• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR 2017 PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR 2017 PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR 2017

PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PARAMETER PEMENGARUH NILAI LAJU DEOKSIGENASI AIR SUNGAI URBAN DALAM RANGKAIAN

PROSES SELF PURIFICATION

Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun

KETUA/ANGGOTA TIM

Dr. Yonik Meilawati Yustiani, ST., MT. (NIDN: 0403057003) Dr. Mia Nurkanti, M.Kes. (NIDN: 0018016102)

Ir. Neneng Suliasih, MP. (NIDN: 0408076002)

UNIVERSITAS PASUNDAN OKTOBER 2017

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Judul Penelitian : Parameter Pemengaruh Nilai Laju Deoksigenasi Air Sungai Urban dalam Rangkaian Proses Self Purification 

Kode/Nama Bidang Rumpun : 422

Teknik Lingkungan Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Yonik Meilawati Yustiani, ST., MT.

b. NIDN : 0403057003

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. Program Studi : Teknik Lingkungan

e. Nomor HP : 081573231561

f. Alamat surel (e-mail) : yonik@unpas.ac.id Anggota (1)

a. Nama Lengkap : Dr. Mia Nurkanti, M.Kes

b. NIDN : 0018016102

c. Perguruan Tinggi : Universitas Pasundan Anggota (2)

a. Nama Lengkap : Ir. Neneng Suliasih, M.P.

b. NIDN : 0408076002

c. Perguruan Tinggi : Universitas Pasundan Institusi Mitra (jika ada)

Nama Institusi Mitra Alamat

Penanggung jawab

: -

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun Biaya Tahun Berjalan : Rp 150.000.000

Biaya Keseluruhan : Rp 485.950.000

Bandung, 8-9-2016

Mengetahui,

Ketua Lembaga Penelitian Ketua Peneliti, Universitas Pasundan

(Dr. Hj. Erni Rusyani, S.E., M.M.) (DR. YONIK MEILAWATI YUSTIANI, ST., MT) NIP. 196202031991032001 NIPY. 151 102 35

(3)

RINGKASAN

Proses deoksigenasi merupakan proses penting dalam upaya sungai melakukan self purification, yaitu mendegradasi polutan organik jenis bio-degradableagar sungai kembali bersih. Kecepatan proses deoksigenasi berdampak pada cepat atau lambatnya self purification berlangsung. Nilai laju deoksigenasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa nilai laju deoksigenasi sungai urban relatif rendah. Rendahnya nilai laju deoksigenasi mengakibatkan pula sulitnya sungai kembali menjadi bersih, proses self purification menjadi lambat. Polutan penghambat proses tersebut dapat dihentikan dari sumbernya, dan proses self purification dapat ditingkatkan di badan air tersebut. Penyebab rendahnya laju ini perlu diketahui secara detail untuk memperbaiki kondisi kualitas sungai. Parameter tersebut diteliti melalui proses pengambilan sampel air sungai diwakili oleh Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum sebagai sungai urban. Sampel air tersebut dianalisis untuk memperoleh kandungan fisika, kimia, dan biologinya. Laju deoksigenasi juga disimulasikan secara laboratorium menggunakan metode perhitungan oksigen terlarut harian dan metode Thomas’ Slope. Uji biokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan mikroorganisme dekomposer yang terkandung dalam air sungai tersebut. Perhitungan deoksigenasi memperlihatkan rentang nilai yang relatif kecil, yaitu berkisar antara 0,01-0,17/hari. Berdasarkan penelitian, sementara ini sudah dapat dilihat bahwa kondisi perairan Sungai Cikapundung tercemar limbah domestik.

Bukan hanya materi organik biodegradable, namun juga materi organik non-biodegradable.

Mikroorganisme yang terdapat pada perairan adalah jenis heterotrof jenis Bacillus sp. yang mampu mengurai materi organik. Tidak terdapat kandungan logam berat yang dapat mempengaruhi proses degradasi pencemar oleh mikroorganisme. Hasil sementara memperlihatkan bahwa proses self purification lambat terjadi akibat keberadaan pencemar berupa surfaktan atau kandungan dari proses pencucian baju.

Kata kunci: laju deoksigenasi, self purification, sungai urban

(4)

PRAKATA

Air merupakan benda esensial yang harus dijaga, baik secara kualitas, mapun kuantitas. Di perkotaan terutama, yang tingkat polusinya tinggi akibat padatnya penduduk dan manajemen pengelolaan lingkungannya yang lemah, mengakibatkan sungai, sebagai salah satu sumber air baku air minum menjadi rusak kualitasnya.

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya pengelolaan lingkungan perairan yang terdapat di sungai urban. Laporan kemajuan ini dibuat sebagai tampilan hasil sementara tahun pertama untuk judul ”Parameter Pemengaruh Nilai Laju Deoksigenasi Air Sungai Urban dalam Rangkaian Proses Self Purification”.

Kami berterima kasih kepada pihak DRPM Kemenristekdikti yang telah mendanai penelitian ini, juga kepada civitas akademika Universitas Pasundan, termasuk dekanat FT, serta jajaran pejabat dan dosen serta karyawan Teknik Lingkungan. Tidak lupa kami informasikan bahwa penelitian ini juga melibatkan mahasiswa secara aktif, dan kami menempatkan Sdr. Annisa Noviantri sebagai asisten peneliti pada penelitian ini.

Akhirul kalam, kami sangat menghargai seluruh pihak yang telah berikhtiar maksimal dalam mewujudkan Laporan Akhir Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi ini. Semoga ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah yang kita wujudkan dalam proses penyusunan laporan ini diridhoi oleh Allah SWT.

Bandung, 29 Oktober 2017 Ketua Peneliti

Yonik Meilawati Yustiani

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN i

RINGKASAN ii PRAKATA iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Khusus 2

1.3 Urgensi Penelitian 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Self Purification 4

2.1.1 Laju Deoksigenasi 5

2.1.2 Laju Reaerasi 6

2.2 Karakteristik Umum Sungai Urban 7

2.3 Mikroorganisme Pengurai 8

2.4 State of the Art Penelitian dan Peta Jalan Penelitian 9

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 12

BAB 4. METODE PENELITIAN 13

4.1 Framework Penelitian 13

4.2 Lokasi Objek Penelitian 13

4.3 Pengumpulan Data 15

4.4 Analisis Laboratorium 16

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 18

5.1 Data Sekunder Kualitas Air Sungai Cikapundung 18

5.2 Kondisi Pengambilan Sampel Air Sungai Cikapundung 20 5.3 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Berdasarkan Uji Laboratorium 22

5.3 Perhitungan Laju Deoksigenasi 25

5.3.1 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Analisis Laboratorium 25 5.3.2 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Rumus Empiris 67 5.4 Analisis Hasil Laju Deoksigenasi (K1) dan BOD Ultimate (La) pada Metode yang

Digunakan 69 5.5 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Terhadap Self Purification 71

5.6 Mikroorganisme 73

(6)

5.7 Capaian Luaran Publikasi 74

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 76

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 77

DAFTAR PUSTAKA 78

LAMPIRAN 81

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode analisis laboratorium untuk parameter fisika dan kimia 16 Tabel 2. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Tahun 2013-2014 18 Tabel 3. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Tahun 2015 19

Tabel 4 Hasil Pengukuran Debit Sungai 21

Tabel 5 Hasil Pengukuran Kualitas Air Langsung di Lokasi 22 Tabel 6 Hasil Laboratorium Kualitas Air Sungai Cikapundung 23 Tabel 7 Akumulasi Penurunan DO Loss Hulu ( Jl. Siliwangi) 27

Tabel 8 Laju Deoksigenasi Hulu (Jl. Siliwangi) 27

Tabel 9 Akumulasi Penurunan DO Loss Hulu Jl. Siliwangi 29

Tabel 10 Laju Deoksigenasi Hulu (Jl. Siliwangi) 29

Tabel 11 Akumulasi Penurunan DO Loss Hulu Jl. Siliwangi 31

Tabel 12 Laju Deoksigenasi Hulu (Jl. Siliwangi) 31

Tabel 13 Akumulasi Penurunan DO Loss Tengah (Jl. Asia Afrika) 33 Tabel 14 Laju Deoksigenasi Tengah (Jl. Asia Afrika) 33 Tabel 15 Akumulasi Penurunan DO Loss Tengah (Jl. Asia Afrika) 35 Tabel 16 Laju Deoksigenasi Tengah (Jl. Asia Afrika) 35 Tabel 17 Akumulasi Penurunan DO Loss Tengah (Jl. Asia Afrika) 37 Tabel 18 Laju Deoksigenasi Tengah (Jl. Asia Afrika) 37 Tabel 19 Akumulasi Penurunan DO Loss Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 39 Tabel 20 Laju Deoksigenasi Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 39 Tabel 21 Akumulasi Penurunan DO Loss Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 41 Tabel 22 Laju Deoksigenasi Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 41 Tabel 23 Akumulasi Penurunan DO Loss Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 43 Tabel 24 Laju Deoksigenasi Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 43 Tabel 25 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan Menggunakan Metode Slope

atau Metode Thomas 45

Tabel 26 Laju Deoksigenasi Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 47 Tabel 27 Laju Deoksigenasi Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 48 Tabel 28 Laju Deoksigenasi Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 49 Tabel 29 Laju Deoksigenasi Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 50 Tabel 30 Laju Deoksigenasi Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 51 Tabel 31 Laju Deoksigenasi Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 52 Tabel 32 Laju Deoksigenasi Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 53 Tabel 33 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan Menggunakan Metode Grafik

Thomas 54

Tabel 34 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 54 Tabel 35 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 55 Tabel 36 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 57 Tabel 37 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 59 Tabel 38 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 60 Tabel 39 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 61 Tabel 40 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 63 Tabel 41 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 64 Tabel 42 Perhitungan DO Loss Terhadap Waktu di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 66 Tabel 44 Nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan BOD Ultimate (La) dengan Menggunakan

Metode Momen 67

Tabel 45 Nilai Laju Deoksigenasi dengan Menggunakan Rumus Empiris 68

(8)

Tabel 46 Perbandingan Nilai Laju Deoksigenasi (K1) dengan Menggunakan Analisis

Laboratorium dan Rumus Empiris 69

Tabel 47 Perbandingan Nilai BOD Ultimate dengan Menggunakan Beberapa Metode 70 Tabel 48 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2018 76

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva oxygen sag (Trinivas, 2008) 4

Gambar 2. Protozoa 8

Gambar 3. Actinomycetes 9

Gambar 4. Bakteri 9

Gambar 5. Peta jalan penelitian mengenai pengelolaan kualitas air sungai urban. 11 Gambar 6. Rangkaian penelitian pengelolaan air sungai urban. 13 Gambar 7. Daerah aliran Sungai Cikapundung di wilayah Kota Bandung (Bappeda

Bandung, 2014). 14

Gambar 8. Peta DAS Citarum (Diskimrum, 2012). 15

Gambar 9. Titik pengambilan sampel air Sungai Cikapundung. 16 Gambar 10 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Ke-1 Hulu (Jl. Siliwangi) 27 Gambar 11 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Ke-1 Hulu (Jl. Siliwangi) 29 Gambar 12 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Ke-1 Hulu (Jl. Siliwangi) 32 Gambar 13 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Tengah (Jl. Asia Afrika) 34 Gambar 14 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Tengah (Jl. Asia Afrika) 36 Gambar 15 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Tengah (Jl. Asia Afrika) 38 Gambar 16 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 40 Gambar 17 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 42 Gambar 18 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Segmen Hilir (Jl. Soekarno Hatta) 44 Gambar 19 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Hilir (Jalan

Siliwangi) 47

Gambar 20 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Hilir (Jalan

Siliwangi) 48

Gambar 21 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Tengah (Jalan

Asia Afrika) 49

Gambar 22 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Tengah (Jalan

Asia Afrika) 50

Gambar 23 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Hilir (Jalan

Soekarno Hatta) 51

Gambar 24 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Hilir (Jalan

Soekarno Hatta) 52

Gambar 25 Grafik Hubungan Antara (t/y)1/3 dengan Waktu (hari) pada Titik Hilir (Jalan

Soekarno Hatta) 53

Gambar 26 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 55 Gambar 27 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 56 Gambar 28 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hulu (Jalan Siliwangi) 58 Gambar 29 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 59 Gambar 30 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 61 Gambar 31 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Tengah (Jalan Asia Afrika) 62 Gambar 32 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 64 Gambar 33 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 65 Gambar 34 Diagram Moore untuk 7 Hari di Titik Hilir (Jalan Soekarno Hatta) 66

Gambar 35. Bacillus sp. 73

Gambar 36. Penicillium sp. 74

Gambar 37. Aspergillus sp. 74

Gambar 38. Cladosporium sp. 74

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Publikasi di Jurnal Internasional Nama Jurnal: International Journal of Geomate (Q2) Status: published

Lampiran 2. Publikasi di Jurnal Internasional Nama Jurnal: Rasayan (Q3) Status:

submitted

Lampiran 3. Sebagai pemakalah di temu ilmiah internasional Nama temu ilmiah:

Science, Engineering and Environment, Status : Accepted

Lampiran 4. Sebagai Keynote Speaker Nama Conference: The International Conference on Engineering and Applied Science, Status: Sudah dilaksanakan

Lampiran 5. Sebagai Keynote Speaker, Nama Conference: Asia-Pacific Conference on Engineering & Applied Sciences, Status: Sudah dilaksanakan

Lampiran 6. Paten, Nama paten: Metode Penentuan Laju Deoksigenasi Sungai Urban, Status: draft

Lampiran 7. Buku Ajar, Nama paten: Pemodelan Kualitas Air Sungai, Status: draft

(11)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu parameter utama yang digunakan sebagai indikator kualitas air permukaan (Sarkar and Pandey, 2015). Oksigen digunakan oleh biota dalam kehidupannya, sehingga parameter ini menjadi penting diperhatikan dalam upaya pemeliharaan kualitas sungai. BOD (Biochemical Oxygen Demand) memiliki hubungan yang kuat dengan DO karena mengindikasikan kebutuhan oksigen untuk menguraikan materi organik dalam perairan. Oleh sebab itu, BOD menjadi faktor penting pula untuk mengevaluasi tingkat pencemaran materi organik di sungai (Siwiec, et. al, 2011).

Deoksigenasi adalah proses penurunan jumlah oksigen yang terjdi akibat penggunaan oksigen oleh mikroorganisme untuk menguraikan pencemar yang masuk ke dalam badan perairan (Kumarasamy, 2015). Proses deoksigenasi merupakan proses penting dalam upaya sungai melakukan self purification, yaitu mendegradasi polutan organik jenis bio-degradableagar sungai kembali bersih. Kecepatan proses deoksigenasi berdampak pada cepat atau lambatnya self purification berlangsung. Nilai laju deoksigenasi juga merupakan satu suku penting dalam persamaan Streeter-Phelps yang selalu digunakan untuk memodelkan kualitas air sungai. Nilai laju deoksigenasi dapat bersifat spesifik jika berada pada area dengan temperatur yang berbeda. Selain itu, kualitas sungai, keberadaan materi dan polutan pada sungai akan mempengaruhi laju deoksigenasi. Penelitian mengenai deoksigenasi sangat jarang dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu pada tahun 2008 penelitian mengenai laju urai BOD dan deoksigenasi ini dilakukan menggunakan berbagai metode. Metode paling akurat dalam penentuan laju deoksigenasi ini adalah dengan menginkubasi sampel selama 10 hari dengan pengukuran harian konsentrasi oksigen yang dilanjutkan dengan pengolahan data secara statistik. Nilai laju deoksigenasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu berkisar antara 0,09-0,42 per hari untuk Sungai Citepus (Yustiani, 2013); 0,0233-0,1622 per hari untuk Sungai Cikapundung dan Citepus pada musim kemarau (Yustiani, 2012); 0,01 to 0,37 per hari untuk Sungai Cikapundung secara umum (Yustiani, 2015). Dari penelitian tersebut, diperoleh bahwa nilai laju deoksigenasi relatif rendah. Rendahnya nilai laju deoksigenasi ini mengakibatkan sungai sulit kembali bersih jika terjadi pencemaran organik. Penyebab rendahnya laju ini perlu diketahui secara detail untuk memperbaiki kondisi kualitas sungai.

(12)

1.2 Tujuan Khusus

Penelitian mengenai parameter pemengaruh nilai laju deoksigenasi di sungai urban ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:

- Mengidentifikasi parameter yang mempengaruhi proses deoksigenasi di sungai urban - Memperoleh hubungan antara kualitas air dilihat dari kategori non-biodegradable polutan

dengan laju deoksigenasi yang terjadi

- Mendapatkan jenis-jenis mikroorganisme yang terkandung dalam sungai urban, dikaitkan dengan proses degradasi materi organik yang terkandung dalam air sungai - Menemukan konsentrasi tiap parameter pemengaruh terhadap proses degradasi materi

organik dalam rangkaian proses self purification di sungai urban

1.3 Urgensi Penelitian

Salah satu poin penting dalam Rensta penelitian Universitas Pasundan adalah peningkatan mutu penelitian dosen dengan penelitian unggulan di bidang lingkungan. Penelitian terdahulu mengenai laju deoksigenasi telah dimulai dan memperoleh beberapa hasil spesifik untuk kondisi sungai di perkotaan. Hasil penelitian ini masih meninggalkan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara tuntas agar dapat diaplikasikan dalam rangkaian kegiatan perbaikan kualitas air sungai urban. Selain itu, upaya peningkatan dan mempertajam penelitian ini dapat membuka potensi kerjasama dengan pengguna pemodelan baik dari pemerintahan maupun pemangku kebijakan lainnya untuk merumuskan rekomendasi pengelolaan sungai urban.

Nilai laju deoksigenasi dapat menggambarkan karakteristik polutan yang mencemari sungai. Selain itu, laju ini menjadi koefisien penting pada simulasi kualitas air sungai.

Biasanya, proses simulasi dilakukan menggunakan koefisien yang diperoleh dari literatur asing (Hendriarianti dan Karnaningroem, 2015). Penggunaan nilai yang tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil pemodelan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Lebih jauh lagi, ketidaksesuaian nilai yang dipakai dapat mengakibatkan perumusan pengendalian dan pengelolaan kualitas sungai menjadi tidak tepat atau bahkan salah kelola.

Rendahnya nilai laju deoksigenasi mengakibatkan pula sulitnya sungai kembali menjadi bersih, proses self purification menjadi lambat. Penelitian ini perlu dilakukan agar parameter penghambat proses self purification dapat diatasi sehingga kualitas air sungai dapat diperbaiki. Polutan penghambat proses tersebut dapat dihentikan dari sumbernya, dan proses

(13)

BA 2.

Se m pr ko ox m su

te ok da m da pr

da ta m

di AB

1 S elf mikr rodu ons xyg meru

ung

rjad ksig alam meni

an rose

alam hun maka

ima B 2.

Self pu roor

uk sent gen upa gai y

di gen m p ing

sec es s

m p n 1 a da

ana . TI f Pu urif rga

be tras sa akan

yan

Sel di n se

pera gkat

cara self Pro pem 192

apa

: INJ urif fica anis erup

si o ag

n h ng s

lisi bag edim aira tkan a k f pu ose mod 25 ( at d

JA ifica

atio sme pa oksi

(Vo hal

seb

h k gian

me an n k kon

urif s s dela (US dilih

UA atio on e m

kar ige Von-

yan bena

kon n h en,

sed kon ntiny

fica self an S P hat

AN on

se menj rbo

n d -Sp ng arn

nsen hulu suh diki nsen

yu atio f p

ku Pub pa

PU

eca jad n d dala perl

pe nya.

G ntra u, a hu it, m ntra

me on s

urif ualit

blic ada

UST

ara di pr

diok am

ing enti .

Gam asi

ant air mak asi

enc seca ifica tas

H Per

TA

b rod kid air g, 2

ng

mba DO tara

r, d ka

ok cem

ara atio

air eal rsa

AKA

iolo duk da ( r ter 201 un

ar 1 O d a la dan

keb ksig mar ala on r da lth, ama A

ogi k ak (CO

rce 14 ntuk

1. K di ti ain lim but gen.

i su ami

dif alam

19 aan D

is khir O2)

ma dar k m

Kur iap

deo mb

uha . N

ung iah form

m 925

1.

D

= ad r ya

, ai ar d

ri mem

rva lok oks ah an Nam

gai h (H

mu per 5).P

Do dala

ang ir, dari

Me mili

a ox kas sige

(S oks mun

, m Hars ulas

rhit Pers

u k

.e ah g sta

fos i wa ene

ih k

xyg si d ena ark sige n ap mak son sika tun sam

u x ka

pe abi sfat akt ezes

kur

gen di su

asi, kar en pab ka a no d an

gan maa

+ K eris

l. P t, d tu k s, d rva

sa ung

re da aka bila aer dan me n k an S

Ka Kd

stiw Pros dan

ke w dkk a te

ag ( gai aer an P

an k ko rasi n N enja kons Stre

− K L d.

wa ses

nit wak k.,

rba

(Tri ad rasi Pan kec onse

tid om adi sen eet

Kr Lo

te ok trat ktu 20 aik

iniv ala i, fo nde cil p

ent dak mosa su ntra er-P

e

erur ksid t (W

da 015)

ya

vas ah h foto ey, pul tras k a atry uatu asi

Phe

x

u kr

rain dasi Wh apat ). E ang

s, 2 hasi o si

20 la, si m akan yo, u p DO elp

x nya

i bi hiteh

t di Est m

2008 il d inte 15) seh mat

n c 20 pers O o

s u

u k

e a m

iok hea ikaj tim mere

8).

dari esis ). K hing

eri cuku 010)

sam oleh

untu

ux ka

mat imi ad, ji m masi

epre

i be s, re

Ket gga org up ).

maa h St uk

teri ia i 19 men i la esen

erba esp tika a pr gan un

an tree

t = i o ini m 982)

ngg aju nta

aga pira a m rose nik ntuk

yan eter

= 0 org

me ).

gun de asik

ai p asi, mate

es a ter k m

ng r-P 0 da

gani engh

Pe aka eok kan

pros ke eri aer rlal men

dig Phel

an

( ik has erub an k ksig

ko

ses ebut org rasi

lu t ndu

gun lps D

(Pe ol silk bah kur gena

ond

ya tuh gan ak ting uku

nak pa

=

ers.

leh kan han rva asi disi

ang han nik kan ggi ung

kan ada Do

1)

(14)

D = Defisit oksigen terlarut pada saat t, (mg/l) x = Jarak titik pengamatan (km)

u = Kecepatan rata-rata (m/det) Kd = koefisien deoksigenasi (hari-1) Ka = koefisien reaerasi (hari-1) Kr = Total Penyisihan (hari-1)

Lo = konsentrasi BOD limpasan (t = 0),(mg/l)

Do = Defisit oksigen awal pada titik pembuangan (t = 0), (mg/l) 2.1.1 Laju Deoksigenasi

Oksigen di suatu badan air dapat berkurang akibat adanya oksidasi bakteri terhadap bahan organik tersuspensi dan terlarut yang berasal dari sumber alam / sumber kegiatan manusia.

Penetuan laju deoksigenasi dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, yaitu metode Thomas, metode Fujimoto, metode rapid ratio, metode moment, metode grafis Lee, metode logarithms difference, metode least square, dan metode daily difference (Adewumi, dkk., 2005). Metode-metode tersebut menggunakan data harian DO dari sampel air yang diinkubasi selama 10 hari.

Beberapa penelitian penentuan laju deoksigenasi telah dilakukan di negara lain menggunakan berbagai metode antara lain kajian lapangan, kalibrasi model, dan percobaan di laboratorium. Salah satu penelitian yang menggunakan kajian di lapangan adalah Bhargava (1983) dengan Sungai Ganga dan Yamura (India) sebagai wilayah studi. Nilai koefisien laju urai BOD yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 3,5-5,6 /hari (laju total penguraian) untuk Sungai Ganga, dan 1,4 /hari untuk Sungai Yamura. Kajian di lapangan relatif sulit dilakukan untuk daerah perkotaan karena pencemar masuk ke dalam sungai dalam bentuk menyerupai pencemaran garis, sementara untuk mendapatkan nilai laju deoksigenasi di lapangan, proses urai pencemar hanya dapat ditentukan dengan baik apabila pencemar yang masuk tidak terganggu oleh pembuangan limbah di arah hilirnya.

Demikian pula dalam metode penentuan laju deoksigenasi menggunakan kalibrasi model. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode ini antara lain oleh Crain dan Malone (1982) untuk Sungai Gray’s Creek (Lousiana, Amerika) dengan hasil 1,44/hari. Pada metode ini, rangkaian data lapangan harus menjadi acuan proses kalibrasi. Data yang dapat digunakan juga sesuai dengan syarat seperti dengan kajian lapangan.

Nilai laju urai BOD untuk beberapa sungai di negara lain adalah 0,14 – 0,27 hari-

(15)

Australia (Kurup, dkk. 2002), 0,45 hari-1untuk Gomti River, India (Jha, dkk. 2008). Beberapa sungai tersebut memiliki nilai laju deoksigenasi yang bervariasi dengan orde 1/10. Nilai ini memperlihatkan bahwa aktivitas penguraian materi organik oleh mikroorganisme relatif tinggi. Sedangkan nilai laju urai BOD di Sungai Cikapundung dan Sungai Citepus relatif rendah, yaitu orde 1/100. Pengukuran pertama di Sungai Cikapundung Hilir menunjukkan orde 1/10, namun pengukuran selanjutnya baik di Sungai Cikapundung maupun Sungai Citepus memiliki orde 1/100 (Yustiani, 2012).

Penelitian yang ditujukan untuk mengidentifikasi parameter penyebab rendahnya nilai laju deoksigenasi di sungai-sungai urban masih belum pernah dilakukan, terutama dengan karakteristik yang tipikal terdapat di Indonesia. Pada penelitian kali ini, selain dilakukan penetuan laju deoksigenasi, karakter pencemar non-biodegradable, baik yang bersifat organik maupun yang non organik akan diidentifikasi. Kondisi mikroorganisme dekomposer juga akan diteliti baik jenis maupun jumlahnya. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat berguna dalam pemilihan koefisien laju deoksigenasi untuk keperluan simulasi kualitas air sungai dan formulasi kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).

2.1.2 Laju Reaerasi

Sumber penambahan oksigen ke dalam badan air dihasilkan dari reaerasi atmosfer. Proses penambahan oksigen dalam hal ini didasarkan pada transfer gas dari udara ke dalam air melalui permukaan. Transfer gas merupakan proses kimia fisik yang terjadi terus menerus pada permukaan antara gas dan cairan. Gerakan cepat memungkinkan molekul oksigen menembus permukaan, dan menghasilkan transfer gas dari udara ke dalam air. Secara simultan beberapa molekul oksigen terlarut lepas ke atmosfer melalui permukaan. Gerakan kedua arah tersebut berlangsung pada laju masing – masing yang ditentukan oleh temperatur dan variabel lain.

Bila tidak ada penggunaan oksigen proses ini mencapai keseimbangan dinamik dengan laju transfer oksigen dari udara ke air sama dengan laju transfer oksigen pada arah sebaliknya. Hal ini akan menghasilkan konsentrasi oksigen yang tetap di dalam air pada kondisi jenuh. Persamaan 2 memperlihatkan formula untuk menghitung koefisien reaerasi (Thomann, 1987).

rR = K2 ( Cs – C) (Pers. 2) dimana :

rR = koefisien reaerasi

K2 = laju reaerasi permukaan, d-1 (dasar e)

(16)

Cs = konsentrasi oksigen jenuh, (mg/l) C = konsentrasi oksigen terlarut (mg/l)

Koefisien transfer oksigen pada air alam bergantung kepada (Thomann, 1987):

● pencampuran internal dan turbulensi akibat gradien kecepatan dan fluktuasi

● temperatur

● angin

● air terjun, bendungan

● film permukaan

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan harga Ka adalah menggunakan model yaitu rumus menurut O’Conner and Dobbins untuk aliran normal dapat dilhat pada Persamaan 3 (Thomann, 1987).

Ka = 3,93 1,5

5 , 0

rata Hrata

rata Urata

(Pers. 3) Dimana :

Ka = Koefisien reaerasi (hari-1) U = kecepatan rata-rata (m/dt) H = kedalaman rata-rata (m)

2.2 Karakteristik Umum Sungai Urban

Hampir seluruh sungai urban di perkotaan Indonesia mengalami pencemaran. Kota Bandung, sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat dilalui oleh 46 sungai. Berdasarkan hasil monitoring BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Kota Bandung, seluruh sungai yang melalui Kota Bandung mengalami pencemaran berat dilihat dari nilai indeks mutu STORET yang membandingkan dengan baku mutu.

Prediksi timbulan air limbah dari masyarakat di sekitar Sungai Cikapundung pada tahun 2020 kurang lebih 1.172 m3 per hari. Sekitar 88% tempat tinggal tersebut memiliki fasilitas kamar mandi dan kakus, namun tidak dilengkapi dengan tangki septic (Djouffan dan Mukhsin, 2003). Citarum sebagai muara aliran Sungai Cikapundung dan sungai-sungai lainnya yang melalui Kota Bandung mengalami pencemaran yang lebih buruk lagi. Air

(17)

tersebut menggunakan zat pewarna tekstil, di mana zat pewarna tekstil yang paling dominan digunakan adalah pewarna azo/ azo dyes. Air limbah yang mengandung azo dyes diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik perusahaan, untuk kemudian dibuang ke Sungai Citarum (Suhendra, dkk, 2013).

Kualitas sungai perkotaan secara berkala dipantau untuk dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku sesuai dengan peruntukannya. Terdapat beberapa parameter pencemar yang tidak diukur secara detail karena tidak distandarkan dalam baku mutu. Walaupun demikian parameter tersebut memiliki keterkaitan dengan kemampuan sungai dalam proses self-purification.

2.3 Mikroorganisme Pengurai

Mikroorganisme pengurai merupakan kelompok mikroorganisme yang mampu mendekomposisi organisme lain yang telah mati menjadi unsur-unsur penyusunnya yang akan kembali ke lingkungan. Kelompok mikroorganisme ini menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi karbon dioksida (CO2), gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Mikroorganisme pengurai yang terdapat di perairan didominasi dengan jenis bakteri.

Mikroorganisme sangat penting dalam proses ekosistem di perairan dan lingkungan perairan, namun kajian dan penelitian mengenai komunitas mikroorganisme ini masih sedikit;

dalam ekosistem perairan, jamur dan bakteri memegang peranan kritis untuk mengurai tumbuhan dan melepaskan energi serta nutrient untuk tingkat tropik yang lebih tinggi di rantai makanan (Harrop, 2009).

Gambar di bawah ini merupakan jenis-jenis mikroorganisme pengurai yang meliputi protozoa, Actinomycetes, dan bakteri (http://www.eulesstx.gov, diakses April 2016).

Gambar 2. Protozoa

(18)

Gambar 3. Actinomycetes

Gambar 4. Bakteri

2.4 State of the Art Penelitian dan Peta Jalan Penelitian

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, diperoleh bahwa nilai laju deoksigenasi di sungai urban sangat rendah disertai dengan kualitas air yang buruk. Nilai laju deoksigenasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu berkisar antara 0,09-0,42 per hari untuk Sungai Citepus (Yustiani, 2013); 0,0233-0,1622 per hari untuk Sungai Cikapundung dan Citepus pada musim kemarau (Yustiani, 2012); 0,01 to 0,37 per hari untuk Sungai Cikapundung secara umum (Yustiani, 2015). Dari penelitian tersebut, diperoleh bahwa nilai laju deoksigenasi relatif rendah. Kondisi ini mengakibatkan proses self purification tidak berjalan dengan baik.

Laju deoksigenasi di Sungai Brantas Hulu memperlihatkan nilai yang relatif rendah juga, yaitu 0,019-0,046 per hari (Hendriarianti, 2015). Dikemukakan dalam penelitian tersebut bahwa nilai laju deoksigenasi yang rendah mungkin terjadi akibat kondisi sungai yang turbulen. Kondisi aliran sungai di perkotaan sangat berfluktuasi. Turbulen terjadi jika sungai memiliki debit yang besar dengan kemiringan cukup tinggi. Turbulensi tidak selalu

(19)

proses deoksigenasi. Secara umum, proses deoksigenasi dan self-purification juga banyak dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme air sungai dalam menguraikan zat organik.

Penelitian detail mengenai penyebab rendahnya nilai laju deoksigenasi pada sungai urban masih belum dilakukan. Kondisi mikroorganisme pengurai yang terdapat pada sungai urban juga belum diteliti. Ketidakoptimalan kerja mikroorganisme pengurai juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses self purification di sungai. Oleh sebab itu, pada penelitian ini kondisi mikroorganisme pengurai menjadi salah satu komponen yang akan diteliti.

Selain itu penelitian yang memverifikasi nilai laju deoksigenasi yang rendah tersebut belum dilakukan. Nilai ini dapat diverifikasi dengan melihat parameter pemengaruhnya. Hasil verifikasi menjadi dasar penetapan rentang laju deoksigenasi untuk digunakan pada pemodelan kualitas air sungai dan perumusan pengelolaan sungai-sungai di perkotaan.

Gambar 5 memperlihatkan peta jalan penelitian ini. Kajian mengenai pengelolaan kualitas sungai sudah dimulai 8 tahun yang lalu dengan meneliti koefisien laju urai BOD menggunakan berbagai metode. Koefisien yang diperoleh dari penelitian terdahulu diaplikasikan dalam bentuk model kualitas air sungai. Software model ini sudah mulai dibangun, yaitu KUALA.V01.

(20)

Gambar 5. Peta jalan penelitian mengenai pengelolaan kualitas air sungai urban.

Product

Laju urai BOD  menggunakan  kalibrasi model

Laju urai BOD  menggunakan  perlakuan di  laboratorium

Prototipe software KUALA.01 dalam   sistem informasi

Laju deoksigenasi  dalam fungsi kualitas 

air dan  mikroorganisme

KUALA.02

Findings Kualitas air Sungai  Citarum

Kualitas air Sungai  Cikapundung & 

Citepus

kebutuhan pemakai  software

Kualitas air Sungai  Cikapundung

Parameter penting di  sungai urban untuk  Proses Self Purification 

Fungsi‐fungsi tiap  pengguna model

Publication International  conference

International and  national conference

International  publication

International  publication and 

conference

International journal International journal

Data Processing Sampling &Hasil 

model Sampling, lab analysis Pemrograman Simulasi model Statistik, dekriptif,  komparatif

Statistik, dekriptif,  komparatif Analysis Kualitas Air Proses statistik, 

Thomas Method

Hasil model dan 

lapangan Deskriptif dan statistik

Uji fisika, kimia, dan  biokimia, oksigen 

harian

Penentuan user dan  kapasitas akses

Implementation Desain software Sampling dan analisis 

laboratorium

Integrasi model  dengan sistem 

informasi

Process Karakterisasi kondisi 

sungai

Studi literatur dan data  pemantauan

Studi literatur dan  pemetaan

Design Pemrograman 

komputer

Kualitas air fisika, kimia  dan biologi

Peta‐peta dan  KUALA.01

2008‐2009 2011‐2012 2013‐2014 2015‐2016 2017‐2018 2019

Activity Year

Konsep sistem  informasi kualitas air 

sungai perkotaan

OutputMethodPARAMETER

Karakterisasi air  Sungai Citarum

Karakterisasi Sungai  Urban dari nilai laju 

urai BOD

(21)

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian mengenai parameter pemengaruh nilai laju deoksigenasi di sungai urban ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:

- Mengidentifikasi parameter yang mempengaruhi proses deoksigenasi di sungai urban - Memperoleh hubungan antara kualitas air dilihat dari kategori non-biodegradable polutan

dengan laju deoksigenasi yang terjadi

- Mendapatkan jenis-jenis mikroorganisme yang terkandung dalam sungai urban, dikaitkan dengan proses degradasi materi organik yang terkandung dalam air sungai - Menemukan konsentrasi tiap parameter pemengaruh terhadap proses degradasi materi

organik dalam rangkaian proses self purification di sungai urban

Penelitian terdahulu mengenai laju deoksigenasi telah dimulai dan memperoleh beberapa hasil spesifik untuk kondisi sungai di perkotaan. Hasil penelitian ini masih meninggalkan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara tuntas agar dapat diaplikasikan dalam rangkaian kegiatan perbaikan kualitas air sungai urban. Selain itu, upaya peningkatan dan mempertajam penelitian ini dapat membuka potensi kerjasama dengan pengguna pemodelan baik dari pemerintahan maupun pemangku kebijakan lainnya untuk merumuskan rekomendasi pengelolaan sungai urban.

Nilai laju deoksigenasi dapat menggambarkan karakteristik polutan yang mencemari sungai. Selain itu, laju ini menjadi koefisien penting pada simulasi kualitas air sungai.

Biasanya, proses simulasi dilakukan menggunakan koefisien yang diperoleh dari literatur asing (Hendriarianti dan Karnaningroem, 2015). Penggunaan nilai yang tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil pemodelan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Lebih jauh lagi, ketidaksesuaian nilai yang dipakai dapat mengakibatkan perumusan pengendalian dan pengelolaan kualitas sungai menjadi tidak tepat atau bahkan salah kelola.

Rendahnya nilai laju deoksigenasi mengakibatkan pula sulitnya sungai kembali menjadi bersih, proses self purification menjadi lambat. Penelitian ini perlu dilakukan agar parameter penghambat proses self purification dapat diatasi sehingga kualitas air sungai dapat diperbaiki. Polutan penghambat proses tersebut dapat dihentikan dari sumbernya, dan proses self purification dapat ditingkatkan di badan air tersebut.

(22)

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Framework Penelitian

Sesuai dengan peta jalan penelitian pengelolaan kualitas sungai urban, kajian awal dimulai dengan mendapatkan nilai-nilai koefisien melalui beberapa metode. Nilai urai BOD atau laju deoksigenasi kemudian mendukung pembangunan model kualitas air sungai.

Gambar 6. Rangkaian penelitian pengelolaan air sungai urban.

* (Yustiani, 2012) , (Yustiani, dkk., 2013)

** (Yustiani, dkk., 2014)

*** (Yustiani, dkk., 2015a), (Lidya, dkk., 2015)

**** (Yustiani, dkk., 2015b)

4.2 Lokasi Objek Penelitian

Sebagai representasi sungai urban, dipilih Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum yang terletak di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Pemilihan ini didasarkan atas penelitian yang telah terdahulu dan kompleksitas yang dimiliki oleh sungai-sungai tersebut, terutama

Sistem Informasi Kualitas Air Sungai Urban****

Penentuan laju urai BOD menggunakan metode

kalibrasi model

Penentuan laju deoksigenasi menggunakan

metode percobaan*

Perumusan Model Kualitas Air Sungai Urban**

Pembangunan Software KUALA.V02 Pembangunan Software

KUALA.V01***

Parameter pemengaruh laju deoksigenasi sungai urban,

fisik, kimia, biologi

(23)

peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung pada batas wilayah Kota Bandung, sedangkan Gambar 8 memperlihatkan DAS Citarum.

Gambar 7. Daerah aliran Sungai Cikapundung di wilayah Kota Bandung (Bappeda Bandung, 2014).

(24)

Gambar 8. Peta DAS Citarum (Diskimrum, 2012).

4.3 Pengumpulan Data

Jenis data yang akan diambil adalah data sekunder meliputi kualitas air Sungai Cikapundung dan Citarum. Data ini diperoleh dari instansi pemerintah yang melakukan monitoring berkala di sungai-sungai tersebut, yaitu BPLH Kota Bandung dan BPLHD Provinsi Jawa Barat.

Artikel ilmiah dari jurnal maupun laporan-laporan penelitian juga merupakan sumber data sekunder yang akan memperkaya penelitian ini.

Selain data sekunder, data primer juga akan dikumpulkan melalui pengambilan sampel air sungai di 3 titik di Sungai Cikapundung, dan 3 titik di Sungai Citarum. Gambar 10 memperlihatkan titik sampling untuk Sungai Cikapundung, yaitu di perlintasan jalan Siliwangi, jalan Asia-Afrika, dan jalan Soekarno-Hatta. Pengambilan sampel dari Sungai Citarum dilakukan di muara Sungai Cikapundung, Cicadas, dan Cikalintu.

(25)

Gambar 9. Titik pengambilan sampel air Sungai Cikapundung.

4.4 Analisis Laboratorium

Sampel air yang diambil akan diperiksa di laboratorium untuk mengetahui parameter fisik, kimia dan biologinya. Parameter yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini antara lain logam berat, deterjen, dan pestisida. Analisis kualitas air akan dilakukan di laboratorium air Prodi Teknik Lingkungan. Beberapa parameter diperiksa di laboratorium Teknik Lingkungan ITB. Tabel 1 menunjukkan metode analisis laboratorium untuk parameter fisika dan kimia.

Tabel 1. Metode analisis laboratorium untuk parameter fisika dan kimia.

No Parameter Metode Analisis Laboratorium

1 Temperatur Termometri 2 Total Suspended Solid Gravimetri 3 Total Dissolved Solid Gravimetri

1 pH Elektrometri

2 DO Titrimetri

3 BOD5 Inkubasi pada T 20 0C, 5 hari 4 COD Refluks secara tertutup

10 Fenol Spektrofotometri dengan 4-aminoantipirin 11 Tembaga (Cu) Spektrofotometri serapan atom secara langsung 12 Timbal (Pb) Kolorimetri dengan Ditizon

13 Seng (Zn) Kolorimetri dengan Ditizon

14 Krom (heksavalen) Kolorimetri dengan Difenil Karbazid 15 Belerang Titrimetri

16 Kadmiun (Cd) Spektrofotometri serapan atom 17 Air Raksa (total) Spektrofotometri

FISIKA

KIMIAWI

(26)

Sampling dilakukan 2 kali untuk mewakili musim hujan (debit tinggi) dan musim peralihan menuju kemarau.

Mikroorganisme juga akan diidentifikasi dari sampel air sungai yang diambil, terutama untuk mikroorganisme pengurai, meliputi bakteri dan jamur. Isolasi akan dilakukan di laboratorium mikrobiologi Prodi Teknik Lingkungan dan laboratorium mikrobiologi Prodi Teknologi Pangan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme adalah uji biokimia dengan manual Bergey (Benson, 2002).

Selain itu sampel air juga diambil untuk mengukur laju deoksigenasi sesuai pada saat pengambilan sampel untuk pemeriksaan kualitas airnya. Laju deoksigenasi ditentukan dengan metode inkubasi selama 10 hari pada suhu 20 derajat Celcius dan pengukuran oksigen terlarut tiap harinya.

(27)

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Data Sekunder Kualitas Air Sungai Cikapundung

Berikut ini tabel mengenai hasil analisis kualitas air Sungai Cikapundung yang berasal dari BBWS Citarum dan DLHK Kota Bandung.

Tabel 2 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung Tahun 2013-2014

No Parameter Satuan

Baku Mutu PP RI No. 82

Tahun 2001

Hasil Analisis Tahun 2013

(Pasirluyu)

Hasil Analisis Tahun 2014 (Asia Afrika) Kelas I

1 BOD mg/L 2 14 12.2 2 COD mg/L 10 66 67.2 3 DO mg/L 6 3.4 3.03 3 Nitrat (NO3) mg/L NO3-

N 10 0.78 -

4 Nitrit (NO2) mg/L NO2-

N 0.06 0.122 0.422 5 Ammonia (NH3) mg/L NH3-

N 0.5 0.881 0.171 6 Air Raksa (Hg) Ppb 1 - -

7 Arsen (As) mg/L 0.05 - - 8 Kobalt (Co) mg/L 0.2 - - 9 Barium (Ba) mg/L 1 - - 10 Boron (B) mg/L 1 0.08 - 11 Selenium (Se) mg/L 0.01 - - 12 Kadmium (Cd) mg/L 0.01 < 0.001 0.004 13 Kromium Total

(Cr) mg/L 0.05 < 0.018 < 0.004 14 Tembaga (Cu) mg/L 0.02 <0.012 - 15 Seng (Zn) mg/L 0.05 < 0.004 0.026 16 Besi (Fe) mg/L 0.3 0.457 1.54 17 Timbal (Pb) mg/L 0.03 < 0.009 - 18 Mangan (Mn) mg/L 0.1 < 0.342 0.431 19 Klorida (Cl-) mg/L 600 20.1 22.6 20 Fluorida (F) mg/L 0.5 0.378 0.225 21 Sulfat (SO4) mg/L 400 14.1 8.44 22 Klorin Bebas (Cl2) mg/L 0.03 < 0.02 - 23 Sianida (CN) mg/L 0.02 < 0.003 -

24 Orthophosphat mg/L 0.2 0.981 - 25 MBAS mg/L 0.2 0.185 -

Sumber: BBWS Citarum, 2013-2014

Gambar

Gambar 7. Daerah aliran Sungai Cikapundung di wilayah Kota Bandung (Bappeda  Bandung, 2014)
Gambar 8. Peta DAS Citarum (Diskimrum, 2012).
Gambar 9. Titik pengambilan sampel air Sungai Cikapundung.
Tabel 6 Hasil Laboratorium Kualitas Air Sungai Cikapundung  No Parameter  Satuan  Baku  Mutu  Metoda Analisis  Hasil PP RI No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai koefisien laju deoksigenasi (K1) pada Sungai Citarum dengan menggunakan metode Thomas/Slope dan

Untuk menambah keunggulan dari teknik CDI, pada penelitian ini akan dikembangkan CDI menggunakan elektroda dengan bahan karbon aktif dari tempurung kelapa.. Di Indonesia

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan Rumah Sakit Pratama ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Kesehatan Tahun 2015 yang tertuang dalam

komunitas NIC’S Malang tentang bentuk-bentuk brand community (kesadaran bersama, ritual tradisi dan tanggung jawab moral). Sedangkan cara memperoleh data dalam penelitian

Pasal 58 ayat (1) Undang-undang Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan dasar hukum bagi penuntutan hukum bagi penuntut dalam masalah ganti kerugian, hal ini diatur dalam

a) Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang mengalami abortus, Sampel berjumlah 30 orang diambil dengan metode Consecutive sampling.Hasil penelitian

Angka tersebut setara dengan 56% dari laba bersih yang berhasil dibukukan oleh BJBR di Tahun Buku 2020, yaitu sebesar Rp 1.7 Tn..