• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Paparan Hasil Analisis dan Pembahasan Implementasi Perangkat

1. Hasil Analisis Kemunculan Indikator Setiap Karakteristik

1) Menggunakan masalah kontekstual

a) Menggunakan soal cerita yang dekat dengan kehidupan siswa. Pada setiap pertemuan guru menggunakan permasalahan kontekstual berupa soal cerita.

Salah satu permasalahan kontekstual yang disajikan guru yaitu tentang ibu yang memotong kue bolu menjadi empat bagian kemudian diberikan kepada Diana, Frizas, dan Erika. Potongan bolu yang tersisa diberikan kepada Diana. Permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa adalah menghitung berapa bagian kue yang dimiliki Diana sekarang. Hal tersebut dapat dilihat pada transkripsi video I: 26.

Keterangan: G : Guru S : Siswa Xn : Nama siswa ke n, n = 1, 2, 3, 4, …. BS : Beberapa Siswa SS : Semua Siswa

(26) G : “Ibu memotong kue bolu menjadi empat bagian sama besar. Kemudian potongan kue tadi dibagikan kepada Diana, Friza dan Erika. Masing – masing mendapat 1 potong kue, sehingga masih tersisa satu potong kue. Lalu satu potong kue itu, Ibu berikan kepada Diana. Berapa bagian kue yang dimiliki Diana sekarang?”

menyajikan permasalahan konsekstual mengenai memotong kue yang disajikan dalam bentuk soal cerita.

Selain data di atas, penggunaan permasalahan konstekstual dengan menggunakan soal cerita dapat ditemukan pada transkripsi I: 65, II: 7, 58, 102, III: 12-16. Pada pertemuan pertama soal cerita yang disampaikan oleh guru adalah tentang memotong kue bolu dan menggoreng tahu. Seperti pada transkripsis I: 65, soal yang disajikan berupa konteks menggoreng tahu yang sudah dipotong – potong. Pada pertemuan kedua seperti pada transkripsi II: 7 soal cerita yang disampaikan oleh guru adalah tentang memotong pizza.

b) Permasalahan kontekstual yang disampaikan mampu mengarahkan siswa menemukan konsep.

Pada saat guru memberikan permasalah kontekstual guru juga membantu siswa agar terarah untuk menemukan konsep. Berikut salah satu transkripsi yang menunjukkan bahwa permasalahan kontekstual yang disampaikan mampu mengarahkan siswa menemukan konsep yaitu pada transkripsi I: 65-68.

(65) X5 : “Ibu mempunyai sepotong tahu. Ibu akan menggoreng tahu maka ibu memotong 3 bagian sama besar.”

(66) G : “Tunjukkan dulu 3 potong, ini wajannya X14 yang bawa.”

(67) X14 membawa piring yang diibaratkan sebagai wajan, kemudian X5 menunjukkan tahu yang ada di wajan.

1 potong tahu, berapa tahu yang ada di wajan? Jawabannya .”

Pada transkripsi diatas guru menyampaikan permasalahan konstektual tentang menggoreng tahu. Setelah itu siswa mencoba untuk memotong tahu dengan hasil potongan seperti yang terlihat pada gambar 4.3 kemudian memasukkan potongan tahu ke dalam piring yang diibaratkan sebagai wajan sesuai dengan keterangan dalam soal cerita seperti pada yang terlihat pada transkrip I: 65-68 sehingga didapatkan jawaban dari permasalahan tersebut

Gambar 4.3 Hasil potongan tahu sesuai keterangan pada soal cerita

Setelah memotong tahu, siswa juga menuliskan hasil jawaban mereka di LKS dan mempresentasikanya di depan kelas. Tahu yang sudah dipotong-potong mengarahkan siswa untuk menemukan konsep pecahan. Siswa sudah mampu

Gambar 4.4 Konsep pecahan pada jawaban X16

Selain data di atas, terdapat transkripsi yang menunjukkan bahwa permasalahan kosntekstual yang disampaikan mampu mengarahkan siswa menemukan konsep yaitu pada transkripsi II: 18-19. Pada transkripsi II: 18-19 siswa sudah mampu memahami konsep pecahan yang terdapat dalam soal. Pada soal diketahui bahwa terdapat pizza sama besar yang dipotong dengan ukuran berbeda. Siswa mampu

menemukan konsep pecahan . Hal ini terbukti dengan siswa mampu memotong roti pizza dan membagikan kepada temannya sesuai dengan soal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan konstektual yang telah disampaikan guru sudah mengarahkan siswa menemukan konsep. Konsep yang ditemukan siswa adalah konsep bentuk pecahan. Siswa memahami permasalahan yang terdapat dalam soal kemudian

dengan penggunaan media pembelajaran.

c) Permasalahan kontekstual yang disampaikan mudah dimengerti siswa.

Permasalahan yang disampaikan guru merupakan permasalahan yang pernah ditemui siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa. Permasalahan memotong pizza atau memotong tempe merupakan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari dan siswa tidak merasa kesulitan jika diminta untuk membayangkan. Permasalahan kontekstual bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami maksud dari soal sehingga mampu menyelesaikan soal dengan baik. Terdapat transkripsi yang menunjukkan permasalahan konstektual yang disampaikan oleh guru mudah dimengerti oleh siswa ,yaitu transkripsi II: 7-21.

(7) G : “Sekarang dengarkan Ibu. Ibu akan membacakan soal pecahan, nanti kalian maju terus selesaikan soal dengan menggunakan roti pizza. Dengarkan baik – baik. Ibu memiliki satu buah pizza. Ibu memotong pizza menjadi 6 potong. Lalu ibu memberikan 2 potong pizza kepada Risang. Beberapa saat kemudian Risang mendapatkan 1 potong pizza lagi sama jenisnya dari kakak. Berapa banyak bagian pizza yang dimiliki oleh Risang sekarang. Siapa yang mau maju?”

(8) Beberapa siswa mengangkat tangan. (9) G : “Ya X28.”

(10) X28 maju membawa pisau dan roti pizza. (11) X28 : “Ini dipotong Bu?”

(12) G : “Iya.”

(13) X28 : “Roti pizzanya dipotong menjadi 6.” (Sambil memotong roti pizza.)

(14) G : “X28 mundur dulu, sekarang X7 maju jadi Risang. Ibu memberikan 2 potong roti pizzanya kepada Risang.” (15) Guru memberikan 2 potong roti ke X7.

(17) X25 memberikan 1 potong roti ke X7.

(18) G : “Berapa pizza yang dimiliki Risang sekarang? Hayo ada berapa? Yang didapat X7 ini lho.”

(19) X7 : “Jadinya ”

(20) G : “Kok bisa Siapa mau menanggapi jawaban X7?” (21) X25 : “Risang dapat 3 bagian dari 6 potong pizza, jadinya

Transkripsi di atas menunjukkan bahwa siswa dapat memahami soal yang dibacakan oleh guru. Hal tersebut terlihat dari antusiasme siswa yang mengangkat tangannya ketika diminta menjawab oleh guru kemudian siswa maju dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Transkrip lain yang menunjukkan bahwa siswa paham terhadap permasalahan kontekstual terdapat pada transkrip I: 35, 65-68, dan III: 12-17. Berdasarkan transkripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan konstektual yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator penggunaan masalah konstektual pada karakteristik penggunaan korteks sudah muncul maksimal dalam proses pembelajaran. Guru sudah memberikan soal cerita yang dekat dengan kehidupan siswa dan mampu mengarahkan siswa untuk menemukan konsep serta dapat dipahami oleh siswa.

a) Permainan yang digunakan membangkitkan semangat siswa Selain menggunakan permasalahan konstektual, guru juga menggunakan permainan untuk menarik minat dan membangkitkan semangat siswa. Guru mengajak siswa untuk melakukan permainan pada Pertemuan 1,3 dan 4. Pada Pertemuan 1 guru mengajak siswa untuk bermain “Mencari Pasangan”. Guru membagikan potongan puzzle yang berwarna – warni kepada tiap siswa, siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan puzzle dengan warna yang sama kemudian siswa menggabungkan puzzle sehingga membentuk lingkaran yang memiliki arsiran dan membentuk sebuah nilai pecahan. Berikut transkripsi data yang dapat menunjukkan semangat siswa ketika melakukan permainan yaitu I: 5-19.

(5) G : “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang pecahan, penjumlahan pecahan, tetapi sebelumnya kita akan bermain dahulu ya, Bu Mus mau membagikan potongan puzzle. Jangan banyak bicara ya.”

(6) Guru membagikan potongan puzzle dibantu oleh X23.

(7) G : “Kamu yang membagi mas X23, jangan boleh milih. Siapa belum?

(8) Beberapa siswa mengangkat tangan, dan guru memberikan potongan puzzle.

(9) G : “Ada lagi yang belum? Semua sudah? Untuk sementara ikuti perintah Bu Mus ya! X11 berdiri di sini, Mbak X16 di sini, Mas X30, X5 tanpa bicara yang biru ikut X11, orange ikut X30, coklat ikut X15 dan yang pink disini, merah disini.”

(10) Siswa ramai maju ke depan kelas dan berkumpul berdasarkan warna puzzle yang didapat.

(11) G : “Sudah? Sekarang silahkan duduk, X2 dan kawan-kawan duduk di sana, pojok sana, X30 disana.”

(12) Siswa duduk membentuk kelompok berdasarkan warna puzzle. Kelompok X25 mulai menggabungkan puzzle.

(13) G : “Oiya pinter kelompoknya X25 langsung menggabungkan karena itu yang kamu pegang itu puzzle

(hijau) mana ya?” (14) X25 : “Sudah jadi Bu.” (15) G : “Jadi apa X25?” (16) X25 : “Lingkaran.”

(17) G : “Tapi kamu lihat lingkaran itu pecahan berapa?” (18) X30 : “Saya Bu, ”

(19) X20 : “Saya Bu, ”

Pada transkripsi I: 12 siswa mulai sibuk mencari pasangan kelompoknya. Siswa terlihat antusias dan ketika guru memberikan pertanyaan, siswa segera menjawabnya.

Pada pertemuan yang ketiga, guru mengajak siswa untuk bermain “Kuis Cepat Tepat”. Hal yang menunjukkan adanya semangat dan antusiasme siswa terdapat dalam transkripsi III: 29-32. Pada saat guru memberikan bintang kepada siswa yang bisa mengerjakan dengan cepat dan tepat, guru memberikan pertanyaan “Siapa yang mau dapat bintang juga?”, serempak semua siswa mengangkat tangan. Guru kemudian meminta kepada semua siswa untuk memperhatikan jika mau mendapatkan bintang.

Pada pertemuan yang keempat guru juga menggunakan permainan. Permainan yang dilakukan adalah permainan “Papan Harga”. Hal ini terlihat pada transkripsi IV: 2-10.

Setiap siswa mendapatkan papan yang nilainya 1, dan . Guru membacakan sebuah cerita yang di dalamnya terdapat berbagai bilangan. Ketika guru menyebutkan sebuah bilangan,

membentuk bilangan yang guru sebutkan.

Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan siswa bersemangat melakukan permainan “Papan Harga”

Gambar 4.5 Siswa antusias dan bersemangat bermain “Papan Harga”

Berdasarkan traskripsi dan gambar tersebut menunjukkan bahwa permaianan bersifat konstektual yang dilakukan oleh siswa membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.

b) Permainan menggambarkan apa yang akan dipelajari

Permainan yang dilakukan dalam pembelajaran disusun agar siswa dapat lebih mudah memahami pembelajaran penjumlahan pecahan. Permainan “Mencari Pasangan” pada pertemuan pertama bertujuan untuk membimbing siswa untuk mengenal pecahan melalui gambar yang disusun secara berkelompok. Sebelum memasuki pembelajaran penjumlahan

pecahan melalu permainan “Mencari Pasangan”. Berikut transkripsi yang menunjukkan permainan mencari pasangan yang menggambarkan pecahan yaitu pada transkripsi I: 12-19. (12) Siswa duduk membentuk kelompok berdasarkan warna puzzle.

Kelompok X25 mulai menggabungkan puzzle.

(13) G : “Oiya pinter kelompoknya X25 langsung menggabungkan karena itu yang kamu pegang itu puzzle yang bisa membentuk bangun datar. Ya, pinter kelompoknya X25. Mana yang ijo (hijau) ya? Yang ijo (hijau) mana ya?”

(14) X25 : “Sudah jadi Bu.” (15) G : “Jadi apa X25?” (16) X25 : “Lingkaran.”

(17) G : “Tapi kamu lihat lingkaran itu pecahan berapa?” (18) X30 : “Saya Bu, ”

(19) X20 : “Saya Bu, ”

Selain permainan “Mencari Pasangan” terdapat juga permainan “Kuis Cepat Tepat” di pertemuan ketiga yang dapat dilihat pada transkripsi III: 29-32. Siswa mendengarkan soal cerita tentang pecahan berpenyebut beda yang dibacakan oleh guru, kemudian diminta untuk menjawab soal tersebut dengan menuliskan jawaban pada papan tulis. Tujuan dari permainan tersebut adalah untuk mengingat kembali pola penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda yang sudah dipelajari siswa pada pertemuan sebelumnya.

Berdasarkan transkrip di atas dapat disimpulkan bahwa permainan yang dilakukan memberikan gambaran tentang hal yang

selanjutnya.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator penggunaan permainan pada karakteristik penggunaan konteks sudah muncul maksimal dalam proses pembelajaran. Siswa terlihat bersemangat dan antusias saat melakukan permainan yang diberikan. Permainan yang diberikan sudah menggambarkan tentang hal yang akan dipelajari sehingga siswa dapat dengan mudah mengingat pembelajaran yang diberikan.

3) Menggunakan media dan alat peraga

Karakteristik penggunaan konteks juga terdapat pada penggunaan media dan alat peraga yang mudah ditemui atau dekat dengan siswa. Pada pertemuan pertama siswa menggunakan alat peraga bolu, tahu dan roti tawar untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal ini terlihat pada transkripsi I:23 dan gambar 4.6.

(23) Guru membagikan LKS dan media pembelajaran berupa kue bolu, roti tawar dan tahu

Pada pertemuan kedua menggunakan media roti pizza untuk mengingatkan siswa tentang konsep pecahan berpenyebut sama. Gambar 4.7 merupakan media yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tentang pizza.

Gambar 4.6 Tahu, roti tawar dan bolu sebagai media pembelajaran pada pertemuan pertama

Gambar 4.7 Pizza sebagai media pada pertemuan kedua Pada pertemuan kedua guru juga memberikan alat peraga berupa gambar pizza dan papan pizza sebagai media untuk menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan. Serta alat peraga berupa papan pecahan untuk menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda.

Gambar 4.9 Siswa menggunakan media papan pecahan Berdasarkan transkripsi dan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa media dan alat peraga yang digunakan merupakan media yang mudah ditemukan oleh siswa di sekitar mereka. Hal itu juga dapat dikatakan bahwa media dan alat peraga yang digunakan sudah konstektual.

4) Menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa

Pada proses pembelajaran, guru menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum memberikan materi yang akan diajarkan. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa membantu guru mengetahui seberapa banyak konsep awal yang sudah dimiliki siswa tentang materi penjumlahan pecahan. Dalam menggali pengetahuan awal siswa, guru melakukan tanya jawab. Hal tersebut dapat dilihat pada transkripsi II: 79-86.

(79) G : “KPK ingat ?” (80) SS : “Ingat.”

(83) Guru menulis di papan tulis + = + = … (84) G : “4 itu apa?”

(85) SB : “Penyebut.”

(86) G : “Yang kamu pikirkan ini dulu ya! (menunjuk penyebutnya) Ini kaitannya dengan yang paling depan yang belakangan kaitkan dengan yang belakang. Dong? Nah ini hubungan dengan ini, 4 kali berapa biar hasilnya 4?”

Transkripsi di atas menunjukkan bahwa guru melakukan tanya jawab dengan siswa. Guru menggali pengetahuan siswa tentang KPK, untuk membantu siswa menyelesaikan masalah tentang penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda. Pada awalnya siswa masih lupa menggunakan KPK tetapi setelah diingatkan untuk menggunakan KPK pada penyebutnya, siswa menjadi lebih mudah dalam menyelesaikan soal.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa indikator menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa pada karakteristik penggunaan konteks sudah muncul dengan sangat maksimal dalam pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari kegiatan tanya jawab yang membantu guru mengetahui seberapa banyak pengetahuan awal yang sudah dimiliki oleh siswa.

b. Indikator Karakteristik Penggunaan Model

1) Penggunaan strategi informal oleh siswa dalam pemecahan masalah

Pada saat pembelajaran, siswa menunjukkan strategi yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah. Ada yang

menggunakan strategi formal untuk menyelesaikan masalah. Penggunaan strategi informal muncul pada saat siswa menggunakan media pembelajaran, siswa memotong kue bolu dan tahu untuk membantu menyelesaikan soal pada LKS pertemuan pertama. Hasil potongan kue bolu dan tahu dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.10 Hasil potongan kue bolu siswa sebagai strategi informal dalam menyelesaikan soal pada LKS

Gambar 4.11 Hasil potongan tahu siswa sebagai strategi informal dalam menyelesaikan soal pada LKS

informal dengan memotong roti pizza untuk membantu menyelesaikan soal. Gambar berikut ini menunjukkan siswa menggunakan strategi informal pada saat pembelajaran berlangsung.

Gambar 4.12 Siswa memotong roti pizza sebagai strategi informal dalam mengerjakan soal yang dibacakan guru

Gambar 4.12 tersebut menunjukkan siswa memotong roti pizza, sebagai strategi informal untuk membantu siswa dalam menyelesaikan soal tentang pizza yang dibacakan oleh guru.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa indikator penggunaan strategi informal oleh siswa dalam pemecahan masalah sudah muncul dengan maksimal pada pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari siswa yang menggunakan media pembelajaran untuk membantu menyelesaikan soal.

masalah

a) Memodelkan masalah dalam kalimat matematika

Ketika menyelesaikan masalah, siswa juga memodelkan masalah dalam kalimat matematika dalam bentuk bilangan dan operasi hitung dari soal cerita. Transkripsi yang menunjukkan pemodelan masalah terdapat pada transkripsi I: 106, 124, II: 37-46, 62, 103, III: 35, 81. Transkripsi II: 37-46 berikut menunjukkan siswa mampu memodelkan masalah ke dalam kalimat matematika.

(37) X25 membaca soal nomor 1 dan teman sekelompoknya menggambar dan menuliskan jawaban di papan tulis yaitu:

+ =

(38) G : “Soalnya dulu ditulis. Soal matematikanya gimana itu, masa langsung hasilnya? Bukan soal ceritanya, tapi soale (soalnya).”

(39) X25 menuliskan soal matematika: + = (40) X25 : “Seperti ini ibu?”

(41) G : “Iya. Minggir-minggir jangan mundur. Siapa mau bertanya? Yo silahkan. X17.”

(42) X17 : “Kenapa itu di soal ditulis ?” (43) G : “Yang keras”

(44) X17 : “Yang ini kan , kok di sini jadi ?” (menunjuk jawaban kelompok X25)

(45) G : “Ayo X28 dapat darimana?” (46) X28 membetulkan soal matematika menjadi:

menggunakan media gambar pizza yang dipotong sesuai pecahan yang ada pada soal, kemudian siswa menggambarnya dan mengubahnya menjadi kalimat matematika. Siswa

memahami soal matematika dengan menulis pecahan dan dan operasi hitung yang digunakan adalah operasi hitung penjumlahan.

Fakta lain dapat dilihat dari hasil pekerjaan siswa yang memodelkan soal cerita ke dalam kalimat matematika seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.13 Memodelkan soal ke dalam kalimat matematika pada hasil jawaban evaluasi X28

Berdasarkan transkripsi dan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa siswa mampu memodelkan masalah dalam kalimat matematika. Siswa mampu memahami kalimat pernyataan pada soal cerita dan mengubahnya menjadi kalimat matematika berupa bilangan dan operasi hitung.

Ketika siswa mengerjakan soal LKS maupun soal evaluasi, siswa menggunakan rumus matematika untuk memecahkan masalah. Siswa menuliskan rumus matematika dan gambar penyelesaian seperti pada hasil pekerjaan siswa berikut ini.

Gambar 4.14 Rumus matematika pada hasil pekerjaan X7 evaluasi pertemuan pertama

Gambar tersebut menunjukkan siswa menyelesaikan soal menggunakan strategi formal, siswa hanya menjumlahkan pembilang karena penyebutnya sudah sama. Pada soal penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda, siswa mencari KPK penyebutnya. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa berikut ini.

Gambar 4.15 Rumus matematika pada hasil pekerjaan X16 LKS pertemuan ketiga

Gambar di atas menunjukkan bahwa siswa menggunakan rumus matematika untuk memecahkan masalah penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda. Siswa mampu memodelkan masalah serta menuliskan langkah-langkah matematis. Siswa mencari KPK dari dua penyebut yang berbeda, setelah kedua pecahan penyebutnya sudah sama kemudian menjumlahkan kedua pembilangnya.

c) Menggunakan langkah-langkah matematis dalam pemecahan masalah

Siswa menggunakan langkah-langkah yang sistematis dalam pemecahan masalah. Langkah-langkah matematis yang dilakukan siswa mulai dari memahami soal yang diberikan guru. Siswa membaca soal dan memahami soal untuk mengetahui keterangan dan apa yang ditanyakan. Kemudian siswa menggunakan media pembelajaran untuk menemukan strategi penyelesaian soal tersebut. Setelah strategi ditemukan,

melakukan penyelesaian masalah menggunakan rumus.

Langkah pertama yaitu membaca dan memahami soal seperti yang terlihat pada transkripsi I: 22 berikut.

(22) G : “Apa tugasmu anak-anak? Nanti dalam kelompok kalian mempunyai tugas, nanti ada soal cerita, kamu baca baik-baik, kamu pahami jangan buru-buru bekerja ya sebelum kamu benar-benar paham soalnya.”

Langkah kedua menggunakan media untuk menemukan strategi penyelesaian masalah dalam soal seperti pada transkripsi I:35-36.

(35) X5 : “Dipotong empat, papat? (empat?) ngene? (begini?)” (bertanya pada teman sekelompoknya mengenai cara memotong kue bolu)

“Wah, lima ga cukup?” (berniat membagi kue bolu menjadi 5 agar bisa dimakan semua anak akan tetapi hanya ada 4 potongan kue bolu sesuai cerita pada soal) “Piye kowe dadi Ibu? Aku Diana, kowe Friza, kowe Erika, dimakan telu ki. Iki ndek ibu, Diana loro. ( Gimana kamu jadi ibu, aku Diana, kamu Friza, kamu Erika, dimakan tiga ni. Ini punya ibu, Diana dua.)” (teman-teman sekelompoknya memerankan orang pada soal cerita, kemudian X5 membagikan kue bolu.)

“Diana dadi entuk .” (Diana jadi dapat ) (36) G : “Langkah-langkah yang kamu lakukan ditulis!”

Siswa menggunakan media pembelajaran berupa kue bolu yang dipotong sesuai keterangan pada soal untuk menemukan strategi menjumlahkan pecahan berpenyebut sama.

Langkah selanjutnya siswa mengubah soal ke dalam kalimat matematika dan menyelesaikannya menggunakan rumus untuk mendapatkan jawabannya. Langkah tersebut terlihat pada transkripsi I: 106

+ =

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator penggunaan strategi formal oleh siswa sudah muncul dengan maksimal dalam pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari pekerjaan siswa yang sudah memodelkan masalah ke dalam kalimat matematika, menggunakan rumus dan langkah-langkah matematis dalam menyelesaikan masalah.

3) Pembimbingan oleh guru dalam menjembatani strategi informal siswa ke strategi formal

a) Guru memberi pertanyaan yang mengarah ke strategi formal Pada saat pembelajaran berlangsung, guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah ke strategi formal. Transkripsi I: 109-119 dan II: 107-112 menunjukkan guru memberikan pertanyaan yang mengarah ke strategi formal. Berikut transkripsi I: 109-119.

(109) G : “Anak-anak perhatikan, luar biasa kelompok X2, ini kalau kelompok mau berpikir jadi kalau ada tugas diskusi benar-benar mau berpikir, kemana to arah soal cerita itu, oo ternyata ke arah opo?(apa?) Ke arah penjumlahan. Darimana ? X11?”

(110) X11 : “Dari 2 potong tahu yang dimasukkan ke wajan.” (111) G : “Betul dari 2 tahu yang dimasukkan ke wajan, loh kok

(112) SS : “Satu.”

(113) G : “Berapa bagian?” (114) SS : “ .”

(115) G : “Kronyos kronyos kronyos, ditambahkan to (kan), kenapa ditambahkan?”

(116) X9 : “Karena masih ada lowongan yang kosong.” (117) X26 : “Karena tahunya sisa satu.”

(118) X7 : “Karena 1 bagian lagi dimasukkan.”

(119) G : “Iya karena 1 bagian tadi dimasukkan lalu dijumlah ya, yang pembilang dihitung yang penyebut tidak dihitung. Kamu ingat tadi yang kue bolu pertanyaannya apa yang kue bolu? X9?”

Transkripsi di atas menunjukkan bahwa guru bertanya kepada siswa tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa, bagaimana cara menyelesaikan penjumlahan pecahan berpenyebut sama. Dengan kegiatan tanya jawab tersebut siswa dapat menemukan strategi formal untuk menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan berpenyebut sama.

b) Guru memberi soal dengan konteks lain yang mengarah ke strategi formal

Pada saat pembelajaran berlangsung guru belum memberikan soal dengan konteks lain yang mengarahkan ke strategi formal, soal yang diberikan guru hanya terpaku pada soal-soal di LKS.

formal

Pada saat pembelajaran guru tidak memberikan contoh analogi yang mengarahkan siswa ke strategi formal. Siswa menggunakan media berupa papan pizza dan gambar pizza sebagai pengandaian dari pizza serta papan pecahan yang diandaikan sebagai tempe tanpa diberi contoh analogi terlebih dahulu oleh guru.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator pembimbingan oleh guru dalam menjembatani strategi informal ke strategi formal sudah muncul dalam pembelajaran walaupun belum secara maksimal. Hal tersebut terlihat dari guru

Dokumen terkait