• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Terhadap Self Purification

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.5 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Terhadap Self Purification

Pengukuran oksigen terlarut (DO) dan BOD yang dilakukan di sungai untuk menentukan nilai laju deoksigenasi untuk mengetahui potensi pemurnian diri (self purification) yang terjadi secara alami pada sungai (Dikeogu, Onyewudiala, Ezeabasili, dan Swift, 2013). Dari hasil pengukuran DO yang dilakukan secara in situ dan di laboratorium dengan menggunakan metode winkler didapat hasil DO yang tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 yaitu minimal sebesar 6 mg/L dan nilai BOD dan COD yang melanggar baku mutu pada beberapa titik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa air Sungai Cikapundung termasuk ke dalam sungai yang telah tercemar.

Nilai laju deoksigenasi yang didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan beberapa metode sangat rendah. Hal tersebut didasarkan pada nilai laju deoksigenasi yang didapatkan dengan menggunakan rumus empiris lebih besar dibandingkan dengan nilai laju deoksigenasi dengan menggunakan metode lain. Nilai laju deoksigenasi dengan menggunakan rumus empiris memiliki rentang 0.52 hingga 0.66 per hari nilai tersebut merupakan nilai laju deoksigenasi yang seharusnya didapatkan pada Sungai Cikapundung.

Akan tetapi, nilai laju deoksigenasi yang didapatkan pada Sungai Cikapundung dengan menggunakan analisis laboratorium memiliki nilai yang relatif rendah.

Nilai laju deoksigenasi erat kaitannya dengan BOD ultimate. Dari hasil penelitian BOD ultimate yang didapatkan melanggar baku mutu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya senyawa organik non biodegradable atau logam yang dapat mengganggu proses terbentuknya oksigen di dalam air dan apabila keberadaan oksigen berkurang maka akan berpengaruh pula pada kehidupan mikroorganisme perairan.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dari hasil data sekunder maupun data primer yang didapat terdapat beberapa parameter senyawa organik yang melanggar baku mutu. Seperti adanya logam berat (Se, Cd, Cu, Pb dan Hg), Fe, Mn, Nitrit, Fosfat, dan MBAS (Deterjen). Senyawa tersebut dapat mengganggu keberlangsungan mikroorganisme yang mendegradasi senyawa organik di dalam air permukaan (Mala dan Maly, 2009).

Faktor penunjang terjadinya self purification yaitu adanya proses dekomposisi.

Apabila senyawa yang masuk ke dalam sungai merupakan senyawa biodegradable maka senyawa tersebut sedikit demi sedikit akan digunakan oleh mikroorganisme untuk menurunkan tingkat pencemar. Namun apabila terdapat senyawa organik non biodegradable

Keberadaan nitrit dan fosfat juga dapat mengganggu proses self purification. Hal tersebut terjadi apabila, kadar nitrit dan fosfat telah melebihi baku mutu dan perairan tersebut menjadi eutrofik atau pertumbuhan alga secara cepat dan tidak terkendali. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan alga maka semakin banyak tanaman air yang hidup dan dapat menyebabkan air sungai menjadi keruh menyebabkan semakin berkurangnya cahaya yang masuk ke dalam sungai. Hal tersebut karena cahaya matahari dibutuhkan untuk proses fotosintesis tanaman yang menghasilkan oksigen ( Menurut Pescod (1969) walaupun kondisi lingkungan memungkinkan untuk pertumbuhan alga namun apabila air sungai tersebut keruh dan menghalangi cahaya matahari yang masuk ke dalam sungai maka dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam air. Dengan semakin menurunnya oksigen terlarut yang ada di dalam air sungai, maka proses self purification pun semakin lambat karena mempengaruhi kinerja mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik.

Adanya nitrit dan fosfat juga dapat berasal dari limbah cair domestik yang dibuang langsung ke sungai. Limbah tersebut ialah deterjen, deterjen mengandung nitrit dan fosfat di dalamnya sehingga dapat mengganggu proses self purification. Selain itu, deterjen juga sulit untuk didegradasi oleh mikroorganisme sehingga deterjen dapat menghambat proses self purification Sungai Cikapundung.

Keberadaan besi dan mangan dimanfaatkan oleh beberapa bakteri sebagai sumber energi dan menghasilkan pertumbuhan lendir yang dapat menyebabkan permasalahan rasa dan bau pada perairan.

Potensi self purification pada sungai juga dapat dinyatakan dalam hal waktu aliran yang dibutuhkan untuk memperbaiki tingkat DO optimalnya (Nwankwor dan Okpala, 1993 dalam Dikeogu, Onyewudiala, Ezeabasili, dan Swift, 2013). Clark et al, (1977) dalam Dikeogu, Onyewudiala, Ezeabasili, dan Swift, (2013) menyatakan bahwa peningkatan oksigen di air sungai bergantung pada kecepatan aliran, kedalaman air dan geometri saluran.

Proses dan laju pemurnian diri dipengaruhi oleh suhu, sifat polutan organik, ukuran dan karakteristik hidrolik termasuk kandungan alga pada badan air penerima (Nwankwor dan Okpala, 1993). Disisi lain apabila terjadi proses pengenceran dengan baik maka bahan organik yang terkandung pada sungai akan teroksidasi tanpa menggunakan oksigen yang terdapat pada sungai sampai tingkat yang cukup (Chapra et al, 1919). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sungai Cikapundung dapat melakukan self purification secara alami apabila hal-hal yang menunjang proses self purification dapat mencukupi.

5.6 Mikroorganisme

Hasil pemeriksaan kandungan mikroorganisme pada air Sungai Cikapundung menunjukkan bahwa beberapa jenis bakteri patogen seperti Vibrio Cholerae, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeroginosa tidak terdapat pada perairan. Bakteri yang ditemui adalah jenis Bacillus sp. Sedangkan jamur yang ditemui adalah jenis Penicillium sp, Aspergillus sp dan Cladosporium sp.

Gambar 12 memperlihatkan bakteri jenis Bacillus sp. Bakteri ini merupakan mikroorganisme tanah yang berperan pada proses degradasi materi organik. Bacillus sp adalah bakteri heterotroph yang menggunakan materi organik dalam perkembangbiakannya.

Dengan keberadaan bakteri ini, memperkuat kondisi pencemaran yang terlihat dari parameter kimiawi di Tabel 2.

Gambar 35. Bacillus sp. (http://wineserver.ucdavis.edu, diakses September 2017)

Tingginya konsentrasi nitrit dalam perairan (Tabel 2) dan rendahnya ammonium serta nitrat memperlihatkan bahwa proses nitrifikasi tidak berlangsung sempurna dalam perairan.

Nitrit adalah produk antara proses nitrifikasi yang seharusnya dengan mudah berubah menjadi nitrat dalam kondisi aerob. Kondisi berhentinya proses nitrifikasi di produk antara dapat diakibatkan oleh habisnya kandungan oksigen yang diperlukan oleh bakteri Nitrobakter dalam mereduksi nitrit menjadi nitrat. Penyebab lain adalah tidak terdapatnya bakteri tersebut di perairan.

Gambar 36, 37 dan 38 adalah jenis-jenis jamur yang berada di perairan Sungai Cikapundung.

Gambar 36. Penicillium sp. (https://www.inspq.qc.ca, diakses September 2017)

Gambar 37. Aspergillus sp. (https://www.amrita.edu, diakses September 2017)

Gambar 38. Cladosporium sp. (http://www.sciencedirect.com, diakses September 2017)

Dokumen terkait