diikuti oleh sikap pengelolaan makanan yang cukup sebanyak 4 orang (7,7%).

Distribusi frekuensi gambaran sikap pengelolaan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Distribusi frekuensi gambaran tindakan pengelolaan makanan.

No Item Pernyataan

Frekuensi Selalu % Sering %

Kadang-kadang % Jarang % Tidak

pernah % 1 Sebelum menyiapkan atau

memegang makanan, saya mencuci tangan dengan sabun dan air hangat terlebih dahulu.

34 65,4 12 23,1 4 7,7 2 3,8 0 0

2 Jika terdapat luka pada tangan saya, saya menutupinya terlebih dahulu sebelum menyiapkan makanan.

33 63,5 12 23,1 4 7,7 2 3,8 1 1,9

3 Saya mencuci piring yang digunakan untuk daging, unggas, atau makanan laut mentah sebelum menaruh makanan masak/ jadi ke piring tersebut atau saya, menggunakan piring yang bersih.

33 63,5 17 32,7 2 3,8 0 0 0 0

4 Saya menggunakan papan potong (talenan) yang sama untuk menyiapkan daging, unggas, makanan laut dan sayuran mentah.

16 30,8 15,4 8 15,4 5 9,6 15 28,8

5 Saya menaruh daging dan unggas beku di meja pada pagi hari agar mencair dan siap untuk dimasak pada sore hari.

11 21,2 9 17,3 10 19,2 9 17,3 13 25

6 Saya menyimpan telur pada suhu ruangan.

16 30,8 11 21,2 10 19,2 9 17,3 13 25

7 Saya menggunakan air panas

dan sabun untuk 17 32,7 13 25 18 34,6 0 0 4 7,7

No Item Pernyataan

Frekuensi Selalu % Sering %

Kadang-kadang % Jarang % Tidak

pernah % 8 Saya menggunakan

termometer untuk mengukur suhu kulkas.

7 13,5 7 13,5 12 23,1 6 11,5 20 38,5

9 Saya membuang sisa makanan di kulkas setelah 3 – 4 hari.

23 44,2 12 23,1 7 13,5 3 5,8 7 13,5

10 Ketika membeli makanan, saya memeriksa tanggal kedaluwarsa.

39 75 10 19,2 2 3,8 1 1,9 0 0

Hasil uji tindakan pengelolaan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11 Hasil uji tindakan pengelolaan makanan.

Tindakan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Baik 17 32,7

Cukup 28 53,8

Kurang 7 13,5

Total 52 100

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas tindakan pengelolaan makanan responden adalah cukup yaitu sebanyak 28 orang (53,8%), diikuti oleh tindakan pengelolaan makanan yang baik sebanyak 17 orang (32,7%), dan tindakan pengelolaan makanan yang kurang sebanyak 7 orang (13,5%).

Berdasarkan akumulasi penilaian yang didapatkan dari hasil penelitian kuesioner, sikap, dan tindakan maka didapatkan perilaku pengelolaan makanan dari pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas.

Tabel 4.12 Hasil perilaku pengelolaan makanan.

Perilaku Frekuensi (orang) Persentase (%)

Baik 27 51,9

Buruk 25 48,1

Total 52 100

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas perilaku pengelolaan makanan responden adalah baik yaitu sebanyak 27 orang (51,9%), diikuti oleh perilaku pengelolaan makanan yang buruk sebanyak 25 orang (48,1%).

4.4 PEMBAHASAN

Pertanyaan tingkat pengetahuan dengan jawaban tidak benar yang paling banyak adalah pertanyaan keadaan makanan yang berpotensi untuk menyebabkan penyakit bawaan makanan (foodborne illness) pada orang yang rentan, tempat seharusnya proses pencairan daging beku dilakukan, dan cara mencuci peralatan makan dan peralatan dapur. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya sosialisasi cara pengelolaan makanan yang sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi.

Pembusukan makanan (food spoilage) berarti hilangnya nutrisi, tekstur, warna, dan lainnya semula makanan dan makanan menjadi tidak bisa dimakan dan bahkan berbahaya untuk dikonsumsi. Proses identifikasi pembusukan makanan adalah dengan metode immunological-based atau nucleic acid-based. Uji ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah metode yang paling sering digunakan untuk mendeteksi agen penyebab penyakit bawaan makanan (Blackburn, 2006).

Suhu udara di rak kulkas bagian atas, tengah, dan bawah sangatlah bervariasi tetapi secara umum suhu udara di rak bawah lebih dingin daripada suhu udara di rak atas. Suhu dinding kulkas juga sangat bervariasi. Suhu dinding kulkas bagian atas berkisar sekitar 9,1°C, suhu kulkas bagian tengah sekitar 5,4°C, dan suhu dinding kulkas bagian bawah 5,7°C (Farid, 2010). Suhu yang berbahaya bagi makanan atau suhu saat bakteri tumbuh pesat adalah pada suhu di antara (4,4°C – 60°C) (Asiah, Cempaka, Ramadhan, Matatula, 2020). Proses pencairan daging beku yang baik adalah pada kulkas bagian bawah karena suhu di kulkas bagian bawah berada di luar zona tumbuh bakteri.

Pencucian peralatan yang baik meliputi scrabbing, flushing dan soaking, washing, rinsing, sanitizing dan towelling. Scrabbing bertujuan untuk menyingkirkan sisa makanan selanjutnya dilanjutkan dengan flushing dan soaking

minimal selama 30 – 60 menit. Selanjutnya, washing, mencuci alat makanan dengan detergen agar lemak sisa terlarut. Selanjutnya, dilanjutkan dengan rinsing atau membersihkan seluruh detergen dan sisa makanan dengan air bersih lalu sanitizing untuk membebashamakan peralatan makan yang dapat dilakukan dengan rendam dalam air panas 100 cc selama 2 menit atau larutkan klorin aktif (50 ppm) selanjutnya thawing atau dikeringkan dengan kain (Wayansasri, Anwar, Amri, 2018). Cara cuci tangan yang baik dan benar adalah dengan mengikuti 5 langkah cuci tangan:

1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih, matikan keran, dan pakai sabun.

2. Busahi tangan dengan menggosok punggung tangan, di sela jari, dan di sela kuku.

3. Gosok tangan minimal selama 20 detik.

4. Bilas tangga hingga bersih dengan menggunakan air mengalir yang bersih.

5. Keringkan tangan dengan handuk yang bersih atau pengering tangan (CDC, 2020).

Tangan harus dicuci menggunakan air mengalir karena tangan bisa saja terkontaminasi jika dicuci pada air mengenang yang sudah terkontaminasi sebelumnya. Mematikan keran segera setelah membasahi tangan, menghemat air dan tidak cukup data yang membuktikan bahwa terjadi perpindahan kuman dari keran ke tangan. Menggunakan sabun lebih efektif daripada hanya menggunakan air karena surfaktan di sabun mengangkat tanah dan mikroba dari kulit. Sampai sekarang, penggunaan sabun dengan bahan antibakteri tidak berbeda dengan penggunaan sabun biasa. Busahi dan menggosok tangan sangat penting karena gesakan yang dihasilkan mengangkat kotoran minyak, dan mikroba dari kulit.

Mikroba tersebar di seluruh permukaan tangan dan konsentrasi tinggi biasanya ditemukan pada sela jari sehingga seluruh permukaan tangan harus digosok secara merata. Waktu optimal dalam mencuci tangan bergantung pada banyak faktor seperti jenis dan jumlah kotoran di tangan. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa mencuci tangan selama 15 – 30 detik menghilangkan lebih banyak kuman dari

sampai bersih diperlukan karena gesekan membantu mengangkat kotoran, minyak, dan mikroba. Selain itu, sisa sabun dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Membilas tangan pada air menggenang dapat menyebabkan rekontaminasi jika air tersebut sudah terkontaminasi sebelumnya. Oleh sebab itu, air mengalir harus digunakan.

Beberapa rekomendasi mengharuskan penggunaan tisu toilet untuk mematikan keran air setelah mengeringkan tangan. Perilaku ini menyebabkan penggunaan air dan tisu toilet meningkat dan tidak ada studi yang menyebutkan perilaku tersebut meningkatkan taraf kesehatan. Tangan harus senantiasa dikeringkan segera setelah dicuci karena kontaminasi terjadi lebih cepat pada tangan yang basah daripada tangan yang kering (CDC, 2020).

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Aminah & Hidayah (2004) dengan sampel berjumlah 17 responden didapatkan hasil bahwa 3 dari 17 (17,65%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 9 dari 17 (52,94%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang, dan 5 dari 17 (29,41%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan lokasi penjualan yang memengaruhi pengetahuan akan keamanan makanan pada penjual kuliner.

Pada penelitian didapatkan bahwa sikap pengolahan makanan pada responden adalah baik. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan yang dilakukan pedagang sekitar saat melakukan pengolahan makanan. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Aspiani, Rustiawan (2020) dengan sampel berjumlah 75 orang, didapatkan hasil bahwa 46 dari 75 (61,33%) mempunyai sikap yang positif dan 29 dari 75 (38,67%) mempunyai sikap yang negatif.

Tindakan yang kurang baik pada penelitian ini adalah kurangnya penggunaan termometer untuk mengukur suhu kulkas ini sejalan dengan pengetahuan pencairan daging beku yang masih kurang diduga karena kurangnya pengetahuan pedagang makanan akan ‘danger zone’ atau suhu yang ideal untuk pertumbuhan pesat bakteri dalam makanan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmayani (2018) dengan sampel

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait