Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis data prasiklus, siklus I dan siklus II mengenai hasil belajar IPA siswa.
4.2.1 Hasil Belajar IPA
Pada kondisi awal atau prasiklus, hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Bugel 01 Salatiga, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM ≥70). Hanya ada 7 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM atau dengan persentase 41,17% dan 10 siswa dengan persentase 58,83% belum mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada prasiklus adalah 67,23 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 50. Setelah diterapkannya pembelajaran make a match pada mata pelajaran IPA, hasil belajar IPA mengalami peningkatan, pada siklus I ada 12 siswa dengan persentase 70,59% yang mencapai KKM dan 5 siswa dengan persentase 20,41% belum mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus I meningkat menjadi 71,82 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai
terendah 53. Pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 17 siswa dengan persentase 100% dan tidak ada siswa yang tidak mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus II adalah 80,76 dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 73. Perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi awal atau prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15
Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II Ketegori Nilai Prasiklus Siklus I Siklus II
Jml Siswa Persentase (%) Jml Siswa Persentase (%) Jml Siswa Persentase (%) Tidak Tuntas < 70 10 58,83% 5 20,41% 0 0% Tuntas ≥ 70 7 41,17% 12 70,59% 17 100% Jumlah 17 100% 17 100% 17 100% Rata-rata 67,23 71,82 80,76 Nilai tertinggi 90 90 95 Nilai terendah 50 53 73
Berdasarkan tabel 4.15 mengenai perbandingan ketuntasan hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan. Sebelum dikenai tindakan hanya ada 7 siswa yang mencapai KKM dengan persentase 41,17%. Setelah dikenai tindakan pada siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan menjadi 12 siswa dengan persentase 70,59%, dan pada siklus II jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 17 siswa dengan persentase 100%. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II, maka dapat dilihat pada gambar 4.7
. Gambar 4.7
Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Perolehan rata-rata hasil belajar tiap siklus juga mengalami peningkatan. Pada prasiklus, perolehan rata-rata hasil belajar adalah 67,23, setelah dilaksanakan siklus I rata hasil belajar meningkat menjadi 71,82. Setelah dilaksanakan siklus II rata-rata hasil belajar meningkat lagi menjadi 80,76. Berikut disajikan gambar mengenai perbandingan rata-rata hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II
Gambar 4.8
Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar IPA Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
4.3 Pembahasan
Data yang telah dipaparkan oleh peneliti mulai dari data pra siklus atau data kondisi awal sebelum diterapkannya suatu model pembelajaran make a match sampai setelah diterapkannya model pembelajaran make a match pada siklus I dan Siklus II dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran make a
match dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Pada kondisi awal sebelum
diterapkannya pembelajaran make a match perolehan hasil belajar sebelum tindakan, siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM≥70) hanya ada 7 siswa atau dengan persentase 41,17%. Rata-rata yang diperoleh dari hasil belajar sebelum tindakan adalah 67,23. Kemudian setelah dilakukan pembelajaran siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 12 siswa dengan persentase 70,59%. Rata-rata yang diperoleh dari hasil belajar siklus I adalah sebesar 71,82.
Pada pembelajaran siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM adalah sebesar 17 siswa dengan persentase 100%. Rata- rata yang diperoleh dari hasil belajar pada siklus II adalah sebesar 80,76. Penelitian yang dilakukan pada siklus II seluruhnya sudah mencapai indikator kinerja. Indikator kinerja dari hasil belajar, peneliti menetapkan bahwa penerapan dengan pembelajaran make a match dikatakan berhasil jika minimal 100% siswa mencapai KKM. Hasil belajar pada siklus I sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan oleh peneliti, yakni minimal 70% siswa sudah mencapai KKM, sedangkan pada siklus II hasil belajar siswa sudah sesuai dengan indikator yang ditetapkan oleh peneliti yakni minimal 100% siswa sudah mencapai KKM.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (dalam Anita Lie, 2002:7) bahwa suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa. Dengan suasana kelas yang dibangun sedemikian rupa, maka siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga terbentuk hubungan yang positif dan menambah semangat siswa dalam
belajar. Suasana seperti ini akan memperlancar pembentukan pengetahuan secara aktif sehingga hasil belajar akan meningkat. Pembelajaran make a match merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran make a match, siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Disamping itu,
make a match juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Keunggulan pembelajaran make a match menurut Anita Lie (2002:55) adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran serta untuk semua tingkatan usia. Pembelajaran make a match memiliki kelebihan (Miftahul Huda, 2013:253) antara lain: 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2) karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan; 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan 5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Menurut pendapat para ahli di atas mengenai kelebihan model pembelajaran
make a match maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran make a match yaitu menciptakan suasana belajar yang positif yaitu terbentuknya interaksi satu sama lain sehingga secara tidak langsung siswa akan merasa nyaman tanpa adanya persaingan siswa satu dengan siswa yang lain. Selain itu menambah semangat dan antusias siswa dalam belajar, ketertarikan dalam menerima suatu materi yang akan diajarkan dan akan mempermudah siswa dalam menerima suatu pengetahuan sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suratman (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Make a Match pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Semester II Tahun
a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59% dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100% atau 17 siswa sudah tuntas.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti, Ria Yuni (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester Genap Tahun Ajaran
2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V.