• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERILAKU PENGOLAHAN MAKANAN DALAM MENERAPKAN PRINSIP HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KULINER DI KOMPLEKS ASIA MEGA MAS KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN PERILAKU PENGOLAHAN MAKANAN DALAM MENERAPKAN PRINSIP HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KULINER DI KOMPLEKS ASIA MEGA MAS KOTA MEDAN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU PENGOLAHAN MAKANAN DALAM MENERAPKAN PRINSIP HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA

PEDAGANG KULINER DI KOMPLEKS ASIA MEGA MAS KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

PATRICK LIMBARDON 180100188

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERILAKU PENGOLAHAN MAKANAN DALAM MENERAPKAN PRINSIP HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA

PEDAGANG KULINER DI KOMPLEKS ASIA MEGA MAS KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

PATRICK LIMBARDON 180100188

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Perilaku Pengolahan Makanan dalam Menerapkan Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan pada Pedagang Kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan” yang merupakan salah satu syarat agar dapat memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tepat pada waktunya.

Dalam tahap penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima banyak dukungan dan bantuan baik dalam bentuk moral maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi dan mengayomi penulis sebagai mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, SpS(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi dan mengayomi penulis serta memberikan dukungan kepada penulis sebagai mahasiswa di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Bu Nenni Dwi Aprianti Lubis SP., M. Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, masukan serta dukungan dalam membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

4. Dr. dr. Rina Amelia, MARS, Sp.KKLP, selaku Ketua Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun kepada penulis sselama proses penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Sri Amelia M. Kes, selaku Anggota Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

(5)

6. dr. Causa Trisna Mariedina, M. Ked (PA)., Sp. PA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis selama tujuh semester masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan, arahan serta ilmu yang telah disampaikan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian studi dan penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

8. Yang teristimewa, keluarga, orang tua, dan sanak saudara penulis yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, menjadi motivasi penulis serta senantiasa kasih sayang dan dukungan penuh kepada penulis.

9. Seluruh sahabat dan teman sejawat angkatan 2018 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

10. Pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan yang telah bersedia meluangkan waktu menjadi responden dan membantu mengisi kuesioner peneliti agar penelitian ini dapat berlangsung lancar.

11. Seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah tersebut masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segala aspek konten, isi, maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan masukan berupa kritik dan saran agar dapat menyempurnakan penulisan karya ilmiah tersebut.

Medan, November 2021

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Abstrak ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Perilaku ... 4

2.1.1 Definisi Perilaku ... 4

2.1.2 Bentuk-Bentuk Perilaku ... 5

2.1.3 Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan ... 6

2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap ... 6

2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan ... 7

2.2 Pangan ... 7

2.2.1 Keamanan Pangan ... 8

2.2.2 Penyakit Bawaan Makanan ... 9

2.2.3 Higiene Dan Sanitasi Makanan ... 12

2.3 Prinsip Dalam Higiene Sanitasi Makanan ... 13

2.3.1 Pemilihan Bahan Makanan ... 14

2.3.2 Penyimpanan Bahan Makanan ... 15

2.3.3 Pengolahan Makanan ... 17

2.3.4 Penyimpanan Makanan Jadi/ Masak ... 20

2.3.5 Pengangkutan Makanan ... 21

2.3.6 Penyajian Makanan ... 22

2.4 Kerangka Teori ... 25

(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 27

3.1.1 Jenis Penelitian ... 27

3.1.2 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Penelitian ... 27

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 27

3.3.1 Populasi ... 27

3.3.2 Sampel ... 27

3.4 Pengumpulan Data ... 28

3.5 Definisi Operasional ... 29

3.6 Pengolahan Dan Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 32

4.3 Hasil Analisis Data ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 50

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Faktor Risiko Penyakit Bawaan Makanan………... 12

2.2 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan………... 15

2.3 Masa Simpan Produk Susu……….. 16

2.4 Penyimpanan Makanan Jadi/ Masak……… 20

3.1 Definisi Operasional……… 29

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……… 32

4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……… 32

4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……….. 33

4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi……….. 33

4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Dagangan………... 34

4.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Tingkat Pengetahuan Keamanan Makanan………. 35

4.7 Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Keamanan Makanan……... 36

4.8 Distribusi Frekuensi Gambaran Sikap Pengelolaan Makanan……… 37

4.9 Hasil Uji Sikap Pengelolaan Makanan………. 37

4.10 Distribusi Frekuensi Gambaran Tindakan Pengelolaan Makanan……… 38

4.11 Hasil Uji Tindakan Pengelolaan Makanan………... 39

4.12 Hasil Perilaku Pengelolaan Makanan………... 39

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Bahan Kimia yang Memengaruhi Keamanan Makanan….. 11 2.2 Kerangka Teori Penelitian………... 25 2.3 Kerangka Konsep Penelitian.……….…….. 26

(10)

ABSTRAK

Latar Belakang: Makanan tidak aman yang mengandung bakteri, virus, parasit atau zat kimia dapat menyebabkan timbulnya lebih dari 200 penyakit yang tersebar mulai dari diare hingga kanker. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkirakan terdapat sekitar 20 juta kasus keracunan setiap tahunnya di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran perilaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan. Metode:

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan yang berjumlah 103 pedagang. Sampel penelitian berjumlah 52 pedagang yang diambil dengan consecutive sampling. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diambil dengan alat bantu kuesioner yang telah divalidasi. Hasil: Tingkat pengetahuan pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan mayoritas memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 38 dari 52 (73,1%) responden. Sikap pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan mayoritas memiliki sikap baik yaitu 48 dari 52 (92,3%) responden.

Tindakan pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan mayoritas memiliki tindakan yang cukup yaitu 28 dari 52 (53,8%) responden. Kesimpulan: Perilaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan mayoritas memiliki perilaku baik yaitu 27 dari 52 (51,9%) responden dengan tingkat pengetahuan cukup, sikap baik, dan tindakan pengolahan makanan yang cukup.

Kata kunci: perilaku, pengolahan, makanan, prinsip higiene sanitasi, pedagang

(11)

ABSTRACT

Background: Unsafe foods that contain bacteria, viruses, parasites or chemicals can cause more than 200 diseases ranging from diarrhoea to cancer. The Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) estimates that there are about 20 million cases of poisoning every year in Indonesia.

Objective: This study aims to describe the behaviour of culinary traders’ food processing in applying the principles of sanitation and hygiene at Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan. Method:

This type of research is descriptive research with a cross-sectional study. The population in this study were culinary traders Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan, amounting to 103 traders. The research sample amounted to 52 traders who were taken by consecutive sampling. The type of data collected is primary data. This data was obtained by answering questions using a validated questionnaire. Result: The majority of culinary traders (73.1%) had a sufficient level of food processing knowledge, 92.3% respondents had a good food processing attitude, and 53.8%

respondents had sufficient food processing actions. Conclusion: The majority of the respondents (51,9%) have good food processing behaviour with a sufficient level of food processing knowledge, a good food processing attitude, and a sufficient food processing action.

Keyword: Behaviour, food, processing, the principle of sanitation and hygiene, culinary trader

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Makanan yang tidak aman yang mengandung bakteri, virus, parasit atau zat kimia dapat menyebabkan timbulnya lebih dari 200 penyakit yang tersebar mulai dari diare hingga kanker (WHO, 2020). WHO memperkirakan sebanyak 600 juta individu di dunia sakit setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dan menyebabkan 420.000 kematian setiap tahunnya. Tujuh puluh enam juta orang di Amerika Serikat mengalami kesakitan, 325.000 dirawat di rumah sakit dan setiap tahunnya terjadi 5.000 kematian yang disebabkan oleh penyakit bawaan makanan (Kadariya, Smith, Thapaliya, 2014). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkirakan terdapat sekitar 20 juta kasus keracunan setiap tahunnya di Indonesia. Berdasarkan penelitian sistematik review (Arisanti, Indriani, Wilopo, 2018) dari 175 artikel kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2000 - 2015 didapatkan 82 kejadian (46,9%) disebabkan oleh masakan rumah tangga, 33 (18,9%) kejadian disebabkan oleh makanan jasa boga dan 32 kejadian (18,3%) disebabkan oleh makanan jajanan kemudian sisanya oleh makanan non industri rumah tangga, makanan industri untuk pangan rumah tangga, dapur pesantren, dan pengungsian. Berdasarkan BPOM Kota Medan pada tahun 2019, 17 kasus dari 154 kasus keracunan disebabkan oleh pangan (BPOM Medan, 2020).

Faktor-faktor yang memperbesar risiko penyakit bawaan makanan (foodborne disease) adalah faktor mikrobial, faktor penjamu, dan faktor geografis.

Tipe, strain, dan jumlah patogen yang termakan merupakan faktor mikrobial.

Sedangkan faktor penjamu terdiri dari usia, status kehamilan, penyakit penyerta, stress dan higiene yang buruk, dan faktor geografis meliputi kecenderungan terkena strain virulen yang endemik, persediaan makanan dan air yang terbatas, distribusi organisme di air dan tanah (WHO, 2002). Penelitian Scallan et al. pada tahun 2011 di Amerika Serikat menyebutkan dari total 9,4 juta kasus keracunan selama kurun waktu 2000-2008, patogen yang paling sering menyebabkan penyakit bawaan

(13)

juta kasus/11%), Clostridium perfringens (1,0 juta kasus/10%), dan Campylobacter spp. (0.8 juta kasus/9%). Komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit bawaan makanan dapat berupa penyakit rheumatoid, penyakit tiroid autoimun, inflammatory bowel disease (radang usus), superantigen dan autoimun, penyakit ginjal, gangguan neural dan neuromuskular, gangguan imunitas, gangguan neurologis, kerusakan organ, penyakit kardiovaskular, dan gangguan gastrointestinal dan nutrisi (Lindsay, 1997).

Kompleks Asia Mega Mas adalah salah satu tempat wisata kuliner terkenal di Kota Medan yang ramai dikunjungi pada malam hari terutama saat akhir pekan.

Berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan peneliti terhadap pedagang yang berjualan makanan di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan didapatkan bahwa umumnya pedagang belum memperhatikan prinsip higiene sanitasi makanan dalam mengelola makanan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti “Gambaran Perilaku Pengolahan Makanan dalam Menerapkan Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan pada Pedagang Kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.”

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaran perilaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui gambaran perilaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

(14)

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Untuk mengetahui sebaran usia pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

3. Untuk mengetahui sumber informasi pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

5. Untuk mengetahui sikap pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

6. Untuk mengetahui tindakan pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kepada pelaku pengolahan makanan terhadap prinsip higiene dan sanitasi makanan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk lebih memberikan perhatian terhadap pemberian informasi pengolahan makanan yang aman.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERILAKU

2.1.1 DEFINISI PERILAKU

Perilaku adalah cara-cara individu menampilkan diri untuk mencapai suatu tujuan yang berubah tergantung pada tempat, keadaan dan tujuannya (Maramis, 2006). Perilaku merupakan suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku adalah kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan, 2011). Perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian ini dikenal dengan teori ‘S-O’R” atau

“Stimulus-Organisme-Respons”. Respons dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Respons responden/ reflektif/ eliciting stimuli adalah reaksi bersifat relatif tetap yang diakibatkan oleh rangsangan tertentu. Contoh respons ini adalah orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal serta minum jika terasa haus.

2. Respons operan/ instrumental response adalah reaksi yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa penguatan.

Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli. Contohnya, karena menerima gaji, petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik. Kerjanya yang baik tersebut menjadi stimulus untuk memperoleh promosi jabatan (Notoatmodjo, 2010).

(16)

2.1.2 BENTUK-BENTUK PERILAKU

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, berdasarkan Notoatmodjo (2011), perilaku dapat dibedakan menjadi:

a. Bentuk pasif /perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus tersebut.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan atau praktik yang dapat diamati atau dilihat orang lain dengan mudah.

Perilaku yang paling berpengaruh adalah perilaku yang dibentuk dengan cara dipelajari. Cara membentuk perilaku yang sesuai harapan menurut Fitriani (2011) adalah sebagai berikut.

1. Pembentukan perilaku dengan kebiasaan.

Perilaku dibentuk dengan melakukan hal-hal yang sesuai harapan sehingga menjadi kebiasaan.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian.

Perilaku dibentuk dengan mendapat pengertian (insight). Menurut teori Kohler, belajar yang dilakukan secara kognitif disertai dengan adanya pengertian.

Menurut teori Thoendike, hal yang paling penting dalam belajar adalah latihan.

3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model.

Perilaku juga dapat dibentuk dengan menggunakan model. Contohnya anak yang memiliki perilaku dan kebiasaan yang mirip dengan orang tuanya.

Selanjutnya Notoatmodjo (2010) menyebutkan bentuk operasional perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, 2. Perilaku dalam bentuk sikap, dan 3. Perilaku dalam bentuk tindakan.

(17)

2.1.3 PERILAKU DALAM BENTUK PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah hasil pengindraan seseorang terhadap suatu objek melalui indra yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Pengetahuan seseorang didominasi perolehan dari indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan pengindraan dalam suatu rangsang tertentu yang dapat terjadi melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri (Wawan dan Dewi, 2016).

2.1.4 PERILAKU DALAM BENTUK SIKAP

Sikap adalah reaksi atau respons terhadap stimulus atau objek yang tidak dapat dilihat (Notoatmodjo, 2012). Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang dalam bertindak yang tidak dilaksanakan atas motif tertentu.

Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide, atau objek yang berisi komponen -komponen cognitive, affective, dan behavior (Linggasari, 2008).

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima berarti orang (subjek) bersedia dan memerhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Merespon berarti memberikan respons atau jawaban ketika ditanya.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab berarti bersedia menerima segala risiko atas pilihannya.

Sikap ini merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2012).

(18)

2.1.5 PERILAKU DALAM BENTUK TINDAKAN

Tindakan merupakan respons seseorang terhadap stimulus yang dapat diamati secara langsung dalam bentuk perilaku. Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap dalam bentuk suatu perbuatan nyata. Tindakan adalah gerakan atau perbuatan fisik sebagai respons terhadap stimulus atau adaptasi dari dalam maupun luar tubuh. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut (Notoatmodjo, 2010).

2.2 PANGAN

Definisi pangan berdasarkan Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Menurut Permenkes RI Nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. Pengelolaan makanan harus menerapkan prinsip hygiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan. Pengelolaan makanan yang baik adalah pengelolaan makanan yang berdasarkan prinsip higiene sanitasi makanan.

Pengelolaan makanan yang tidak sesuai dengan prinsip ini dapat menyebabkan masalah kesehatan berupa penyakit menular maupun penyakit tidak menular, contohnya seperti penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan, malnutrisi dan penyakit metabolik.

(19)

2.2.1 KEAMANAN PANGAN

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Keamanan Pangan adalah semua bahaya dalam makanan, baik akut maupun kronis, yang menyebabkan terganggunya kesehatan pengonsumsi.

Masalah dalam keamanan pangan meliputi mikroorganisme, sisa pestisida, penggunaan zat aditif makanan yang tidak tepat, zat kimia termasuk racun biologis, dan pencampuran atau pemalsuan (WHO, 2003).

Tantangan dari keamanan pangan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Keamanan mikrobiologi.

Makanan adalah tempat yang berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan mikroba. Virus adalah penyebab terbanyak penyakit bawaan makanan (foodborne disease) tetapi kematian dan rawat inap lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit yang disebabkan toksin atau mikroba patogen ini tersebar dari gastroenteritis ringan sampai sindrom neurologis, hepatik, dan ginjal.

2. Keamanan kimia.

Zat aditif non-food grade seperti pewarna, pengawet, dan kontaminan seperti sisa pestisida, banyak ditemukan di makanan. Beberapa sampel makanan mengandung logam berat seperti timbal, kadmium, arsenik, raksa, dan tembaga dengan kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan makanan pada umumnya. Hal ini diduga disebabkan sisa detergen dari peralatan dan higiene makanan yang kurang.

3. Higiene personal.

Higiene personal yang buruk dalam mengelola makanan meningkatkan risiko terjangkitnya penyakit bawaan makanan. Aktivitas sederhana seperti mencuci

(20)

Higiene personal yang buruk menyebabkan ≥90% dari penyakit bawaan makanan. Cuci tangan yang tidak benar menyebabkan ≥25% dari penyakit bawaan makanan (Weinstein, 1991). Cuci tangan yang baik adalah dengan menggunakan air minimal 100°F (37,8°C), basuh dengan sabun yang cukup untuk menciptakan busa yang cukup, gosok tangan, kuku, sela jari selama minimal 20 detik lalu cuci dengan air mengalir, dan keringkan dengan menggunakan tisu toilet atau pengering tangan yang hangat. (Snyder, 1998).

Waktu untuk mencuci tangan adalah sebelum mengelola makanan dan sering saat menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah menggunakan toilet, setelah mengolah bahan mentah makanan, setelah mengganti popok bayi, setelah memegang sampah, setelah memegang bahan kimia (termasuk bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan), setelah memegang hewan, dan setelah merokok (WHO, 2006).

4. Higiene lingkungan.

Daur ulang yang tidak adekuat dan pembuangan sisa makanan yang tidak tepat menyebabkan peningkatan hama dan serangga yang akan mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya pencemaran makanan. Sanitasi yang kurang pada area pengolahan dan penyimpanan makanan menyebabkan penjualan makanan yang tidak higienis (Fung, Wang, Menon, 2018).

2.2.2 PENYAKIT BAWAAN MAKANAN

Penyakit bawaan makanan dapat diklasifikasikan menjadi infeksi dan intoksikasi. Infeksi bawaan makanan adalah kondisi yang disebabkan oleh termakannya mikroorganisme hidup dan bereplikasi di tubuh manusia, sedangkan intoksikasi adalah keadaan yang disebabkan termakannya zat kimia yang berupa racun alam atau racun mikroba. Penyakit yang disebabkan termakannya makanan yang mengandung racun kimia maupun racun mikroorganisme disebut keracunan makanan (Gibney et al., 2018).

(21)

Organisme yang sering menyebabkan penyakit bawaan makanan antara lain:

1. Bakteri (Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Verotoxigenic Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Vibrio spp. and Yersinia enterocolitica), 2. Virus (Norovirus, Astrovirus, Rotavirus, Picornavirus, Poliovirus,

Coxsackievirus dan Echovirus),

3. Trematoda (Clonorchis sinensis, Opisthorchis spp. Fasciola hepatica, Heterophyes heterophyes, Metagonismus yokagawai, Nanophyetus spp., Spelotrema brevicaeca, Haplorchis spp., Fasciolopsis buski, Paragonimus westermani),

4. Cestoda (Diphyllobothrium latum, Taenia saginata, Taenia solium),

5. Nematoda (Anisakis simplex, Pseudoterranova decipiens, Trichinella spiralis), 6. Protozoa (Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, Toxoplasma gondii,

Cyclospora cayetanensis, dan Cryptosporidium parvum).

Zat kimia yang terdapat dalam makanan dapat berupa:

1. Zat kimia yang ada pada tanah (kadmium, timbal),

2. Zat kimia yang berasal dari jamur (aflatoxin, ochratoxin),

3. Diarrhetic shellfish poisoning (DSP), azaspiracid shellfish poisoning (AZP), paralytic shellfish poisoning (PSP)],

4. Zat kimia yang berasal dari limbah industri atau polutan lainnya (timbal, merkuri, polychlorinated biphenyls (PCBs), dioxins),

5. Zat kimia yang berasal dari pertanian dan peternakan (pestisida, pupuk, obat hewan) atau dari pemrosesan dan pemaketan makanan (acrylamide, polycylic aromatic hydrocarbons (PAHs), 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD), bisphenol A diglycidyl ether (BADGE)).

(22)

Gambar 2.1 Bahan kimia yang memengaruhi keamanan makanan.

Suhu memengaruhi jenis mikroorganisme yang mengontaminasi produk hewan crustacea. Sebagai contoh, udang yang telah disimpan selama lebih dari 13 hari mulai rusak. Pembusukan pada penyimpanan suhu 0°C didominasi oleh Pseudomonas, 5,6°C dan 11,1°C didominasi oleh Moraxella, 16,7°C dan 22,2°C didominasi oleh Proteus (Jay JM, Loessner MJ, Golden DA, 2005).

Bahan kimia utama yang memengaruhi keamanan pangan

zat aditif

bahan tambahan makanan

penyedap makanan

kontaminan

racun mikroba

racun tanaman

kontaminan saat pemrosesan

kontaminan lingkungan

bahan kontak makanan

kontaminan yang terjadi secara alami

residu

residu pestisida

residu obat hewan

residu dari barang yang digunakan saat

pemrosesan

(23)

Individu dengan faktor risiko lebih cenderung mengalami penyakit bawaan makanan dibandingkan dengan populasi normal. Berikut adalah beberapa faktor risiko beserta dengan alasan kerentanan individu terhadap penyakit bawaan makanan (Amelia, Lubis, Balatif, 2020).

Tabel 2.1 Faktor risiko penyakit bawaan makanan.

Faktor risiko Alasan

Sistem imun lemah

(immunocompromised, misalnya pada infeksi HIV, pasca kemoterapi, transplantasi).

Sistem imun tidak kuat dalam menghadapi mikroba (zat asing).

Usia

<5 tahun .

>60 tahun. Sistem imun belum berkembang.

Fungsi sistem imun mulai menurun.

Kelebihan serum besi di dalam

darah. Kelebihan serum besi meningkatkan pertumbuhan

mikroba, beberapa mikroba menggunakan zat besi sebagai sumber energinya.

Sirosis dan penyakit hati, gangguan fungsi ginjal.

Memicu kelebihan besi di darah, kerusakan sistem imun.

Konsumsi air dalam jumlah banyak. Mengencerkan asam lambung, mempercepat pemindahan mikroba melewati lambung.

Konsumsi antasida (obat untuk

menetralkan asam lambung). Meningkatkan kadar pH di lambung sehingga mikroba dapat bertahan dan melewati lambung.

Gizi buruk. Fungsi sistem imun tidak adekuat.

2.2.3 HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN

Higiene berasal dari nama seorang Dewi Yunani yaitu Dewi Hygea yang merupakan seorang Dewi pencegah penyakit. Higiene dapat diartikan sebagai:

1. Ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Strecth, JA & Southgate, HA, 1986).

2. Ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk mempertahankan kesehatan jasmani, rohani dan sosial untuk mencapai tingkat kesejahteraan lebih tinggi.

3. Cara orang memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat.

Sanitasi berasal dari bahasa Latin yaitu "sanitas" yang berarti "sehat". Sanitasi dapat diartikan sebagai:

1. Usaha untuk menciptakan dan menjaga kondisi yang sehat dan higienis.

2. Usaha yang mendukung penyelenggaraan higiene lingkungan.

3. Upaya untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan hidup manusia.

(24)

4. Upaya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menciptakan higiene dan kesehatan umum.

5. Usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya pada kesehatan lingkungan hidup.

6. Suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

7. Aplikasi ilmu dalam mengolah makanan agar menghasilkan makanan yang higienis, terjaga dari kontaminasi mikroorganisme penyebab keracunan makanan dan pembusuk makanan (Marriot, N.G. 1985).

8. Usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya pada kesehatan lingkungan dimana makanan dan minuman tersebut berada.

Sanitasi pangan merupakan upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi pangan yang sehat dan higienis yang bebas dari bahaya cemaran biologis, kimia, dan benda Iain (BPOM RI, 2020). Sanitasi pangan dilakukan agar pangan aman untuk dikonsumsi. Sanitasi pangan dilakukan dalam kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan/ atau peredaran pangan sesuai persyaratan standar keamanan pangan (UU RI No. 18 Tahun 2012).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tahun 2011, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat, dan peralatan agar aman dikonsumsi.

2.3 PRINSIP DALAM HIGIENE SANITASI MAKANAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tahun 2011, Prinsip higiene sanitasi makanan terdiri dari:

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan jadi/ masak 5. Pengangkutan makanan

(25)

2.3.1 PEMILIHAN BAHAN MAKANAN

Bahan makanan terdiri dari bahan makanan mentah/ segar, bahan tambahan pangan, dan makanan olahan pabrik.

1. Bahan makanan mentah adalah berbagai jenis makanan yang harus diolah sebelum dikonsumsi. Bahan makanan mentah dapat dikelompokkan dalam:

i. Bahan yang harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi (daging, susu, telur, ikan/udang, buah dan sayuran).

ii. Bahan yang harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur (berbagai jenis tepung dan biji).

iii. Bahan makanan fermentasi (yang diolah dengan bantuan mikroba) harus , harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur (ragi atau cendawan).

2. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan alami bukan bahan pokok pangan yang ditambahkan ke masakan dengan tujuan mempengaruhi rasa, sifat, dan bentuk pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

3. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dikonsumsi tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu:

i. Makanan dikemas

a) Mempunyai label dan merk,

b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar, c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, d) Belum kedaluwarsa, dan

e) Kemasan hanya boleh digunakan sekali.

ii. Makanan tidak dikemas a) Baru dan segar, dan

b) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur.

(26)

Pangan laut pada hewan lunak (moluska) mengalami pembusukan yang diawali dengan fermentasi sehingga dengan pengukuran pH dapat diukur kualitas pangan tersebut. Sebagai contoh tiram dengan pH >6,2 dikatakan skala “bagus”, pH 5,6-6,1 dikatakan skala “busuk”, pH <5,5 dikatakan skala “pembusukan berlanjut” (Mudoh, Parveen, Schwarz, Rippen, Chaudhuri, 2014).

Menurut Permenkes No. 942 tahun 2003, bahan makanan hendaknya diperoleh dari penyediaan bahan makanan yang terdaftar dan berizin, harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk. Semua bahan olahan kemasan harus terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kedaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.

2.3.2 PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN

Syarat penyimpanan bahan makanan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Terhindar dari kemungkinan kontaminasi oleh hewan dan bahan berbahaya.

2. Sesuai dengan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO).

3. Tempat penyimpanan bahan makanan harus disesuaikan dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makan yang mudah rusak disimpan dalam pendingin dan bahan makanan kering disimpan dalam tempat yang tidak lembab.

4. Suhu tempat penyimpanan bahan makanan harus disesuaikan dengan jenis bahan makanan.

Tabel 2.2 Suhu penyimpanan bahan makanan.

No Jenis bahan makanan Digunakan dalam waktu

≤3 hari ≤1 minggu ≥1 minggu

1 Daging, ikan, udang dan olahannya

-5°C s/d 0°C -10°C s/d -5°C >-10°C

2 Telur, susu dan olahannya 5°C s/d 7°C -5°C s/d 0°C >-5°C

3 Sayur, buah dan minuman 10°C 10°C 10°C

4 Tepung dan biji 25°C atau suhu ruang

25°C atau suhu ruang

25°C atau suhu ruang

(27)

Tabel 2.3 Masa simpan produk susu.

No Produk Suhu (°C) Masa simpan (hari)

1 Susu <4 12 – 14

2 Keju 2 – 4 15 – 30

3 Yogurt, susu asam < 4 30 – 60

4 Keju dadih <4 Beberapa bulan

5. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm.

6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%.

7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik atau bahan makanan berkemasan tertutup disimpan pada suhu + 10°C, dan

8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut:

i. jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm, ii. jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm, iii. jarak bahan makanan dengan langit-langit: 60 cm.

Adapun administrasi penyimpanan adalah sebagai berikut.

1. Setiap barang yang diterima harus diperiksa sebelum layak disimpan. Barang yang disimpan harus dicatat dalam catatan atau buku stok, yang berisi nama, bahan, tanggal pembelian, tempat pembelian dan nama petugas serta tempat penyimpanan.

2. Bahan yang tidak layak disimpan, ditolak bila kondisinya tidak baik atau langsung dimasak bila kondisinya masih baik.

3. Pemeriksaan bahan dilakukan secara organoleptik artinya memeriksa dengan cara empat indra yaitu melihat, meraba, mencium dan merasakan/ mengecap.

4. Catatan administrasi keluar masuk barang sangat berguna untuk menyusun perencanaan kebutuhan.

5. Mempunyai petugas khusus yang mengambil dan menyimpan barang untuk memantau keamanan makanan (Amaliyah, 2017).

(28)

2.3.3 PENGOLAHAN MAKANAN

Pengolahan makanan adalah teknik atau metode yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan jadi atau siap konsumsi. Pada tahap pengolahan makanan, kemungkinan terjadinya kontaminasi makanan dapat berasal dari fisik, kimia, atau biologis (Daulay, 2020). Oleh karena itu, pengolahan makanan harus dilakukan dengan memerhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik yaitu:

1. Tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan persyaratan teknis higiene sanitasi agar terhindar kontaminasi dari hewan seperti lalat, kecoa, tikus, dan hewan lainnya.

2. Penyusunan menu makanan didasarkan pada:

i. Pemesanan dari konsumen.

ii. Ketersediaan bahan, jenis, dan jumlahnya.

iii. Keragaman variasi dari setiap menu.

iv. Proses dan lama waktu pengolahannya.

v. Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait.

3. Bagian makanan yang rusak dipisahkan/ dibuang agar mutu dan keawetan makanan tetap terjaga.

4. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan, dan prioritas dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang akan dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

5. Peralatan

i. Peralatan yang digunakan dalam mengolah makanan dibagi menjadi:

a) Peralatan yang kontak dengan makanan

1) Peralatan masak dan makan harus aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan atau yang terbuat dari bahan tara pangan (food grade).

2) Lapisan permukaan peralatan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun serta tidak larut dalam suasana asam/ basa atau garam yang biasa digunakan dalam makanan seperti:

i. timah hitam (Pb),

(29)

iii. tembaga (Cu), iv. seng (Zn),

v. kadmium (Cd), vi. antimon (Sb), dan vii. lain-lain.

3) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat, dan tidak melepas bahan beracun.

4) Perlengkapan pengolahan makanan (kompor, tabung gas, lampu, kipas angin) harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).

ii. Wadah penyimpanan makanan

a. Wadah yang digunakan harus dapat ditutup dengan sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan agar terhindar dari pengembunan (kondensasi), dan

b. Terpisah untuk setiap jenis makanan (makanan jadi, makanan basah, dan makanan kering).

iii. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

iv. Peralatan harus tidak mengandung kuman Escherichia coli (E.coli) dan kuman lainnya.

v. Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, dan mudah dibersihkan.

6. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

7. Pengaturan suhu dan waktu wajib diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda dengan tetap memperhatikan suhu pengolahan minimal yang dianjurkan yaitu 90°C agar kuman patogen mati dan

(30)

Suhu ≥ 90°C selama 90 detik efektif dalam inaktivasi virus enteric bahkan di matriks yang rumit seperti kerang. (Bosch, 2018). Mikroorganisme patogen di makanan dapat dibunuh dengan temperatur antara 140° F (70°C) sampai 180°

F (90°C). Cara terbaik untuk menentukan daging, unggas atau telur telah dimasak dalam suhu ideal adalah dengan menggunakan termometer. (Medeiros, Hillers, Kendall & Mason, 2001). Apabila tidak terdapat termometer maka masak unggas sampai sari daging bening dan daging tidak berwarna pink, masak telur dan makanan laut sampai panas seluruhnya, dan panaskan sampai mendidih makanan berkuah seperti kuah dan rebusan selama minimal 1 menit.

(WHO, 2006)

8. Prioritas dalam memasak

i. Makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering dimasak terlebih dahulu.

ii. Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir.

iii. Bahan makanan yang belum waktunya dimasak disimpan pada lemari es.

iv. Makanan jadi yang belum waktunya dihidangkan disimpan dalam keadaan panas.

v. Uap makanan tidak masuk ke dalam makanan untuk menghindari kontaminasi ulang.

vi. Makanan dijamah hanya menggunakan alat penjepit atau sendok.

vii. Makanan dicicipi menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.

9. Higiene penanganan makanan

i. Makanan diperlakukan dengan hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan.

ii. Makanan ditempatkan dalam wadah tertutup.

Kontaminasi tangan pengolah makanan dapat memindahkan bakteri dan mengontaminasi makanan, terutama bakteri patogen makanan sebesar 83,9%

(Sukmara, 2002).

(31)

2.3.4 PENYIMPANAN MAKANAN JADI/ MASAK

Penyimpanan makanan jadi/ masak harus sesuai dengan syarat di bawah ini, yaitu:

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku:

i. Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr makanan, ii. Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr minuman.

3. Logam berat atau residu pestisida tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4. Memerhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO).

5. Wadah penyimpanan terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan dapat menutup sempurna.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

7. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut.

Tabel 2.4 Penyimpanan makanan jadi/ masak.

No Jenis makanan Suhu Penyimpanan

Disajikan dalam waktu lama

Akan segera disajikan

Belum segera disajikan

1 Makanan kering 25°C s/d 30°C

2 Makanan basah (berkuah) >60°C -10°C

3 Makanan cepat basi (santan, telur, susu)

≥ 65,5°C -5°C s/d -1°C

4 Makanan disajikan dingin 5°C s/d 10°C <10°C

Salah satu penyebab tersering dari penyakit bawaan makanan adalah kontaminasi silang (cross contamination). Perpindahan bakteri bisa terjadi dari makanan ke makanan, tangan ke makanan, atau peralatan ke makanan (Zain &

Niang, 2002). Kontaminasi silang bisa terjadi ketika makanan mentah yang tidak ditutup disimpan bersebelahan atau di atas makanan jadi di rak atau kulkas.

(32)

Cara menyimpan makanan mentah dan makanan masak/jadi:

1. Saat berbelanja, pisahkan daging, unggas, dan makanan laut dari makanan yang lain.

2. Di kulkas, simpan makanan mentah, makanan laut, dan unggas di bawah makanan jadi untuk menghindari kontaminasi silang.

3. Simpan makanan di tempat dengan penutup untuk menghindari kontak antara makanan mentah dan makanan jadi.

4. Cuci piring yang digunakan untuk makanan mentah dan gunakan piring bersih untuk makanan jadi (WHO, 2006).

2.3.5 PENGANGKUTAN MAKANAN

Pengangkutan makanan yang baik sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Proses pengangkutan makanan melibatkan banyak pihak mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri sehingga risiko terkontaminasinya makanan besar. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

1. Pengangkutan bahan makanan

i. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

ii. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.

iii. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

iv. Bahan makanan yang harus selalu dalam keadaan dingin seperti daging, susu cair dan sebagainya diangkut dengan menggunakan alat pendingin.

2. Pengangkutan makanan jadi/ masak/ siap santap

i. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

ii. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

iii. Wadah terpisah dan tertutup untuk setiap jenis makanan.

iv. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat, dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.

(33)

v. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).

vi. Suhu selama pengangkutan harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60°C atau tetap dingin pada suhu 40°C.

2.3.6 PENYAJIAN MAKANAN

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan tetapi tetap harus memperhatikan kaidah higiene sanitasi yang baik (Arrazy, 2020).

1. Makanan dinyatakan layak konsumsi apabila telah dilakukan uji organoleptik, uji biologis, dan uji laboratorium.

i. Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indra manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan aman.

ii. Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

iii. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/ prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku (Arrazy, 2020).

2. Tempat penyajian

Jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi dapat mempengaruhi kondisi penyajian.

3. Cara penyajian

Penyajian makanan siap konsumsi sangat beragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu:

(34)

iii. saung (ala carte), iv. dus (box),

v. nasi bungkus (pack/wrap), vi. layanan cepat (fast food), dan vii. lesehan.

4. Prinsip penyajian i. Wadah

Setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan. Penggunaan pembungkus seperti plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak terbuat dari bahan yang dapat menimbulkan racun.

ii. Air

Makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

iii. Pemisah

Makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

iv. Suhu

Makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/ bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60°C.

v. Bersih

Semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

vi. Handling

Setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

(35)

vii. Edible part

Semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

viii. Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang, dan tepat volume (sesuai jumlah).

Untuk mencegah kontaminasi bakteri pada produk susu, disarankan untuk menggunakan air mendidih dalam menyajikan produk susu seperti susu bubuk (Amelia, Lubis, Balatif, 2020). Bakteri kontaminan berkembang lebih cepat pada susu bubuk yang diseduh menggunakan air panas dispenser (±70°C) dibandingkan dengan air mendidih (Amelia, Lubis, Rozi, Nababan, 2018).

(36)

2.4 KERANGKA TEORI

Perilaku

Pengetahuan Sikap Tindakan

Prinsip higiene sanitasi 1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan jadi/ masak 5. Pengangkutan makanan

6. Penyajian makanan

Makanan aman

Gambar 2.2 Kerangka teori penelitian.

Makanan tidak aman

Penyakit bawaan makanan

sesuai tidak sesuai

(37)

2.5 KERANGKA KONSEP

Pengetahuan Sikap Tindakan

Perilaku pengolahan makanan pada pedagang kuliner

Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN 3.1.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan pada pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

3.1.2 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional) dimana pengambilan dan pengumpulan data hanya dilakukan satu kali untuk setiap responden.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan.

Penelitian dimulai sejak pencarian dan penentuan judul beserta dosen pembimbing pada Bulan Maret 2021 hingga penyusunan laporan hasil penelitian pada Bulan November 2021.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 POPULASI

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang kuliner di Kompleks Asia Mega Mas Kota Medan dengan jumlah 103 pedagang.

3.3.2 SAMPEL

Sampel penelitian diambil dengan metode consecutive sampling dengan jumlah sampel sebesar 52 pedagang yang diperoleh berdasarkan Rumus Slovin.

(39)

! = Ν 1 + Νℯ! n = jumlah sampel N = jumlah populasi ℯ = batas kesalahan = 10%

! = 103

1 + (103 × 10% × 10%) = 52

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah bersedia menjadi sampel penelitian dan telah menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

3.4 PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti mencakup karakteristik sampel, perilaku mencakup pengetahuan, sikap, dan tindakan pelaku pengolahan makanan dalam menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Data ini diperoleh dengan menjawab pertanyaan dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang telah divalidasi.

Pertanyaan tentang pengetahuan dan tindakan dimodifikasi dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian Angolo (2011). Reliabilitas dari kuesioner telah diuji dengan menggunakan koefisien alfa Cronbach dengan nilai koefisien reliabilitas 0,747 untuk pertanyaan pengetahuan keamanan pangan dan 0,718 untuk tindakan pengolahan makanan dimana masing-masing variabel terdiri dari 15 pertanyaan untuk pengetahuan dan 10 pertanyaan untuk tindakan. Demikian pula pertanyaan tentang sikap yang dimodifikasi dari kuesioner yang digunakan Augustin (2015) dalam penelitiannya. Reliabilitas dari kuesioner telah diuji dengan menggunakan koefisien alfa Cronbach dengan koefisien reliabilitas 0,968 untuk 10 butir pertanyaan sikap terhadap keamanan pangan.

(40)

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi operasional.

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Usia Usia adalah waktu sejak adanya seseorang yang diukur menggunakan satuan waktu.

Pengisian kuesioner secara daring

Tanggal lahir Kelompok umur Ordinal

Sumber informasi

Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi seseorang dalam bersikap dan bertindak. Sumber informasi ini di luar dari pendidikan formal yang diikuti.

Pengisian kuesioner secara daring

Jenis sumber informasi Teman/keluarga Media massa Seminar/pelatihan

Nominal

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahap yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik, keluasaan bahan pengajaran, dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam kurikulum.

Pengisian kuesioner secara daring

Pendidikan formal terakhir Tidak sekolah, bila menempuh pendidkan formal ≤ 9 tahun.

Dasar, bila menempuh pendidikan formal sekurang-kurangnya 9 tahun Menengah, bila menempuh

pendidikan formal sekurang- kurangnya 15 tahun

Tinggi, bila menempuh pendidikan formal melebihi 15 tahun.

Ordinal

(41)

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Sikap dalam

pengolahan makanan

Sikap adalah reaksi atau respons seseorang terhadap stimulus, terdiri dari 10

pertanyaan

Pengisian kuesioner secara daring

Jawaban yang mendukung pernyataan positif (setuju) diberi nilai 1 dan pernyataan negatif (tidak setuju) diberi nilai 0

Baik, bila skor ≥ 76%

Cukup, bila skor 56-75%

Kurang, bila skor ≤ 55%

Ordinal

Tindakan pengolahan makanan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap dalam bentuk suatu perbuatan nyata, terdiri dari 10 pertanyaan

Pengisian kuesioner secara daring

Jawaban selalu (100%) diberi nilai 4, jawaban sering (71 – 89%) diberi nilai 3, jawaban kadang – kadang ( 30-70%) diberi nilai 2, jawaban jarang (<30%) diberi nilai 1, jawaban tidak pernah (0%) diberi nilai 0

Baik, bila skor ≥ 76%

Cukup, bila skor 56-75%

Kurang, bila skor ≤ 55%

Ordinal

Perilaku dalam pengolahan makanan

Perilaku adalah hasil dari pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan

Hasil dari skor pengetahuan, sikap dam tindakan

Penjumlahan dari masing- masing skor pengetahuan, sikap, dan tindakan

Perilaku baik: skor total ≥ mean Perilaku buruk: skor total < mean

Ordinal

(42)

3.6 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh ringkasan angka maupun data penelitian dengan menggunakan cara-cara tertentu. Pengolahan data dilakukan berdasarkan langkah-langkah berikut:

a. Editing, dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan ketepatan data.

Apabila ada data yang salah ataupun belum lengkap dikoreksi dengan wawancara ataupun pengisian ulang.

b. Coding, data yang telah terkumpul diberikan kode oleh peneliti secara manual agar mudah saat dilakukan proses entry dan pengolahan data.

c. Entry, memasukkan data yang telah dibersihkan ke dalam program komputer.

d. Cleaning, pemeriksaan data keseluruhan dengan membersihkan data yang salah, data yang tidak sesuai dan data yang di luar jangkauan penelitian (Sumantri, 2013).

Data dalam penelitian ini akan dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti. Analisis univariat ini dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian.

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kompleks Asia Mega Mas yang berlokasi di Jalan Asia Raya, Sukaramai II, Kecamatan.Medan Area, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

4.2 DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Responden pada penelitian ini adalah pedagang kuliner yang berjualan di Kompleks Asia Mega Mas. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 52 orang.

Karakteristik responden dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan sumber informasi.

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)

Laki laki 13 25

Perempuan 39 75

Total 52 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas responden adalah responden perempuan sebanyak 39 orang (75%) diikuti oleh responden laki laki sebanyak 13 orang (25%).

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia.

Usia Frekuensi (orang) Persentase (%)

6 – 16 1 1,9

17 – 27 25 48,1

28 – 38 14 26,9

39 – 49 8 15,4

50 – 60 2 3,8

61 - 71 2 3,8

Total 52 100

(44)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas responden berumur di antara 17 – 27 tahun dengan jumlah sebanyak 25 orang (48,1%), diikuti oleh umur di antara 28 – 38 tahun sebanyak 14 orang (26,9%), umur di antara 39 – 49 tahun sebanyak 8 orang (15,4%), umur di antara 50 – 60 tahun sebanyak 2 orang (3,8%), umur di antara 61 – 71 tahun sebanyak 2 orang (3,8%), dan umur di antara 6 – 16 tahun sebanyak 1 orang (1,9%),

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir.

Pendidikan Terakhir Frekuensi (orang) Persentase (%)

SD 1 1,9

SMP 2 3,8

SMA/SMK 41 78,8

PT 8 15,4

Total 52 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas pendidikan terakhir responden adalah sekolah menengah atas atau sederajat sebanyak 41 orang (78,8%), diikuti oleh pendidikan tinggi sebanyak 8 orang (15,4%), sekolah menengah pertama sebanyak 2 orang (3,8%), dan sekolah dasar sebanyak 1 orang (1,9%).

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan sumber informasi.

Pendidikan Terakhir Frekuensi (orang) Persentase (%)

Koran 5 9,6

Teman 21 40,4

TV 8 15,4

Sekolah 11 21,1

Internet 4 7,7

Lainnya 3 5,8

Total 52 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas informasi akan higiene sanitasi makanan didapat dari teman yaitu sebanyak 21 orang (40,4%), diikuti dari sekolah sebanyak 11 orang (21,1%), dari televisi sebanyak 8 orang (15,4%), dari koran sebanyak 5 orang (9,6%), dari internet sebanyak 4 orang (7,7%),

(45)

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik berdasarkan jenis dagangan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis dagangan.

Jenis Dagangan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Nasi 17 32,7

Mie 11 21,2

Makanan ringan 24 46,2

Total 52 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 52 orang responden, mayoritas jenis dagangan responden adalah makanan ringan yaitu sebanyak 21 orang (40,4%), diikuti jenis dagangan nasi sebanyak 17 orang (32,7%), dan mie sebanyak 11 orang (21,2%).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, penulis mencoba menjadikan kesenian Kuda Lumping sebagai sumber penciptaan karya seni teater, karena seni tradisi Kuda Lumping juga memiliki unsur

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran langsung di luar kelassebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh capital adequacy ratio , non performing financing , financing to deposit ratio berpengaruh terhadap

Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang

Penelitian ini menggunakan sensor flex sebagai pendekteksi gerak di setiap jari dan mengubah masukan sensor tersebut menjadi sebuah angka dan huruf yang ditampilkan pada aplikasi

Hasil data yang diperoleh pada penelitian ini bersumber dari lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi aktivitas guru dan lembar hasil belajar siswa dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tepung sagu dan jumlah bayam terhadap sifat organoleptik bakso ikan gabus dan untuk mengetahui kandungan

“number